Tentang Lima Kelompok Unsur Kehidupan (1)
Terjemahan Saṃyukta-āgama Kotbah 1 sampai 32
Bhikkhu Anālayo
AbstaksiArtikel ini menerjemahkan jilid pertama dari Saṃyukta-āgama, yang mengandung kotbah 1 sampai 32.<1>
1. [Kotbah tentang Ketidakkekalan]<2>
Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta,<3> Taman Anāthapiṇḍika.<4> Pada waktu itu Sang Bhagava berkata kepada para bhikkhu:
“Kalian harus merenungkan bentuk sebagai tidak kekal. Seseorang yang merenungkan seperti ini memiliki pengetahuan benar.<5> Seseorang yang memiliki pengetahuan benar membangkitkan kekecewaan. Seseorang yang memiliki kekecewaan melenyapkan kenikmatan dan nafsu. Seseorang yang melenyapkan kenikmatan dan nafsu, Aku katakan, terbebaskan pikirannya.<6>
“Dengan cara yang sama merenungkan perasaan... persepsi... bentukan... kesadaran sebagai tidak kekal. Seseorang yang merenungkan seperti ini memiliki pengetahuan benar.<7> Seseorang yang memiliki pengetahuan benar membangkitkan kekecewaan. Seseorang yang memiliki kekecewaan melenyapkan kenikmatan dan nafsu. Seseorang yang melenyapkan kenikmatan dan nafsu, Aku katakan, terbebaskan pikirannya.
“Seseorang yang telah terbebaskan pikirannya dengan cara ini, para bhikkhu, jika ia ingin menyatakan dirinya dapat menyatakan dirinya:<8> ‘Kelahiran bagiku telah dilenyapkan, kehidupan suci telah dikembangkan, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, aku sendiri mengetahui bahwa tidak akan ada kelangsungan yang lebih jauh lagi.’”
(Sama halnya dengan perenungan ketidakkekalan, dengan cara yang sama juga untuk
dukkha, kekosongan dan bukan-diri).<9>
Kemudian para bhikkhu, yang mendengarkan apa yang telah dikatakan Sang Buddha, bergembira dan menerimanya dengan hormat.<10>
2. [Kotbah tentang Pengamatan Seksama]<11>
Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Pada waktu itu Sang Bhagava berkata kepada para bhikkhu:
“Kalian harus memberikan pengamatan seksama terhadap bentuk, dengan merenungkan bentuk sebagai tidak kekal,<12> memahaminya sebagaimana adanya. Mengapa demikian? Para bhikkhu, seseorang yang memberikan pengamatan seksama terhadap bentuk, yang merenungkan bentuk sebagai tidak kekal dan memahaminya sebagaimana adanya, akan melenyapkan keinginan dan nafsu sehubungan dengan bentuk. Seseorang yang melenyapkan keinginan dan nafsu sehubungan dengan bentuk, Aku katakan, terbebaskan pikirannya.<13>
“Dengan cara yang sama kalian harus memberikan pengamatan seksama terhadap perasaan... persepsi... bentukan... kesadaran, dengan merenungkan kesadaran sebagai tidak kekal, memahaminya sebagaimana adanya. Mengapa demikian? Seseorang yang memberikan pengamatan seksama terhadap kesadaran, yang merenungkan kesadaran sebagai tidak kekal dan memahaminya sebagaimana adanya, akan melenyapkan keinginan dan nafsu sehubungan dengan kesadaran. Seseorang yang melenyapkan keinginan dan nafsu sehubungan dengan kesadaran, Aku katakan, terbebaskan pikirannya.<14>
“Seseorang yang telah terbebaskan pikirannya dengan cara ini, para bhikkhu, jika ia ingin menyatakan dirinya dapat menyatakan dirinya: ‘Kelahiran bagiku telah dilenyapkan, kehidupan suci telah dikembangkan, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, aku sendiri mengetahui bahwa tidak akan ada kelangsungan yang lebih jauh lagi.’”
(Sama halnya dengan memberikan pengamatan seksama terhadap ketidakkekalan, dengan cara yang sama juga untuk
dukkha, kekosongan dan bukan-diri).<15>
Kemudian para bhikkhu, yang mendengarkan apa yang telah dikatakan Sang Buddha, bergembira dan menerimanya dengan hormat.
3. [Kotbah Pertama tentang Tidak Memahami]<16>
Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Pada waktu itu Sang Bhagava berkata kepada para bhikkhu:
“Tidak memahami bentuk, tidak memiliki pengetahuan sehubungan dengannya, tidak melenyapkan [keinginan terhadap]-nya, [1b] tidak terbebaskan dari keinginan terhadapnya, seseorang tidak dapat melenyapkan
dukkha.<17> Dengan cara yang sama tidak memahami perasaan... persepsi... bentukan... kesadaran, tidak memiliki pengetahuan sehubungan dengannya, tidak melenyapkan [keinginan terhadap]-nya, tidak terbebaskan dari keinginan terhadapnya, seseorang tidak dapat melenyapkan
dukkha.
“Para bhikkhu, memahami bentuk, memiliki pengetahuan sehubungan dengannya, melenyapkan [keinginan terhadap]-nya, terbebaskan dari keinginan terhadapnya, seseorang dapat melenyapkan
dukkha. Dengan cara yang sama memahami perasaan... persepsi... bentukan... kesadaran, memiliki pengetahuan sehubungan dengannya, melenyapkan [keinginan terhadap]-nya, terbebaskan dari keinginan terhadapnya, seseorang dapat melenyapkan
dukkha.”<18>
Kemudian para bhikkhu, yang mendengarkan apa yang telah dikatakan Sang Buddha, bergembira dan menerimanya dengan hormat.
4. [Kotbah Kedua tentang Tidak Memahami]<19>
Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Pada waktu itu Sang Bhagava berkata kepada para bhikkhu:
“Tidak memahami bentuk, tidak memiliki pengetahuan sehubungan dengannya, tidak melenyapkan [keinginan terhadap]-nya, tidak terbebaskan dari keinginan terhadapnya, seseorang tidak akan terbebaskan dan tidak dapat melampaui ketakutan terhadap kelahiran, usia tua, penyakit dan kematian.<20> Dengan cara yang sama tidak memahami perasaan... persepsi... bentukan... kesadaran, tidak melenyapkan [keinginan terhadap]-nya, tidak terbebaskan dari keinginan terhadapnya, seseorang tidak akan terbebaskan dan tidak dapat melampaui ketakutan terhadap kelahiran, usia tua, penyakit dan kematian.
“Para bhikkhu, memahami bentuk, memiliki pengetahuan sehubungan dengannya, melenyapkan [keinginan terhadap]-nya,<21> terbebaskan dari keinginan terhadapnya, seseorang dapat melampaui ketakutan terhadap kelahiran, usia tua, penyakit dan kematian.<22> Para bhikkhu, memahaminya, memiliki pengetahuan sehubungan dengannya, terbebaskan dari keinginan dan nafsu terhadapnya, seseorang akan terbebaskan pikirannya dan dapat melampaui ketakutan terhadap kelahiran, usia tua, penyakit dan kematian.<23> Dengan cara yang sama memahami perasaan... persepsi... bentukan... kesadaran, memiliki pengetahuan sehubungan dengannya, melenyapkan [keinginan terhadap]-nya, terbebaskan dari keinginan dan nafsu terhadapnya, seseorang akan terbebaskan pikirannya dan dapat melampaui ketakutan terhadap kelahiran, usia tua, penyakit dan kematian.”
Kemudian para bhikkhu, yang mendengarkan apa yang telah dikatakan Sang Buddha, bergembira dan menerimanya dengan hormat.
5. [Kotbah Ketiga tentang Tidak Memahami]<24>
Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Pada waktu itu Sang Bhagava berkata kepada para bhikkhu:
“Seseorang yang menginginkan dan menyenangi bentuk, menginginkan dan menyenangi
dukkha. Seseorang yang menginginkan dan menyenangi
dukkha tidak akan mencapai pembebasan dari
dukkha, tidak akan memiliki pengetahuan dan terbebaskan dari keinginan terhadapnya.<25> Dengan cara yang sama seseorang yang menginginkan dan menyenangi perasaan... persepsi... bentukan... kesadaran menginginkan dan menyenangi
dukkha. Seseorang yang menginginkan dan menyenangi dukkha tidak akan mencapai pembebasan dari
dukkha.
“Para bhikkhu, seseorang yang tidak menginginkan atau menyenangi bentuk, tidak menyenangi
dukkha. Ia tidak menyenangi
dukkha akan mencapai pembebasan dari
dukkha. Dengan cara yang sama seseorang tidak menginginkan atau menyenangi perasaan... persepsi... bentukan... kesadaran tidak menyenangi
dukkha. Seseorang yang tidak menyenangi dukkha akan mencapai pembebasan dari
dukkha.<26>
“Para bhikkhu, tidak memahami bentuk, tidak memiliki pengetahuan sehubungan dengannya, tidak terbebaskan dari keinginan dan nafsu terhadapnya, pikiran tidak akan terbebaskan. Seseorang yang tidak terbebaskan pikirannya dari nafsu tidak akan dapat melenyapkan
dukkha.<27> Dengan cara yang sama tidak memahami perasaan... persepsi... bentukan... kesadaran,<28> tidak memiliki pengetahuan sehubungan dengannya, tidak terbebaskan dari keinginan dan nafsu terhadapnya, seseorang tidak akan terbebaskan pikirannya dan tidak akan dapat melenyapkan
dukkha.
“Memahami bentuk, memiliki pengetahuan sehubungannya, terbebaskan dari keinginan dan nafsu terhadapnya, seseorang akan mencapai pembebasan pikiran dan dapat melenyapkan
dukkha.<29> Dengan cara yang sama memahami perasaan... persepsi... bentukan... kesadaran, memiliki pengetahuan sehubungan dengannya, terbebaskan dari keinginan dan nafsu terhadapnya, seseorang akan mencapai pembebasan pikiran dan dapat melenyapkan
dukkha.”[1c]
Kemudian para bhikkhu, yang mendengarkan apa yang telah dikatakan Sang Buddha, bergembira dan menerimanya dengan hormat.
6. [Kotbah Keempat tentang Tidak Memahami]<30>
Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Pada waktu itu Sang Bhagava berkata kepada para bhikkhu:
“Tidak memahami bentuk, tidak memiliki pengetahuan sehubungan dengannya, tidak terbebaskan dari keinginan dan nafsu terhadapnya, seseorang tidak akan terbebaskan pikirannya dan tidak akan dapat melampaui ketakutan terhadap kelahiran, usia tua, penyakit dan kematian. Dengan cara yang sama tidak memahami perasaan... persepsi... bentukan... kesadaran,<31> tidak memiliki pengetahuan sehubungan dengannya, tidak terbebaskan dari keinginan dan nafsu terhadapnya, seseorang tidak akan terbebaskan pikirannya dan tidak akan dapat melampaui ketakutan terhadap kelahiran, usia tua, penyakit dan kematian.
“Para bhikkhu, memahami bentuk,<32> memiliki pengetahuan sehubungan dengannya, terbebaskan dari keinginan dan nafsu terhadapnya, seseorang akan terbebaskan pikirannya dan akan dapat melampaui ketakutan terhadap kelahiran, usia tua, penyakit dan kematian. Dengan cara yang sama memahami perasaan... persepsi... bentukan... kesadaran,[33] memiliki pengetahuan sehubungan dengannya, terbebaskan dari keinginan dan nafsu terhadapnya, seseorang akan terbebaskan pikirannya dan akan dapat melampaui ketakutan terhadap kelahiran, usia tua, penyakit dan kematian.”
Kemudian para bhikkhu, yang mendengarkan apa yang telah dikatakan Sang Buddha, bergembira dan menerimanya dengan hormat.
7. [Kotbah tentang Menyenangi Bentuk]<34>
Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Pada waktu itu Sang Bhagava berkata kepada para bhikkhu:
“Seseorang yang menginginkan dan menyenangi bentuk, menginginkan dan menyenangi
dukkha. Seseorang yang menginginkan dan menyenangi dukkha tidak akan mencapai pembebasan dar
dukkha. Dengan cara yang sama seseorang yang menginginkan dan menyenangi perasaan... persepsi... bentukan... kesadaran menginginkan dan menyenangi
dukkha. Seseorang yang menginginkan dan menyenangi dukkha tidak akan mencapai pembebasan dar
dukkha.
“Para bhikkhu, seseorang yang tidak menginginkan atau menyenangi bentuk,<35> tidak menyenangi
dukkha. Seseorang yang tidak menyenangi
dukkha akan mencapai pembebasan dari
dukkha.<36> Dengan cara yang sama seseorang yang tidak menginginkan atau menyenangi perasaan... persepsi... bentukan... kesadaran tidak menyenangi dukkha. Seseorang yang tidak menyenangi
dukkha akan mencapai pembebasan dari
dukkha.”
Kemudian para bhikkhu, yang mendengarkan apa yang telah dikatakan Sang Buddha, bergembira dan menerimanya dengan hormat.<37>
8. [Kotbah tentang Masa Lampau]<38>
Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Pada waktu itu Sang Bhagava berkata kepada para bhikkhu:
“Pada masa lampau bentuk tidak kekal dan pada masa yang akan datang ia akan juga [tidak kekal], apa yang dapat dikatakan tentang bentuk pada masa sekarang!<39> Seorang siswa mulia yang merenungkan seperti ini tidak memperhatikan bentuk pada masa lampau dan tidak bergembira dengan bentuk pada masa yang akan datang.<40> Menjadi kecewa dengan bentuk pada masa sekarang.<41> ia menjadi bebas dari keinginan dan dengan benar berkembang menuju penghentian.
“Dengan cara yang sama pada masa lampau perasaan... persepsi... bentukan... kesadaran tidak kekal dan pada masa yang akan datang ia akan juga [tidak kekal], apa yang dapat dikatakan tentang kesadaran pada masa sekarang! Seorang siswa mulia yang merenungkan seperti ini tidak memperhatikan kesadaran pada masa lampau dan tidak bergembira dengan kesadaran pada masa yang akan datang.<42> Menjadi kecewa dengan bentuk pada masa sekarang. ia menjadi bebas dari keinginan dan dengan benar berkembang menuju penghentian.”
(Sama halnya dengan ketidakkekalan, dengan cara yang sama juga untuk
dukkha, kekosongan dan bukan-diri)<43>
Kemudian para bhikkhu, yang mendengarkan apa yang telah dikatakan Sang Buddha,[2a] bergembira dan menerimanya dengan hormat.
9. [Kotbah tentang Kekecewaan]<44>
Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.<45> Pada waktu itu Sang Bhagava berkata kepada para bhikkhu:<46>
“Bentuk adalah tidak kekal, apa yang tidak kekal adalah
dukkha,<47> apa yang merupakan
dukkha adalah bukan-diri, apa yang bukan diri bukan milikku.<48> Seseorang yang merenungkan seperti ini dianggap merenungkan dengan benar dan tepat.<49> Dengan cara yang sama perasaan... persepsi... bentukan... kesadaran adalah tidak kekal, apa yang tidak kekal adalah
dukkha,<50> apa yang merupakan dukkha adalah bukan-diri, apa yang bukan diri bukan milikku.<51> Seseorang yang merenungkan seperti ini dianggap merenungkan dengan benar dan tepat.<52>
“Seorang siswa mulia yang merenungkan seperti ini menjadi kecewa dengan bentuk, kecewa dengan perasaan... persepsi... bentukan... kesadaran.<53> Karena kecewa ia tidak menyenangi [kesadaran], karena tidak menyenangi [kesadaran] ia mencapai pembebasan.<54> Bagi seseorang yang terbebaskan pengetahuan sejati muncul:<55> ‘Kelahiran bagiku telah dilenyapkan, kehidupan suci telah dikembangkan, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, aku sendiri mengetahui bahwa tidak akan ada kelangsungan yang lebih jauh lagi.’”<56>
Kemudian para bhikkhu, yang mendengarkan apa yang telah dikatakan Sang Buddha, bergembira dan menerimanya dengan hormat.
10. [Kotbah tentang Terbebaskan]<57>
Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Pada waktu itu Sang Bhagava berkata kepada para bhikkhu:
“Bentuk adalah tidak kekal, apa yang tidak kekal adalah
dukkha, apa yang merupakan
dukkha adalah bukan-diri, apa yang bukan diri bukan milikku. Seseorang yang merenungkan seperti ini dianggap merenungkan dengan benar dan tepat. Dengan cara yang sama perasaan... persepsi... bentukan... kesadaran adalah tidak kekal, apa yang tidak kekal adalah
dukkha, apa yang merupakan
dukkha adalah bukan-diri, apa yang bukan diri bukan milikku. Seseorang yang merenungkan seperti ini dianggap merenungkan dengan benar dan tepat.
“Seorang siswa mulia yang merenungkan seperti ini menjadi terbebaskan dari bentuk, terbebaskan dari perasaan... persepsi... bentukan... kesadaran. Aku katakan [seseorang] yang demikian terbebaskan dari kelahiran, usia tua, penyakit, kematian, kekhawatiran, dukacita, kesakitan dan kekesalan.”
Kemudian para bhikkhu, yang mendengarkan apa yang telah dikatakan Sang Buddha, bergembira dan menerimanya dengan hormat.