Namo Buddhaya,
Kalau menurut saya, ada kemungkinan bahwa penyusunan Tipitaka pada konsili pertama itu bukan peristiwa sejarah. Itu adalah suatu legenda yang ditulis untuk menjelaskan asal usul Tipitaka. Dalam legenda konsili pertama disebutkan bahwa Tipitaka yang "ditulis" di atas daun lontar dikumpulkan dalam tiga keranjang dan disebutkan bahwa Abhidhamma sudah ada. Padahal Tipitaka menurut sejarahnya baru dituliskan beberapa ratus tahun setelah konsili pertama dan selain itu Abhidhamma baru ada belakangan.
Menurut selama proses yang beberapa ratus tahun itu, distorsi pasti ada. Buku History of Mindfulness memperlihatkan mengenai proses penyusunan Tipitaka. Saya juga ada buku YM. Bhante Mettanando yang membahas hal itu. Memang seharusnya umat Buddha tidak mengkeramatkan Tipitaka seperti halnya agama lain. Tetapi secara spiritual bagi saya semua "kelemahan" yang ada dalam Tipitaka itu bukanlah masalah, selama kita mengembalikannya sebagai wacana untuk mengolah batin. Kalau mau jujur Sutra-sutra Mahayana juga banyak yang "palsu." Namun bagi saya tetapi bermanfaat untuk kehidupan, jadi tak ada masalah. Karena inti semuanya tetap sila, samadhi, dan panna.
Mungkin ada pertanyaan apakah Tipitaka/ Tripitaka itu dapat diandalkan untuk mengembangkan sila, samadhi, dan panna? Ini semua kita butuh praktik. Kalau dengan intelektual kita menimbang-nimbang terus, maka kita tidak sampai pada tujuan pamungkas. Ibaratnya para pendaki gunung yang terus menerus memperdebatkan dan mempertimbangkan rute mana yang hendak diambil. Akhirnya mereka akan terus menerus berada di kaki gunung tanpa pernah sampai ke puncak.
Sebagai umat Buddha sudah menjadi tugas kita untuk berapologetika, yaitu mencari manfaat dari apa yang orang lain barangkali dianggap "sampah." Tugas seorang scholar adalah melakukan kritik naskah secara ilmiah, tetapi tugas seorang Buddhis adalah mencari manfaat dari naskah-naskah Buddhis, kendati para scholar menyatakannya tidak otentik. Otentik secara spiritual dan otentik secara fisik jelas adalah sesuatu yang berbeda.
Demikian sedikit tanggapan saya. Semoga YM. Bhante Upaseno bersedia memaparkan sedikit kebenaran di sini.
Metta,
Tan