//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Riwayat Agung Para Buddha  (Read 229572 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Welas Asih Bodhisatta
« Reply #270 on: 03 November 2008, 01:16:25 PM »
(6) Evam anantapunnehi, siddham dehamimam pana
     yathàbhutam ajànanto, manussoti hi mannati


Màra tidak tahu, manusia seperti apakah Aku ini; bahwa Aku memiliki pribadi yang seperti ini dalam kehidupan ini adalah sebagai hasil dari kebajikan-kebajikan yang telah Kulakukan. Dan dia pikir Aku hanyalah manusia biasa.

(7) Nàham namusso nàmanussi, na Brahmà na ca devatà
     Jaràmaranam lokassa, dassetum panidhàgato


Sebenarnya, Aku bukanlah manusia biasa berumur 7 hari; Aku juga bukan raksasa, atau brahmà atau dewa. Aku dikandung dalam rahim seorang perempuan meskipun Aku bukan seorang manusia biasa berumur tujuh tahun untuk menunjukkan penderitaan karena usia tua, sakit, dan kematian dalam lingkaran kelahiran kepada semua makhluk.

Untuk lebih jelas: tidak dapat dikatakan bahwa Bodhisatta adalah seorang manusia, raksasa, dewa, Màra atau brahmà. Karena makhluk-makhluk ini tidak memiliki tugas dan kewajiban seperti yang dilakukan oleh Bodhisatta. [...]

Penjelasan lebih lanjut: tidak ada dewa, Màra, brahmà atau suatu pribadi (Atta) yang dapat tercipta atau menciptakan makhluk-makhluk. Kenyataannya, itu adalah karena kemelekatan, tanhà, yang timbul dari batin masing-masing individu, yang bertanggung jawab atas kelahiran yang berulang-ulang (patisandhi). Juga karena kekuatan kemelekatan yang menyebabkan terjadinya perbuatan-perbuatan baik dan buruk.

Lebih jelasnya: Suatu perbuatan (kamma) adalah bagaikan tanah di (ladang); kesadaran (vinnàna) yang menyertainya adalah bagaikan benih; kemelekatan atau keserakahan (tanhà atau lobha) adalah bagaikan air. Melalui kombinasi tanah, benih, dan air muncullah tunas dari suatu pohon.

Demikian pula, melalui kombinasi tanah kamma, benih vinnàna, dan air tanhà atau lobha muncullah makhluk-makhluk. Jika tidak ada air tanhà atau lobha, meskipun ada tanah kamma dan ada benih vinnàna, tunas dari suatu pohon kelahiran tidak akan terjadi.

Oleh karena itu, Para Arahanta mulia yang telah melenyapkan air tanhà atau lobha tidak akan terlahir lagi.
Dengan demikian, makhluk-makhluk yang tercipta karena tiga penyebab ini, dikuasai oleh banjir penderitaan seperti kelahiran, dan lain-lain. Bodhisatta adalah seseorang yang ingin melenyapkan semua penderitaan ini yang diderita oleh makhluk-makhluk.


Akar penyebab dari semua penderitaan seperti kelahiran, dan lain-lain adalah kemelekatan (tanhà);
jika kemelekatan dicabut, kelahiran tidak akan terjadi.
Jika kelahiran tidak terjadi, usia tua, kematian, dan lain-lain juga tidak terjadi.

Oleh karena itu, hanya kemelekatan yang harus dihilangkan terlebih dahulu; dan karena berkembangnya kebodohan (moha), kemelekatan dari makhluk-makhluk yang menginginkan kebahagiaan melalui enam objek indria, (àramanà), seperti objek-objek penglihatan (rupàrammana), dan lain-lain, sebagai suatu yang kekal (nicca sannà), penuh kebahagiaan (sukha sannà), menyenangkan (subha sannà) atau bertahan lama (atta sannà).

Dan kemelekatan hanya dapat disingkirkan jika cacat dari enam objek indria, penyebab utama kemelekatan, dapat terlihat jelas.


Cacat dari enam objek indria ini adalah ketidakkekalan, dan lain-lain, yang menjadi sifatnya.
Sifat ketidakkekalan ini hanya dapat terlihat jelas ketika (sifat-sifat dari) usia tua dan kematian terlihat jelas;
hanya jika usia tua dan kematian dapat terlihat maka cacat dari enam objek indria ini seperti ketidakkekalan, dan lain-lain dapat terlihat pula;
dan hanya jika cacat dari enam objek indria ini terlihat maka kemelekatan dan keserakahan yang menempel pada enam objek indria ini dapat dilepaskan.
Hanya jika kemelekatan dan keserakahan dilepaskan maka penderitaan samsàra seperti kelahiran dan lain-lain, dapat dilenyapkan.
Dan oleh karena itu, Bodhisatta turun ke alam manusia ini dan dikandung di dalam rahim mirip teratai dari Ratu Màyà, untuk menunjukkan sifat-sifat dari usia tua dan kematian yang membentuk dasar dan merupakan faktor penting dalam melenyapkan penderitaan samsàra.

Penjelasan lebih lanjut: Jika Bodhisatta, terlahir sebagai dewa atau brahmà, dan mengajarkan (sifat-sifat dari usia tua dan kematian) dan memperlihatkan keajaiban, makhluk-makhluk lain tidak akan mempercayainya, [...] Ia dapat melakukan semua keajaiban. Jadi ajaran-ajarannya atau pertunjukan keajaibannya bukanlah suatu hal yang luar biasa.”

Seperti yang disaksikan oleh banyak orang; Bodhisatta dilahirkan oleh Ratu Màyà; ketika menginjak usia dewasa, Beliau menikmati kenikmatan indria; ketika putra-Nya lahir, Beliau meninggalkan putra-Nya, melepaskan keduniawian dan menjadi petapa; setelah mempraktikkan dukkaracariya, Beliau akhirnya mencapai pengetahuan mengenai Jalan dan Kemahatahuan (menjadi Buddha). Ketika, Beliau mulai mengajar Dhamma, atau mengajarkan sifat-sifat dari usia tua dan kematian, atau menjelaskan tiga karakteristik (anicca, dukkha, anatta), semua manusia mendengarkan ajaran-Nya dengan penuh hormat, dengan berpikir, “Bahkan manusia mulia ini, yang memiliki kekuasaan dan kebijaksanaan yang luar biasa, mengetahui semua segi Dhamma, tidak dapat mengalahkan usia tua, penyakit, dan kematian, apalagi kita?”

“Buddha kita, yang mengajarkan cara untuk menghindar dari penderitaan seperti kelahiran, dan lain-lain, sesungguhnya benar-benar memahami, (sifat dari segala sesuatu)!
Sesungguhnya Nibbàna, di mana tidak ada lagi penderitaan seperti kelahiran, dan lain-lain adalah sangat membahagiakan!”


Dengan keyakinan ini mereka mengikuti ajaran Bodhisatta dengan penuh ketekunan dan mereka melihat jelas tubuh attabhava ini, yang merupakan lima kelompok kemelekatan, upadanakkhandha, adalah dukkha, dan asal mula dukkha; mereka juga melihat jelas cacat dari kemelekatan dan keserakahan yang menyebabkan terciptanya tubuh ini yang merupakan lima kelompok kemelekatan.

Setelah melihat jelas hal-hal ini, makhluk-makhluk akan menjadi takut, malu, dan jijik akan kemelekatan, yang disebut Kebenaran Tentang Penyebab Dukkha (Samudaya Saccà); dan juga dengan lima kelompok kemelekatan; yang disebut Kebenaran Tentang Dukkha (Dukkha Saccà); timbul karena kemelekatan; dan mereka akan melenyapkan penyebab kemelekatan secara total.
Setelah melakukan ini, mereka akan dapat mencapai Nibbàna (Anupàdaparinibbàna), lenyapnya dukkha secara total. [...]


~RAPB 1, pp. 611-614~
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Riwayat Agung Para Buddha
« Reply #271 on: 03 November 2008, 06:00:48 PM »
[at] Kainyin: lamo tak besuo, bertapa dimana?

Thanks atas koreksinya, menurut informasi terakhir, cetakan kedua sudah sampai di mesin percetakan, jadi koreksi ini mungkin akan di-apply untuk cetakan ke-3. Anumodana

Indra,

Saya memang sudah tidak berdiskusi lagi. Saya tidak bertapa di mana-mana kok :)
Sebetulnya banyak saya temukan kesalahan cetak minor dari RAPB ini. Semoga untuk cetakan berikutnya sudah dikoreksi.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Riwayat Agung Para Buddha
« Reply #272 on: 03 November 2008, 07:52:21 PM »
[at] Kainyin: lamo tak besuo, bertapa dimana?

Thanks atas koreksinya, menurut informasi terakhir, cetakan kedua sudah sampai di mesin percetakan, jadi koreksi ini mungkin akan di-apply untuk cetakan ke-3. Anumodana

Saya memang sudah tidak berdiskusi lagi. Saya tidak bertapa di mana-mana kok :)
Sebetulnya banyak saya temukan kesalahan cetak minor dari RAPB ini. Semoga untuk cetakan berikutnya sudah dikoreksi.

Kalau tidak merepotkan, mohon Bro kainyn sudi mendaftar, semua kesalahan yg bro temukan, agar kami dapat melakukan revisi pada cetakan selanjutnya.

Thanks Bro
Indra,

 _/\_
« Last Edit: 03 November 2008, 07:58:29 PM by Indra »

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Penembusan Tiga Pengetahuan: Pu, Di, A
« Reply #273 on: 04 November 2008, 12:56:46 PM »
Setelah memenangkan pertempuran melawan Màra Vasavatti yang juga dikenal dengan Devaputta Màra sebelum matahari terbenam pada hari purnama di bulan Vesàkha tahun 103 Mahà Era, Bodhisatta menembus tiga pengetahuan, (vijja) , dengan urutan sebagai berikut: Pengetahuan mengenai kehidupan-kehidupan lampau (Pubbenivasanussati Nàna) di jaga pertama malam itu; mata-dewa (Dibbacakkhu Nàna), di jaga pertengahan malam itu; dan pengetahuan akan padamnya perbuatan buruk (âsavakkhaya Nàna) di jaga terakhir malam itu, dan mencapai Kebuddhaan di jaga terakhir malam itu juga di malam purnama bulan Vesàkha.

Bagaimana Pubbenivasanussati Abhinnà (Pu) Dicapai

Selagi Beliau duduk di atas singgasana tidak terlihat, [...], Bodhisatta lupa akan para dewa dan brahmà yang mengelilingi-Nya memenuhi 10.000 alam semesta yang datang untuk memberikan penghormatan pada-Nya. Karena Beliau hanya merenungkan Dhamma, usaha-Nya (viriya) tidak berkurang dan sangat tajam; kesadaran-Nya (sati) kokoh dan jernih, dan Beliau secara jasmani dan batin sangat tenang dan damai. Demikianlah, Beliau mencapai dan berdiam lagi dalam Jhàna Pertama Rupavacara.

Kelompok batin Bodhisatta yang tenggelam dalam Jhàna Pertama sama sekali terbebas dari rintangan (nivarana) dan tidak terikat oleh objek-objek indria (vatthu-kàma), kenikmatan indria (kilesa-kàma), kepuasan kegembiraan (piti), dan kebahagiaan (sukha) yang muncul dalam diri-Nya dengan mendalam.

Dan lagi, ketika Bodhisatta mencapai dan berdiam dalam Jhàna Kedua Rupavacara, kelompok batin-Nya terbebas dari pergolakan dan gangguan-gangguan batin (vitakka dan vicàra).

Dan lagi, ketika Bodhisatta mencapai dan berdiam dalam Jhàna Ketiga Rupavacara, bahkan piti yang muncul dalam batin-Nya menghilang dan Beliau berdiam hanya dalam kebahagiaan (sukha vedanà). Sama sekali tidak terikat akan kebahagiaan yang tertinggi, Beliau memperoleh keadaan batin yang seimbang (Tatramajjhattatà) atau (Jhànupekkha). Perhatian-Nya menjadi sangat jernih dan kebijaksanaan Pandangan Cerah-Nya, sangat tajam.

Dan lagi, ketika Bodhisatta mencapai dan berdiam dalam Jhàna Keempat Rupavacara, karena Beliau telah menghancurkan penderitaan dan kenikmatan jasmani dan batin dari kelompok batin-Nya, Beliau berdiam dan mengamati objek-objek indria dengan tenang dan penuh keseimbangan (upekkha vedanà). Dengan kebajikan upekkha vedanà ini dan keadaan batin Tatramajjhattatà, faktor-faktor batin seperti kesadaran, dan lain-lain yang merupakan bagian dari Jhàna Keempat menjadi jernih bagaikan cahaya bulan.


~RAPB 1, pp. 622-627~
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
8 Kualitas Batin Bodhisatta
« Reply #274 on: 04 November 2008, 01:06:44 PM »
Jika meninjau kelompok-kelompok batin Bodhisatta, akan terlihat bahwa, sewaktu Beliau mempraktikkan dukkaracariya selama enam tahun, batin-Nya sangat murni, tidak ternoda oleh tiga pikiran jahat (miccha vitakka), yaitu: pikiran kenikmatan indria (kàma vitakka), pikiran dengki (vyàpàda vitakka), pikiran jahat (vihimsa vitakka), sehingga Màra tidak berkesempatan (untuk mengecam-Nya).

Lagi, sewaktu Beliau menghabiskan hari-Nya di hutan sàla pada hari purnama di bulan Vesàkha, hari Beliau akan mencapai Pencerahan Sempurna, batin-Nya layak dihormati, karena telah dimurnikan oleh pencapaian delapan Lokiya Jhàna.

Terlebih lagi, ketika semua dewa dan brahmà dari 10.000 alam semesta berkumpul di alam semesta ini, dan memberikan penghormatan sewaktu Beliau duduk di atas singgasana tidak terlihat setelah mengalahkan Devaputta Màra, Beliau tetap tidak memedulikan mereka, terus-menerus berkonsentrasi hanya pada Dhamma. Dan, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, kelompok-kelompok batin Bodhisatta, yang sekali lagi mencapai dan berdiam dalam Jhàna Keempat Rupavacara, (sebuah prestasi dari Ia yang memiliki kecerdasan tajam) memperkuat daya konsentrasi-Nya dengan konsentrasi Jhàna Keempat Rupavacara sebagai berikut:


1. Dengan kemurnian kondisi batin Jhàna Keempat (Rupa Jhàna cittuppàda), batinnya benar-benar murni selama berlangsungnya proses ini.

2. Sehubungan dengan kemurnian ini, terlihat kilauan seperti emas yang baru digosok.

3. Setelah menyingkirkan kebahagiaan dan kegembiraan (sukha somanassa), yang merupakan penyebab keserakahan (lobha).

4. Bebas dari kotoran dan noda batin yang membawa kepada bebasnya ketidakmurnian yang mengotori dan menindas batin (upakkilesa).

5. Karena dikendalikan oleh lima jenis keterampilan untuk menguasai pikiran-Nya (vasibhàva) dan karena dijinakkan dan dilatih dalam empat belas cara, batin Bodhisatta menjadi lunak, lembut sehingga mudah menuruti keinginan-Nya bagaikan sepotong kulit yang lunak.

6. Karena lunak dan lembut, bagaikan emas murni yang baru digosok, yang lunak sehingga mudah dibentuk dan disesuaikan dalam bentuk hiasan-hiasan yang diinginkan, batin Bodhisatta dengan mudah menuruti keinginan-Nya, sehingga memudahkan-Nya melakukan perenungan, mengingat kembali peristiwa-peristiwa dalam kehidupan lampau, atau melihat seolah-olah mata-dewa, objek-objek yang sangat jauh, yang tersembunyi dan yang sangat kecil.

7. Karena terlatih, sehingga tak kehilangan kualitas-kualitas di atas, batin-Nya tetap kokoh dalam kualitas-kualitas ini; atau tetap lunak dan lentur untuk mencapai apa pun yang diinginkan, batin-Nya tetap menuruti keinginan Bodhisatta.

8. Karena kokoh, batin-Nya tidak tergoncangkan; atau batin-Nya sangat kuat dalam hal keyakinan (saddhà), usaha (viriya), perhatian (sati), konsentrasi (samadhi), dan sinar kebijaksanaan (pannà). Dengan demikian, batin-Nya sama sekali tidak tergoyahkan oleh kurangnya keyakinan, kemalasan, sifat tidak peduli, kegelisahan, kebodohan, dan kegelapan yang muncul dari kotoran batin; dengan kata lain, kurangnya keyakinan, dan lain-lain, tidak dapat muncul sekecil apa pun dalam batin Bodhisatta.

Penjelasan lain:

1. Batin Bodhisatta kokoh di dalam Jhàna Keempat.

2. Sangat murni dan bebas dari rintangan (nivarana).

3. Mengatasi faktor-faktor Jhàna yang kasar (Jhànanga) seperti, vitakka, vicàra, dan lain-lain yang mengacaukan dan mengganggu pikiran, batin-Nya murni sehingga nyaris berkilap.

4. Bebas dari segala kotoran seperti kesombongan (màna), tipuan (màyà), pengkhianatan (sàtheyya), dan lain-lain yang cenderung timbul karena pencapaian Jhàna.

5. Juga bebas dari sifat iri hati (abhijjhà), dan lain-lain yang membentuk kondisi yang menyebabkan munculnya kotoran batin (upekkilesa).

6. Lunak dan mudah diarahkan, setelah memperoleh lima penguasaan (vasibhàva).

7. Setelah menjadi dasar bagi semua jenis kekuatan batin (iddhi), batin-Nya dapat menuruti apa pun yang diinginkan oleh Bodhisatta.

8. Setelah disempurnakan melalui pengembangan batin (bhàvanà), batin-Nya tidak tergoyahkan dan tetap kokoh.

Batin Bodhisatta yang memiliki delapan kualitas ini, sangatlah mudah, hanya diperlukan sedikit dorongan, untuk dapat menembus Dhamma yang harus ditembus menggunakan Abhinnà. Ketika batin-Nya di arahkan kepada objek Abhinnà, pikiran-Nya yang didasarkan atas Abhinnà ini (Abhinnà Javana) akan muncul dengan mudah.

~RAPB 1, pp. 627-630~
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Riwayat Agung Para Buddha
« Reply #275 on: 04 November 2008, 01:10:33 PM »
Kalau tidak merepotkan, mohon Bro kainyn sudi mendaftar, semua kesalahan yg bro temukan, agar kami dapat melakukan revisi pada cetakan selanjutnya.

Thanks Bro
Indra,

 _/\_
Ini yang baru saya baca, selanjutnya saya kirim lagi kalau saya temukan.

Hal. 2438
Kemudian Kelompok Lima itu melihat bahwa kehidupan semua Bodhisatta telah dinodai oleh Bodhisatta,
-> Saya tidak mengerti maksudnya.

2439
Demikianlah Buddha berdiam di tujuh tempat dan karena permohonan Brahmà Sahampati
-> Ini saya tidak yakin. Setahu saya, berdiam selama tujuh hari di satu tempat.

2451
Ciptakanlah sebuah peti mati berukuran sembilan yojanà dan hiaslah dengan kubah!”
-> Jika peti itu berukuran sembilan yojana, bagaimana para gajah membawanya?

2464
Khusunya, Pañisambhidàmagga Pàëi, Mahàniddesa Pàëi dan Cåëàniddesa Pàëi yang berisikan kata-kata Thera Sàriputta.

2470
Anak itu, Uparevata, mendatangi neneknya Rupasàri dan berkat,

2492
Kehidupan Sebagai Brahmana Ekasitaka

2496
Berpikir demikian, ia memberikan segala jenis benda-benda berguna kepada sangbrahmana,

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Riwayat Agung Para Buddha
« Reply #276 on: 04 November 2008, 07:19:27 PM »
Ini yang baru saya baca, selanjutnya saya kirim lagi kalau saya temukan.

Hal. 2438
Kemudian Kelompok Lima itu melihat bahwa kehidupan semua Bodhisatta telah dinodai oleh Bodhisatta,
-> Saya tidak mengerti maksudnya.

Sang Bodhisatta dalam pertapaannya bersama Kelompok Lima, pada saat itu mulai meninggalkan praktik pertapaan keras dan mulai makan seperti biasa, inilah yang dimaksudkan oleh Kelompok Lima bahwa Sang Bodhisatta dianggap telah menodai kehidupan yang dipraktikkan oleh semua Bodhisatta. karena menurut mereka seharusnya Sang Bodhisatta tetap konsisten dengan praktik pertapaan keras itu.

Quote
2439
Demikianlah Buddha berdiam di tujuh tempat dan karena permohonan Brahmà Sahampati
-> Ini saya tidak yakin. Setahu saya, berdiam selama tujuh hari di satu tempat.

Kalimat ini memang kurang lengkap, tapi mungkin penulis beranggapan bahwa pembaca sudah mengetahui makna lengkapnya. yang dimaksudkan adalah "berdiam di tujuh tempat masing2 selama tujuh hari".

Quote
2451
Ciptakanlah sebuah peti mati berukuran sembilan yojanà dan hiaslah dengan kubah!”
-> Jika peti itu berukuran sembilan yojana, bagaimana para gajah membawanya?
Mungkin saja pasukan gajah dalam jumlah yg cukup besar mengangkatnya bersama2 di atas punggung mereka, dan jangan lupa bahwa para dewa juga terlibat di sini.

untuk bagian selanjutnya, thanks atas informasinya.
 _/\_

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Riwayat Agung Para Buddha
« Reply #277 on: 05 November 2008, 08:40:19 AM »
Quote
2439
Demikianlah Buddha berdiam di tujuh tempat dan karena permohonan Brahmà Sahampati
-> Ini saya tidak yakin. Setahu saya, berdiam selama tujuh hari di satu tempat.
Kalimat ini memang kurang lengkap, tapi mungkin penulis beranggapan bahwa pembaca sudah mengetahui makna lengkapnya. yang dimaksudkan adalah "berdiam di tujuh tempat masing2 selama tujuh hari".
Ya, terima kasih atas info-nya. Ternyata memang ada dijelaskan dari halaman 653-680.


Ini yang lainnya:
2537
Tiga pengetahuan Pubbenivàsa ñàna olehku, Anuruddhà, aku telah melatih dan
-> bisa dijelaskan maksudnya?


2562
Buddha dan para bhikkhu yang berdiam di dalam Nirodha Samàpatti Jhàna, memegang payung bunga, menaungi mereka oleh para petapa


2570
“Adalah wajar dalam transaksi jual beli bahwa si pembeli tidak
menghargai benda yang diantarkan oleh si penjual meskipun benda itu adalah benda yang baik dan bernilai tinggi.”
Si pembeli
berusaha untuk membeli dengan harga yang sangat murah.
-> Di sini diberi tanda kutip namun tidak ada pembicara ataupun referensi.

2574
Demikianlah, si adik kemudian mengundang Buddha, melakukan persembahan besar kepada Beliau selama tujuh hari. Kemudian ia mengungkapkan cita-citanya kepada Buddha, “Yang Mulia, tujuh hari yang lalu Engkau menganugerahkan gelar etadagga kepada seorang bhikkhu dengan menyatakan ‘Bhikkhu ini adalah yang terbaik dalam masa pengajaran-Ku yang memiliki dua kualitas, yaitu, kemampuan menciptakan tubuh melalui pikiran dan terampil dalam Rupàvacara Jhàna. Sebagai hasil dari kebajikan yang kulakukan secara khusus ini, semoga aku juga mendapatkan dua kualitas itu.”
Antara kutipan Buddha [...Rupàvacara Jhàna.] dan isi tekadnya [Sebagai hasil...], kekurangan tanda kutip.

2588
(Ketika para bhikkhu lain mencipatkan tubuh melalui kekuatan batin,

2592
ia akan berdiam dalam Màtta-Jhàna
->mettà

2602
“Bhikkhu Revata sungguh adalah seoang yang memiliki


Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Riwayat Agung Para Buddha
« Reply #278 on: 05 November 2008, 09:30:40 AM »
Ini yang lainnya:
2537
Tiga pengetahuan Pubbenivàsa ñàna olehku, Anuruddhà, aku telah melatih dan
-> bisa dijelaskan maksudnya?
Tiga Pengetahuan Pu, Di, A: Pubbenivasa (Nana 1)=Pengetahuan kehidupan lampau, Dibbacakkhu (Nana 2)=Mata Dewa, pengetahuan melihat kematian dan kelahiran makhluk2, 
Asavakkhaya (Nana 3)= Arahatta Magga Nana.
baca RAPB 1, hal 622-635

Quote
2562
Buddha dan para bhikkhu yang berdiam di dalam Nirodha Samàpatti Jhàna, memegang payung bunga, menaungi mereka oleh para petapa
Peristiwa ini sama dengan yang telah dijelaskan dalam kissah Sariputta Thera, jadi tidak perlu diulangi.

Quote
2570
“Adalah wajar dalam transaksi jual beli bahwa si pembeli tidak
menghargai benda yang diantarkan oleh si penjual meskipun benda itu adalah benda yang baik dan bernilai tinggi.”
Si pembeli
berusaha untuk membeli dengan harga yang sangat murah.
-> Di sini diberi tanda kutip namun tidak ada pembicara ataupun referensi.
Ini adalah komentar penulis berdasarkan kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat, menurut Bro Kainyn, bagaimanaah penulisan yg benar?

 _/\_


Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Riwayat Agung Para Buddha
« Reply #279 on: 05 November 2008, 10:39:22 AM »
Ini yang lainnya:
2537
Tiga pengetahuan Pubbenivàsa ñàna olehku, Anuruddhà, aku telah melatih dan
-> bisa dijelaskan maksudnya?
Tiga Pengetahuan Pu, Di, A: Pubbenivasa (Nana 1)=Pengetahuan kehidupan lampau, Dibbacakkhu (Nana 2)=Mata Dewa, pengetahuan melihat kematian dan kelahiran makhluk2, 
Asavakkhaya (Nana 3)= Arahatta Magga Nana.
baca RAPB 1, hal 622-635
Ya, yang saya tahu adalah Tiga Pengetahuan (Tevijja), salah satunya Pubbenivàsanusati ñàna, lainnya adalah Dibbacakkhu ñàna, dan Asavakkhaya ñàna. Tetapi di situ disebutkan "Tiga Pengetahuan Pubbenivàsai ñàna", yang berarti Pubbenivàsa ñàna ada tiga. Mungkin seharusnya dikatakan "Tiga Pengetahuan (ñàna)" saja.


Quote
Quote
2562
Buddha dan para bhikkhu yang berdiam di dalam Nirodha Samàpatti Jhàna, memegang payung bunga, menaungi mereka oleh para petapa
Peristiwa ini sama dengan yang telah dijelaskan dalam kissah Sariputta Thera, jadi tidak perlu diulangi.
Bukan karena tidak diulang. Kalimat itu berarti Buddha dan para bhikkhu bermeditasi sambil memegang payung bunga. Kemudian "menaungi" adalah kata kerja aktif, sedangkan "oleh" mengikuti kata karja pasif, diikuti kemudian oleh subjek pelaku.
(e.g. "Saya ditemani oleh seorang sahabat", bukan "Saya menemani oleh seorang sahabat")


Quote
Quote
2570
“Adalah wajar dalam transaksi jual beli bahwa si pembeli tidak
menghargai benda yang diantarkan oleh si penjual meskipun benda itu adalah benda yang baik dan bernilai tinggi.”
Si pembeli
berusaha untuk membeli dengan harga yang sangat murah.
-> Di sini diberi tanda kutip namun tidak ada pembicara ataupun referensi.
Ini adalah komentar penulis berdasarkan kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat, menurut Bro Kainyn, bagaimanaah penulisan yg benar?
Komentar penulis tidak ditulis dalam bentuk kutipan. Misalnya pada hal 2431 dikatakan:

'Gadis, “Paman! Mengapa kalian tidak mengizinkan aku lewat?” (Orang-orang pada masa lampau selalu berbuat kebajikan selalu mengucapkan kata-kata yang sopan. Orang lain tidak mampu menolak permohonan mereka.)'

Komentar penulis "Orang-orang pada masa lampau..." tidak ditulis dalam bentuk kutipan. Sedangkan saya menggunakan tanda kutip tersebut karena saya mengutip dari halaman 2431 dan merujuk pada komentar penulis.
« Last Edit: 05 November 2008, 10:48:44 AM by Kainyn_Kutho »

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Riwayat Agung Para Buddha
« Reply #280 on: 05 November 2008, 10:49:58 AM »
[quote author=Kainyn_Kutho link=topic=2900.msg96509#msg96509 Ya, yang saya tahu adalah Tiga Pengetahuan (Tevijja), salah satunya Pubbenivàsanusati ñàna, Dibbacakkhu ñàna, dan Asavakkhaya ñàna. Tetapi di situ disebutkan "Tiga Pengetahuan Pubbenivàsai ñàna", yang berarti Pubbenivàsa ñàna ada tiga. Mungkin seharusnya dikatakan "Tiga Pengetahuan (ñàna)" saja.

[/quote]
saya setuju, tapi demikianlah yg tertulis di text inggrisnya, saya tidak berani mengkoreksi.

Quote
2562
Buddha dan para bhikkhu yang berdiam di dalam Nirodha Samàpatti Jhàna, memegang payung bunga, menaungi mereka oleh para petapa
Bukan karena tidak diulang. Kalimat itu berarti Buddha dan para bhikkhu bermeditasi sambil memegang payung bunga. Kemudian "menaungi" adalah kata kerja aktif, sedangkan "oleh" mengikuti kata karja pasif, diikuti kemudian oleh subjek pelaku.
[/quote]
sebenarnya setiap frasa yang dipisahkan oleh tanda koma adalah peristiwa yg berdiri sendiri, tidak saling berhubungan. tapi anda benar kalimat ini walaupun bisa dimengerti oleh pembaca, namun tidak tepat. akan diperbaiki. terima kasih.
Quote
Komentar penulis tidak ditulis dalam bentuk kutipan. Misalnya
maksudnya?


Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Riwayat Agung Para Buddha
« Reply #281 on: 05 November 2008, 11:23:39 AM »
Quote
Bukan karena tidak diulang. Kalimat itu berarti Buddha dan para bhikkhu bermeditasi sambil memegang payung bunga. Kemudian "menaungi" adalah kata kerja aktif, sedangkan "oleh" mengikuti kata karja pasif, diikuti kemudian oleh subjek pelaku.
sebenarnya setiap frasa yang dipisahkan oleh tanda koma adalah peristiwa yg berdiri sendiri, tidak saling berhubungan. tapi anda benar kalimat ini walaupun bisa dimengerti oleh pembaca, namun tidak tepat. akan diperbaiki. terima kasih.
Kalau tidak salah, frasa terpisah yang masih berhubungan dengan frasa sebelumnya dan tidak berdiri sendiri, dipisahkan dengan koma. Frasa yang tidak bergantung pada frasa sebelumnya dan berdiri sendiri, tetapi masih berhubungan, dipisahkan dengan titik koma.



Quote
Quote
Komentar penulis tidak ditulis dalam bentuk kutipan. Misalnya
maksudnya?
Maksudnya, sebelum selesai ketik tadi, salah pencet "alt + s", jadinya begitu  ;D
Sudah di-edit tadi.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Riwayat Agung Para Buddha
« Reply #282 on: 05 November 2008, 11:31:09 AM »
Terima kasih sakali Bro Kainyn, tapi sepertinya Bro membaca dari Buku 3 dulu ya? karena saya yakin Buku 1 dan Buku 2 juga ada jutaan error. saya harus menegur editor saya nih.

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Riwayat Agung Para Buddha
« Reply #283 on: 05 November 2008, 11:42:23 AM »
Sama-sama, Bro Indra. Saya tidak berurutan membacanya, tapi kebetulan saya tertarik dengan para Savaka dengan gelar Etadaggam, jadi saya baca yang bagian itu dulu :)

Offline Lily W

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.119
  • Reputasi: 241
  • Gender: Female
Re: Riwayat Agung Para Buddha
« Reply #284 on: 05 November 2008, 12:33:38 PM »
Tiga Pengetahuan Pu, Di, A: Pubbenivasa (Nana 1)=Pengetahuan kehidupan lampau, Dibbacakkhu (Nana 2)=Mata Dewa, pengetahuan melihat kematian dan kelahiran makhluk2, 
Asavakkhaya (Nana 3)= Arahatta Magga Nana.
baca RAPB 1, hal 622-635

Itu kan sama dengan ABHINNA...

ABHINNA : Pengetahuan luar biasa atau tenaga batin, ada 6 jenis yaitu :
1. Pubbenivasanussati-nana : kemampuan untuk mengingat tumimbal lahir yang dahulu
2. Dibbacakkhu-nana : Mata deva/batin, kemampuan utnuk melihat alam-alam halus dan kesanggupan melihat muncul lenyapnya makhluk-makhluk yang bertumimbal lahir sesuai dengan kammanya masing-masing
3. Asavakkhaya-nana : Kemampuan untuk membasmi asava atau kekotoran batin
4. Cetopariya-nana : kemampuan untuk membaca pikiran makhluk-makhluk lain.
5. Dibbasota-nana : Telinga deva/batin, kemampuan utnuk mendengar suara-suara dari makhluk-makhluk yang berada di alam-alam kehidupan Apaya, manusia, deva dan brahma, yang dekat maupun yang jauh.
6. Iddhividha-nana : kekuatan magis yang terdiri dari :
a. Adhitthana-iddhi : dengan kekuatan kehendak mengubah tubuh sendiri dari satu menjadi banyak, dari banyak menjadi satu
b. Vikubbana-iddhi : Kemampuan untuk menyalin rupa, umpamanya menyalin rupa menjadi anak kecil, raksasa, membuat diri menjadi tidak tertampak
c. Manomaya-iddhi : Kemampuan mencipta dengan mengunakan pikiran, umpamanya menciptakan harimau, singa, pohon, dewi dan lain-lainnya.
d. Nanavipphara-iddhi : Pengetahuan menembus ajaran
e. Samadhivipphara-iddhi :  Konsentrasi, lebih jauh memiliki :
~ Kemampuan menembus dinding, tanah dan gunung
~ Kemampuan menyelam ke dalam bumi bagaikan menyelam ke dalam air
~ Kemampuan berjalan di atas air
~ Kemampuan melawan api
~ Kemampuan terbang di angkasa

Keterangan :
* Sang Buddha Gotama memiliki 6 Abhinna itu
* Yang dapat menimbulkan Abhinna harus orang yang mempunyai syarat-syarat sebagai berikut :
~ Mempunyai Samapatti 8  (Pencapaian / Rupa Jhana 4 & Arupajhana 4)
~ Harus mahir dalam Jhana (memiliki vasi/penguasaan 5)

(Dighanikaya III 281. Anguttaranikaya III. 280)

Sumber : Kamus Umum Buddha Dharma~Panjika

_/\_ :lotus:
« Last Edit: 05 November 2008, 12:35:45 PM by Lily W »
~ Kakek Guru : "Pikiran adalah Raja Kehidupan"... bahagia dan derita berasal dari Pikiran.
~ Mak Kebo (film BABE) : The Only way you'll find happiness is to accept that the way things are. Is the way things are