kan udah pernah?Pernahnya di FB, dan kalau dibiarkan pasti tenggelam. Post di sini biar gampang kalo mo baca lagi.
pasak pasak sudah mulai bermunculan.
pertanyaannya, bagaimana membedakan antara pasak dengan ajaran Sang Buddha ? jika perbedaannya menyolok bisa kita ketahui, tapi jika berbeda sedikit ??
semakin tebal debu di mata maka semakin sulit untuk mengetahui yang mana ajaran Sang Buddha.
[at] Ko Indra
intinya dicocokan ajaran itu dengan sutta dan vinaya, kalau begitu daripada repot dicocokan lebih baik langsung baca sutta dan vinaya aja dong ??
Ikut nyemplung :
Bagaimana dengan Milinda Panha, cerita jataka.....
apakah termasuk pasak juga??
pasak pasak sudah mulai bermunculan.Memang tidak ada 'baku'-nya dalam membedakan 'Anaka' dan 'pasak'. Kalau saya pribadi melihat dengan cara kembalikan lagi kepada diri kita sendiri apakah dengan memahami dan melaksanakan satu ajaran, LDM berkembang atau LDM terkikis.
pertanyaannya, bagaimana membedakan antara pasak dengan ajaran Sang Buddha ? jika perbedaannya menyolok bisa kita ketahui, tapi jika berbeda sedikit ??
semakin tebal debu di mata maka semakin sulit untuk mengetahui yang mana ajaran Sang Buddha.
kan ada disini http://dhammacitta.org/dcpedia/SN_20.7:_Āṇi_Sutta (http://dhammacitta.org/dcpedia/SN_20.7:_Āṇi_Sutta)Ga ada cerita kepiting raksasanya.
izin copas yahh..... ;DSilahkan. Boleh diperbanyak asal tidak diperjual-belikan. ;D
Biar tambah "hot":
Apakah Abhidhamma itu termasuk pasak yg disisipkan ke dalam genderang ajaran Buddha?
Ikut nyemplung :Kembali ke masing-masing untuk menilainya. Tidak usah jauh-jauh, kalau mau ngomong objektif, bahkan sutta-vinaya pun bukan berarti bebas dari masuknya 'pasak'. Intinya memang kita harus 'teliti' sebelum 'menelan' ajaran.
Bagaimana dengan Milinda Panha, cerita jataka.....
apakah termasuk pasak juga??
kan ada disini http://dhammacitta.org/dcpedia/SN_20.7:_Āṇi_Sutta (http://dhammacitta.org/dcpedia/SN_20.7:_Āṇi_Sutta)
Gw tertarik akan perbedaan versi terjemahan DC dengan yg dikutip Kainin Kutho-KK (terjemahan DC juga kah?)Kalau yang saya tahu, memang "suññata" adalah 'kekosongan', maksudnya 'kekosongan dari segala pengaruh kekotoran bathin', berbeda dengan persepsi kekosongan (akincanayatana) yang adalah ketiadaan. Memang agak rancu, tapi sepertinya masih 'kena' juga sih.
- Versi DC menyebutkan: "...khotbah Sang Tathagata yang dalam maknanya, lokuttara, menjelaskan kekosongan ...."
- Dari KK mengutip: "Ketika khotbah dari ajaran Tathagata yang -dalam, dalam maknanya, transenden, berhubungan dengan kesunyataan- ..."
IMHO terjemahan DC koq kayaknya kurang pas untuk mengartikan suññata sebagai "kekosongan" dan lebih pas kalau menggunakan seperti dari kutipan KK.
Kesunyataan (suññata) yang gw pahami adalah kebenaran tertinggi bahwa segalanya anicca, dukkha, dan anatta.*** Penggunaan terjemahan dengan kata "kekosongan" bisa menimbulkan arti dan makna yang berbeda. CMIIW.
_/\_
*** Sabbe sankhara anicca dan dukkha, sabbe dhamma anatta.
entah siapa yg memulai penyesatan 4 kekosongan mulia itu"Kekosongan tentang dukkha;
entah siapa yg memulai penyesatan 4 kekosongan mulia itu
"Kekosongan tentang dukkha;
Kekosongan asal mula dukkha;
Kekosongan lenyapnya dukkha;
Kekosongan jalan menuju lenyapnya dukkha."
Ikan kribo jadinya.
jadi CatuAriyaSacca = 4 omong kosong?Kurang lengkap, mungkin jadinya "Empat Omong-kosong Mulia".
entah siapa yg memulai penyesatan 4 kekosongan mulia itu
Memang tidak ada 'baku'-nya dalam membedakan 'Anaka' dan 'pasak'. Kalau saya pribadi melihat dengan cara kembalikan lagi kepada diri kita sendiri apakah dengan memahami dan melaksanakan satu ajaran, LDM berkembang atau LDM terkikis.Saya kira saddha juga harus diimbangi dg panna,yaitu hasil dari belajar & praktek Dhamma.Cuma bisakah saddha ini saya anggap sebagai 'kemelekatan' pada Pandangan Benar & pandangan2 yg bermanfaat membawa pencerahan bro?Sebagai lawan dari kemelekatan pada pandangan salah & pandangan2 yg tidak bermanfaat membawa pencerahan yg dpt menyebabkan kelahiran berulang.Dg mempunyai saddha/'melekat' pd Buddha,Dhamma & Sangha justru membawa kebebasan.Kira2 bisa ngak begitu?
Misalnya kita bicara saddha, yang tentu positif. Tapi saddha ini hanya beda tipis dengan fanatik buta, yang biasa juga diklaim sebagai saddha. Bagaimana kita membedakannya? Coba direnungkan apakah bermanfaat dan adakah bahaya dari saddha ini? Apakah dengan saddha ini saya jadi orang yang lebih baik ataukah saya malah jadi marah kalau orang menghina agama saya? Apakah saya menjadi subjektif dan percaya buta tanpa observasi dulu?
Saya kira saddha juga harus diimbangi dg panna,yaitu hasil dari belajar & praktek Dhamma.Cuma bisakah saddha ini saya anggap sebagai 'kemelekatan' pada Pandangan Benar & pandangan2 yg bermanfaat membawa pencerahan bro?Sebagai lawan dari kemelekatan pada pandangan salah & pandangan2 yg tidak bermanfaat membawa pencerahan yg dpt menyebabkan kelahiran berulang.Betul, menurut saya saddha yang benar muncul dari pemahaman atas kebenaran (yang didapat dari praktik kehidupan sehari-hari), sehingga kebenaran itu menjadi dasar dari keyakinan kita. Saddha yang ngaco itu tidak berdasarkan pada kebenaran, hanya kesenangan pada pandangan saja, maka cenderung pada percaya buta dan mudah menjurus pada fanatisisme.
Dg mempunyai saddha/'melekat' pd Buddha,Dhamma & Sangha justru membawa kebebasan.Kira2 bisa ngak begitu?IMO, melekat pada "Buddha-Dhamma-Sangha" tidak akan membawa pada pembebasan, bahkan bisa membawa pada fanatisisme. Secara sederhana, pembebasan dimulai dari penyelidikan, maka timbul pengetahuan. Setelah ada pengetahuan, direalisasi, maka dicapailah kebebasan. Setelah melihat & mengalami sendiri kebebasan tersebut, maka timbullah keyakinan tak tergoyahkan itu.