Dhammacakkappavattana Sutta tersedia setidaknya dalam lima Vinaya, dan dalam Nikāya-Nikāya dan Āgama-Āgama. Ini, kenyataannya, jauh lebih paling tersebar luas dari semua kotbah, dengan tidak kurang dari 17 versi yang ada, dan salah satu dari sedikit kotbah yang bertahan dalam empat bahasa utama Buddhis dari Pali, Sanskrit, Mandarin, dan Tibet.[2] Tidak dapat diabaikan, terdapat banyak variasi dalam detail, tetapi isi utama pada hakekatnya sama – empat kebenaran mulia. Dhammacakkappavattana Sutta menyajikan ajaran-ajaran ini dalam suatu kerangka yang dengan jelas mengisahkan pengembangan spiritual Sang Buddha sendiri, pemuasan diri-Nya di istana dan penyiksaan diri sebagai seorang pertapa, dan realisasi pencerahan-Nya sendiri sebagai jalan keluar dari dua hal ini. Demikianlah konteks internal teks itu sendiri menyatakan bahwa ini adalah kotbah pertama. Anattalakkhaṇa Sutta juga muncul dalam beberapa versi, seperti juga Ādittapariyāya Sutta dan Permohonan Brahmā, walaupun saya belum mempelajari detail penuhnya. Namun semua teks ini tersedia dalam Nikāya-Nikāya dan Āgama-Āgama.
Kotbah-kotbah ini membentuk inti ajaran dari riwayat hidup Sang Buddha yang paling tua, dengan menceritakan kisah sejak setelah pencerahan Sang Buddha sampai pada pembentukan Sangha. Ini adalah legenda akar yang membentuk kisah yang menyatu bagi semua Buddhis. Kisah ini diceritakan dalam banyak teks-teks kuno, kadangkala dalam Vinaya, kadangkala sebagai sebuah Sutta; dalam bentuk belakangan yang dibumbui ini menjadi sebuah buku yang panjang itu sendiri. Tetapi di balik penjelasan-penjelasan yang berlebih-lebihan terdapat suatu konsistensi yang luar biasa dalam kisah utama dan ajaran doktrinalnya. Bahkan sebuah teks belakangan seperti Mahāvastu mempertahankan ajaran-ajaran seperti Dhammacakkappavattana Sutta dalam bentuk yang hampir identik.[3] Mereka secara universal dianggap sebagai ajaran-ajaran pertama Sang Buddha, dan maka kita memiliki kesepahaman penuh antara kesesuaian teks-teks dan testimoni dari tradisi. Tentu saja, tidak mungkin untuk dapat mengembangkan bahwa teks-teks ini secara harfiah adalah ajaran-ajaran pertama. Ataupun kita tidak dapat menyangkal bahwa terdapat beberapa perbedaan kecil di antara versi-versi itu. Tetapi teks-teks ini adalah penting bagi kumpulan kitab Buddhis, dan tidak ada alasan bagus mengapa ini tidak hanya mencerminkan posisi historis.
Jadi apakah testimoni dari tradisi-tradisi? Ini membawa kita pada penemuan penting Yin Shun. Kanon Mandarin dan Tibet mengandung suatu risalah yang penting berjudul Yogacārabhūmiśāstra, yang ditulis oleh Asaṅga sekitar tahun 400 M. Ini adalah karya penting dan otoritatif bagi aliran Yogacāra dari Mahāyāna. Sebuah bagian dari karya ini berjudul Vastusaṅgrāhinī didedikasikan sebagai suatu komentar ekstensif atas Saṁyukta Āgama. Ini menunjukkan bagaimana Mahāyāna klasik sangat bergantung pada kotbah-kotbah awal, sesuatu yang terlalu sering terlewatkan.[9] Yin Shun telah menunjukkan bahwa Saṁyukta Āgama yang dibahas dalam Yogacārabhūmiśāstra sangat dekat dengan Saṁyukta yang sekarang dipertahankan dalam kanon Mandarin, dan telah menggunakan Yogacārabhūmiśāstra untuk merekonstruksi urutan yang lebih awal dari Saṁyukta Āgama, yang telah menjadi tidak teratur sepanjang waktu. Rekonstruksinya dianggap sangat otoritatif sehingga diadopsi dalam edisi Foguang dari Āgama yang diterbitkan pada tahun 1983. Yogacārabhūmiśāstra menyatakan bahwa Saṁyukta Āgama adalah landasan bagi empat Āgama. Yin Shun mempercayai bahwa pernyataan ini dapat diambil secara harfiah sebagai penegasan prioritas historis dari Saṁyutta di antara Āgama-Āgama. Kelihatannya tidak ada pernyataan langsung apa pun tentang hal ini dalam tradisi Theravāda; namun, terdapat, kita akan lihat, sedikit petunjuk. Tetapi tradisi Sarvāstivādin secara teratur membuat daftar Saṁyutta sebagai yang pertama dari Āgama-Āgama. Demikianlah tentang kumpulan pertama dari kotbah-kotbah yang kita miliki memenuhi dua kriteria kita, kesesuaian teks-teks dan testimoni dari setidaknya satu tradisi.
Ciri khas yang terkemuka adalah bahwa semua teks yang diidentifikasi sebagai kotbah-kotbah paling awal ditemukan dalam Saṁyutta, kumpulan yang paling awal. Ini adalah suatu alasan yang memaksa untuk menganggap kotbah-kotbah ini adalah teks-teks akar dari semua Buddhism, bukan dalam pengertian yang samar-samar atau retoris, tetapi sebagai benih historis sebenarnya di sekitar di mana Saṁyutta dan kemudian kumpulan-kumpulan lain terkristalisasi.
3.1 Benih-Benih Saṁyutta
Mungkin kasusnya bahwa Dhammacakkappavattana Sutta mulanya adalah kotbah pertama dalam Saṁyutta. Pada saat ini ia bernomor sebelas dalam Sacca-Saṁyutta Theravāda; tetapi dalam Mandarin ia adalah yang pertama dalam bab ini. (Posisi dalam Pali dapat dijelaskan dengan penyisipan yang belakangan sebuah vagga dari sepuluh kotbah di depan.) Jadi jika Saṁyutta adalah kumpulan pertama dan Dhammacakkappavattana Sutta adalah kotbah pertama dalam babnya, bukanlah suatu lompatan yang besar untuk menyatakan bahwa Saccasaṁyutta mungkin mulanya menjadi topik pertama dalam Saṁyutta Nikāya. Ini akan, tentu saja, masuk akal, karena empat kebenaran mulia adalah ajaran yang paling umum, yang mencakup semuanya, di mana kategori ajaran lainnya adalah penjelasan yang lebih terspesialisasi.
Terdapat suatu gema dari struktur awal yang dipertahankan dalam judul yang diberikan kotbah ini dalam Pali. Dalam kebanyakan naskah kuno nama “Dhammacakkappavattana Sutta” tidak muncul; ia disebut tathāgatena vutta (“Diucapkan oleh Sang Tathāgata”). Ini agak aneh, karena kebanyakan kotbah, tentu saja, dihubungkan dengan Sang Buddha. Namun istilah “Diucakan oleh Sang Buddha” dan “Diucapkan oleh Para Siswa” muncul dalam turunan Mandarin, tetapi bukan sebagai judul kotbah, tetapi sebagai judul bagian. Mungkin label “tathāgatena vutta” ditunjukkan mulanya, bukan pada Dhammacakkappavattana Sutta secara khusus, tetapi pada suatu bagian di dalam suatu kumpulan kotbah yang terdiri dari murni ajaran-ajaran yang diberikan secara langsung oleh Sang Buddha sendiri.[1]
Jadi Dhammacakkappavattana Sutta bukanlah kotbah kesebelas dalam lima puluh enam buku dari kumpulan ketiga, tetapi kotbah pertama dalam buku pertama dari kumpulan pertama.
menurut saya yg paling penting adalah bagian:
jadi semua ditrace kembali ke 4 kebenaran mulia dan jalan mulia beruas 8
Di tempat lain sang jalan dianalisis menjadi tiga: etika, samādhi, dan pemahaman. Jika satipaṭṭhāna terutama adalah suatu praktek vipassanā, ini tentunya dimasukkan dalam bagian pemahaman. Tetapi sutta-sutta Theravāda dan Sarvāstivāda memasukkan satipaṭṭhāna dalam bagian samādhi, tidak pernah [dalam] bagian tentang pemahaman. Semua pernyataan dasar tentang fungsi satipaṭṭhāna dalam sang jalan menegaskan bahwa peranan utamanya adalah untuk mendukung samādhi, yaitu jhāna.
Ini dapat dibuat lebih jelas dengan menyajikan suatu analisis struktural dari kebenaran-kebenaran dan sang jalan. Ini sejajar dengan analisis Yang Mulia Sāriputta tentang empat kebenaran mulia dalam Mahā Hatthipadopama Sutta. Analisis dari sang jalan ini ditemukan dalam Saccavibhaṅga Sutta dan Mahā Satipaṭṭhāna Sutta, maka ini jelas sesuai dengan satipaṭṭhāna. Definisi dasar diturunkan dari Magga Saṁyutta.
1) Kebenaran mulia tentang penderitaan... awal mula... lenyapnya... jalan.
2) Dan apakah kebenaran mulia tentang sang jalan? Pandangan benar... perhatian benar, samādhi benar.
3) Dan apakah perhatian benar? Seseorang merenungkan tubuh di dalam tubuh... perasaan... pikiran... dhamma. Apakah samādhi benar? Cukup terasing... ia memasuki jhāna pertama... jhāna kedua... jhāna ketiga... jhāna keempat.
Satipaṭṭhāna Sutta mengambil dari sini:
Bagaimana seseorang merenungkan tubuh di dalam tubuh? Di sini seorang bhikkhu, pergi ke hutan... menegakkan perhatian. Dengan sadar ia menarik napas, dengan sadar ia menghembuskan napas...
Demikianlah penjelasan dari berbagai satipaṭṭhāna mengikuti dari definisi dasar sang jalan. Penjelasan ini adalah tingkatan yang lebih terperinci dari ajaran itu. Mereka yang mempelajari Satipaṭṭhāna Sutta telah familiar dengan konteks dasar ini. Dengan kata lain, para siswa telah mengetahui bahwa satipaṭṭhāna adalah faktor ketujuh dari delapan faktor sang jalan, dan bahwa fungsinya di sana adalah untuk menyokong jhāna.