//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?  (Read 50354 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Sumedho

  • Kebetulan
  • Administrator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 12.406
  • Reputasi: 423
  • Gender: Male
  • not self
Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
« on: 05 January 2011, 09:28:11 AM »
Yg berikut ini agak berbeda pandangan dengan mainstream, jadi harap dilanjutkan dengan berpikiran kritis :)

Soal "pelimpahan jasa" itu saya tidak menemukannya di Tipitaka sama sekali. Adanya juga persembahan makanan bagi mahluk alam peta di tirokuddasutta. Ini sudah jadi pertanyaan bagi saya cukup lama.

Soal "pelimpahan jasa" itu adalah ada di kitab komentar dari kitab petavatthu belakangan yg ditulis oleh Dhammapala pada abad ke 6 (http://dhct.org/d321). Disana cerita itu baru muncul, yg menurut saya agak beda esensi dengan tirokudda sutta-nya. Dalam Tirokudda suttanya menekankan pada persembahan makanan dan tidak ada pelimpahan jasa. Dalam keadaan dimana ada perbedaan antara mula (tipitaka) dan atthakattha tentu tipitaka mendapatkan prioritas lebih tinggi yg dianggap lebih benar. Karena ini pula jadi makin penasaran koq beda dan nda nyambung. Komentar yg dibuat bertujuan untuk menjelaskan koq malah berbeda.

Jadi menurut kesimpulan saya yg mungkin salah, pelimpahan jasa itu bisa dikatakan tidak berdasarkan dari Tipitaka, tapi tradisi saja / atau kisah cerita2 tambahan dimana kisahnya ceritanya dibuat dengan latar belakang jaman sang Buddha yg ditulis dalam kitab/buku komentar, tapi memiliki makna positif untuk mengajak kita berbuat baik. Kalau dipikir, kenapa pula pelimpahan jasa hanya pada alam peta tertentu? Kalau dasarnya adalah mudita/turut bersenang, maka utk semua mahluk *yg bisa mengerti* jg bisa. kalau utk pemberian persembahan makanan/minuman memang dikatakan dalam Janussonin Sutta (AN 10.177) Sang Buddha menjelaskan hanya bisa diberikan persembahan makanan minuman pada alam peta. Tidak ada disinggung tentang pelimpahan jasa seperti yg kita sering dengar orang lakukan sekarang.

Ini mungkin ada hubungannya dengan Kaladana Sutta (AN 5.36) dimana disinggung dimana ketika kita turut bersenang atas pemberian atau membantu dalam perbuatan baik, mereka mendapatkan jasa perbuatan baik juga. Atas dasar ini dianggap yg dialam peta diajak bersenang juga. Jika ini "penting" tentu ini akan ditekankan langsung oleh sang Buddha, akan tetapi Sang Buddha menekankan dalam Tirokudda sutta utk mempersembahkan makanan/minuman pada mahluk peta dan tidak menyinggung melimpahkan jasa perbuatan baik, bahkan saya belum ketemu (atau mungkin tidak ada?) tentang pelimpahan jasa. Bahkan soal persembahan makanan/minuman itu disinggung juga dalam Adiya Sutta (AN 5.41).

Terlepas dari itu, tentu perbuatan baiknya tetap akan membuahkan hasil. Itu tidak diragukan lagi. Mungkin ada yg berpendapat yah dilakukan saja, tidak usah pusing, tapi kebetulan saya pas memang sedang terpusingkan akan rujukannya dan sekadar main logika bahwa ini mungkin bukan penyelesaian dalam studi sutta.

bagaimana pendapat rekan2? Mohon dikoreksi. Atau ada yg punya rujukannya dari tipitaka yg mungkin saya terlewat? thanks.
There is no place like 127.0.0.1

Offline Edward

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.968
  • Reputasi: 85
  • Gender: Male
  • Akulah yang memulai penderitaan ini.....
Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
« Reply #1 on: 05 January 2011, 10:19:27 AM »
Jangankan dr segi tipitaka brow, dr segi tripitaka, yg sering dipublikasikan di vihara hanya sutra kristigabha yg melimpahkan jasa kepada ibu-ny.. Tapi isi sutra itu pun rada meragukan krn banyak tambahan2 yg rada jauh dr logika buddhis umumny.. Klo kg slh ttng sutra kristigabha pernah di post d sini deh..

Terus yg anehnya lagi, mengenai upacara mendoakan arwah, di mahayana paling umum menggunakan amitayus sutra(klo umum mungkin lbh mengenal amitocing)..kalau baca artiny, bahkan kg ada kalimat yg secara eksplisit menyebut pelimpahan jasa atau sebagainya. Gw pribadi melihat makna dibacakan amitocing tsb secara sederhana ialah seperti "tenanglah arwah,ada kedamaian n kebahagiaan stlh kematian ini. Just let it go.."
“Hanya dengan kesabaran aku dapat menyelamatkan mereka....."

Offline Sumedho

  • Kebetulan
  • Administrator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 12.406
  • Reputasi: 423
  • Gender: Male
  • not self
Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
« Reply #2 on: 05 January 2011, 10:29:17 AM »
kalau dari sutra mahayana bukankah ada di bagian yg tentang ullambana yg tentang maha mogallana dan ibunya?
There is no place like 127.0.0.1

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
« Reply #3 on: 05 January 2011, 10:30:45 AM »
[...]
Jadi menurut kesimpulan saya yg mungkin salah, pelimpahan jasa itu bisa dikatakan tidak berdasarkan dari Tipitaka, tapi tradisi saja / atau kisah cerita2 tambahan dimana kisahnya ceritanya dibuat dengan latar belakang jaman sang Buddha yg ditulis dalam kitab/buku komentar, tapi memiliki makna positif untuk mengajak kita berbuat baik. Kalau dipikir, kenapa pula pelimpahan jasa hanya pada alam peta tertentu? Kalau dasarnya adalah mudita/turut bersenang, maka utk semua mahluk *yg bisa mengerti* jg bisa. kalau utk pemberian persembahan makanan/minuman memang dikatakan dalam Janussonin Sutta (AN 10.177) Sang Buddha menjelaskan hanya bisa diberikan persembahan makanan minuman pada alam peta. Tidak ada disinggung tentang pelimpahan jasa seperti yg kita sering dengar orang lakukan sekarang.
[...]
Tidak semua makhluk bisa bermudita. Tidak perlu jauh ke alam peta, di alam manusia contohnya, orang pelit/kikir tidak bisa 'bermudita' dengan dana orang lain.

Offline Sumedho

  • Kebetulan
  • Administrator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 12.406
  • Reputasi: 423
  • Gender: Male
  • not self
Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
« Reply #4 on: 05 January 2011, 10:40:27 AM »
maksudnya kenapa pula pada alam peta tertentu adalah, bukan lebih spesifik tapi kenapa tidak bisa lebih luas, misalnya pelimpahan jasa model demikian tetapi pada orang disamping kita atau utk seluruh orang satu kota misalnya.
There is no place like 127.0.0.1

Offline adi lim

  • Sebelumnya: adiharto
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.993
  • Reputasi: 108
  • Gender: Male
  • Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta
Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
« Reply #5 on: 05 January 2011, 01:15:17 PM »
Ini mungkin ada hubungannya dengan Kaladana Sutta (AN 5.36) dimana disinggung dimana ketika kita turut bersenang atas pemberian atau membantu dalam perbuatan baik, mereka mendapatkan jasa perbuatan baik juga. Atas dasar ini dianggap yg dialam peta diajak bersenang juga. Jika ini "penting" tentu ini akan ditekankan langsung oleh sang Buddha, akan tetapi Sang Buddha menekankan dalam Tirokudda sutta utk mempersembahkan makanan/minuman pada mahluk peta dan tidak menyinggung melimpahkan jasa perbuatan baik, bahkan saya belum ketemu (atau mungkin tidak ada?) tentang pelimpahan jasa. Bahkan soal persembahan makanan/minuman itu disinggung juga dalam Adiya Sutta (AN 5.41).

bagian Tirokudda Sutta, dikutip dari Paritta Suci, STI

11. Ayanca kho dakkhina dinna
     Sanghamhi supatitthita
     Digharattam hitayassa
     Thanaso upakappati

12. So natidhammo ca ayam nidassito
      Petana puja ca kata ulara
      Balanca bhikkhunamanuppadinnam
      Tumhehi punnam pasutam anappakanti

artinya
11. Persembahan yang telah dihaturkan ini, yang disajikan dengan baik kepada Sangha,
akan bermamfaat bagi mendiang itu sepanjang waktu yang lama

12. Kebajikan demi sanak keluarga ini telah Anda tunjukkan.
Puja besar telah anda lakukan demi sanak keluarga yang telah tiada
Dan kekuatan tubuh para Bhikkhu pun telah Anda dukung
dengan demikian kebajikan yang tidak sedikit telah anda upayakan


IMO
sebenarnya kepada semua makhluk hidup boleh ikut mudita, tapi lebih ke makhluk2 peta tertentu (faktor batin) yang bisa menerima pelimpahan jasa sehingga bisa terlahir ke alam bahagia.
jika tidak salah saya pernah membaca, dewa saja minta pelimpahan jasa (sumber RAPB)
manusia turut bermudita bisa terlahir ke alam dewa, tapi tidak semua terlahir disana. (seperti cerita Ibu Visakha)
 _/\_
« Last Edit: 05 January 2011, 01:24:40 PM by adi lim »
Seringlah PancaKhanda direnungkan sebagai Ini Bukan MILIKKU, Ini Bukan AKU, Ini Bukan DIRIKU, bermanfaat mengurangi keSERAKAHan, mengurangi keSOMBONGan, Semoga dapat menjauhi Pandangan SALAH.

Offline Sumedho

  • Kebetulan
  • Administrator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 12.406
  • Reputasi: 423
  • Gender: Male
  • not self
Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
« Reply #6 on: 05 January 2011, 02:02:01 PM »
koq beda yah

Quote
But when this offering is given, well-placed in the Sangha,
it works for their long-term benefit
and they profit immediately.

In this way
   the proper duty to relatives has been shown,
   great honor has been done to the dead,
   and monks have been given strength:

   The merit you've acquired
      isn't small.

well-placed itu artinya dilakukan dengan baik didalam sangha. maksudnya sangha yg melakukannya, bukan sangha yg diberikan. bukan begitu? terutama melihat konteks dari awal

yg kisah2 itu, bukankah itu post canon? which is story2 belakangan?
There is no place like 127.0.0.1

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
« Reply #7 on: 05 January 2011, 02:40:04 PM »
Kisah Pertanyaan Yang Diajukan Sakka
 
 
 DHAMMAPADA XXIV, 21
 

        Dalam suatu pertemuan para dewa di Surga Tavatimsa, empat pertanyaan diajukan, tetapi para dewa gagal memperoleh jawaban yang benar. Akhirnya, Sakka membawa para dewa tersebut menghadap Sang Buddha di Vihara Jetavana. Setelah menjelaskan kesulitan mereka, Sakka mengajukan empat pertanyaan berikut:

 Di antara semua pemberian, manakah yang terbaik? 
 Di antara semua rasa, manakah yang terbaik?
 Di antara semua kegembiraan, manakah yang terbaik? 
 Mengapa penghancuran nafsu dikatakan yang paling unggul?

        Terhadap pertanyaan-pertanyaan ini, Sang Buddha menjawab, "O Sakka, Dhamma adalah termulia dari semua pemberian, terbaik dari semua rasa, dan terbaik dari semua kegembiraan. Penghancuran nafsu untuk mencapai tingkat kesucian arahat, oleh karena itu terunggul dari segala penaklukan".

        Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 354 berikut:

Pemberian 'Kebenaran' (Dhamma) mengalahkan semua pemberian lainnya; rasa 'Kebenaran' (Dhamma) mengalahkan semua rasa lainnya; kegembiraan dalam 'Kebenaran' (Dhamma) mengalahkan semua kegembiraan lainnya. Orang yang telah menghancurkan nafsu keinginan akan mengalahkan semua penderitaan.

        Pada saat khotbah Dhamma itu berakhir, Sakka berkata kepada Sang Buddha, "Bhante, jika pemberian Dhamma mengungguli semua pemberian, mengapa kami tidak diundang untuk berbagi jasa ketika pemberian Dhamma dilakukan? Bhante, saya mohon, mulai sekarang, kami diberi pembagian jasa atas perbuatan baik yang telah dilakukan".

        Kemudian Sang Buddha meminta semua bhikkhu untuk berkumpul dan menasihati mereka untuk membagi jasa kepada semua makhluk atas semua perbuatan baik mereka.

        Sejak saat itu, menjadi suatu kebiasaan untuk mengundang semua makhluk dari tiga puluh satu alam kehidupan (bhumi) untuk datang, dan berbagi jasa kapan pun suatu perbuatan baik dilakukan.***
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
« Reply #8 on: 05 January 2011, 02:41:05 PM »
Kisah Samanera Sanu
 
 
 DHAMMAPADA XXIII, 7
 

        Suatu hari, Samanera Sanu didesak oleh para bhikkhu yang lebih tua untuk naik ke atas mimbar dan mengulang bagian-bagian dari Dhamma yang telah dibabarkan oleh Sang Buddha.

        Ketika ia telah menyelesaikan pengulangannya, ia dengan sungguh-sungguh menyebut, "Semoga jasa-jasa yang telah saya peroleh hari ini dengan mengulang syair-syair mulia ini, dinikmati pula oleh ibu dan ayah saya".

        Saat itu, dewa-dewa dan raksasa yang pernah menjadi ibu samanera muda ini dalam kehidupan lampaunya turut mendengarkan pengulangannya.

        Ketika mereka mendengar kata-kata itu, raksasa tersebut sangat gembira dan dengan cepat berteriak, "Putraku sayang, betapa bahagianya saya dapat ikut menikmati jasamu; kau telah melakukannya dengan baik, putraku. Sangat baik! Sangat baik! (Sadhu! Sadhu!)".

        Karena jasa Samanera Sanu, dewa dan raksasa yang pernah menjadi ibunya menjadi sangat dihormati dan diberi tempat yang utama dalam perkumpulan mereka oleh para dewa dan raksasa lainnya.

        Saat samanera tersebut tumbuh menjadi lebih tua, ia ingin kembali pada kehidupan sebagai umat biasa; ia pergi ke rumahnya dan meminta pakaiannya dari ibunya. Ibunya tidak ingin ia meninggalkan Sangha dan mencoba agar ia tidak melakukan hal itu, tetapi ia tetap teguh dengan keputusannya. Untuk mengulur waktu, ibunya menjanjikan untuk memberinya pakaian setelah bersantap makanan.

        Saat ibunya sedang sibuk memasak makanannya, raksasa yang pernah menjadi ibunya dalam suatu kehidupan yang lampau berpikir, "Jika putraku —Sanu meninggalkan Sangha, saya akan malu dan menjadi tertawaan di antara raksasa dan dewa yang lain. Saya harus mencoba dan menghentikannya agar tidak meninggalkan Sangha".

        Kemudian samanera muda dirasuki oleh raksasa tersebut. Anak laki-laki itu berguling-guling di lantai, berkomat-kamit tidak keruan dengan air liur berleleran dari mulutnya. Sang ibu merasa ada bahaya; tetangga berdatangan dan mencoba untuk mengusir makhluk halus tersebut.

        Kemudian, raksasa itu berbicara, "Samanera ini ingin meninggalkan Sangha dan kembali pada kehidupan umat awam; jika ia berbuat demikian maka ia tidak akan dapat lepas dari dukkha".

        Setelah mengucapkan kata-kata ini, raksasa tersebut meninggalkan tubuh anak laki-laki tersebut dan anak tersebut menjadi normal kembali.

        Melihat ibunya menangis dan para tetangga berkumpul di sekitarnya, ia bertanya apa yang telah terjadi. Ibunya menceritakan pada mereka, semua yang telah terjadi pada samanera muda anaknya dan juga menjelaskan pada mereka bahwa untuk kembali pada kehidupan umat awam setelah meninggalkan Sangha adalah sangat bodoh. Sesungguhnya, meskipun hidup ia seperti orang mati.

        Samanera tersebut kemudian menyadari kesalahannya. Dengan membawa tiga jubah dari ibunya, ia kembali ke vihara dan segera diterima sebagai seorang bhikkhu.

        Ketika berkata tentang Samanera Sanu, Sang Buddha yang berharap untuk mengajar tentang latihan batin berkata, "AnakKu, seseorang yang tidak mengendalikan pikirannya, yang mengembara ke mana-mana, tidak dapat menemukan kebahagiaan. Karena itu, kendalikanlah pikiranmu seperti seorang pelatih gajah mengendalikan seekor gajah".

        Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 326 berikut:

Dahulu pikiran ini mengembara, pergi kepada objek-objek yang disukai, diingini dan kemana yang dikehendaki. Sekarang aku akan mengendalikannya dengan penuh perhatian, seperti seorang penjinak gajah mengendalikan gajah dengan kaitan besi.

        Pada saat khotbah Dhamma itu berakhir, Bhikkhu Sanu memahami 'Empat Kebenaran Mulia'. Kemudian ia mencapai tingkat kesucian arahat.***
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
« Reply #9 on: 05 January 2011, 02:41:57 PM »
Kisah Visakha
 
 
 DHAMMAPADA IV, 10
 

        Seorang hartawan dari Bhaddiya bernama Danancaya, dari istrinya Sumanadevi mempunyai putri yang dinamai Visakha. Visakha juga merupakan cucu dari Mendaka, salah seorang dari lima hartawan yang ada wilayah kerajaan Raja Bimbisara. Ketika Visakha berusia tujuh belas tahun, Sang Buddha berkunjung ke Bhaddiya.

        Pada suatu kesempatan hartawan Mendaka mengajak Visakha dan lima ratus pengawalnya untuk memberikan penghormatan kepada Sang Buddha. Setelah mendengar khotbah Sang Buddha, Visakha, kakeknya dan semua lima ratus pengawalnya mencapai tingkat kesucian sotapatti.

        Ketika Visakha dewasa, dia menikah dengan Punnavaddhana, putra Migara, seorang hartawan dari Savatthi. Suatu hari, ketika Migara sedang makan siang, seorang bhikkhu berhenti untuk berpindapatta di rumah tersebut; tetapi Migara menolak bhikkhu tersebut.

        Visakha melihat hal ini, kemudian berkata kepada bhikkhu tersebut: "Maafkan saya, teruslah berjalan Bhante, ayah mertua saya hanya makan makanan basi".

        Mendengar hal itu, Migara menjadi sangat marah dan menyuruhnya untuk pergi. Tetapi Visakha mengatakan bahwa ia tidak akan pergi, dan dia akan memanggil delapan wali yang dikirim oleh ayahnya untuk menemaninya dan menasehatinya. Wali-wali tersebut akan memutuskan apakah Visakha bersalah atau tidak bersalah.

        Ketika para wali telah berkumpul, Migara berkata: "Ketika saya sedang makan nasi dan susu dengan mangkuk emas, Visakha mengatakan bahwa saya makan makanan kotor dan basi. Untuk kesalahan itu, saya akan mengirimnya pulang".

        Kemudian Visakha menjelaskan sebagai berikut: "Ketika saya melihat ayah mertua saya membiarkan seorang bhikkhu berdiri untuk berpindapatta. Saya berpikir bahwa ayah mertua saya tidak mau melakukan perbuatan baik pada saat ini, beliau hanya makan hasil dari perbuatan baiknya yang lampau. Maka, saya mengatakan, ayah mertua saya hanya makan makanan basi. Sekarang tuan-tuan, apakah anda pikir, saya bersalah?"

        Para wali memutuskan bahwa Visakha tidak bersalah.

        Visakha kemudian mengatakan bahwa dia salah seorang pengikut Buddha yang taat dan berkeyakinan kuat dan tidak dapat tinggal diam ketika para bhikkhu datang. Juga, apabila dia tidak diberikan izin untuk mengundang para bhikkhu untuk menerima dana makanan dan persembahan lainnya, dia akan meninggalkan rumah. Maka Visakha memperoleh izin untuk mengundang Sang Buddha dan para bhikkhu ke rumahnya.

        Keesokan harinya Sang Buddha dan murid-muridnya diundang ke rumah Visakha. Ketika dana makanan telah disajikan, Visakha mengundang ayah mertuanya untuk bersama-sama mendanakan makanan tersebut. Tetapi ayah mertuanya tidak mau datang. Setelah makan siang berakhir, sekali lagi dia mengundang ayah mertuanya, kali ini dengan pesan agar ayah mertuanya datang untuk ikut mendengarkan khotbah yang akan segera diberikan oleh Sang Buddha. Ayah mertuanya merasa bahwa tidak seharusnya dia menolak untuk kedua kalinya. Tetapi, gurunya, pertapa Nigantha, tidak mengizinkan dia pergi. Mereka memutuskan untuk mendengarkan dari balik tirai. Setelah mendengar khotbah Sang Buddha, Migara mencapai tingkat kesucian sotapatti. Dia sangat berterima kasih kepada Sang Buddha dan juga menantunya.

        Sebagai bentuk rasa terima kasihnya, ia menyatakan bahwa mulai sekarang Visakha akan menjadi ibunya, dan Visakha kemudian dikenal sebagai Migaramata.

        Visakha mempunyai sepuluh anak laki-laki dan sepuluh anak perempuan, dan masing-masing anak mempunyai sepuluh anak laki-laki dan sepuluh anak perempuan.

        Visakha memiliki sebuah perhiasan yang dihiasi dengan permata-permata yang mahal harganya, pemberian ayahnya pada hari pernikahannya. Suatu hari Visakha pergi ke Vihara Jetavana bersama para pengikutnya. Saat tiba di vihara, ia merasa bahwa perhiasannya sangat berat. Maka, ia melepaskan perhiasannya dan membungkusnya dengan selendang, memberikan kepada pelayannya untuk dibawa dan dijaganya. Ternyata pelayan tersebut lupa ketika mereka meninggalkan vihara. Sudah menjadi kebiasaan Y.A. Ananda menyimpan barang-barang yang ditinggalkan oleh umat.

        Visakha mengirim kembali pelayannya ke vihara: "Pergi dan lihatlah perhiasan permata itu, tetapi jika Y.A. Ananda telah menemukan dan menyimpannya di suatu tempat, jangan bawa pulang kembali; saya mendanakan perhiasan permata itu kepada Y.A. Ananda".

        Tetapi Y.A. Ananda tidak menerima dana tersebut.

        Maka Visakha memutuskan untuk menjual perhiasan tersebut dan kemudian akan mendanakan hasil penjualannya. Tetapi tidak seorang pun yang mampu membeli perhiasan tersebut. Akhirnya Visakha membelinya sendiri seharga sembilan crore dan satu lakh. Dengan uang tersebut ia membangun sebuah vihara di bagian timur kota; vihara ini dikenal dengan nama Pubbarama.

        Setelah upacara pelimpahan jasa ia mengundang seluruh keluarganya dan mengatakan kepada mereka bahwa semua keinginannya telah terpenuhi dan ia tidak lagi mempunyai keinginan. Kemudian sambil melantunkan lima syair kegembiraan ia berputar mengelilingi vihara.

        Beberapa bhikkhu mendengarnya. Mereka berpikir bahwa kelakuan Visakha sangat berlebihan. Maka mereka melaporkan kepada Sang Buddha bahwa Visakha tidak seperti sebelumnya, berkeliling vihara sambil menyanyi.

        Para bhikkhu bertanya kepada Sang Buddha: "Apakah itu berarti Visakha kehilangan akal sehatnya?"

        Sang Buddha menjawab, "Hari ini, Visakha telah memenuhi semua keinginannya di masa lampau maupun saat ini dan atas usaha sendiri. Ia merasa gembira dan puas. Visakha sedang melantunkan beberapa syair kegembiraan; yang pasti ia tidak kehilangan akal sehatnya. Visakha, pada kehidupan lampau, selalu menjadi seorang pendana yang murah hati dan bersemangat mendukung ajaran-ajaran para Buddha. Ia juga berkecenderungan kuat melakukan perbuatan-perbuatan baik, dan telah melakukan hal-hal baik juga pada kehidupan lampaunya, seperti seorang ahli bunga menyusun banyak rangkaian bunga dari setumpuk bunga".

        Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 53 berikut:

Seperti dari setumpuk bunga dapat dibuat banyak karangan bunga; demikian pula hendaknya banyak kebajikan dapat dilakukan oleh manusia di dunia ini.

***
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline Sumedho

  • Kebetulan
  • Administrator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 12.406
  • Reputasi: 423
  • Gender: Male
  • not self
Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
« Reply #10 on: 05 January 2011, 02:49:21 PM »
kisah dhammapada itu pasca kanon, dari atthakattha/komentar belakangan abad ke 5. ini juga yg perlu diangkat, apakah kisah2 ini benar?
There is no place like 127.0.0.1

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
« Reply #11 on: 05 January 2011, 04:23:24 PM »
III.2 PENJELASAN MENGENAI
CERITA PETA SANUVASIN1

[ Sanuvasipetavatthuvannanca ]

‘Sesepuh dari kota Kundi.’ Ini dikatakan ketika Sang Guru sedang berdiam di Hutan Bambu sehubungan dengan beberapa famili-peta dari bhikkhu thera Sanuvasin.

Dikatakan bahwa dahulu kala di Benares putra dari raja Kitava sedang dalam perjalanan pulang setelah berolahraga di taman hiburan. Dia melihat Paccekabuddha Sunetta meninggalkan kota setelah berkeliling mengumpulkan dana makanan.2 Mabuk karena kesombongan memiliki kekuasaan dan karena memang jelek akhlaknya, dia berpikir ‘Betapa beraninya si gundul itu lewat tanpa memberi hormat anjali padaku’. [178] Maka putra raja itu pun turun dari punggung gajah dan berkata pada bhikkhu itu, ‘Apakah engkau memperoleh dana makanan, saya ingin tahu?’Sambil berkata demikian, dia merampas mangkuk dari tangan bhikkhu tersebut, melemparkannya ke tanah dan menghancurkannya. Dicemoohnya bhikkhu itu, sementara thera tersebut (berdiri) memandang dengan bakti dihatinya dengan mata yang tertuju ke bawah, lembut, rileks dan menyebarkan cinta kasih,3tak terganggu karena telah mencapai Kesedemikianan4 di dalam segala situasi. Putra raja kemudian beranjak sambil berkata dengan pikiran yang dengki karena kebencian yang tidak pada tempatnya,’Tidakkah engkau tahu bahwa saya adalah putra raja Kitava? Apa manfaatmu bagiku hanya memandang (seperti itu)?’Tetapi begitu dia pergi, muncul energi yang amat panas di sekeliling tubuhnya, yang menyerupai panasnya api neraka. Dengan tubuh yang dikuasai oleh siksaan yang besar, dikuasai oleh perasaan sengsara yang luar biasa mencekam, dia mati dan muncul di Neraka Besar Avici. Di sana dia direbus selama 84.000 tahun sementara dia berdiri dan dibolak-balik dengan berbagai cara – ke sisi kanan, ke sisi kiri, telentang, tengkurap.5 Ketika jatuh dari sana , dia menjalani kesengsaraan karena kelaparan dan kehausan dan sebagainya selama jangka waktu yang tak terbatas di antara para peta. Ketika jatuh dari sana, dia muncul di suatu desa nelayan di dekat kota Kundi selama masa-Buddha ini. Di sana, muncul di dalam dirinya kemampuan untuk mengingat kehidupan-kehidupan lampaunya. Lewat sarana ini dia dapat mengingat kesengsaraan yang telah dijalaninya6 di masa lampau. Karena ketakutan akan tindakan-tindakan jahat, maka dia tidak mau pergi menangkap ikan bersama dengan sanak saudaranya, walaupun dia sudah cukup umur. Ketika mereka pergi, dia bersembunyi karena tidak mau membunuh ikan; sedangkan jika dia pergi,7 dia akan merusak jala atau mengambil ikan-ikan yang masih hidup8 untuk dilepaskan kembali ke dalam air. Karena tidak setuju9 akan tindakannya, sanak saudaranya pun mengusirnya dari rumah mereka. Tetapi ada satu saudara kandung lelaki yang amat menyayanginya.

Pada waktu itu, Y. M. Ananda sedang berdiam di Gunung Sanuvasin10 di dekat kota Kundi. Putra nelayan yang telah diusir sanak saudaranya itu berkelana kian kemari, dan sampai di tempat kediaman Y. M. Ananda. Dia menghampiri bhikkhu yang ketika itu sedang makan. Setelah Y. M. Ananda bertanya dan mengetahui bahwa dia membutuhkan makanan, beliau memberinya makanan. Setelah putra nelayan itu selesai makan [179] Y. M. Ananda menanyakan segala masalahnya. Melalui percakapan tentang Dhamma, Y M. Ananda mengetahui bahwa orang ini memiliki bakti di dalam hatinya (maka beliau bertanya), ‘Apakah engkau ingin meninggalkan keduniawian, sahabat?’ (dan dia menjawab), Ta, Tuan, saya ingin meninggalkan keduniawian.’Setelah mentahbiskannya sebagai samanera, Y M. Ananda kemudian pergi, bersama samanera itu, ke hadapan Sang Buddha. Sang Buddha berkata, ‘Ananda, engkau harus memiliki belas kasihan kepada samanera ini.’ Karena belum melakukan tindakan-tindakan yang berjasa di masa lampau, dia menerima hanya sedikit (dalam hal bahan makanan). Maka, Sang Guru, untuk membantu11, menyuruhnya mengisi pot-pot air untuk digunakan para bhikkhu. Ketika para umat awarn melihat hal ini, mereka memberinya banyak makanan secara rutin. Pada saatnya, dia menerima pentahbisan dan mencapai tingkatArahat. Setelah menjadi thera, beliau tinggal di Gunung Sanuvasin bersama duabelas bhikkhu. Sebanyak 500 sanak saudaranya, karena tidak mengumpulkan tindakan-tindakan yang bajik namun malahan mengumpulkan tindakan-tindakan yang jahat -seperti misalnya keegoisan dan sebagainya- mati dan muncul di antara para peta. Walaupun demikian, ibu dan ayahnya tidak mau mendekati sang Arahat karena mereka malu dengan pemikiran,’Ini adalah orang yang dulunya kita buang12 dari rumah’. Ibu dan ayahnya pun mengirimkan saudara lelaki yang mengasihinya. Saudaranya ini menampakkan dirinya pada saat thera tersebut memasuki desa mengumpulkan dana makanan. Dia berlutut13 dengan lutut kanan bertumpu di tanah dan memberi hormat ahjali, lalu berbicara menyampaikan syair-syair yang bermula: Ibu dan ayahmu, Tuan’. Tetapi lima syair yang bermula:’Thera dari kota Kundi’ dan sebagainya disisipkan oleh mereka yang membuat resensi Dhamma dengan tujuan untuk menunjukkan konteksnya.

1. Thera dari kota Kundi yang berdiam di Sanuvasin, yang bernama Potthapada, adalah seorang petapa dengan kemampuan-kemampuan yang telah berkembang.
2. lbu, ayah, dan saudara lelakinya telah pergi ke kehidupan yang sengsara di alam Yama. Karena telah melakukan tindakan-tindakan yang jahat, mereka telah pergi dari sini ke alam para peta.
3. Pergi ke kehidupan yang sengsara, ditusuk-jarum,14letih, telanjang dan kurus kering; ketakutan, di dalam kengerian yang besar dan bertangan penuh darah,15 sehingga mereka tidak mau menampakkan (dirinya sendiri).
4. [180] Saudara lelakinya, yang terpaku, telanjang, sendirian di jalur tunggal, membungkuk di atas kaki dan tangannya,16 menampakkan17 dirinya kepada thera itu.
5. Tetapi thera itu tidak memperhatikan18 dan lewat tanpa bicara, maka dia memberitahu sang thera, dengan mengatakan, “Saya adalah saudara lelakimu yang datang sebagai peta;
6. lbumu dan ayahmu, Tuan, telah pergi ke kehidupan yang sengsara di alam Yama. Karena telah melakukan tindakan-tindakan yang jahat, mereka telah pergi dari sini ke alam peta.
7. Pergi ke kehidupan yang sengsara, ditusuk-jarum, letih, telanjang dan kurus kering; ketakutan, di dalam kengerian yang besar dan bertangan penuh darah, sehingga mereka tidak mau menampakkan (dirinya sendiri).
8. Engkau penuh kasih sayang; mohon berbelas-kasihanilah – ketika engkau telah memberi, limpahkanlah itu kepada kami (karena) lewat sarana makanan yang diberikan olehmu itulah maka tangan yang penuh darah ini dapat ditopang.’”
1 Di sini, thera dari kota Kundi (Kundinagariyo thero): thera yang terlahir dan besar di kota dengan nama itu. Bacaan alternatifnya adalah Kundikanigaro thero, tetapi ini sama artinya. Yang berdiam di Sanuvasin (Sanuvasinivasino): yang berdiam di Gunung Sanuvasin. Bernama Potthapada (potthapado ti namena): dikenal dengan nama Potthapada. Adalah seorang petapa (samano): telah menghentikan (semua) kejahatan.19 Dengan kemampuan-kemampuan yang telah berkembang (bhavitindriyo): dengan kernampuan keyakinan dan sebagainya yang telah berkembang melalui pengolahan jalan Ariya, yaitu seorang Arahat.

2 -nya (tassa): thera Sanuvasin. Telah pergi ke kehidupan yang sengsara (duggata): telah pergi ke keadaan kesengsaraan.

3 Ditusuk-jarum (sucik’ atta):20 menderita21 dengan tubuh22 yang kasar dan berbau tengik.23 Bacaan alternatifnya adalah ‘lenyap-jarum’ (sucigata).24 Mereka tertimpa, tertindas,25 oleh rasa lapar dan haus yang telah memperoleh nama jarum’ (sucika) dalam pengertian bahwa mereka itu menusuk.26 Beberapa terbaca bertenggorokan-jarum (sicikantha): yang artinya lubang mulut mereka bagaikan mata jarum.27 Letih (kilanta): lelah dalam pikiran dan tubuh. Telanjang (nagino): tidak berpakaian, penampilannya telanjang. Kurus kering (kisa): dengan tubuh yang kurus kering, karena mereka memiliki tubuh yang hanya terdiri dari kulit dan tulang. Ketakutan (uttasanta): mereka menjadi ngeri karena takut akan hukuman28 karena berpikir, ‘Petapa ini adalah anakkami.’[181] Di dalam kengerian yang besar (mahatasa): mereka dipenuhi ketakutan yang luar biasa karena tindakan-tindakan yang telah mereka lakukan sebelumnya. Tidak mau menampakkan (na dassenti): tidak mau menampakkan diri sendiri, tidak mau pergi menghadap dia. Bertangan penuh darah (kururino): bertindak dengan kejam.

4 Saudara lelakinya (tassa bhata): saudara laki-laki thera Sanuvasin. Terpaku: vitaritva=vitinno (bentuk tata bahasa alternatif), yang artinya ketakutan dan gemetaran karena ngeri dicela. Bacaan alternatifnya adalah bergegas (vituritva):29 terburu-buru, yaitu bergegas. Di jalur tunggal (ekapathe): pada jalan jalur tunggal. Sendirian (ekako): sendirian, tidak ditemani. Membungkuk di atas kaki dan tangannya (catukundiko bhavitvana): dia menggerakkan diri ke mana-mana dengan empat kaki-tangan yang tertekuk30 _ (berarti) tertekuk keempatnya; beristirahat31 dan pergi ke mana-mana di atas dua tangan dan dua lutut, yang artinya: sudah menjadi demikian rupa. Dia bertindak dengan cara ini, sehingga apa pun yang memalukan dapat tertutup dari depan. Menampakkan dirinya kepada thera itu (therassa dassayi tummam): membuat dirinya tampak, membiarkan dirinya tampak, di hadapan thera itu.32

5 Tidak memperhatikan (amanasikatva): tidak ada perhatian (amanasikaritva, bentuk tata bahasa alternatif), tidak memperhatikan dia itu mungkin siapa. Maka dia (so ca): maka peta itu. Saya adalah saudara lelakimu yang datang sebagai peta (bhata petagato aham): peta itu memberitahukan thera tersebut dengan mengatakan, ‘Saya adalah saudara lelakimu di dalam kehidupan lampau; dan sekarang saya datang ke sini sebagai peta’- dernikianlah hal ini harus dipahami. Tiga syair yang bermula: Ibu(mu) clan ayah(mu)’ dikatakan untuk menunjukkan cara dia memberitahukan hal ini.

6 Di sini, ibumu dan ayahmu: mata pita ca te=tava mata pita ca (tata bahasa alternatif).

8 Mohon berbelas-kasihaniah (anukampassu): tolong bantulah (kami), berbaik hatilah. Limpahkanlah (anvadisahi): berikanlah itu. Kepada kami: no=amhakam33 (bentuk tata bahasa alternatif). Yang diberikan olehmu: tava dinnena=taya dinena (bentuk tata bahasa alternatif).

(Mereka yang mengulang Dhamma) kemudian mengucapkan syair-syair ini untuk menunjukkan alur tindakan yang diambil34 oleh thera tersebut ketika beliau mendengar ini:

9. Ketika sang thera dan duabelas bhikkhu lain telah mengumpulkan dana makanan, mereka berkumpul di tempat yang sama dengan tujuan berbagi makanan tersebut.35
10. Sang thera berkata kepada mereka semua: ‘Berikanlah kepadaku sebagaimana telah diterima; saya akan mengubahnya menjadi makanan bagi Sahgha36 karena belas kasihan pada sanak saudaraku.”
11. [182] Mereka menyerahkannya kepada sang thera dan sang thera pun mengundang Sahgha. Setelah memberikan, sang thera melimpahkannya kepada ibunya, ayahnya, dan saudara lelakinya dengan mengatakan, Tiarlah ini untuk sanak saudaraku! Semoga sanak saudaraku bahagia!”
12. Segera setelah beliau mempersembahkan ini, muncullah makanan-makanan – yang bersih, pilihan, disiapkan dengan baik, dan berbumbu kari dengan berbagai aroma; sesudah itu saudara lelakinya menampakkan dirinya, 37tampan, kuat clan bahagia, dan berkata,
13. Melimpah (adalah) makanan ini, tuan, tetapi liatlah bahwa kami masih telanjang. Tolong kerahkanlah usahamu, 38tuan, sedemikian rupa sehingga kami bisa memperoleh pakaian.’
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
« Reply #12 on: 05 January 2011, 04:24:54 PM »
14. Sang thera mengumpulkan sobekan-sobekan kain dari tumpukan sampah. Setelah membuat kain perca itu menjadi jubah, beliau memberikannya kepada Sahgha di empat penjuru.
15. Setelah memberikan, sang thera melimpahkannya kepada ibunya, ayahnya, dan saudara lelakinya, dengan mengatakan, “Biarlah ini untuk sanak saudaraku! Semoga sanak saudaraku bahagia!”
16. Segera setelah beliau mempersembahkan ini, muncullah pakaian-pakaian, sedangkan (saudara lelakinya) mengenakan pakaian yang bagus, menampakkan dirinya kepada sang thera dan mengatakan,
17. Sebagaimana banyaknya pakaian-pakaian yang ada seluruh kerajaan raja Nanda – masih lebih daripada itu, Yang Mulia, pakaian dan penutup kami,
18. Dari sutra dan wol, linen dan katun.39Banyak dan mahal pakaian itu adanya – mereka bahkan40 menggantung dari langit.
19. Dan kami tinggal mengenakan saja mana pun yang kami suka. Tolong kerahkanlah usahamu, tuan, sedemikian rupa sehingga kami bisa memperoleh rumah.”
20. [183] Setelah sang thera membangun gubug dari dedaunan, beliau memberikannya kepada Sangha di empat penjuru. Setelah memberikan, sang thera melimpahkannya kepada ibunya, ayahnya, dan saudara lelakinya dengan mengatakan, Biarlah ini untuk sanak saudaraku! Semoga sanak saudaraku bahagia!”
21. Segera setelah beliau mempersembahkan ini, muncullah rumah-rumah – tempat tinggal dengan pinakel41 yang dibagi menjadi bagian-bagian yang sama.
22. “Rumah-rumah seperti milik kami di sini tidak ditemukan di antara manusia; rumah-rumah seperti milik kami di sini bagaikan rumah-rumah yang ditemukan di antara para dewa;
23. Berkilau, mereka bersinar ke seluruh empat penjuru. Tolong kerahkanlah usahamu, tuan, sedemikian rupa sehingga kami bisa memperoleh air.”
24. Setelah sang thera mengisi satu pot-air, beliau memberikannya kepada Sahgha di empat penjuru. Setelah memberikan, sang thera melimpahkannya kepada ibunya, ayahnya, saudara lelakinya, dengan mengatakan, Biarlah ini untuk sanak.saudaraku! Semoga sanak saudaraku bahagia!”
25. Segera setelah beliau mempersembahkan ini, muncullah air – kolam-kolam teratai yang dalam, bersudut empat, dan diatur dengan indah,42
26. Dengan air jernih dan tepian yang elok, sejuk dan harum, tertutup teratai dan lili air, airnya penuh dengan serabut-serabut teratai.
27. Setelah mandi dan minum dari kolam tersebut, mereka muncul di hadapan sang thera dengan mengatakan, “Melimpah (adalah) air (ini), tuan, tetapi kaki kami pecah-pecah dan sakit.
28. Berkelana kian kemari kami terpincang-pincang di atas kerikil dan rumput kusa43 yang berduri. Tolong kerahkanlah usahamu, tuan, sedemikian rupa sehingga kami bisa memperoleh kendaraan.”
29. Setelah memperoleh sandal,44beliau memberikannya kepada Sangha di empat penjuru. Setelah memberikan, sang thera melimpahkannya kepada ibunya, ayahnya, dan saudara lelakinya dengan mengatakan, “Biarlah ini untuk sanak saudaraku! Semoga sanak saudaraku bahagia!”
30. Segera setelah sang thera mempersembahkan ini, para peta itu pun datang dengan kereta, dan mengatakan, “Engkau telah menunjukkan belas kasihan, tuan, lewat makanan dan pakaian ini,
31. [184] Rumah dan pemberian air45 ini – lewat keduanya ini serta lewat pemberian kendaraan. Kami, tuan, telah datang untuk memberi hormat kepada petapa yang penuh welas asih di dunia.’”
9 Di sini, ketika sang thera telah mengumpulkan dana makanan (thero caritva pindaya): ketika sang thera telah pergi berkeliling untuk mengumpulkan bahan makanan.46 Dan dua belas bhikkhu lain (bhikkhu anne ca dvadasa): dan dua belas bhikkhu lain yang berdiam dengan sang thera berkumpul di tempat yang sama. Jika (seandainya ditanya:)’Dengan tujuan apa?’, dengan tujuan berbagi makanan tersebut (bhattavissaggakarana): dengan tujuan menyantap makanan mereka, demi untuk (makan) makanan itu.

10 Kepada mereka semua (te): kepada bhikkhu-bhikkhu itu. Sebagaimana telah diterima (yatha laddham): apa pun yang telah diterima. Berikanlah: dadatha=detha (bentuk tata bahasa alternatif)

11 Mereka menyerahkan(niyatayimsu): mereka memberikan. Mengundang Sangha (sangham nimantayi): mengundang dua belas bhikkhu untuk memberikan makanan itu dengan cara mengkhususkannya untuk Sahgha. Melimpahkan (anvadisi): menujukan;47untuk menunjukkan kepada siapa dia membagikan pada saat itu, maka dikatakan ‘Untuk ibunya, ayahnya, dan saudara lelakinya dengan mengatakan, ‘Biarlah ini untuk sanak saudaraku! Semoga sanak saudaraku bahagia!”‘

12 Segera setelah beliau mempersembahkan ini: samanantaranudditthe=uddittha samanantaram eva48 (ketentuan bentuk majemuk). Muncullah makanan-makanan (bhojanam upapajjatha): makanan-makanan muncul bagi para peta itu. Seperti apa? Mereka mengatakan 49 ‘yang bersih’dan sebagainya. Di sini, berbumbu kari dengan berbagai aroma (anekarasavyanjanam): disiapkan dengan kari dari berbagai aroma; atau pilihan lainnya, dengan berbagai aroma dan berbagai kari. Sesudah itu (tato): sesudah menerima makanan itu. Saudara lelakinya menampakkan dirinya (uddassayi bhata): peta yang dulu saudara lakinya itu menampakkan diri kepada sang thera. Tampan, kuat dan bahagia (vannava balava sukhi): lewat sarana menerima makanan itu maka dia langsung memiliki keelokan, terberkahi dengan kekuatan dan merasa bahagia.

13 Melimpah makanan ini, tuan (pahutam bhojanam bhante): melalui keagungan pemberianmu, tuan, makanan yang melimpah dan banyak telah diterima oleh kami. Tetapi lihatlah bahwa kami masih telanjang (passa naggamhase): tetapi amatilah, bahwa kami masih telanjang. Oleh karenanya, tolong kerahkan usahamu, tuan, tolong berusahalah, untuk bertindak sedemikian rupa sehingga kami bisa memperoleh pakaian (yatha vattham labhamhase): dengan mengusahakan sendiri lewat tindakan yang sedemikian sehingga [185] kami semua bisa memperoleh pakaian, yang artinya tolong berusahalah dengan cara ini.

14. Dari tumpukan sampah (sankarakutato): dari tumpukan debu ini dan itu. Mengumpulkan (uccinitvana): mengumpulkan lewat cara mencari. Sobekan-sobekan kain (nantake): potongan-potongan kain yang telah dibuang dan sobek di pinggirnya; ini disebut ‘kain buruk’ karena kain itu dalam potongan-potongan kecil. Sekarang sang thera telah membuat sebuah jubah dengan potongan-potongan kain ini dan memberikannya kepada Sahgha. Untuk alasan inilah mereka mengatakan, 49‘Setelah membuat kain perca itu menjadi jubah, beliau memberikannya pada Sangha di empat penjuru.’Di sini, beliau memberikannya kepada Sangha di empat penjuru (sanghe catuddise ada): beliau memberikannya kepada kelompok50 bhikkhu sekarang ini51 di empat penjuru. Ini merupakan bentuk lokatif dengan pengertian datif.52

16 Mengenakan pakaian yang bagus (suvatthavasano): mengenakan pakaian yang indah. Menampakkan dirinya kepada sang thera: therassa dassayi ‘tumam=therassa attanam dassayi dassesi (bentuk tata bahasa alternatif), dia menjadi terwujud.

17 ltu adalah’pakaian-pakaian’ (paticchada) karena dalam hal ini dia memakaikan pada dirinya (paticchadayati)53 (pakaian-pakaian itu).

21 Tempat tinggal dengan pinakel (kutagaranivesana): rumah-rumah berpinakel serta rumah-rumah lain yang dikenal sebagai tempat tinggal; ini diberikan dengan pemisahan gender.54 Dibagi(vibhatta): dibagi menjadi bentuk-bentuk yang teratur, segi empat, panjang, lingkaran, dan sebagainya. Menjadi bagian-bagian yang terukur.

22 Milik kami : no=amhakam (bentuk tata bahasa alternatif). Di sini (idha): di dunia peta ini. Di antara para dewa (api dibbesu): api (tidak diterjemahkan) hanyalah sekadar partikel; di alam-alam para dewa, yang artinya di devaloka.55

24 Pot-air (karakam): pot-air biasa.56 Diisi (puretva): diisi dengan air.

26 Airnya penuh dengan serabut-serabut teratai (varikinjakkhapurita): penuh, yang artinya seluruh permukaan air itu tertutup banyak bulu serabut teratai dan lili air dan sebagainya.

27 pecah-pecah (phalanti): kaki-kaki itu mengembang , yang artinya bagian pinggir tumit mereka pecah terbuka

28 Berkelana (ahindamana) : mengembara kian kemari. Kami terpincang-pincang ( khanjama): [186] kami kemana-mana tertatih-tatih. Diatas kerikil dan rumput kusa yang berduri (sakkhare kusakanthake): di hamparan tanah yang penuh kerikil dan rumput kusa yang berduri. Kendaraan (yanam): sarana apa pun, seperti misalnya kereta atau tandu dan sebagainya.

29 sandal (sipatikam): sandal dengan sol tunggal.

30 Datang dengan kereta: (rathena-m-agamum-rathena aggacchimsu (bentuk tata bahasa alternative); ( kata-kata itu) dihubungkan menurut bunyinya oleh kata ma.

31 Keduanya (ubhayam): lewat kedua persembahan ini – lewat persembahan empat kebutuhan akan makanan dan sebagainya, serta juga lewat dana kebutuhan kendaraan. Dana obat-obatan juga tercakup di dalam pemberian air di sini. Yang lainnya sudah cukup jelas57 karena sudah diberikan di atas.

Sang thera mengajukan persoalan itu ke hadapan Sang Buddha. Sang Buddha menganggap hal itu sebagai kebutuhan yang muncul dengan mengatakan, ‘Sebagaimana juga di sini, begitu juga di dalam kehidupan persis sebelum ini engkau merupakan peta yang mengalami kesengsaraan yang besar.’ Dan, ketika dimohon oleh sang thera, Sang Buddha mengkisahkan Cerita Peta Benang58 dan mengajarkan Dhamma kepada mereka yang berkumpul di sana . Ketika mendengar hal ini, orang-orang itu dipenuhi kegelisahan, dan menjadi cenderung melakukan tindakan-tindakan berjasa – seperti misalnya kebajikan memberikan dana dan sebagainya.
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline Sumedho

  • Kebetulan
  • Administrator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 12.406
  • Reputasi: 423
  • Gender: Male
  • not self
Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
« Reply #13 on: 05 January 2011, 07:40:48 PM »
itu atthakattha juga euy. yg dari sutta duonk.
There is no place like 127.0.0.1

Offline andry

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.117
  • Reputasi: 128
Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
« Reply #14 on: 06 January 2011, 02:36:03 AM »
jika tidak ada rujukan yg valid. terlebih lagi dari sutta tdk diketemukan. masihkan anda akan melakukannya?
Samma Vayama