Bab 6
Evolusi Kebenaran Mulia
Bagaimana ajaran-ajaran berevolusi dalam teks-teks yang telah kita bahas? Kita akan mengambil contoh utama empat kebenaran mulia. Juga memiliki posisi utama dalam Dhamma, kerangka ini memberikan suatu model tertentu yang jelas untuk jenis-jenis perubahan yang kita minati di sini. Secara khusus, teks-teks itu sendiri menyatakan suatu evolusi dalam penyajian ajaran.
6.1 Dhammacakkappavattana Sutta SanskritVersi Theravāda dari Dhammacakkappavattana Sutta, yang sejauh ini paling terkenal, menyajikan bahan ajaran dengan cara berikut. Pertama-tama muncul dua ekstrem dan jalan berunsur delapan; kemudian muncul definisi dari kebenaran-kebenaran; akhirnya muncul penjelasan tentang “tiga siklus dan dua belas cara”.
Penyajian ini tidak umum pada semua versi. Yang paling penting dari perhatian kita, beberapa menghilangkan definisi kebenaran-kebenaran; kita telah menyebutkan bahwa ini adalah kasusnya dengan Dhammacakkappavattana Sutta SA. Satu versi bahkan menghilangkan kebenaran-kebenaran sepenuhnya, menyajikan hanya ekstrem-ekstrem dan jalan tengah. Catuṣpariṣat Sūtra Sarvāstivāda memberikan suatu perspektif yang menarik tentang bagaimana variasi ini dapat muncul. Di sini saya memberikan suatu ringkasan dari kisah yang penting ini. Ini diterbitkan sebagai bagian dari terjemahan Kloppenborg atas Catuṣpariṣat Sūtra; tetapi saya telah secara substansial merevisi terjemahan Kloppenborg untuk membawa kedekatan dari versi Sanskrit dengan Pali. Ajaran-ajaran mulai setelah suatu percakapan yang diperpanjang antara Sang Buddha dan kelompok lima bhikkhu, mirip dengan kisah dalam bacaan yang sejajar dalam Mahāvagga Vinaya Theravāda.[1] Lima bhikkhu itu telah mengkritik Sang Buddha karena kembali ke kebiasaan lama yang tercela, kembali pada suatu kemewahan, dengan meninggalkan praktek keras dari pertapaan. Sang Buddha menanggapi:
11.14 “Para bhikkhu, kedua ekstrem ini seharusnya tidak dikembangkan atau dinikmati atau diikuti oleh seseorang yang telah meninggalkan keduniawian: ketaatan pada kemanjaan dalam kesenangan indera, yang rendah, kasar, biasa, dilakukan oleh orang-orang biasa; dan ketaatan pada penyiksaan diri, yang menyakitkan, hina, dan tidak berarti.
11.15 “Menghindari kedua ekstrem ini adalah jalan tengah, yang membawa pada penglihatan, pengetahuan, dan pengetahuan jernih, pencerahan, dan Nibbana.”
11.16 “Apakah jalan tengah itu? Ini adalah jalan mulia berunsur delapan, yaitu: pandangan benar, kehendak benar, ucapan benar, perbuatan benar, pencaharian benar, upaya benar, perhatian benar, dan samādhi benar sebagai yang kedelapan.”
11.17 Sang Bhagava berhasil dalam membujuk lima bhikkhu dengan cara pengajaran ini. Pada pagi hari Sang Bhagava mengajar dua dari lima bhikkhu, sedangkan tiga orang pergi ke desa untuk mengumpulkan dana makanan. Enam dari mereka makan dari apa yang dibawa tiga orang itu.
11.18 Pada sore hari Sang Bhagava mengajarkan tiga dari lima bhikkhu, sedangkan dua orang pergi ke desa untuk mengumpulkan dana makanan. Lima dari mereka makan dari apa yang dibawa dua orang itu. Sang Tathāgata hanya makan pada pagi hari, pada waktu yang layak.
12.1 Kemudian Sang Bhagava memanggil lima bhikkhu itu:
12.2 “‘Inilah kebenaran mulia tentang penderitaan.’ Bagi-Ku, para bhikkhu, ketika Aku memberikan perhatian yang bijaksana pada dhamma-dhamma yang tidak didengar sebelumnya ini, penglihatan muncul, dan pengetahuan, realisasi, dan pencerahan (
buddhi) muncul.”
12.3 “‘Inilah kebenaran mulia tentang asal mula penderitaan, lenyapnya penderitaan, dan jalan menuju lenyapnya penderitaan.’ Bagi-Ku, para bhikkhu, ketika Aku memberikan perhatian yang bijaksana pada dhamma-dhamma yang tidak didengar sebelumnya, penglihatan muncul, dan pengetahuan, realisasi, dan pencerahan muncul.”
12.4 “‘Kebenaran mulia tentang penderitaan harus diketahui sepenuhnya dengan pengetahuan jernih (abhjñā)’... pencerahan muncul.”
12.5 “‘Asal mula penderitaan... harus ditinggalkan dengan pengetahuan jernih’....”
12.6 “‘Lenyapnya penderitaan... harus dilihat...’....”
12.7 “‘Jalan menuju lenyapnya penderitaan... harus dikembangkan...’....”
12.8 “‘Kebenaran mulia tentang penderitaan telah diketahui sepenuhnya dengan pengetahuan jernih’... pencerahan muncul.”
12.9 “‘... Asal mula penderitaan... telah ditinggalkan dengan pengetahuan jernih’....”
12.10 “‘... Lenyapnya penderitaan... telah dilihat dengan pengetahuan jernih’....”
12.11 “‘Kebenaran mulia tentang jalan menuju lenyapnya penderitaan telah dikembangkan dengan pengetahuan jernih.’ Bagi-Ku, para bhikkhu, ketika Aku memberikan perhatian yang bijaksana pada dhamma-dhamma yang tidak didengar sebelumnya ini, penglihatan muncul, dan pengetahuan, realisasi, dan pencerahan muncul.”
12.12 “Selama, para bhikkhu, mengenai empat kebenaran mulia ini dengan tiga putaran dan dua belas caranya, penglihatan tidak muncul, ataupun pengetahuan, ataupun realisasi, ataupun pencerahan tidak muncul, selama itu juga, di dunia ini dengan para dewa, para Mara, dan para Brahma-nya, dengan para pertapa dan Brahmana-nya, generasi ini dengan para pangeran dan rakyatnya Aku tidak menyatakan telah terbebaskan, sampai pada tujuan, terlepas, terbebas... dengan pencerahan sempurna yang tiada bandingnya.”
12.13 “Tetapi ketika, para bhikkhu, mengenai empat kebenaran mulia ini dengan tiga putaran dan dua belas caranya, penglihatan muncul, juga pengetahuan, realisasi, dan pencerahan muncul, maka, di dunia ini dengan para dewa, para Mara, dan para Brahma-nya, dengan para pertapa dan Brahmana-nya, generasi ini dengan para pangeran dan rakyatnya, Aku menyatakan telah terbebaskan, sampai pada tujuan, terlepas, terbebas... dengan pencerahan sempurna yang tiada bandingnya.”
13.1 Ketika uraian dhamma ini telah diberikan, Yang Mulia Kauṇḍinya mencapai penglihatan Dhamma yang tidak ternoda, murni tentang dhamma-dhamma, bersama-sama dengan 80.000 dewa.
13.2 Kemudian Sang Bhagava berkata kepada Yang Mulia Kauṇḍinya:
13.3 “Kauṇḍinya, apakah kamu memahami Dhamma dengan mendalam?”
13.4 “Saya memahami dengan mendalam, Yang Mulia.”
13.5 “Kauṇḍinya, apakah kamu memahami Dhamma dengan mendalam?”
13.6 “Saya memahami dengan mendalam, Sugata.”
13.7 Dhamma telah dipahami dengan mendalam oleh Yang Mulia Kauṇḍinya, oleh sebab itu Yang Mulia Kauṇḍinya disebut ‘Ājñātakauṇḍinya’.”
13.8-12 [Berbagai kumpulan dewa, dari para yakkha bumi sampai para dewa Brahmā, berseru untuk mengumumkan pemutaran roda Dhamma dengan tiga putaran dan dua belas caranya.]
13.13 Demikianlah roda Dhamma ini dari Dhamma dengan tiga putaran dan dua belas caranya diputar Sang Bhagava di Taman Rusa di Isipatana. Oleh karena itu uraian dari Dhamma ini disebut “Pemutaran Roda Dhamma”.
14.1 Kemudian Sang Bhagava berkata kepada lima bhikkhu itu:
14.2 “Terdapat, para bhikkhu, empat kebenaran mulia. Apakah empat hal itu?”
14.3 “Kebenaran mulia tentang penderitaan, asal mula penderitaan, lenyapnya penderitaan, dan jalan menuju lenyapnya penderitaan.”
14.4 “Apakah kebenaran mulia tentang penderitaan?”
14.5 “Kelahiran adalah penderitaan, usia tua adalah penderitaan, sakit adalah penderitaan, kematian adalah penderitaan, berpisah dari yang disenangi adalah penderitaan, berkumpul dengan yang tidak disenangi adalah penderitaan, mencari tetapi tidak mendapatkan apa yang diinginkan adalah penderitaan. Secara singkat, lima kelompok unsur kehidupan yang berkaitan dengan kemelekatan adalah penderitaan. Untuk memahami sepenuhnya hal ini, jalan mulia berunsur delapan harus dikembangkan.”
14.6 “Apakah kebenaran mulia tentang asal mula penderitaan?”
14.7 “Keinginan yang berhubungan dengan kelahiran kembali, berkaitan dengan kenikmatan dan nafsu, yang menyenangi di sini dan di sana. Untuk meninggalkan hal ini, jalan mulia berunsur delapan harus dikembangkan.”
14.8 “Apakah kebenaran mulia tentang lenyapnya penderitaan?”
14.9 “Ini adalah meninggalkan sepenuhnya keinginan itu yang berhubungan dengan kelahiran kembali, berkaitan dengan kenikmatan dan nafsu, yang menyenangi di sini dan di sana; pelepasan, penghancuran, pelenyapan, memudarnya, penghentian, penenangan, dan mengakhirinya. Untuk melihat hal ini, jalan mulia berunsur delapan harus dikembangkan.”
14.10 “Apakah kebenaran mulia tentang jalan menuju lenyapnya penderitaan?”
14.11 “Ini adalah jalan mulia berunsur delapan, yaitu pandangan benar... samādhi benar. Ini harus dikembangkan.”
14.12 Ketika uraian Dhamma ini diberikan, pikiran Ājñātakauṇḍinya terbebaskan dari kekotoran tanpa kemelekatan, dan untuk sisa dari lima bhikkhu itu penglihatan Dhamma yang tidak bernoda, murni tentang dhamma-dhamma muncul. Pada waktu itu terdapat seorang Arahat di dunia; Sang Bhagava adalah yang kedua.
15.1 Kemudian Sang Bhagava memanggil sisa dari lima bhikkhu itu:
15.2 “Para bhikkhu, bentuk fisik bukanlah diri....”
15.3-18 [Sang Buddha mengajarkan Kotbah tentang Bukan-Diri, hampir identik dengan versi Pali.]
15.19 Ketika uraian Dhamma ini diberikan, pikiran empat bhikkhu sisanya terbebaskan dari kekotoran, tanpa kemelekatan. Pada waktu itu terdapat lima Arahat di dunia; Sang Bhagava adalah yang keenam.