//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: DNA's precious moment  (Read 22162 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline DNA

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 126
  • Reputasi: 23
  • Dhamma Nan Agung
DNA's precious moment
« on: 24 December 2008, 11:55:32 PM »
24/12/08

Meditasi malam ini kuawali dengan baca paritta Dhajagga, Angulimala, Khanda, Mora dan Atanatiya. Ini pertama kalinya aku membaca paritta itu, dan baru tau kalau ternyata isinya demikian. Usai membaca paritta, lampu kumatikan, dan seperti biasa, duduk tegak dan merilekskan tubuh. Setelah itu, aku memulainya, menyadari tiap tarikan dan hembusan nafas di hidung. Kadang, saat ia masuk dan keluar, kurasakan ia selaras dengan perut yg ngembang dan ngempis. Perlahan-lahan nafas mulai halus dan nampak teratur. Dari dapur, terdengar banyak sekali suara-suara pembicaraan, ada ucapan ibu, meimei, didi, tiba-tiba ada bentakan yg cukup keras, aku mendengarkannya, kemudian nada bicaranya normal kembali. Setelah suaranya tidak ada lagi, aku kembali lagi pada nafas, yg ada hanya udara di hidung, lembut.. nyaman.. jadi seperti tidur. Samar-samar, masih ada terdengar suara, tapi sekarang aku malah.. nyaman.. ngantuk.. ingin tidur... Aku sadar kalau sudah ngantuk. Aku berusaha ingatkan diri, itu Perasaan.. Perasaan.. Aku mencoba mengingat bagaimana caranya mengatasi ngantuk, Oh iya, bilang Ngantuk, Ngantuk! Lama-lama, aku jadi bingung sendiri selanjutnya mau gimana lagi, ditambah betis kananku yg sedikit terjepit tiba2 sakit sekali, karna tadi kuubah posisinya. Sakit itu gak gitu kuhiraukan, aku tetap duduk merem meskipun perhatian sudah agak kacau, sekarang ngantuknya malah sudah hilang. Aku catat, Pikiran Pikiran.. Aku mencoba menatapnya, tapi rasanya susah, hanya sekejap saja aku mampu mengingat ia akan berlalu dan diganti pikiran yg baru, tapi aku hanyut lagi ke dalam pikiran yg lain dan kemudian baru teringat lagi kalau sudah terhanyut. Aku renungkan pikiranku sedari tadi asyik gonta ganti, yg lama sudah hilang, yg baru muncul lagi, tapi kemudian aku malah tambah gelisah lagi, yg kurenungkan itu jg pikiranku saja, pikiran lagi.. pikiran lagi. Karna sekarang ditambah tulang bokongku juga sakit, jadi, kali ini aku sudahi.
Sabbe satta bhavantu sukhitata.. Semoga semua makhluk berbahagia.. Aku membuka mata. Saat aku bangkit, tulang bokong dan betis kananku sakitnya bukan main. Hemm.. kayaknya cara dudukku malam ini kurang pas.
« Last Edit: 24 December 2008, 11:57:05 PM by DNA »
May these merits of mine lead me to the extinction of all defilements
May these merits of mine be conducive to my attainment of Nibbana
May all sentient beings obtain the share of my merits and be well and happy always. Sadhu3..

Offline Sumedho

  • Kebetulan
  • Administrator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 12.406
  • Reputasi: 423
  • Gender: Male
  • not self
Re: DNA's precious moment
« Reply #1 on: 25 December 2008, 07:37:56 AM »
 =D> Semangat
There is no place like 127.0.0.1

Offline DNA

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 126
  • Reputasi: 23
  • Dhamma Nan Agung
Re: DNA's precious moment
« Reply #2 on: 27 December 2008, 12:15:19 AM »
25/12/2008

06:19-07:19

Aku bangun jam 06:05, setelah buang air kecil, minum segelas air putih, aku balik lagi ke kamarku, membaca jinapanjara. Aku mulai dari yg pali dulu, saat mulut sedang baca, masih dengan mata dikit ngantuk dan pikiran rada ngambang, setelah selesai aku ulang lagi dari awal karena menganggap yang tadi belum sah/kurang konsen, mencoba memandang lebih fokus pada tiap kata dan mendengar tiap suara yg dari mulutku. Begitu juga, ulang lagi ketiga kali, dari Namo Tassa … dengan lebih menghayati suara yg keluar (biasa 1x aja). Terakhir, aku baru membaca artinya. Beberapa kali aku bersin karena dingin. Memasuki bagian perlindungan oleh sutta, kuhentikan sesaat, aku mendengar suara langkah kaki di tangga, dan ia menuju ke kamar mandi, mungkin ibuku sudah bangun. Lalu aku lanjutkan lagi baca hingga selesai. Setelah usai, kulihat jam sudah 06:19 dan lampu kumatikan. Mulai atur duduk yg enak, dengan alas selimut dibokongku, agar bagian badan belakang lebih tinggi dan tidak terulang lagi seperti kemarin malam, kaki juga kulipat dengan pas, punggung lurus. Akhirnya, perhatian pada nafas kumulai. Kurasakan nafasnya mulai menghalus, tarikannya kadang pendek & beraturan, kadang lama baru dihembuskan. Pagi yg dingin, sunyi, sesekali ada suara kicauan burung, juga suara lantunan Da Bei Zhou dari kuil di belakang rumahku yang terdengar jauh tapi jelas karena keheningan pagi. Perhatianku sebentar di nafas, sebentar di pikiran. Ketika nafas sudah mulai halus dan serasa tenggelam, tenang, giliran hatiku risau, pikiranku bermunculan, “bagaimana ini..” Aku tak tau cara agar perhatian tetap hanya di nafas, tanpa berpindah-pindah. Tapi, aku berusaha ikuti saja apa yg muncul. Tidak di nafas lagi, sekarang di pikiran. Awalnya, bermacam-macam pikiran muncul, tp aku tidak lagi terganggu dengannya, hanya mengamatinya.. Kali ini, rasa sakit di kaki yg timbul setelah duduk lumayan lama bisa kuatasi hingga ia lenyap sendiri, tidak sesakit semalam. Berulang kali, aku hanya terus berpindah dari samatha dan vipassana, setelah nafas mulai halus dan tenang lagi, aku jadi memikirkannya, kemudian merenungkan perasaan dan pikiran itu. Seperti biasa, saat aku mau sudahi, aku tutup dengan Sabbe satta bhavantu sukhitatta.. semoga semua makhluk hidup bahagia..
May these merits of mine lead me to the extinction of all defilements
May these merits of mine be conducive to my attainment of Nibbana
May all sentient beings obtain the share of my merits and be well and happy always. Sadhu3..

Offline DNA

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 126
  • Reputasi: 23
  • Dhamma Nan Agung
Re: DNA's precious moment
« Reply #3 on: 27 December 2008, 12:18:37 AM »
25/12/2008

20:20 Baca Ratana Sutta, kemudian baca artinya.

20:35-21:45

Mengatur posisi duduk yg nyaman, punggung tegak seperti tadi pagi, sehingga berat badan bertumpu di kedua paha.
Kali ini nafas sudah tenang sendiri, jadi aku pengennya merenungkan apa saja yg aku alami hari ini. (jadi obyek meditasi yg tanpa direncana).
Dimulai dari sesuatu yg membuat pikiranku membandingkan diri dgn orang lain, merasa diri sendiri lebih ok. Aku catatkan ini sebagai kesombongan.
Dan kedua yg paling nyata dan parah adalah, aku dalam sehari ini masih banyak gak sadar dan masuk dalam khayalan.
Lalu, dimulai dari kesombongan dulu.
Aku kerap sekali merasa diri sendiri lebih ok dibanding orang lain, parahnya juga pada temanku sendiri. Ini salah satu mara. Apalagi kalo ada yg memujiku, aku langsung senang dan dalam hati kecilku ada rasa bangga. Lalu, aku bertanya.. apa sebetulnya dalam diriku yg layak aku sombongkan? aku merenungkan sendiri tubuhku yg sedang duduk ini, mulai dari kepala, turun ke badan, hingga kaki. Aku teringat bahwa tubuh ini tidak kekal, aku bayangkan ia kian hari terus mengalami proses perubahan.. sel-selnya lahir, menua, mati dan ulang lagi, akhirnya kulitku jadi keriput, tua, lalu kubayangkan ia berubah jd seperti mayat, membiru dengan kulit mulai bengkak dan terkelupas. Menjijikkan sekali, inikah yg kusebut diriku yg ok itu? Suatu hari nanti, aku akan mati. Karena yg lahir pasti mengalami proses menua dan mati. Sebenarnya tubuhku sudah sedang mengalami penuaan walaupun tanpa kusadari..
Kedua, aku merenungkan kenapa tiap kali aku sering lengah dan masuk dalam khayalan, aku belum bisa sadar sepenuhnya dalam satu hari. Karna kontak.. pikiranku memikirkan objek itu, ia membuatku merasa senang, dan aku mengira itu diriku yg sedang senang. Karena itulah, aku terus-terusan larut dalam khayalan yg membuatku bahagia itu. Phassa paccaya vedana. Vedana paccaya tanha. Aku teringat Maha Satipatthana, yg kuanggap aku yg senang itu hanyalah badan, perasaan, pikiran dan objek pikiran ini. Diriku tidak ada. Hmm.. lain kali aku harus ingat ini lagi di saat mengkhayal.
Tiba2 ada pikiran lain yg terlintas, dan ia lewat saja, berpikir.. berpikir..
Sekarang di kakiku sedang terasa sakit, tubuh ini.. hmh.. dukkha.. Tubuhku terdiri dari unsur cair, panas, udara dan padat. Nafas yg kurasakan melewati hidungku ini unsur udara, ia tidak kekal, sebentar panjang, sebentar pendek, tidak bisa kuatur semauku. Kakiku terasa sakit, ini kenyataan, ini dukkha.. Rasa sakit ini. Perasaan ini.. kadang senang, kadang tidak enak.. ini juga terus berubah-ubah, tanpa bisa kukendalikan seperti yg ku mau.
Sesekali ada suara di dapur, telinga mendengar.. telinga mendengar.. aku merenungkan enam landasan indria, salayatana paccaya phassa. Namarupa paccaya salayatana. Aku yg sedang duduk ini. Hanya tubuh dan pikiran. Pancakhanda.. vedana, sanna, sankhara, vijnana. Pikiran yg lalu lalang.. tidak perlu dicerap.
Lalu aku merenungkan avijja paccaya sankhara. Di sini aku memang sering agak kesulitan menyelaraskannya dengan sankhara yg di pancakhanda. Duh, bagaimana ini..? Yg satu setelah sanna, sankhara. Yg satu setelah avijja, sankhara. Ketika rasanya mulai ada suara dalam diri, aku catat itu berpikir berpikir.. Dan aku renungkan saja mana yg bisa. Avijja.. tidak tahu Empat Kebenaran Mulia.. Lalu aku lanjut dari Empat Kebenaran Mulia. Pertama, dukkha.. tubuh & pikiranku ini. Kedua, penyebabnya, karena keinginan muncul setelah melekat pada tubuh & pikiran ini. Ketiga, Nibbana.. Nibbana.. kebahagiaan tertinggi, tidak terkondisi.. bagaimanakah rasanya Nibbana? Kebahagiaan aku duduk di sini sekarang dengan kebahagiaan dari khayalanku yg biasanya. Memang kenikmatan dari enam landasan indria terasa enak, tapi keenakan itu menyakitkan. Ia membuatku melekat dan tidak sadar. Tapi yg ini tidak. Hanya ada tubuh dan pikiran. Aku cuma duduk di sini, aku hanya mengerjakan apapun dengan sadar setiap saat, aku duduk hanya duduk, melihat hanya melihat, kakiku yg sakit ini hanya kaki yg sakit, sakitnya menghilang dengan sendirinya. Mungkin itu bahagianya, tidak ada satupun yg kumiliki. Lanjut keempat, caranya, jalan mulia beruas delapan.. Sila samadhi panna. Panna sila samadhi. Panna = Pandangan benar, pikiran benar, Sila = ucapan benar, perbuatan benar, penghidupan benar, Samadhi = usaha benar, perhatian benar, konsentrasi benar.
Pandangan benar.. Aku hanya terdiri dari tubuh dan pikiran.. Pikiran benar.. Setiap pikiran yg muncul dapat kukenali dan kutahan langsung, tidak masuk lagi dlm khayalan yg membawaku melayang jauh. Ucapan benar.. Jika pikiran sudah jernih, ucapan pun bisa terkendali. Perbuatan benar, Penghidupan benar.. begitu juga setiap tindakan akan dikendalikan. Usaha benar.. Perhatian benar.. berusaha tetap sadar, terus-menerus menjaga perhatian pada 4 ini, tubuh, perasaan, pikiran & objek pikiran.. Konsentrasi benar.. Jhana.. Jhana.. Bagaimana ini? Aku pindah fokus pada nafas. Masih tidak bisa.. ya pikiranku masih merenung, jadi tidak bisa.. Aku coba lagi fokus ke satu titik nafas di ujung hidung.. fokus.. fokus.. terasa seperti ada suatu benda mengumpul di hidung. Kemudian seperti sebelumnya lagi, aku resah. Gimana ini? Perhatian pada nafas seketika hilang saat aku bertanya. Ulang lagi fokusnya.. Juga sama lagi seperti awal. Hmmh.. sudah deh, pelan-pelan aku buka mata. Sabbe satta bhavantu sukhitatta.. semoga semua makhluk hidup berbahagia.. Sadhu.. sadhu.. sadhu..
Kali ini bangkitnya terasa agak puas. Banyak juga yg kurenungkan, he.. seakan baru saja dapat  insight. Apa aku sudah sotapanna ya? (pandangan salah, keraguan, kemelekatan pada ritual). He2x.. Lagi-lagi pikiran.. pikiran.. Ini pun cuma sementara saja..
Ada gak orang yg bisa dan bersedia sharing sama aku soal Jhana? Bagaimana caranya meletakkan fokus terus pada nafas? Aku belum bisa melakukannya..  :|
May these merits of mine lead me to the extinction of all defilements
May these merits of mine be conducive to my attainment of Nibbana
May all sentient beings obtain the share of my merits and be well and happy always. Sadhu3..

Offline DNA

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 126
  • Reputasi: 23
  • Dhamma Nan Agung
Re: DNA's precious moment
« Reply #4 on: 27 December 2008, 12:22:40 AM »
26/12/08

05:20 baca gatha jinapanjara

05:35-06:30
Hari ini begitu aku bangun, pikiranku diliputi ketakutan. Seperti terbayang-bayang ada hantu di balik lubang angin yg tepat berada di belakang rumahku, yg lahannya bekas rumah yg dibongkar, sekarang hanya ada semak-semak dan pohon. Saat aku udah setengah terbangun tadi, aku mendengar ada suara di belakang sana, jadinya pikiranku mengatakan “ada hantu di sana.” Aku rada deg-degan. Tapi, aku teringat.. pikiran.. pikiran.. Bukankah aku semalam merenungkan diriku ini hanya tubuh dan pikiran. Hmh.. kog masih bisa jadi takut begini?

Lalu, aku mengabaikan pikiranku sambil tetap melakukan apa yg harus kulakukan. Setelah menyalakan lampu, kuambil selimut dari kasur, lipat dua, empat, dan enam. Aku bentangkan di tempat biasa aku duduk meditasi. Lalu, aku mengambil kertas paritta Jinapanjara. Ketakutan masih ada. Mataku pelan-pelan kuarahkan ke lubang angin itu, “apa ada?” Tidak bisa nampak jelas. Sekarang aku mulai membaca. Seperti biasa, 1x Pali, 1x artinya. Saat aku membaca artinya, aku membayangkan diri sendiri jadi lebih kuat, bukankah aku dilindungi Buddha, Dhamma dan Sangha? Dilindungi sutta-sutta? Apa yg aku takutkan? Setelah selesai, tak kusangkal kalo pikiran hantu-hantu dan rasa takut ini masih ada. Aku mulai meditasi, kali ini objek perenunganku adalah ketakutan itu sendiri, karena saat ini itulah yg paling terasa. Tubuhku sudah rileks.. Pikiran.. pikiran.. kurenungkan itu dalam hati, masih juga tak mempan. Lalu.. avijja paccaya sankhara.. sankhara paccaya vinnana.. vinnana paccaya namarupa.. namarupa paccaya salayatana.. salayatana paccaya phassa.. phassa paccaya vedana.. vedana paccaya tanha.. tanha paccaya upadana.. upadana paccaya bhava.. bhava paccaya jati.. jati paccaya jaramarana.. dst.. Lalu aku ulang dari yg pertama.. avijja paccaya sankhara.. sankhara paccaya vinnana.. kebodohan pada empat kebenaran mulia… kebenaran pertama., kedua.. dst.

Setelah itu aku balik lagi, avijja paccaya sankhara.. sanna sankhara.. vedana sanna sankhara.. Perasaan, dicerap, timbul persepsi/gagasan aku, kemudian mulai mengkhayal.. keterusan berpikir terhadap apa yg lagi dirasain, jadilah sankhara. Aku mengulang lagi dari avijja paccaya sankhara.. sanna sankhara.. Eiih.. kelihatan mulai selaras.. -> aku merasa takut, aku tak tau bahwa diriku ini sebetulnya hanya semata tubuh & pikiran. Aku melihat pada diri ini dan berpikir yg takut itu aku. Perasaan itu kucerap sehingga timbul gagasan ini aku yg sedang takut. Sanna.. Kemudian aku terus-terusan terbawa berpikir… Sankhara..

Sesekali seperti tampak ada cahaya kuning redup yg kecil .. aku heran eih apa ini? Aku mengikutinya, mencoba fokus padanya. Setelah itu berhenti dan menetap padanya. Pikiranku mengatakan ini cuma ciptaan pikiran, lalu aku mencarinya dan tak nampak lagi. Karena tadi sempat fokus pada satu objek dan tiba-tiba muncul pikiran, aku teringat tidak bisa melakukan samatha sekaligus vipassana pada saat yg bersamaan. Tidak bisa bernafas sambil dipikirkan, ini sebabnya selama ini aku sering tidak tahu kenapa aku susah konsen kalo lagi mengerjakan sesuatu, tanganku mengerjakan tapi pikiran juga bekerja (“berpikir” utk fokus.. “berpikir” utk fokus) tidak bisa perhatikan ada dua pada saat yg bersamaan. Lalu aku teringat sampajannakari.. aku ingat saat mandi, tangan mengambil air, saat makan, tangan mengambil sendok, mengunyah pelan-pelan, di kantor, kubayangkan semuanya kulakukan dengan cermat, sesuai dengan keadaan sekitar.. sesuai tujuanku.. tahu dengan jelas kemampuan diri.. dan melakukan saja.. tanpa melekat pada aku yg mengerjakannya, hanya tangan atau kaki yg bergerak. Sati.. menyadari tubuh.. perasaan.. pikiran.. objek pikiran.. kemudian.. aku baru teringat, sekarang aku “sedang berpikir” tentang ini. Hmh.. di mana ketakutanku tadi..? hilang sendiri.. pikiranku sudah melewatinya sendiri.. anicca..

Karena dingin, aku sempat bersin-bersin beberapa kali hingga hidungku mulai basah. Aku tetap duduk melanjutkan perenunganku.. Saat ada lendir yg keluar dari hidung, aku merenungkan tubuh ini. Di dalamnya banyak benda2 menjijikkan, kotor, tubuhku begitu rentan.. tidak ada yg patut kubanggakan.

Selanjutnya, aku teringat kata cinta.. Ingatanku lanjut pada ucapan salah seorang temanku, katanya cinta selalu melalui tahapan dari like -> crush -> adore -> love. Aku membayangkan ketika like.. mulai kontak dan menyukai seseorang, kemudian crush.. semakin excited pada orang tersebut.. Adore.. memujanya.. Love.. ini namanya cinta, orang itu adalah segala-galanya, tanpa orang itu, serasa ada yg kurang, ini kemelekatan. Tapi semua perasaan suka itu lagi-lagi hanya avijja paccaya sankhara.. sankhara paccaya vinnana.. vinnana paccaya namarupa.. ya.. I see.. aku ini hanya pancakhanda.. nama: perasaan.. persepsi.. bentuk-bentuk pikiran, lalu kesadaran.. dan rupa ini. Sebenarnya hidup berkeluarga itu hanya nambah sebab dukkha baru.

Dari cinta, aku merenungkan lawannya, rasa benci. Ada satu teman yg tidak kusukai saat ini. Aku merenungkan apa dari dirinya yg membuatku enek dan tidak respek. Ia senang menunjukkan kemarahannya, bahwa ia kuat.. terakhir kali pertemuan kami, pembahasannya selalu kejelekan orang lain, pikirannya banyak racun. Tentu saja aku tidak bisa respek padanya. Tapi bukankah aku ini tidak ada, lalu kenapa ada pikiran membenci.. Ini juga hanya perasaanku saja yg menolak sifat-sifatnya, aku ini namarupa.. terdiri dari badan dan pikiran.. perasaan persepsi bentuk pikiran dan kesadaran.. sebenarnya aku dulu juga seperti dia kalo lagi marah, hmh.. Aku rasakan pasti menderita ketika ia marah, ia pasti juga ingin jadi baik. Hanya saja ia belum tahu caranya. Kasihan dia.. Aku ini namarupa.. Ia juga namarupa, sama saja.. Tadi aku dan kawan-kawan sempat membahasnya, kami sama-sama tidak menyukainya. duuh.. kenapa aku tadi lupa dan mengikuti pikiranku yg tidak suka itu, aku menciptakan kamma baru lewat ucapan, aku membayangkan aku yg jadi dia, rasanya pasti tidak enak dibicarakan. (Pikiran.. Pikiran..) Lalu aku merenungkan cinta kasih, bagaikan seorang ibu yg melindungi putra tunggalnya sendiri… Aku membayangkan sedang menebar kasih sayang dari pikiranku.. hingga aku sendiri ikut merasa damai.. Sabbe satta bhavantu sukhitatta.. semoga semua makhluk hidup bahagia.. sadhu.. sadhu.. sadhu..
May these merits of mine lead me to the extinction of all defilements
May these merits of mine be conducive to my attainment of Nibbana
May all sentient beings obtain the share of my merits and be well and happy always. Sadhu3..

Offline DNA

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 126
  • Reputasi: 23
  • Dhamma Nan Agung
Re: DNA's precious moment
« Reply #5 on: 27 December 2008, 12:27:39 AM »
Malam ini aku membaca Mangala Sutta, Karaniya Metta Sutta & Brahmavihara-pharana. Jam mulainya lupa lihat.

18:50-19:20
Meditasiku malam ini agak ribet. Awalnya ingin fokus hanya pada nafas & menenangkan diri, cocok dengan tema malam ini yg Metta. Tapi jadinya seperti mengatur nafas, gak bisa normal. Banyak pikiran yg bermunculan ketika tidak bisa fokus pada nafas. Dan seperti biasa, ada suara-suara pembicaraan dari dapur. Hmh.. tapi aku tidak menghiraukannya, aku masih bersikeras memusatkan perhatianku, dalam kegelapan, mataku yg terpejam terus mencari letak di tengah (hidung). Perlahan-lahan menarik dan menghembuskan nafas. Tapi sekarang malah aku merasa aku duduk terlalu tegang, kayaknya ada yg salah deh dengan tubuhku, kalo duduknya tegak kayak sebelumnya gini, tar nafasnya bisa sesak. Akhirnya aku duduknya lemas aja, tapi tidak bungkuk, hanya berat badan tidak lagi menumpu pada paha. Aku mulai tenangkan pikiran, merenungkan kalo tidak perlu mencari objek di mana-mana. Hanya duduk dan rileks seperti biasa saja. Suara-suara di dapur tetap terdengar jelas, dan aku tidak menghiraukannya. Baru mulai agak santai, terdengar ibuku berteriak memanggil namaku, “Undian belanjaku di mana?” dalam hatiku, “Aduh, mengganggu banget sih, aku gak ambil.” Aku tidak menjawab, saat ini pikiranku berkata, kalau aku bangkit, meditasiku terhenti, biarkan saja, aku berharap ia mengerti kalau lampu kamar sedang kumatikan berarti aku mungkin sedang tidur. Suaranya semakin dekat, ia menuju ke sini, suara ibu memang agak tinggi dan seperti orang berteriak, dan sudah hal yg biasa kalo tiap hari mendengar suara yg begitu keras di rumah, meimei dan didi juga ikutan begitu, cara memanggil di rumahku seperti membentak. Di rumah, hanya aku yg suka menyendiri dan jarang bersuara kalo tak penting. Ia membuka pintu di mana aku duduk di dekat sana, dan suaranya terdengar lebih keras lagi, aku berkata dalam hati, “sudah begini dekat, masih juga teriak, uuuh.. ibu, tidak bisa memelankan suara dikit.” Aku tidak merespon, ia sudah membuka pintu dan tentunya sudah melihatku, tapi masih memanggil dan bertanya, aku hanya berkata dalam hati, “tidak mengerti juga? Aku sedang meditasi, jangan diganggu.” Kemudian karena melihatku tak bergerak apalagi bersuara, ia pun pergi. Setelah itu, akupun menghentikan semuanya.

Susah banget kalo meditasi dengan suara yg ribut-ribut begini. Aku sempat dongkol, tapi aku tau kalo aku harus bisa menerimanya, perasaan dan pikiran yg muncul tetap kujaga. Mungkin aku agak tega tidak menjawab ibuku sendiri, tapi dalam hatiku hanya berharap agar ia pun bisa mengerti aku di saat-saat ingin sendiri dan tenang. Hmh.. tidak, ini tidak benar, kenapa duduk meditasi lebih penting dibanding melayani orang tua. Sebaiknya lain kali kalo dipanggil langsung kuhentikan saja meditasinya. Mungkin waktunya memang tidak pas, jadi tak perlu kupaksakan. Ada perasaan sedikit menyesal, tapi ya sudahlah, aku bertekad belajar menyadari tubuh dan pikiran ini, jadi tidak perlu terus dipikir, ia sudah berlalu, hari ini satu pelajaran untukku lagi. Kapan-kapan aku akan beritahu ibu kalo ada yg sedang meditasi, kita jangan ngotot memanggil, dan juga… “bisakah ibu memelankan suara?”
Andaikan saja seisi rumah ini suatu hari menjadi orang yg berbicara dengan lembut dan tenang. He2x.. Mungkin aku pertama yg harus kasih contoh ke mereka, berbicara dengan cinta kasih..  :)
May these merits of mine lead me to the extinction of all defilements
May these merits of mine be conducive to my attainment of Nibbana
May all sentient beings obtain the share of my merits and be well and happy always. Sadhu3..

Offline Jerry

  • Sebelumnya xuvie
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.212
  • Reputasi: 124
  • Gender: Male
  • Suffering is optional.. Pain is inevitable..
Re: DNA's precious moment
« Reply #6 on: 27 December 2008, 01:39:22 AM »
keep going ;)
appamadena sampadetha

Offline DNA

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 126
  • Reputasi: 23
  • Dhamma Nan Agung
Re: DNA's precious moment
« Reply #7 on: 28 December 2008, 04:06:12 PM »
27/12/08

Pagi ini, saat aku bangun, banyak pikiran berkecamuk. Aku katakan dalam hati, kalau ini cuma pikiran. Tapi ia malah menjadi pikiran baru, makin ribut. Lama-lama, aku merasa muak dengan diri sendiri. Sepertinya aku yg dalam tulisanku kemarin, tidak sama lagi dengan diriku yg sekarang. Karena saat ini, kenyataannya pikiranku berkeliaran dan aku tak mampu menerungkan dhamma seperti sebelumnya. Memalukan! Seakan semua itu sekarang tinggal pepesan kosong. Aku tak bisa kembali menjadi diriku yg kemarin lagi. Kenapa aku jadi seperti orang aneh. Saat melakukan sesuatu, jadi terbayang terus dhamma.. dhamma.. Kuanggap seharian apa saja yg kujalanin itu adalah Vipassana. Tiap bergerak aku katakan dalam hati, “bergerak, bergerak”. Tar muncul pikiran, aku menyetopnya dan katakan “berpikir, berpikir”. Kayak robot.. makin dilatih makin abnormal aja.
Lalu aku duduk, sementara pikiranku masih gak mau berhenti. Hatiku bergumam “Kenapa bisa jadi begini?”… “Hmh.. sudahlah.. aku harus mengerjakan apa yg seharusnya kukerjakan sekarang. Bukan hanya duduk meratapi pikiran yg masih belum terkendali.”

5:30 Baca Jinapanjara. 3x Pali. 1x Indo.

5:54-6:49
Hari ini begitu siap baca paritta, aku hanya duduk dengan tegak dan rileks, tidak lagi berusaha memperhatikan nafas seperti tadi malam, juga tidak merenungkan apa-apa. Anehnya, nafasnya terasa sendiri, nafas keluar masuk.. halus.. Aku baru mulai nyadar, kalau selama ini, kadang nafasku serasa sesak, itu karna aku tanpa sadar berusaha mengaturnya agar masuk dan keluar. Aku sedang tidak selera untuk merenungkan apapun, setelah direnungkan bakal sama saja, nanti juga lupa pada yg lama dan berubah lagi, jadi bosan berpikir. Pagi ini, seperti biasa, ada suara kicauan burung, ada lantunan Da Bei Zhou dari kuil seberang, sesekali ada motor yg mulai beraktivitas di jalan. Telingaku mendengar.. hidungku bernafas.. Ini membuatku teringat “enam landasan indria”. Perhatian ada di depan mukaku, sekilas teringat.. mata.. hidung.. telinga.. Aku juga merasakan sensasi di kakiku, sakit.. dan sekilas aku teringat tubuh.. Ada pikiran yg lalu lalang, aku biarkan saja.. yah.. meditasi hari ini gak ada yg special, aku bisa ngerasain aku kurang berusaha, hanya duduk tanpa fokus pada sesuatu yg tetap. Lama-lama bosan juga hanya begini-begini, baru kuhentikan. Kadang, sehabis meditasi, aku merasa girang, semangat, kadang kecewa gagal, hari ini hambar, gak ada tenaga, kayak semuanya gak berarti sama sekali. Perasaan bersalah dan tertekan karena gak bisa ngendaliin pikiran itu masih ada. Kayak orang lagi patah hati.

Setelah itu, karena hari masih pagi, dingin, belum ada satupun yg bangun kecuali aku. Hari ini sabtu, karna aku tak kerja, semua orang pun masih tidur lelap. Meskipun patah hati, tapi.. aku masih ingin latihan. Aha! Kenapa gak meditasi jalan aja? Akhirnya, aku keluar dari kamar dan turun ke dapur.

7:00-7:25
Aku mulai berjalan, pelan.. pelan.. kaki yg satu disusul kaki yg lain, selangkah demi selangkah.. aku mengamati gerakannya dimulai dari telapak yg terangkat dari lantai, jinjit dan kemudian yg satu lagi menyentuh lantai. Banyak sekali nyamuk kelaparan mau menghinggapiku. Agak risih juga, tapi aku tetap lanjut berjalan. Saat berjalan, ada juga pikiran yg muncul, tapi terhenti begitu kusadari dan perhatian kuarahkan lagi pada kaki yg naik dan turun. Tanganku juga kulipat perlahan untuk menghindari nyamuk yg terus terbang. Setelah beberapa saat, rasanya semakin tenang, tenang.. berjalan begini juga enak. Sebetulnya, aku tak tahu cara meditasi jalan yg benar itu gimana, tapi aku lakukan saja (kayak slogan Nike, Just Do It!), merasakan tiap langkahku, gerak-gerik di kakiku saat berjalan. Kadang saat lebih lambat, aku merasakan nafasku. Hmh.. saat ada pikiran muncul, kulihat ia lenyap. Meditasi jalanku hanya begini, mondar mandir di ruangan dapur yg tak begitu luas.

Pertanyaan untuk diri sendiri:
Kenapa pikiranku tak henti-hentinya ada pikiran baru (sankhara)? Kapan aku bisa sadar terus sehingga ia tak punya kesempatan berpikir lagi?

Renungan pribadi:
Pikiranku mengkhayal lagi..
Dan karena mengira itu aku yg berpikir dan merasakan,
aku jadi lupa pada momen berharga di sini saat ini.
Untuk terus mengingatkan diriku akan hal inilah, aku perlu rutin melatih meditasi.
Cuma ini satu-satunya obat yg bisa menyembuhkan indria pikiranku yg sakit.
May these merits of mine lead me to the extinction of all defilements
May these merits of mine be conducive to my attainment of Nibbana
May all sentient beings obtain the share of my merits and be well and happy always. Sadhu3..

Offline DNA

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 126
  • Reputasi: 23
  • Dhamma Nan Agung
Re: DNA's precious moment
« Reply #8 on: 28 December 2008, 04:08:49 PM »
27/12/08

Baca paritta Buddhanussati, Dhammanussati, Sanghanussati

19:15-19:20
Malam ini aku memulai lagi latihan meditasi. Duduk tegak seperti biasa, aku tidak berpikir, tidak juga berusaha bernafas, hanya duduk dengan sadar. Ada suara obrolan dari orang-orang rumahku (biasa.. karena kamarku dekat dengan dapur). Ada suara sholat dari mesjid yg dekat dengan rumahku juga. Telinga mendengar.. Teringat enam landasan indria. Aku tetap duduk tenang, nafasku halus dengan sendirinya. Masih ada gambaran-gambaran di pikiran, begitu kulihat ia muncul ia lenyap, dan aku semakin tertarik pada nafas di hidung. Perhatian kupusatkan pada depan wajah, mulai berkumpul di hidung.. Sampai akhirnya, suara ibuku memanggilku lagi: “kamu sudah siap belum?” Kali ini aku tidak terganggu, aku masih asyik dengan mengumpulkan perhatian di hidungku. Akhirnya karena belum kujawab, aku mendengar suara pintu kamarku dibuka. Ibuku bertanya lagi, “kamu sudah siap belum?” Aku tetap memperhatikan hidung.
Setelah pintuku ditutup, aku membuka mata dan senyum senang. Rasanya tadi udah mulai bisa mengumpulkan perhatian di hidung. Hihihihi… Sabbe satta….
Kulihat jam tanganku, 5 menit rupanya aku duduk tadi.

Kami sekeluarga memang akan berangkat dinner bersama di pesta pernikahan kerabat. Kemudian aku keluar dari kamarku dan menemui ibuku, “sudah mau pergi yah?” “Iya, ayo kita pergi,” jawab ibu. Dalam perjalanan, ibuku bertanya padaku “kamu semalam tidak tidur ya?” (Ia tadi siang juga menanyaiku hal yg sempat membuatku kaget, “kamu melihat hantu ya?”) Ternyata ibuku membaca diary meditasi yg kutulis di kertas dan lupa kubuang setelah kuketikkan ke komputer saat mau pergi kerja tadi. Ia pasti heran dan bertanya karena sudah 2x melihat aku duduk diam gelap-gelapan di kamar. Aku langsung menjawab, “Wew.. ya ada tidur lah, emang mau ngapain gak tidur?” “Bukan, cuman kamu jangan sampai tidak tidur, kulihat kamu terlalu banyak mikir, semua ini gara-gara kamu baca buku (maksudnya dhamma) terlalu banyak. Mana mungkin ada hantu, aku mau lihat saja gak bisa.” Dalam hatiku.., “aku tau kog aku banyak pikiran dan perasaan sendiri, tapi tenang aja.. aku sedang berusaha menyelidiki dan mengatasi semua itu.” Karena kalau kujawab ibuku begini, ia akan kebingungan dan tambah gak ngerti apa yg kukatakan. Jadi lebih aku hanya menjawabnya, “Aduh, ibu.. kurasa kamu yg terlalu banyak pikiran. Sampe sembarang mikir aku gak tidur segala.”

Sesampainya di tempat pesta itu, kami masuk menyalami kedua pengantin itu. Kali ini aku benar-benar bisa merasakan “turut berbahagia (pattanumodana)” saat shake hand. Biasa kalau saat shake hand hanya sekadar kebiasaan umum bagiku, tanpa kuhayati. Saat makanan dihidangkan, aku sempat muncul lobha, makanannya terlihat lezat sekali, jarang-jarang ada acara dinner di tempat kayak gini. Tapi, aku ingat kalo harus mengendalikan diri. Tidak boleh makan berlebihan. Lalu aku hanya mengambil tiap jenis makanan satu saja. Kemudian aku makan dengan pelan, merasakan gigi yg sedang mengunyah, lidah yg mengecap dan akhirnya menelan. Aku bahagia bisa mengambilkan makanan pertama untuk nenekku (yg duduk di kananku) dan ayahku (di kiriku) juga ibuku, baru kemudian untuk diriku sendiri. Horee..! Aku bisa menahan nafsu lobha.

Dalam perjalanan pulang, aku merenungkan kalo pikiran ini masih tetap ada, setiap saat, tetap selalu silih berganti muncul gagasan baru lagi. Aku mulai menyadari aku tidak boleh merasa bersalah atau tertekan setiap muncul pikiran di kepalaku. Tidak mungkin pikiran ini berhenti berpikir. Justru, jika aku merasa bersalah, aku terpuruk lagi ke dalam pikiran baru yg sebenarnya juga kuciptakan sendiri. Aku tidak perlu mencegah atau menyetopnya, bete dengan diri sendiri karena gak bisa menghilangkan kemunculan pikiran itu. Aku cuma perlu menyadarinya saat ia timbul dan mengenalinya. Kemudian ia akan lenyap sendiri. Begitu terus-menerus.. Ini seperti meditasi juga.

22:00-22:35
Sesampainya di rumah, aku langsung ganti baju dan masuk ke kamar. Aku lanjut lagi meditasi yg terpotong 5 menit tadi, aku duduk dengan tegak, tenang, tidak berpikir, membiarkan kesan-kesan di kepalaku tetap seperti itu saja. Hanya menyadari yg sedang duduk ini. Tak berapa lama, nafasku menghalus lagi dengan sendirinya, lalu dari sana, aku mulai mengarahkan perhatian di sensasi nafas itu, di hidung, kadang terasa tulang dada ini turun naik.. Kadang, ada pikiran lagi dan ketika ku sadari, kutarik kembali ke hidung. Lalu, suara ribut-ribu lagi. Adik-adikku di lantai 2 menyalakan TV, ada suara film sinetron, ada suara lagu pop, ada suara adikku yg mengomel seperti berebutan milih saluran TV. Huu.. perhatian dari nafas ke telinga, tapi untung aku bisa terkendali dan tetap tenang. Duduk dengan sadar, mengamati fenomena-fenomena apa saja yg muncul. Kembali lagi pada hidung, kali ini semakin tenang.. Perlahan-lahan badanku bergerak ke depan, dan semakin ke depan lagi. Aku tau punggungku mulai bungkuk duduknya, aku memundurkan perlahan ia ke posisi semula. Perhatianku tetap pada nafas di hidung. Badan mulai maju lagi dan semakin bungkuk, semakin turun. Aku mengembalikannya lagi. Ketika ia begitu lagi, aku membiarkan saja sampai ia berhenti di titik tak bisa menurun lagi. Aku tetap memperhatikan nafas dengan posisi itu. Setelah beberapa saat, aku sudahi dengan Sabbe Satta..

Setelah meditasi, aku lanjut membaca Sutta. Kali ini pikiranku terasa lebih jernih dari biasanya. Sambil membaca, aku merasakan nafas yg keluar masuk di ujung hidung. Begitu tenang.. dengan iringan lagu Emi Fujita.
Sungguh bahagia bisa menikmati tiap “saat-saat yg berharga” seperti ini, mumpung aku masih bisa bernafas di sini. Aku akan terus berlatih lagi, aku sudah tahu manfaatnya baik buatku. Terima kasih, Sang Buddha.. Terima kasih, guru (kalyanamitta)..
May these merits of mine lead me to the extinction of all defilements
May these merits of mine be conducive to my attainment of Nibbana
May all sentient beings obtain the share of my merits and be well and happy always. Sadhu3..

Offline DNA

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 126
  • Reputasi: 23
  • Dhamma Nan Agung
Re: DNA's precious moment
« Reply #9 on: 28 December 2008, 04:12:48 PM »
28/12/08

7:20 Baca Jinapanjara

7:29-8:04
Hari ini aku bangun telat karena semalam tidur terlalu larut, sampai-sampai alarmku bunyi jam 5 pun gak kedengaran. Seperti biasa meditasiku, cuman pagi ini perutku terasa kosong dan lapar, agak sakit. Perhatianku dari nafas kualihkan pada tubuh. bukan aku, bukan milikku.. Setelah itu, aku lanjut memperhatikan nafas lagi. Karena dingin, aku bersin-bersin terus, kurasa ada sekitar 10x bertubi-tubi. Ku fokuskan perhatian pada hidungku yg basah itu.
Oh iya, bulatan kuning redup itu tadi ada. [Itu nimitta atau bukan yah?]  :-? Aku takut aku yg terlalu perasaan. Tapi jika iya, apa yg harus kulakukan bila ia muncul? Tadi ia muncul, sekitar 15 detik gitu, aku melihatnya berputar-putar, melingkar. Namun, waktu ia hilang aku gak gitu ingat. Aku duduknya “kurang sadar” kali ya... Sampai ada yg bisa miss dari perhatianku.
May these merits of mine lead me to the extinction of all defilements
May these merits of mine be conducive to my attainment of Nibbana
May all sentient beings obtain the share of my merits and be well and happy always. Sadhu3..

Offline Jerry

  • Sebelumnya xuvie
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.212
  • Reputasi: 124
  • Gender: Male
  • Suffering is optional.. Pain is inevitable..
Re: DNA's precious moment
« Reply #10 on: 28 December 2008, 10:15:58 PM »
Berarti saatnya tinggalkan pencatatan dan mengembangkan 'menyadari' tanpa tindakan mencatat. Mencatat, memang membuat seolah-olah seperti robot. Apalagi kalo terlalu sering, bisa menimbulkan 1 sugesti. Misal, waktu merasakan sakit dan mencatat 'sakit' 'sakit'. Seiring pencatatan, rasa sakit malah menjadi semakin menghebat. Jadi biarkanlah itu.. Terus mencatat membuat cape saja. Krn pencatatan itu kan proses pikiran? Kalau ada pemikiran, berarti tidak ada keheningan di sana. Dan samadhi tidak akan muncul.
Pencatatan itu berguna pada awalnya utk mengembangkan konsentrasi. Kalau sudah cukup tinggalkan rakit itu :)

mettacittena
_/\_
appamadena sampadetha

Offline DNA

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 126
  • Reputasi: 23
  • Dhamma Nan Agung
Re: DNA's precious moment
« Reply #11 on: 30 December 2008, 07:38:47 AM »
28/12/08      18:30
tiba-tiba di rumah mati lampu, coba pake meditasi berbaring, yg posisi singa itu, berusaha fokus ke nafas dan sadar, lama-lama kepalaku jatuh dan ketahan tangan (baru sadar uda hampir tidur) dan ulang lagi, ternyata bangunnya udah jam 21.00 gitu.  :-[ Meditabo deh.. sok-sok meditasi pake baring akhirnya benar-benar tidur.   :))


29/12/08      02:59  Baca Buddhanussati, Dhammanussati & Sanghanussati       03:04-03:37  Meditasi Duduk
Dari jam12 malam mau paksain tidur gak bisa (mungkin karena sorenya udah tidur ampe jam 21.00), akhirnya geram, gak tahu mau ngapain, jadi baca paritta dan duduk meditasi deh. Saat ini, karena baru dikasih tau teman konsentrasi ke nafas, bukan amatin nafas, jadi bingung dan rada gelisah sebenarnya cara yg kulakukan udah benar belum gini ya?  #:-S Habis meditasi, pegal, udah langsung bisa tidur.  :P


29/12/08      08:30
Bangunnya tetap baca Jinapanjara kayak biasa, tapi meditasinya bentar aja, 1 menit kali, kayaknya gak bisa lagi kalau uda telat bangun, waktunya udah tergeser, serasa ada tugas yg nungguin, dan lagian uda mulai terdengar suara orang-orang rumah beraktivitas.


29/12/08      18:30-19:00  Meditasi Duduk
Kali ini, aku habis baca sekilas buku Bhante DSB "Melihat Pohon Bodhi" di bagian Manfaat Mengendalikan Pikiran dan Anapanasati Sutta. :x  Dan gak sengaja buka di bagian S.N. LIV-9- "perhatiannya diarahkan ke lubang hidung (ke muka)". Habis itu baca paritta dan coba meditasi lagi, udah mulai punya tujuan fokus yg tetap nih. Kayak baru dapat bimbingan ulang lagi gimana cara meditasi.  ;D Trus, lagi-lagi terhenti oleh suara ibuku yg manggil lumayan keras, kali ini benar-benar kaget kayak buru-buru dibangunkan.  #-o


30/12/08      05:30 Baca Jinapanjara        05:46-06:43   Meditasi Duduk
Sekarang, yg ada tenang aja, suara-suara udah pada mereda. Dan saking tenangnya (bukan ngantuk), kepalaku yg lama kelamaan suka nunduk, bukan badan lagi.  ;)
May these merits of mine lead me to the extinction of all defilements
May these merits of mine be conducive to my attainment of Nibbana
May all sentient beings obtain the share of my merits and be well and happy always. Sadhu3..

Offline DNA

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 126
  • Reputasi: 23
  • Dhamma Nan Agung
Re: DNA's precious moment
« Reply #12 on: 30 December 2008, 07:40:33 AM »
Berarti saatnya tinggalkan pencatatan dan mengembangkan 'menyadari' tanpa tindakan mencatat. Mencatat, memang membuat seolah-olah seperti robot. Apalagi kalo terlalu sering, bisa menimbulkan 1 sugesti. Misal, waktu merasakan sakit dan mencatat 'sakit' 'sakit'. Seiring pencatatan, rasa sakit malah menjadi semakin menghebat. Jadi biarkanlah itu.. Terus mencatat membuat cape saja. Krn pencatatan itu kan proses pikiran? Kalau ada pemikiran, berarti tidak ada keheningan di sana. Dan samadhi tidak akan muncul.
Pencatatan itu berguna pada awalnya utk mengembangkan konsentrasi. Kalau sudah cukup tinggalkan rakit itu :)

mettacittena
_/\_

 _/\_ Iya, sekarang udah mulai ninggalin "pencatatan". Makasih..  ;)
May these merits of mine lead me to the extinction of all defilements
May these merits of mine be conducive to my attainment of Nibbana
May all sentient beings obtain the share of my merits and be well and happy always. Sadhu3..

Offline Sukma Kemenyan

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.840
  • Reputasi: 109
Re: DNA's precious moment
« Reply #13 on: 30 December 2008, 07:55:32 AM »
nafas yach....?
Ini... anapanasati (samatha) atau vipasanna?

Offline asunn

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 212
  • Reputasi: 13
Re: DNA's precious moment
« Reply #14 on: 30 December 2008, 09:50:35 AM »
jadi kaya gado2 yah nyan hehehe..... menyan...menyan :)

Offline Jerry

  • Sebelumnya xuvie
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.212
  • Reputasi: 124
  • Gender: Male
  • Suffering is optional.. Pain is inevitable..
Re: DNA's precious moment
« Reply #15 on: 30 December 2008, 07:03:45 PM »
anapanasati bisa digolongkan dlm samatha pun juga vipassana :)
sebagai samatha tergolong dlm 10 anussati (perenungan) dan sebagai vipassana tergolong kayanupassana.

humm.. ga masalah yg mana aja lah.. saat udah dlm proses bhavana tidak ada pemilihan dan pemilah-milahan lagi koq. waktu makan gado2 juga ngga milih lagi, mana bumbu kacangnya, mana sayurnya mana lontongnya. practise makes perfect  8)

[at] DNA
gpp, cuman berbagi sedikit pengalaman. saya jg awalnya belajar dr retret ya gitu.. terakhir cape plus bingung sendiri, seiring pemikiran yg ga putus2nya bekerja akhirnya malah menjadikan pencatatan sebuah proses automatisasi, auto-pilot gitu mencatatnya, tapi hanya sekadar mencatat, tanpa menyadari.. stelahnya ninggalin cara lama dan ngembangin sendiri, sampe ke cara gitu.. tapi ini tentu saja jg blom konklusi, there is still more, still long long way to go, keep going!! ;)  :>-

mettacittena
_/\_
appamadena sampadetha

Offline DNA

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 126
  • Reputasi: 23
  • Dhamma Nan Agung
Re: DNA's precious moment
« Reply #16 on: 30 December 2008, 09:58:31 PM »
Ko menyan, yg aku tau sih nafas itu Samatha. Baru belakangan ini tahu juga kalo nafas itu pun bisa Vipassana. Jadinya kombinasi deh.  ;)

Sebetulnya aku awalnya juga bimbang, harus latih mana dulu, yg Samatha dulu atau Vipassana dulu.
Ada sebagian pendapat yg mengatakan kalau latih Samatha itu gak bermanfaat, Samatha cuman buat tenang dan meredam kilesa sementara, gak bisa mengikis kekotoran batin. Jhana cuman buat pikiran makin sakti dan gak diperlukan utk Nibbana. Hanya Vipassana saja yg bisa.
Dan ada sebagian lagi yg mengatakan kalau cukup hanya latih Vipassana saja itu salah, sebetulnya dua-duanya itu perlu dalam mencapai Nibbana. Karena dalam JMB 8 itu ada Konsentrasi Benar, dan berarti Jhana itu perlu.  :)

Aku dulu awal2xnya belajar sih disuruh latih Samatha dulu. Kebetulan Samatha cocok dengan watak pikiranku yg aktif. Yg aku tau kalo kita ntar uda mulai tenang & mengantuk, baru kita alihkan ke Vipassana. Tapi pengalamanku pernah latih Samatha tiba-tiba tercium aroma bunga. Dan sejak saat itu aku jadi enggan latih Samatha (nafas), kebayang tar wanginya muncul lagi di hidung. Waktu itu sampe udah ga berani meditasi lagi. Takut..  ;D

Dan baru2x ini, aku mulai didorong lagi. Latihanku, kalau ada denger suara, aku pindah perhatianku ke perenungan indria, habis itu pindah lagi ke nafas, tar kalau kaki sakit pindah lagi ke kaki, tar kalau ada pikiran muncul pindah lagi ke pikiran, gitu2x aja, bosan.. Kayak gak ada tujuan utk fokus yg tetap. Memang iya nih jadi kayak gado-gado, tapi begitulah sebatas pemahamanku. :-[

Barusan kemaren, temanku ada yg bilang kalau aku selama ini udah salah paham dgn beranggapan aroma bunga itu adalah hantu dsb. Katanya itu Gandhabba, semacam dewa yg melindungi orang yg melatih Dhamma gitu, bukan hantu (hanya kebetulan karena tradisi orang biasa naruh bunga gitu di kuburan, jadi selalu dikontekskan dengan hantu). Mulai lega dah kalo soal takut hantunya. Bisa semangat lagi fokus hanya ke Samatha dulu.  :D
May these merits of mine lead me to the extinction of all defilements
May these merits of mine be conducive to my attainment of Nibbana
May all sentient beings obtain the share of my merits and be well and happy always. Sadhu3..

Offline DNA

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 126
  • Reputasi: 23
  • Dhamma Nan Agung
Re: DNA's precious moment
« Reply #17 on: 30 December 2008, 10:01:29 PM »
anapanasati bisa digolongkan dlm samatha pun juga vipassana :)
sebagai samatha tergolong dlm 10 anussati (perenungan) dan sebagai vipassana tergolong kayanupassana.

Ko Xuvie, boleh tolong dijelasin gak 10 anussati (perenungan) itu apaan?  ;D
Makasih ya..  _/\_
May these merits of mine lead me to the extinction of all defilements
May these merits of mine be conducive to my attainment of Nibbana
May all sentient beings obtain the share of my merits and be well and happy always. Sadhu3..

Offline Huiono

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 492
  • Reputasi: 32
  • Gender: Male
  • Hmm...
Re: DNA's precious moment
« Reply #18 on: 30 December 2008, 11:25:15 PM »
Hmm...

Metode mencatat dalam Vipassana memang masih cukup banyak yang menerapkan..

Aku pernah mendengar bahwa pada meditasi Vipassana perlu memadamkan persepsi indria.
Artinya, tidak mencatat berdasarkan persepsi yang kita ketahui selama ini. Amati apa adanya, seperti mengamati suatu hal baru yang tidak pernah kita temui. Selami tanpa interupsi apapun. Dengan begitu maka apa yang kita amati menjadi benar-benar diamati.

Mencatat sama saja menggunakan pikiran untuk mengenali/mengidentifikasi. Artinya pikiran tidak lagi alami mengamati. Apa yang diamati telah bercampur baur dengan persepsi pribadi.

Dengan mengamati, proses awal hingga akhir dialami tanpa interupsi. Itu adalah pemahaman yang utuh.

Oh ya, bukankah kalau sudah mengamati sesuatu dengan serius, konsentrasi penuh, maka tidak dibutuhkan catatan lagi?
"During times of universal deceit, telling the truth becomes a revolutionary act"
                                                                                                   -George Orwell

Offline DNA

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 126
  • Reputasi: 23
  • Dhamma Nan Agung
Re: DNA's precious moment
« Reply #19 on: 31 December 2008, 05:50:49 PM »
Bagaimana kita bisa mencintai orang lain kalau kita gak mencintai diri sendiri?
Kita bisa mencintai diri sendiri dengan menyadari kalau kita dibutuhkan orang lain.
Kita memberi arti bagi kehidupan mereka.
Kita tidak ingin orang yg kita cintai sedih karena kita gak mencintai diri sendiri, bukan?
Karna itu, mencintai diri sendiri juga termasuk mencintai orang lain.
Maka, cintailah diri kita seperti mencintai orang lain;)


 _/\_

Terima kasih buat teman yg telah mengingatkanku lewat SMS di atas. Pasti setelah membaca diaryku, aku terlihat begitu susah mencintai/berdamai dengan diri sendiri. SMS di atas hampir sama seperti yg aku pernah denger dari diskusi bersama seorang Bhante. Beliau bilang, cobalah selama seminggu ini, belajar mencintai diri kalian sendiri, caranya adalah menjaga sila kalian dengan baik, tidak membiarkan diri sendiri menjadi manja, tapi hanya memperlakukan demi kebaikannya, setelah itu disiplin melakukan meditasi. Pasti kalian akan merasakan sendiri hidup yg begitu bahagia. Di mana, jika pikiran kita damai, otomatis air muka yg akan terpancar keluar dari kita juga happy, demikian kebahagiaan itu kita tularkan ke orang2x terdekat (keluarga/teman) lewat perkataan ataupun sikap yg tercermin dari pikiran kita. Metta itu kita mulai dari diri kita sendiri. Thanks for remind me about that..

Di saat rasa malas mulai timbul, lengah, dan ingin santai2x, aku selalu coba mengingat, kalau aku pernah mendorong sahabat terbaikku sendiri utk meditasi, dan hingga saat inipun, aku begitu berharap dia bisa serius dalam latihannya. Banyak ide sudah kupikirkan agar dia bisa tergerak utk serius, namun masih gagal. Kalau aku sendiri saja masih malas begini, bagaimana aku bisa menginspirasinya. Oh tidak, aku harus bangkit sekarang, harus berusaha lebih sungguh lagi. Atau merenungkan 3 hal, Buddha, Dhamma dan Sangha. Itu akan membuatku berhenti memikirkan hal2x sampah yg tidak penting. Dalam Sangha, aku mengingat seseorang yg kuanggap sebagai guru dan juga sahabat2x teladan lainnya yg begitu baik, aku ingin menjadi seperti mereka. Aku harus berusaha berlatih lagi agar suatu saat keinginanku itu dapat tercapai.
May these merits of mine lead me to the extinction of all defilements
May these merits of mine be conducive to my attainment of Nibbana
May all sentient beings obtain the share of my merits and be well and happy always. Sadhu3..

Offline Jerry

  • Sebelumnya xuvie
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.212
  • Reputasi: 124
  • Gender: Male
  • Suffering is optional.. Pain is inevitable..
Re: DNA's precious moment
« Reply #20 on: 31 December 2008, 09:07:22 PM »
Yup.. sperti yg om ono bilang, menyadari bukan mencatat, tp mencatat bukan berarti salah. Utk pertama2, mencatat itu membantu membangun dan meningkatkan konsentrasi dalam menyadari.
Kalau sudah tiba waktunya melepas, ya lepaskan saja ^^

wah.. 10 perenungan ya..
1. Buddhanussati = perenungan terhadap 9 sifat luhur Sang Buddha
2. Dhammanussati = perenungan terhadap 6 sifat Dhamma
3. Sanghanussati = perenungan terhadap 9 sifat Sangha (Ariya)
4. Silanussati = perenungan terhadap sila
5. Caganussati = perenungan terhadap kebajikan
6. Devatanussati = perenungan terhadap makhluk-makhluk agung seperti dewa dll
7. Marananussati = perenungan terhadap kematian
8. Kayagatasati = perenungan terhadap 32 unsur badan jasmani
9. Anapanasati = perenungan terhadap pernapasan
10. Upasamanussati = perenungan terhadap Nibbana

Oya, tentang Gandhabba, kalo di indonesia namanya udah bergeser lho.. dari Gandhabba (Pali) -> Gandharva (Sanskrit) -> Genderuwo (Indo) ;D
cium wangi bunga gpp kali.. apa salahnya? :)

Yup pertama cara utk berdamai dgn diri sendiri ya dgn menerima dan mencintai diri sendiri secara apa adanya dulu. ^^
Sebagaimana dikatakan Sang Guru dalam Udana:
Sabda disa anuparigamma cetasa
navajjhaga piyataramattana kvaci
evampiyo puthu atta paresam
tasma na himse param attakamo.

“Setelah menyelidik seluruh dunia dengan mata batinKu, Aku tidak melihat adanya sesuatu yang lebih berharga bagi seseorang daripada dirinya sendiri. Hidup adalah hal yang paling berharga bagi seorang manusia, oleh karena itu, menggantikan orang lain dengan diri sendiri tidaklah menyebabkan kerugian bagi orang lain.”
Bait singkat diatas bukan berarti Buddhism sebuah ajaran yg egois, melainkan maksud Sang Guru Buddha adlh dalam mengembangkan metta, sasaran metta yg pertama-tama paling bagus dikembangkan adalah diri sendiri. Dengan begitu kita akan memahami pentingnya diri kita, dg demikian pentingnya pula orang lain. Btw, ini sudah masuk ke dalam metta-bhavana lho..

Smoga bermanfaat =)

mettacittena
_/\_
appamadena sampadetha

Offline DNA

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 126
  • Reputasi: 23
  • Dhamma Nan Agung
Re: DNA's precious moment
« Reply #21 on: 03 January 2009, 07:57:14 AM »
31/12/08   18:57-19:51
01/01/09   08:08-08:57
02/01/09   10:20-11:04
02/01/09   18:00-18:26
03/01/09   05:55-06:22

Gak nyatet diary lagi nih, cuman waktu mulai sama waktu berhenti aja dicatat (utk evaluasi sendiri). Kemaren terlalu bersemangat, sampe capek sendiri.  ^-^ Hm.. kabar baiknya, ibuku uda mulai bisa maklumin kegiatan latihanku ini. Aku amatin lama duduk yg aku catat menurun, apa ini tanda2 kemunduran?
Mau tanya nih, klo badan kita yg waktu mulai duduknya tegak, terus lama2 pengen lemasin, itu pengaruh gak sama latihan? Apa sebaiknya bertahan duduk tegak terus?
Trus, kadang aku merasa duduk di kamar kurang nyaman, gak kayak di lingkungan vihara yg bisa lebih leluasa latihan, klo di bhaktisala gitu kan ada rupang Buddha di depan kita, rasanya tenang. Sedang di kamarku, aku duduk menghadap ke lubang angin (1m x 30cm) yg tembus ke belakang rumah (kamarku letaknya di atas kamar mandi, uk. 4m x1m), bisa nampak langsung pohon/semak2x. Aku tau itu cuman perasaan gak nyaman aku sendiri (yg rada paranoid), tapi gimana ngatasinnya ya? Ada saran gak?  :-[
May these merits of mine lead me to the extinction of all defilements
May these merits of mine be conducive to my attainment of Nibbana
May all sentient beings obtain the share of my merits and be well and happy always. Sadhu3..

Offline DNA

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 126
  • Reputasi: 23
  • Dhamma Nan Agung
Re: DNA's precious moment
« Reply #22 on: 03 January 2009, 08:07:47 AM »
wah.. 10 perenungan ya..
1. Buddhanussati = perenungan terhadap 9 sifat luhur Sang Buddha
2. Dhammanussati = perenungan terhadap 6 sifat Dhamma
3. Sanghanussati = perenungan terhadap 9 sifat Sangha (Ariya)
4. Silanussati = perenungan terhadap sila
5. Caganussati = perenungan terhadap kebajikan
6. Devatanussati = perenungan terhadap makhluk-makhluk agung seperti dewa dll
7. Marananussati = perenungan terhadap kematian
8. Kayagatasati = perenungan terhadap 32 unsur badan jasmani
9. Anapanasati = perenungan terhadap pernapasan
10. Upasamanussati = perenungan terhadap Nibbana

_/\_ thanks yaa..

“Setelah menyelidik seluruh dunia dengan mata batinKu, Aku tidak melihat adanya sesuatu yang lebih berharga bagi seseorang daripada dirinya sendiri. Hidup adalah hal yang paling berharga bagi seorang manusia, oleh karena itu, menggantikan orang lain dengan diri sendiri tidaklah menyebabkan kerugian bagi orang lain.”

Kemaren pas baca, aku kurang ngerti sama yg di bold itu, trus tanyain ke Romo Cunda. Aku dikasih terjemahan yg lbh jelasnya ini. Btw, thanks again ya ko xuvie..  _/\_ ;)

3. Kosalasaṃyuttaṃ; 1. Paṭhamavaggo; Mallikāsuttaṃ
‘‘Sabbā disā anuparigamma cetasā,
Nevajjhagā piyataramattanā kvaci;
Evaṃ piyo puthu attā paresaṃ,
Tasmā na hiṃse paramattakāmo’’ti.

Setelah menerawang dengan pikiran ke segala arah
Selain diri sendiri tak diketemukan siapapun yang lebih menyayangi dirinya
Demikianlah orang lain juga menyayangi dirinya sendiri
Oleh karena itu jangan ingin mencelakakan diri orang lain

May these merits of mine lead me to the extinction of all defilements
May these merits of mine be conducive to my attainment of Nibbana
May all sentient beings obtain the share of my merits and be well and happy always. Sadhu3..

Offline bond

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.666
  • Reputasi: 189
  • Buddhang Saranam Gacchami...
Re: DNA's precious moment
« Reply #23 on: 03 January 2009, 09:27:48 AM »
31/12/08   18:57-19:51
01/01/09   08:08-08:57
02/01/09   10:20-11:04
02/01/09   18:00-18:26
03/01/09   05:55-06:22

Gak nyatet diary lagi nih, cuman waktu mulai sama waktu berhenti aja dicatat (utk evaluasi sendiri). Kemaren terlalu bersemangat, sampe capek sendiri.  ^-^ Hm.. kabar baiknya, ibuku uda mulai bisa maklumin kegiatan latihanku ini. Aku amatin lama duduk yg aku catat menurun, apa ini tanda2 kemunduran?
Mau tanya nih, klo badan kita yg waktu mulai duduknya tegak, terus lama2 pengen lemasin, itu pengaruh gak sama latihan? Apa sebaiknya bertahan duduk tegak terus?
Trus, kadang aku merasa duduk di kamar kurang nyaman, gak kayak di lingkungan vihara yg bisa lebih leluasa latihan, klo di bhaktisala gitu kan ada rupang Buddha di depan kita, rasanya tenang. Sedang di kamarku, aku duduk menghadap ke lubang angin (1m x 30cm) yg tembus ke belakang rumah (kamarku letaknya di atas kamar mandi, uk. 4m x1m), bisa nampak langsung pohon/semak2x. Aku tau itu cuman perasaan gak nyaman aku sendiri (yg rada paranoid), tapi gimana ngatasinnya ya? Ada saran gak?  :-[

Masalah lama meditasi menurun itu wajar, karena kita belum mantap atau tekad kita masih belum kuat atau hal lainnya . Ini adalah nivarana yg harus dilewati. Disinilah diperlukan suatu tekad dan konsistensi.

Mengenai  duduk tegak lurus lalu ada keinginan melemas kan badan merupakan fenomena alami tubuh bahwa dalam kondisi tertentu tubuh menyesuaikan diri agar relaks. Oleh karena itu saat menegakan tubuh jangan terlalu tegang atau pun kendur. Sadari saja hal demikian.

Masalah paranoid itu pikiran kamu saja ;D
 _/\_

Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

Offline Huiono

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 492
  • Reputasi: 32
  • Gender: Male
  • Hmm...
Re: DNA's precious moment
« Reply #24 on: 03 January 2009, 09:58:03 AM »
Sumber ketakutan diakibatkan karena ketidaktahuan.
Coba atasi ketakutan dengan mencari tahu sumber ketakutan itu.
Misalnya, amati pohon dan semak2 itu di pagi hari, siang hari, sore hari dan malam hari.. Pahami sifat alami dari pohon dan semak2 itu dari waktu ke waktu. Dengan memahami sifat alami pohon dan semak2 itu, rasa takut akan bisa berkurang...
Pada saat meditasi maka tidak akan tergangu oleh pemikiran2 yang sebelumnya timbul akibat ketidaktahuan... tidak akan ada ketakutan seperti sebelum mengamati pohon/semak2 itu.
"During times of universal deceit, telling the truth becomes a revolutionary act"
                                                                                                   -George Orwell

Offline hatRed

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 7.400
  • Reputasi: 138
  • step at the right place to be light
Re: DNA's precious moment
« Reply #25 on: 03 January 2009, 10:02:49 AM »
Aku pernah mendengar bahwa pada meditasi Vipassana perlu memadamkan persepsi indria.
Artinya, tidak mencatat berdasarkan persepsi yang kita ketahui selama ini. Amati apa adanya, seperti mengamati suatu hal baru yang tidak pernah kita temui. Selami tanpa interupsi apapun. Dengan begitu maka apa yang kita amati menjadi benar-benar diamati.

Mencatat sama saja menggunakan pikiran untuk mengenali/mengidentifikasi. Artinya pikiran tidak lagi alami mengamati. Apa yang diamati telah bercampur baur dengan persepsi pribadi.

kalau saya sepertinya dalam proses mengamati dan mencatat, sangat cepat. maksudnya seperti hampir bersamaan.

dan juga bisa bergantian, misal setelah mengamati "a" lalu saya mencatatnya lalu muncul lagi persepsi lain "b" dan mencatatnya kembali.

bagaimana dengan hal tersebut


lalu setelah proses mengamati dan mencatat ini, apa lagi langkah selanjutnya?
i'm just a mammal with troubled soul



 

anything