Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Topik Buddhisme => Studi Sutta/Sutra => Topic started by: hudoyo on 26 August 2008, 12:11:02 AM

Title: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 26 August 2008, 12:11:02 AM
http://dhammacitta.org/tipitaka/sn/sn22/sn22.059.than.html -- Anatta-lakkhana-sutta

Rekan Sumedho,

Harap berhati-hati membaca Anatta-lakkhana-sutta. ... Sebagian besar umat Buddha terperosok ketika membaca sutta itu, sehingga merasa memahami FAKTA 'anatta', padahal sebenarnya mereka hanyalah memegang DOKTRIN 'anatta'.

Kunci untuk memahami Anatta-lakkhana dengan benar terletak pada bagian akhir sutta itu:

"Setiap fenomena nama-rupa apa pun ... dilihat sebagai apa adanya dengan pemahaman benar sebagai: 'Ini bukan milikku. Ini bukan diriku. Ini bukan aku.'
"Melihat demikian, murid yang ariya ... berpaling dari nama-rupa. Setelah berpaling, dia menjadi tidak tertarik. Setelah tidak tertarik, dia terbebas sepenuhnya. Dengan terbebas penuh, disana ada pengetahuan, 'Terbebas sepenuhnya.' Dia mengerti bahwa 'Kelahiran telah berakhir, kehidupan suci telah terpenuhi, tugas telah selesai. Tidak ada lagi lebih jauh untuk dunia ini.'"

Nah ... jadi yang bisa melihat 'Ini bukan milikku; ini bukan aku; ini bukan diri/atta-ku,' HANYALAH seorang ariya ... Dengan kata lain, FAKTA 'anatta' HANYA bisa dilihat oleh seorang ariya. ...

Kita-kita yang puthujjana hanya bisa memiliki DOKTRIN INTELEKTUAL tentang 'anatta' ... DOKTRIN 'anatta' bukanlah FAKTA 'anatta' itu sesungguhnya; DOKTRIN 'anatta' tidak membebaskan. ... Mengapa? ... Karena dalam batin seorang puthujjana seperti kita-kita ini--sekalipun memiliki DOKTRIN 'anatta'--SELALU ada pikiran "Ini milikku. Ini aku. Ini diri/atta-ku." ("eta.m mama, eso hamasmi, eso me atta 'ti.")

Maka, menurut Mulapariyaya-sutta, dalam batin puthujjana, setiap kali pikiran muncul, selalu muncul pula atta/diri. ... Jadi, boleh dikatakan, bagi puthujjana pikiran adalah sinonim dengan atta/diri/aku.


Admin: utk mulapariyaya sutta dipindahkan ke http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=4262.0

Salam,
hudoyo
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: Sumedho on 26 August 2008, 01:23:29 PM
Perlu berhati2x juga Pak Hud, nanti orang kira bahwa Pikiran itu adalah benar2x si Atta. Padahal telah jelas Nama Rupa itu bukan Atta. Nanti orang2x mengira kita berusaha menghilangkan atta (si pikiran), padahal memang tidak ada atta, yang ada hanya pandangan atta itu.

Seorang puthujana itu memiliki pandangan tidak selalu pikiran saja yang dikira aku, komponen nama rupa ini jg dianggap atta. saya sih lebih suka pakai kutip "Atta" atau "aku" utk menghindari pengertian yang salah.

Soal hanya menghafal secara intelektual, tentu ini tidak perlu dibahas. Semua hal juga demikian seperti memasak, mengemudi mobil. Hanya sebatas tahu di ingatan itu semua tidak berguna.

Quote
"Melihat demikian, murid yang ariya ... berpaling dari nama-rupa. Setelah berpaling, dia menjadi tidak tertarik. Setelah tidak tertarik, dia terbebas sepenuhnya. Dengan terbebas penuh, disana ada pengetahuan, 'Terbebas sepenuhnya.' Dia mengerti bahwa 'Kelahiran telah berakhir, kehidupan suci telah terpenuhi, tugas telah selesai. Tidak ada lagi lebih jauh untuk dunia ini.'"

Soal murid yang ariya, coba baca kembali pak. Sebelumnya 5 pertapa itu adalah sotapanna, masih belum terbebaskan, setelah menyadari, dia kecewa terhadap nama-rupa, setelah kecewa maka dia menjadi tidak tertarik, lalu terbebaskan (arahatta). Artinya dari belum terbebaskan menjadi terbebaskan setelah memahami dan melepas.

Utk fenomena nama-rupa apapun ..... itu merupakan instruksi kepada yang belum terbebaskan

Quote
"Karena itu, para bhikkhu, siapapun dimasa lampau, masa depan, atau masa sekarang; didalam atau diluar; kasar atau halus; biasa atau indah; jauh atau dekat; siapapun dilihat sebagai apa adanya dengan pemahaman benar sebagai: 'Ini bukan milikku. Ini bukan diriku. Ini bukan aku.'

"Sensasi apapun...

"Persepsi apapun...

"Bentukan apapun...

"Kesadaran apapun dimasa lampau, masa depan, atau masa sekarang; didalam atau diluar; kasar atau halus; biasa atau indah; jauh atau dekat: setiap kesadaran dilihat sebagai apa adanya dengan pemahaman benar sebagai: 'Ini bukan milikku. Ini bukan diriku. Ini bukan aku.'

"Melihat demikian, murid mulia yang telah diinstruksikan dengan baik menjadi kecewa pada tubuh, kecewa pada sensasi, kecewa pada persepsi, kecewa pada bentukan, kecewa pada kesadaran. Setelah kecewa, dia menjadi tidak tertarik. Setelah tidak tertarik, dia terbebas sepenuhnya. Dengan terbebas penuh, disana ada pengetahuan, 'Terbebas sepenuhnya.' Dia mengerti bahwa 'Kelahiran telah berakhir, kehidupan suci telah terpenuhi, tugas telah selesai. Tidak ada lagi lebih jauh untuk dunia ini.'"


Setelah khotbah ini selesai mereka menjadi arahant.

Quote
Nah ... jadi yang bisa melihat 'Ini bukan milikku; ini bukan aku; ini bukan diri/atta-ku,' HANYALAH seorang ariya ... Dengan kata lain, FAKTA 'anatta' HANYA bisa dilihat oleh seorang ariya. ...
Tapi instruksi demikian utk melihat seperti itu kepada yang belum arahant, bisa mencerahkan.

Hal tersebut bisa dilihat, setelah melihat mereka baru tercerahkan. Bukan tercerahkan dahulu baru melihat.
Title: Sang Buddha bukan mengajarkan 'anatta' sebagai paham metafisikal
Post by: hudoyo on 26 August 2008, 02:07:53 PM
 [at] Sumedho

Ada 'atta' atau tidak ada 'atta' bukan menjadi soal di dalam ajaran Sang Buddha, karena itu tidak lebih dari masalah metafisikal. Sang Buddha tidak mengajarkan paham metafisikal yang mana pun; semua paham metafisikal dinamakannya "rimba pendapat". Kepada petapa Vacchagotta, beliau menolak menyatakan 'atta' itu ada atau tidak ada.

Yang ditekankan Sang Buddha di dalam setiap khotbah beliau ialah bagaimana pikiran seorang puthujjana itu selalu menghadirkan 'atta'. Ini dilakukan oleh Sang Buddha dengan berbagai cara, antara lain:
- dalam Anatta-lakkhana-sutta ini dengan menganalisis nama-rupa, dan menyatakan bahwa puthujjana selalu berpikir dalam konteks 'atta' ketika melihat nama-rupa ini;
- dalam Mulapariyaya-sutta dengan menganalisis proses munculnya pikiran, dengan mengatakan bahwa setiap kali pikiran muncul menanggapi persepsi murni yang masuk melalui keenma indra, 'atta' itu pun selalu muncul;
- dalam Bahiya-sutta & Malunkyaputta-sutta dengan menginstruksikan agar pemeditasi sekadar berhenti pada persepsi murni (tanpa dicampuri pikiran) ketika mencerap segala sesuatu melalui keenam indra, seperti juga dianjurkan dalam Mulapariyaya-sutta.

Hasil dari instruksi Sang Buddha itu ialah bahwa puthujjana yang semula selalu berpikir dalam konteks 'atta' sebagai pusat kesadarannya mengalami transformasi di mana tidak ada lagi 'atta' dalam kesadarannya.

Sekali lagi, dalam semua proses ini tidak dipersoalkan pertanyaan metafisikal "apakah 'atta' itu ada atau tidak ada", sebagaimana ditanyakan oleh Vacchagotta.

Kesimpulan saya, 'anatta' itu bukan ajaran metafisikal--ini yang sering salah dipahami oleh sebagian besar umat Buddha--melainkan kesadaran eksperiensial seorang arahat. ... Jadi, tidak perlu kita mempermasalahkan apakah 'atta' itu ada atau tidak ada (pertanyaan metafisikal), apakah pikiran itu 'atta' atau bukan 'atta' (pertanyaan psikologis dicampuri unsur metafisikal).

Salam,
hudoyo
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 26 August 2008, 02:13:26 PM
Quote
Ada 'atta' atau tidak ada 'atta' bukan menjadi soal di dalam ajaran Sang Buddha, karena itu tidak lebih dari masalah metafisikal. Sang Buddha tidak mengajarkan paham metafisikal yang mana pun; semua paham metafisikal dinamakannya "rimba pendapat".  Kepada petapa Vacchagotta, beliau menolak menyatakan 'atta' itu ada atau tidak ada.

Pak Hudoyo, sepertinya anda sudah mengetahui kalau pernyataan kepada petapa Vacchagotta itu disebabkan karena Vacchagotta memang dalam kondisi tidak bisa menerima pernyataan apapun juga. Jadi pernyataan anda adalah : Sang Buddha tidak pernah bilang Sabbe dhamma anatta?
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: Sumedho on 26 August 2008, 02:26:17 PM
Jika seseorang memahami bahwa atta itu ada, maka dia akan melekat terus pada atta tersebut. Dia tidak akan pernah terbebaskan.

Orang tersebut perlu "instruksi" dna mengetahui bahwa sebenarnya tidak ada atta. Dengan demikian dia mencoba mengamati dan menyadari bahwa tidak ada atta disana, dengan demikian dia tidak memegang itu dan melepas kemelekatannya. Disanalah pembebasan terjadi.

Mengapakah didalam anattalakkhana sutta dikatakan

Quote
"Wujud, para bhikkhu, adalah bukan diri. Jika wujud adalah diri, wujud ini tidak akan membiarkan dirinya untuk tidak nyaman. Akan mungkin [untuk mengatakan] berhubungan dengan wujud, 'Wujud ini demikian. Wujud ini tidak demikian.' Tetapi karena wujud bukan diri, wujud membiarkan dirinya untuk tidak nyaman. Dan tidak mungkin [untuk mengatakan] berhubungan dengan wujud, 'Wujud ini jadi demikian. Wujud ini tidak jadi demikian.'

"Sensasi bukanlah diri...

"Persepsi bukanlah diri...

"Bentukan [batin] bukanlah diri...

"Kesadaran bukanlah diri. Jika kesadaran adalah diri, kesadaran ini tidak akan membiarkan dirinya untuk tidak nyaman. Adalah mungkin [untuk mengatakan] berhubungan dengan kesadaran, 'Kesadaranku demikian. Kesadaranku tidak demikian.' Tetapi karena kesadaran bukan diri, kesadaran membiarkan dirinya menjadi tidak nyaman. Dan tidak mungkin [untuk mengatakan] berhubungan dengan kesadaran, 'Kesadaranku jadi demikian. Kesadaranku tidak jadi demikian.'

tentang petapa Vacchagotta, saya setuju dengan Bro Karuna
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 26 August 2008, 02:32:55 PM
 [at] Karuna_murti

Pernyataan seperti "sabbe dhamma anatta" yang terdapat dalam satu syair tidak menggambarkan bagaimana Sang Buddha berinteraksi dengan para bhikkhu & para pejalan spiritual di luar Buddha-sasana. ... Di luar satu baris itu, saya melihat bagaimana Sang Buddha menggunakan 'anatta' bukan sebagai ajaran metafisikal, melainkan sebagai cara untuk membebaskan batin manusia dari pikiran yang selalu dicampuri 'atta'.

Selanjutnya, silakan uraian panjang lebar dari YM Thanissaro Bhikkhu:
"The Not-Self Strategy" (http://www.accesstoinsight.org/lib/authors/thanissaro/notself.html)

Berikut saya kutipkan paragraf pembukaan dari artikel itu (saya terjemahkan):

"Buku-buku tentang Buddhisme sering kali mengatakan bahwa ajaran metafisikal paling mendasar dari Sang Buddha ialah tidak adanya roh atau diri. Namun, suatu kajian luas terhadap khotbah-khotbah dari Kanon Pali--yakni catatan paling awal mengenai ajaran Sang Buddha yang ada sampai sekarang--menunjukkan bahwa Sang Buddha mengajarkan doktrin anatta atau tanpa-diri, bukan sebagai pernyataan metafisikal, melainkan sebagai strategi untuk mencapai pembebasan dari dukkha: Jika orang menggunakan konsep anatta untuk melepaskan pengidentifikasian dengan semua fenomena, orang akan mengatasi jangkauan semua penderitaan dan dukkha. Tentang apa yang terletak di atas penderitaan & dukkha, Kanon menyatakan bahwa sekalipun itu dapat dialami, itu terletak diluar jangkauan pendeskripsian, dan dengan demikian pendeskripsian sebagai 'diri' atau 'tanpa-diri' tidak dapat diterapkan."

Salam,
hudoyo
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 26 August 2008, 02:48:09 PM
"Whether or not these four arguments are in fact true to the Buddha's teachings" - Thanissaro Bhikkhu

Hal tersebut beliau sendiri katakan pada not self strategy. Mungkinkah hal tersebut diragukan sendiri oleh Bhante Thanissaro? Selain itu dengan penerjemahan dukkha menjadi stress, dan berbagai macam tulisan beliau yang kadang bagus kadang ..., saya memilih lebih berpihak kepada para penulis klasik.

Selain sebaris "sabbe dhamma anatta" pada Dhammapada untuk Rahula, ada 661 bentuk anatta dan variasinya pada Sutta, serta 493 bentuk anatta dan variasi pada komentar.
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 26 August 2008, 02:49:45 PM
Jika seseorang memahami bahwa atta itu ada, maka dia akan melekat terus pada atta tersebut. Dia tidak akan pernah terbebaskan.
Orang tersebut perlu "instruksi" dna mengetahui bahwa sebenarnya tidak ada atta. Dengan demikian dia mencoba mengamati dan menyadari bahwa tidak ada atta disana, dengan demikian dia tidak memegang itu dan melepas kemelekatannya. Disanalah pembebasan terjadi.

Ah, tidak selalu perlu pengajaran konsep 'anatta' agar orang bisa mencapai pembebasan. Dalam retret MMD, teman-teman non-Buddhis tidak saya ajari 'anatta' lebih dulu ... toh hasilnya mereka mampu secara relatif membebaskan diri dari pikiran dan si aku, tidak kalah dengan teman-teman Buddhis yang belajar 'anatta' lebih dulu. ...

Pengajaran 'anatta' secara teoretis kan hanya ada di dalam Anatta-lakkhana-sutta, dan lain-lain sutta semacam itu. ... Di dalam Mulapariyaya-sutta, Sang Buddha sama sekali tidak bicara tentang 'anatta', melainkan menganjurkan agar para bhikkhu dalam latihan vipassana mereka berhenti pada persepsi murni dan tidak berlanjut sampai munculnya pikiran yang menciptakan 'atta'. ... Dalam Bahiya-sutta & Malunkyaputta-sutta, lagi-lagi Sang Buddha tidak mengajarkan 'anatta', melainkan menganjurkan agar Bahiya & Malunkyaputta berhenti pada persepsi murni.

Saya malah melihat kecenderungan di kalangan umat Buddha pada dewasa ini--yang tidak bermeditasi vipassana--justru melekat kuat pada konsep 'anatta' yang dipelajari secara intelektual di vihara-vihara dan sekolah minggu, sebagai sesuatu yang UNIK dan patut dibanggakan dari ajaran agama yang mereka anut, sementara dalam batinnya pikiran dan 'atta' tetap berseliweran dengan leluasa. Bahkan dengan konsep 'anatta' yang "khas Buddhis" ini sementara umat Buddha berdebat kesana kemari melawan teman-teman Keristen dll. ... Itulah kalau orang melekat pada konsep dan tidak menembusnya melalui praktik vipassana.

Salam,
hudoyo
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 26 August 2008, 02:55:28 PM
"Whether or not these four arguments are in fact true to the Buddha's teachings" - Thanissaro Bhikkhu
Hal tersebut beliau sendiri katakan pada not self strategy. Mungkinkah hal tersebut diragukan sendiri oleh Bhante Thanissaro? Selain itu dengan penerjemahan dukkha menjadi stress, dan berbagai macam tulisan beliau yang kadang bagus kadang ..., saya memilih lebih berpihak kepada para penulis klasik.

Thanissaro bersikap sebagai seorang sarjana (scholar) sejati, bukan sebagai bhikkhu yang dogmatik. ... Kalau ada hal-hal yang tidak begitu pasti, beliau akan katakan begitu; bukan seperti sikap sementara bhikkhu yang dogmatik, seolah-olah ajaran Sang Buddha itu sudah pasti menurut apa yang dipahaminya.

Perkara Anda berpihak pada para penulis klasik, silakan saja, saya tidak berkepentingan. ... Saya sendiri melihat bagaimana ajaran klasik itu mencapai "jalan buntu" di kalangan banyak pemeditasi vipassana. ... Saya menggunakan pemahaman pribadi terhadap ajaran Sang Buddha yang ternyata cocok dalam mengajarkan pembebasan kepada rekan-rekan Buddhis dan non-Buddhis dalam retret-retret MMD. ... Bagi saya, yang penting adalah hasil, efektivitas ... bukan konsep/doktrin.
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 26 August 2008, 02:58:19 PM
UUMMD ;D
Ujung-Ujungnya MMD.
Sori Pak Hudoyo. Kembali ke topik.
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 26 August 2008, 03:03:38 PM
Iyalah, semua yang saya ajarkan demi pencerahan & pembebasan teman-teman praktisi MMD ... bukan demi kepuasan intelektual atau kepuasan si aku.

Salam,
hudoyo
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: san on 26 August 2008, 03:05:22 PM
Klo ga salah tangkep dari pernyataan pak Hud, kita diharapkan untuk tidak terjebak pada pemahaman teoritis (yang didapat dari membaca) tentang atta dan anatta. Karena pengetahuan secara teoritis mengenai anatta (diri) bukanlah pengetahuan yang sebenarnya.

Karena itulah ada pesan berhati-hati.

Apa benar begitu pak Hud? Apa ada yang laen?
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 26 August 2008, 03:08:38 PM
Klo ga salah tangkep dari pernyataan pak Hud, kita diharapkan untuk tidak terjebak pada pemahaman teoritis (yang didapat dari membaca) tentang atta dan anatta. Karena pengetahuan secara teoritis mengenai anatta (diri) bukanlah pengetahuan yang sebenarnya.
Karena itulah ada pesan berhati-hati.
Apa benar begitu pak Hud? Apa ada yang laen?

Betul.  _/\_  Yang lain adalah, tembuslah kebenaran 'anatta' itu, bukan dengan teori/doktrin, melainkan dalam praktik vipassana. ... Ini sangat penting, tapi sebagian besar umat Buddha mengabaikannya. ... Maka, jadilah ajaran Sang Guru seperti sekarang ini. :(

Salam,
hudoyo
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: Mr. Wei on 26 August 2008, 03:16:49 PM
Anu... maaf Pak Hud, saya sedikit bertanya.

Sepengetahuan saya, dasar dari MMD Pak Hud adalah ajaran meditasi Sang Buddha.
Dan berarti, tentu Pak Hudoyo mengetahui tentang ajaran Buddha.
Dan berarti pula, Pak Hudoyo mengetahui ajaran Buddha awalnya pasti dari belajar (studi) Tipitaka...
Nah, bagaimana Pak Hudoyo bisa beranggapan bahwa Sutta ini benar, sutta ini palsu, sutta ini begini, sutta ini begitu...

Maaf Pak Hud, bila pertanyaan saya agak OOT... ;D ^:)^
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 26 August 2008, 03:23:06 PM
Wei, kalau anda perhatikan tulisan Pak Hudoyo, MMD berdasarkan ajaran Krishna Murti, yang ditemukan persamaannya dengan ajaran Sang Buddha.
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: Mr. Wei on 26 August 2008, 03:26:56 PM
:)

Pandangan Pak Hudoyo ini sangat menarik, makanya saya mau tahu bagaimana Pak Hudoyo 'mengekstrak' ajaran Buddha ini :)
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: June on 26 August 2008, 03:29:58 PM
 _/\_
Sory ikut nimbrung, namun jika saya salah mohon diperbaiki...

Saya kira setiap dari kita punya konsep 'Aku' didalam diri kita sendiri. Untuk bisa melepaskan diri dari 'Aku' sepertinya bakal butuh perjuangan dan latihan vipassana yang amat keras. Selama latihan vipassana juga bisa muncul 'Aku'. Bukan berarti setelah latihan vipassana maka 'Aku'-nya telah hilang kan???? Hanya saja pada latihan vipassana, kita bisa melihat konsep 'anatta' didalam diri kita.

Contohnya: Ketika mengalami rasa sakit pada anggota tubuh, kita dapat menyadari bahwa rasa sakit berada diluar kuasa diri kita untuk mengatur. Itukah yang dinamakan 'Anatta'?

 _/\_
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: Sumedho on 26 August 2008, 03:42:32 PM
Pak hud, esensi dari anattalakkhana sutta adalah nama rupa itu bukan atta, dengan demkian tidak layak dilekati. Demikian pula di dalam bahiya sutta dan sutta2x lainnya. Yang terdengar hanya ada yg didengar... dst (tanpa adanya atta disana). Walaupun tidak spesifik dikatakan ini anatta, tapi isinya adalah demikian. Kita coba lihat esensinya bukan label2x suttanya.

Tujuan dari itu semua adalah untuk melepaskan kemelekatan itu sendiri.


Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: nyanadhana on 26 August 2008, 03:42:48 PM
Anatta itu bukannya secara gamblang terdefinisi sebagai rangkaian rangkaian yang menghidupkan nama seseorang seperti kita terusun dari zat-zat,trus anggota tubuh,trus berbagai macam yang kalau dipisahkan semuanya ibarat bermain lego trus kita pecah semuanya apakah kita akan menemukan yang namanya inti diri(atta),jadi apakah yang disebut sebagai seorang nyanadhana itu sendiri hanyalah paduan dari unsur-unsur dan berbagai macam jeroan yang membangun tubuh ini sehingga kita berasa seolah-olah diri ini memiliki roh,jiwa namun ketika kita pisahkan mulai dari rambut sampai kuku jari,kita tidak menemukan siapapun yang bernama nyanadhana disana.

Saya sharing berdasarkan pemahaman pribadi atas anatta,silahkan koreksi  _/\_
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: Sumedho on 26 August 2008, 03:49:26 PM
Kita coba tilik kembali kisah anattalakkhana sutta,

5 pertapa yang sotapanna mendengar anattalakkhana sutta lalu mencapai arahant.

Apakah ada vipassana disana? Apakah hanya intelektual/menghafal? Apakah mengerti? Apakah memahami langsung?

Atau seperti kata pak hud dulu waktu kita ketemu pertama kali *jadi nostalgia :)) * saya pernah bertanya pertanyaan senada lalu dijawab itu karena kharisma Sang Buddha?
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: tesla on 26 August 2008, 03:59:40 PM
Hal tersebut beliau sendiri katakan pada not self strategy. Mungkinkah hal tersebut diragukan sendiri oleh Bhante Thanissaro? Selain itu dengan penerjemahan dukkha menjadi stress, dan berbagai macam tulisan beliau yang kadang bagus kadang ..., saya memilih lebih berpihak kepada para penulis klasik.

menurut saya, penerjemahan dukkha ---> stress memiliki arti lebih baik daripada suffering :)

mungkin hanya saya yg berpendapat demikian ;)
suffering/penderitaan sering kali dapat langsung disangkal bahwa saya tidak sedang menderita.
ada momen dimana kita tidak sedang menderita, melainkan sedang berbahagia.

sedangkan stress, saya translate kecemasan...
yg saya sadari adalah, kecemasan seseorang tidak pernah berhenti.
walau dalam keadaan bahagia dan menderita, seseorang tetap mencemaskan sesuatu.
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 26 August 2008, 04:18:25 PM
menurut saya, penerjemahan dukkha ---> stress memiliki arti lebih baik daripada suffering :)
mungkin hanya saya yg berpendapat demikian ;)
suffering/penderitaan sering kali dapat langsung disangkal bahwa saya tidak sedang menderita.
ada momen dimana kita tidak sedang menderita, melainkan sedang berbahagia.
sedangkan stress, saya translate kecemasan...
yg saya sadari adalah, kecemasan seseorang tidak pernah berhenti.
walau dalam keadaan bahagia dan menderita, seseorang tetap mencemaskan sesuatu.

Betul, YM Thanissaro Bhikkhu menulis untuk konsumsi orang Barat. ... Bagi pembacanya, 'suffering' tidak banyak menyentuh, karena sebagian besar orang tidak merasa 'menderita'. ... Tetapi 'stress' ... besar atau kecil ... dialami oleh hampir semua orang, terutama dalam dunia modern yang penuh persaingan. ... Jadi dipilihlah 'stress' sebagai terjemahan 'dukkha' agar pesan Sang Buddha diterima orang Barat sebanyak-banyaknya. ...

Di Indonesia, mungkin 'stress' kurang tepat ... karena banyak orang tidak merasa 'stres' ... 'penderitaan' juga kurang tepat ... Entah apa kata yang tepat ... Mungkin lebih baik digunakan banyak kata sekaligus: duka, penderitaan, stres, konflik .... dan dijelaskan hubungan sebab-akibatnya.

Salam,
hudoyo
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 26 August 2008, 04:36:12 PM
Wei, kalau anda perhatikan tulisan Pak Hudoyo, MMD berdasarkan ajaran Krishna Murti, yang ditemukan persamaannya dengan ajaran Sang Buddha.

Wah, Anda membuat kesimpulan yang sama sekali tidak tepat mengenai pengalaman batin saya. ... Saya mempelajari ajaran Sang Buddha dan Krishnamurti mulai saat yang hampir bersamaan: ajaran Sang Buddha saya kenal pada akhir 1960an dan ajaran Krishnamurti pada awal 1970an ... dan selama ini saya mempelajari kedua ajaran itu bersama-sama ... tanpa melebihkan yang satu atau mengecilkan yang lain ...

Memang kesimpulan Anda itu bisa dimengerti karena saya telah membuang banyak apa yang ditampilkan dalam 'AGAMA' Buddha (Tipitaka) sebagai "ajaran Sang Buddha" ... karena saya melihat bahwa semua yang saya buang itu embel-embel yang tidak penting bagi pembebasan batin saya sendiri ... Di lain pihak, saya tidak hanya mempelajari Tipitaka Pali semata-mata, melainkan juga ajaran Mahaprajnaparamita dan ajaran Huineng ...

Sedangkan di lain pihak ajaran Krishnamurti tetap terpelihara secara murni dalam bentuk rekaman kaset atau video, sehingga sampai sekarang tidak kemasukan unsur-unsur asing yang tidak bermanfaat untuk pembebasan. ...

Hasil pengalaman batin saya itu tertuang dalam apa yang sekarang dikenal sebagai MMD. ...

Memang bagi orang yang melekat kuat pada Tipitaka Pali sebagai ucapan Sang Buddha seluruhnya, MMD tampak tidak cocok dengan pemahamannya sehingga ia mendapat kesan seolah-olah MMD "lebih banyak dipengaruhi oleh ajaran Krishnamurti daripada ajaran Buddha". ... Tetapi para praktisi MMD tidak ada yang memperoleh kesan seperti itu ... malah mereka melihat saya lebih banyak bicara tentang ajaran Buddha (yang saya anggap relevan) dan ajaran agama-agama lain, sementara sedikit sekali merujuk pada ajaran Krishnamurti. ... Sudah tentu saya menggunakan 'upaya kausalya' dalam mengajarkan pembebasan kepada berbagai macam orang.

Salam,
hudoyo
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 26 August 2008, 04:42:09 PM
Nah, bagaimana Pak Hudoyo bisa beranggapan bahwa Sutta ini benar, sutta ini palsu, sutta ini begini, sutta ini begitu...

Rekan Wei, saya mempelajari sutta bukan seperti kebanyakan umat buddha membaca sutta (dengan kepercayaan mutlak akan kebenarannya) ... Saya membaca sutta dengan kritis, menggunakan prinsip Kalama-sutta ... karena saya tahu bahwa sutta itu sudah diturunkan dari mulut ke mulut selama EMPAT RATUS TAHUN sebelum dituliskan.

Jadi, bagi saya, ukuran kebenaran bukan isi sutta itu sendiri, melainkan pengalaman batin saya sendiri dalam praktik vipassana ... sutta itu saya skrin berdasarkan pengalaman batin itu.

Salam,
hudoyo
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 26 August 2008, 04:47:38 PM
Saya rasa saudara semit telah membuktikan post Pak Hudoyo bahwa MMD didekati dari Khrisnamurti, yang anda samakan dengan Buddha atau apapun namanya.
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: ryu on 26 August 2008, 04:51:16 PM
Panutan hidup JK (katanya sebagai bukti bahwa Tanpa campur tangan ajaran sang Buddha bisa mencapai pencerahan) dan Sang Buddha yang mencapai pencerahan dengan usaha sendiri :)
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 26 August 2008, 05:00:19 PM
Sory ikut nimbrung, namun jika saya salah mohon diperbaiki...
Saya kira setiap dari kita punya konsep 'Aku' didalam diri kita sendiri. Untuk bisa melepaskan diri dari 'Aku' sepertinya bakal butuh perjuangan dan latihan vipassana yang amat keras. Selama latihan vipassana juga bisa muncul 'Aku'. Bukan berarti setelah latihan vipassana maka 'Aku'-nya telah hilang kan???? Hanya saja pada latihan vipassana, kita bisa melihat konsep 'anatta' didalam diri kita.

Rekan June,

Menurut pengalaman saya, dalam latihan vipassana tidak diperlukan perjuangan apa pun, dan vipassana bukan latihan yang amat keras. Inilah pandangan salah yang membuat banyak umat Buddha menjauhi vipassana!

Jika orang merasa vipassana sebagai "perjuangan yang amat keras" itu disebabkan karena ia mempunyai CITA-CITA, TUJUAN, yang harus dicapai dengan USAHA, PERJUANGAN. ...

Bagi saya, vipassana justru sangat mudah, ringan, ... karena kita hanya berada pada saat kini, tanpa memikirkan masa lampau dan masa depan ... Kalau pun pikiran menyeret kita ke masa lampau atau ke masa depan ... kita tinggal menyadari saja pikiran itu ... pasti pikiran itu akan berhenti ...

Vipassana adalah kedamaian yang sempurna ... istirahat yang sempurna ... Sekali lagi, kalau Anda merasa berjuang keras dalam vipassana, berarti pandangan Anda terhadap vipassana keliru 180 derajat.

Dalam vipassana, kita tidak lagi memikir-mikir tentang konsep 'anatta' ... Alih-alih, kita menyadari saja setiap kali pikiran muncul yang selalu diikuti oleh si aku/diri/atta ... Kalau disadari, pikiran & atta itu lenyap kembali ... sebentar lagi muncul lagi ... begitu seterusnya ... menyadari tanpa usaha apa pun ... tanpa keinginan untuk melenyapkan pikiran atau aku/atta itu ... Ringan sekali ... Kalau ada keinginan untuk melenyapkan pikiran/aku, maka di situ mulailah konflik dan penderitaan, mulailah 'beban meditasi' yang sesungguhnya tidak perlu. ...

Quote
Contohnya: Ketika mengalami rasa sakit pada anggota tubuh, kita dapat menyadari bahwa rasa sakit berada diluar kuasa diri kita untuk mengatur. Itukah yang dinamakan 'Anatta'?

Ini, mah, ajaran sutta yang diajarkan dalam "vipassana tradisional". ITu tidak lebih dari pikiran yang merasionalisasikan rasa sakit itu dengan tujuan untuk mengatasinya. ... Dalam vipassana yang saya ajarkan, kalau timbul rasa sakit, sadari saja ... tanpa bereaksi, tanpa membuat rasionalisasi, tanpa berteori ... Kalau sakit hilang, ya sudah ... kalau sakit tidak hilang, malah menghebat, ubah posisi kaki, atau berdiri dan lakukan meditasi jalan, jangan terikat pada "keharusan" duduk diam berjam-jam ... SAederhana sekali.

Salam,
hudoyo
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: ryu on 26 August 2008, 05:02:59 PM
Oh iya Pak Hudoyo, kalo menurut bapak, emang Murid2 Sang Buddha/yang mengikuti ajaran sang Buddha yang tercerahkan lebih sedikit atau lebih banyak dari pada orang2 yang bukan murid2 sang Buddha/yang tidak mengenal ajaran sang Buddha :))
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: williamhalim on 26 August 2008, 05:12:27 PM
Masalah ini sudah berlarut2....  apapun topiknya, jelas benang merahnya, yakni:
1. Pak Hud mengatakan bahwa MMD spesial dibanding vipassana lainnya dan sutta2 yg mendukungnya adalah murni dari Sang Buddha.
2. sedangkan pihak lain mengatakan MMD tiada bedanya dgn vipassana lainnya dan MMD mencoba mendompleng ketenaran Buddhisme dengan mencomot sutta2 yg mendukung dan membuang sutta2 yg tidak mendukung MMD.

Dan topik kali ini juga tidak jauh2 dari usaha untuk melegalkan MMD dengan meminjam 1 atau 2 sutta2 pilihan dan mengkritik/menyepelekan sutta2 lain yg tidak mendukung MMD.

----

Menurut aye, nggak usah pusying2 mikirin teori muluk2 soal ajaran mana yg benar... karena makin didebatkan akan makin njilimet.... setiap pihak akan bersikukuh dengan 'konsep'nya... dan akhirnya yg udah pengalaman berdebat sekian puluh tahun dan yg sudah biasa berdebat spiritual di berbagai milis yg akan memenangkan teori dan konsep2nya....

----

Jadi gimana dong? Gimana caranya menentukan mana yg benar? Sy sudah pernah posting dulu soal ini.

Barometernya adalah:
1. Jika dengan mempraktikkan ajaran tsb bermanfaat bagi perkembangan/perbaikan mental diri sendiri
2. Jika si pengajar (guru) memperlihatkan dirinya telah sesuai dengan apa yg diajarkannya
3. Murid2nya yg lain memperlihatkan progress yg baik

Suatu ajaran yg baik pasti akan bermanfaat dan tercermin pada diri sendiri, Sang Guru dan beberapa murid2nya......  :)

::

Title: Perbedaan cara mengajar vipassana Bhante Gunaratana & saya
Post by: hudoyo on 26 August 2008, 05:43:01 PM
Saya rasa saudara semit telah membuktikan post Pak Hudoyo bahwa MMD didekati dari Khrisnamurti, yang anda samakan dengan Buddha atau apapun namanya.

Apa yang ditampilkan oleh Rekan Semit dalam postingnya baru-baru ini adalah potongan yang dilepaskan dari konteks tulisan saya secara keseluruhan, sehingga tidak bisa dipakai sebagai jawaban terhadap pertanyaan: "Apakah dasar rujukan MMD?" ... Konteksnya bukan itu. ... Agar pembaca mendapat perspektif sebenarnya dari ucapan saya, di bawah ini saya tampilkan sepenuhnya tulisan saya itu, berasal dari posting di Milis Spiritual tgl 17 November 2003. ...

Tentang jawaban lengkap terhadap pertanyaan "Apakah dasar rujukan MMD?", sudah saya uraikan dalam tanggapan saya terhadap Rekan Karuna_murti sebelum ini.

Topik ini sudah OOT; kalau mau diteruskan bikin thread baru saja dengan pertanyaan itu sebagai judulnya.

Salam,
hudoyo

*****

Message #21472 - Mon Nov 17, 2003 6:39 am

Perbedaan cara mengajar vipassana Bhante Gunaratana & saya

Para pemeditasi vipassana,

Diskusi yang panjang lebar antara Michael Suswanto dan saya telah mendorong
saya untuk mengkaji kembali cara mengajar meditasi vipassana oleh Bhante
Gunaratana. Kebetulan saya memiliki bukunya yang terbaru "Delapan Langkah
Meditasi Menuju Kebahagiaan". Saya baca Bab 7: Meditasi Trampil (istilah
lain bagi 'Samma-sati' atau 'Perhatian Benar', yakni meditasi vipassana itu
sendiri), yang belum pernah saya baca sebelumnya.

Di situlah saya banyak memahami cara mengajar meditasi vipassana beliau.
Dan memang ternyata terdapat perbedaan, di samping kesamaan, dengan cara
mengajar MMD saya selama ini. Di sini saya hendak menampilkan kedua cara
mengajar itu sehingga jelas perbedaan & kesamaannya bagi para pemeditasi
vipassana.

Bukan maksud saya untuk mempersoalkan mana yang benar dan mana yang salah
di antara kedua cara mengajar meditasi vipassana itu. Masing-masing guru
meditasi tentu mengajarkan cara yang sesuai dengan pengalaman batinnya
sendiri. Jadi tidak bisa dikatakan benar atau salah. Dan masing-masing
murid juga mempunyai kecenderungan berbeda-beda; ada yang merasa lebih
cocok dengan metode Goenka, ada yang lebih cocok dengan metode Mahasi
Sayadaw; ada yang lebih cocok dengan pendekatan Bhante Gunaratana (seperti
Michael S.), ada yang lebih cocok dengan pendekatan saya (seperti peserta
MMD yang berkali-kali mengikuti pelatihan MMD Akhir Pekan, sekalipun yang
diajarkan ya itu-itu lagi).

Bagaimanakah cara mengajar Bhante Gunaratana? Berikut ini saya ringkaskan
dari Bab 7 buku beliau di atas (bagian-bagian yang akan saya bahas lebih
lanjut saya beri nomor):

"LANGKAH KETUJUH: MEDITASI TRAMPIL

"Meditasi artinya memberikan perhatian kepada apa yang ada dari saat ke
saat. Karena secara tidak sadar kita mempersepsikan diri kita dan dunia di
sekeliling kita lewat pola pikir-pola pikir yang tergatas, menurut
kebiasaan, dan dikondisikan oleh sikap menipu diri, maka persepsi kita dan
konseptualisasi mental tentang realitas itu tersebar dan kacau. Meditasi
mengajar kita untuk sementara menunda segala konsep, gambaran, penilaian,
komentar mental, pendapat serta tafsiran.[1] Batin yang bermeditasi itu
akurat, menembus, seimbang, dan tidak kacau. Seperti cermin yang
memantulkan tanpa distorsi apa pun yang ada di depannya.

"Sang Buddha sering menganjurkan kepada para siswa beliau untuk
"mempertahankan perhatian di depan." 'Di depan' maksudnya adalah saat kini.
Ini berarti lebih dari sekadar tetap menyadari apa yang tengah dilakukan
oleh pikiran sementara kita duduk bermeditasi, tetapi juga memahami setiap
gerak fisik maupun mental yang kita buat selama kita tidak tidur. Dengan
kata lain, ini berarti berada pada saat kini, di sini. [...]

"Begitu kita belajar memperhatikan tanpa mengomentari setiap peristiwa yang
tengah terjadi, kita dapta mengamati peradaan dan pikiran kit atanpa
terperangkap di dalamnya, tanpa terhanyut oleh pola-pola reaksi kita yang
biasa. Jadi meditasi memberi kita waktu yang kita butuhkan untuk mencegah
atau mengatasi pola-pola pikiran dan perilaku yang negatif, dan
mengembangkan dan mempertakankan pola-pola yang positif. Meditasi mematikan
fungsi pilot otomatis dan membantu kita mengendalikan pikiran, perkataan,
dan perbuatan kita.[2]

"Lebih lanjut, meditasi membawa kepada pencerahan, "penglihatan batin" yang
jelas dan tidask terdistorsi terhadap segala sesuatu. Dengan praktik
teratur, baik dalam meditasi formal maupun sambil mengerjakan kegiatan
sehari-hari, meditasi mengajar kita untuk memandang dunia serta diri
sendiri dengan mata kearifan batin. Kearifan adalah mahkota pencerahan.
Membuka mata kearifan adalah tujuan sesungguhnya dari meditasi, karena
pencerahan tentang sifat sejati dari realitas adalah rahasia terbesar dari
kedamaian serta kebahagiaan. Kita tidak perlu mencarinya di luar diri kita;
kita masing-masing memiliki kemampuan yang hakiki untuk mengembangkan
kearifan.[3] [...]

"Sang illahi menyembunyikan kebenaran ini dalam pikiran manusia. Sekarang
marilah kita mencoba mencarinya! Meditasi bukanlah ditujukan untuk
mempelajari sesuatu yang ada di luar. Sasarannya adalah menemukan kebenaran
yang tersembunyi di dalma diri kita--di dalam inti kita sendiri.

"Menurut Sang Buddha, batin kita itu secara alami menerangi. Di dalam
setiap saat, ketika kesadaran pertama kalinya timbul, sinarnya terang.
Tetapi di dalam batin yang tak tercerahkan, sinar itu tertutup oleh
ketidaksucian berupa keserakahan, kebencian dan ketidaktahuan.
Ketidaksucian ini menghalangi kecerahan batin, membuat batin gelap dan
menderita.[4]

"Kita tidak dapat mengatakan bahwa batin itu sudah suci. Kita harus
mengupayakannya. Kita harus membersihkan batin yang menerangi itu untuk
membiarkannya bersinar tanpa terhalang oleh ketidaksucian. Kearifan yang
dikembangkan lewat meditasi membakar rintangan berupa keserakahan,
kebencian dan ketidaktahuan. Semakin kita singkirkan mereka, semakin batin
kita menjadi nyaman, bahagia, dan cerah.[5] [...]

"Bagaimana meditasi menghasilkan kearifan, dan bagaimana kearifan
melepaskan rintangan-rintangan batin? Sementara kita mencari ke dalam diri
sendiri, [...] kita menjadi sadar akan kelompok-kelompok badan dan batin
ini. [...] Kita mulai melihat bagaimana badan dan batin ini muncul,
berkembang, mencapai puncaknya, menua, dan mati.

"[...] Meditasi terhadap saat kini memberi kita pencerahan tentang
perubahan, tentang ketidakkekalan [anicca] yang menjadi sifat segala
sesuatu yang ada.

"Memperhatikan ketidakkekalan dari semua fenomena memberi kita peluang
untuk melihat sifat tidak memuaskan [dukkha] yang diakibatkan oleh
perubahan itu. [...] Sementara kita melihat bagaimana segala sesuatu
menghilang [...] kita mendapatkan pencerahan tentang penyebab keadaan tidak
memuaskan dan ketidakbahagiaan kita, yakni kelekatan kepada hal-hal yang
terus-menerus berubah. [...]

"[...] Kalau kita mencari makna kehidupan, yang kita temukan hanyalah
perubahan. [...] Kita temukan tak ada sesuatu yang kekal atau abadi di
dalamnya [...].

"Jadi meditasi memberi kita pencerahan tentang tiga sifat dari segala
sesuatu yang ada: ketidakekalan [anicca], sifat tidak memuaskan [dukkha],
dan tidak adanya 'aku' yang kekal dan tidak berubah [anatta]. [...]

"Kalau kita sampai pada kesadaran ini, kita biarkan sensasi, perasaan, dan
pikiran lewat di dalam batin tanpa melekat kepada apa pun, betapa pun
menyenangkan dan indahnya. Kalau keadaan-keadaan yang tidak menyenangkan,
yang menyakitkan, atau tak tertahankan, timbul, kita biarkan mereka berlalu
tanpa menjadi gelisah. Kita sekadar membiarkan segalanya terjadi tanpa
berusaha menghentikannya, tanpa takluk kepada mereka, atau berusaha
melarikan diri dari mereka. Kita sekadar memperhatikan segala sesuatu
seperti apa adanya.[6] [...]

"Empat Landasan Perhatian

"[...] Kita mulai dengan obyek meditasi apa pun: napas, perasaan, kondisi
batin, salah satu rintangan batin--tidak menjadi soal. Apa pun yang kita
fokuskan akan segera berubah. Kalau batin pindah ke sesuatu yang tidak
baik, kita segera memberinya sesuatu yang baik [...]. Kalau batin pindah ke
sesuatu yang baik, kita beri dia dorongan.

"Apa pun yang muncul dalam batin menjadi obyek meditasi. Kita dapat
menggunakan apa pun untuk melanjutkan pencerahan kita tentang anicca,
dukkha dan anatta. Ketika apa pun yang kita pikirkan mereda dengan
sendirinya, kita arahkan perhatian kita kembali kepada obyek meditasi semula.

"Tetapi janganlah pindah dari obyek ke obyek dengan sengaja. Mulailah
dengan fokus pada obyek meditasi terpilih, seperti napas, dan beralihlah
kepada obyek lain hanya kalau itu muncul secara spontan. Misalkan, Anda
tengah memusatkan perhatian pada napas, lalu timbul pikiran tentang
kesehatan kulit Anda. Kalau pikiran itu berlalu, perhatian kembali kepada
napas berikutnya. Kalau pikiran tetap terfokus pada kulit, renungkanlah
ketidakkekalan kulit; juga betapa tidak memuaskan kulit itu, [...] semakin
Anda melekat kepadanya, semakin Anda menderita. Renungkanlah pula kosongnya
'aku' (diri) dari kulit itu.[7] [...] Lalu amatilah sementara
pikiran-pikiran ini menghilang. [...] Ketika semua pikiran telah reda, dan
tak ada lagi yang timbul dalam batin, biarkanlah perhatian Anda kembali
kepada napas. [...] Mempraktikkan meditasi secara ini, akhirnya
pikiran-pikiran akan berhenti, dan batin menjadi terpusat. [...]

"Kita mulai dengan meditasi terhadap tubuh, terutama napas. Bermeditasi
terhadap napas memberi kesempatan badan dan batin Anda untuk tenang. Lalu,
sementara landasan-landasan meditasi lainnya muncul, kita menyadarinya. Apa
pun subyek yang timbul, pastikan bahwa Anda memperhatikan/menyadari
ketidakkekalan [anicca], sifat tidak memuaskan [dukkha], dan tiadanya 'aku'
[anatta] dari pengalaman-pengalaman Anda, entah itu fisik atau mental.[7]"

*****
Komentar saya:

[1] Intisari meditasi vipassana ini persis sama dengan apa yang saya
ajarkan: yakni berada pada saat kini, dan tidak memikirkan atau melekat
pada segala konsep, gambaran, penilaian, komentar mental, pendapat serta
tafsiran. Di sini saya lebih radikal lagi, yakni tidak melekat pada segala
sesuatu yang kita pelajari tentang Buddhisme (ajaran Sang Buddha) dari
kitab suci.

[2] Kalau kita sekadar mengamati, tanpa melekat atau menolak, segala
sesuatu yang muncul pada badan & batin kita, maka di situ tidak ada
penilaian lagi, tidak ada baik dan buruk, tidak ada memilah-milah dan
memilih-milih lagi, membuang yang buruk dan mengembangkan yang baik; di
situ sang 'aku' tidak berfungsi lagi. Tidak ada lagi apa yang disebut
"pengendalian diri". Ini bukan berarti orang akan berbuat semau-maunya,
karena di situ batin tidak lagi melekat atau menolak pada apa pun. Yang ada
ialah tindakan spontan; dan karena batin tidak lagi melekat atau menolak,
maka tindakan spontan seperti itu selalu "bermanfaat".

[3] Dalam kesadaran sehari-hari, 'kedamaian' dan 'kebahagiaan' biasanya
dikontraskan dengan 'kekacauan' dan 'ketidakbahagiaan'. Tetapi dengan
demikian, 'kedamaian' dan 'kebahagiaan' itu menjadi reaksi (terhadap
keadaan saat kini yang 'tidak damai' dan 'tidak bahagia'), menjadi
cita-cita (di masa depan). Kalau itu kita pegangi, kita harapkan atau
cita-citakan, maka itu membuat kita tidak lagi berada pada saat kini, dan
menimbulkan konflik baru yang halus, konflik antara 'apa yang ada' dan 'apa
yang dicita-citakan', konflik antara saat kini dan masa depan.

Oleh karena itu dalam MMD saya hampir tidak pernah berbicara tentang
'kedamaian' dan 'kebahagiaan', tentang tujuan dan cita-cita MMD itu
sendiri, tentang 'nirvana' dsb, melainkan selalu kembali kepada keadaan
saat kini, yang dicengkeram ketidakkekalan (anicca) dan ketidakbahagiaan
(dukkha), dan didorong oleh sang 'aku' (atta).

[4] Di sini Bhante Gunaratana berbicara tentang paham metafisikal-religius
yang menyatakan bahwa di lubuk batin manusia terdapat apa yang dinamakan
percikan keilahian, kearifan, penerangan sempurna, kebenaran dsb. (Dalam
Agama Hindu ini disebut Atman, dalam Sufisme disebut Nur Insani, dalam
Kristianitas disebut Roh Kudus dst.)

Di dalam MMD saya selalu menekankan, bahwa selama orang berada dalam
kesadaran pikiran sehari-hari, pengertian-pengertian seperti itu tidak
lebih dari sekadar konsep-konsep pikiran yang kita pelajari di masa lampau,
dan perlu diamati dan disadari seperti apa adanya, yakni konsep pikiran.
Ini bukan berarti menolak adanya sesuatu yang bersifat
metafisikal-religius--yang berarti bereaksi terhadap pandangan metafisikal
tersebut--melainkan justru menekankan bahwa hakikat kenyataan
metafisikal-mistikal itu--kenyataan yang memang ada--tidak dapat ditangkap
dengan pikiran dan kata-kata, bahwa "kata bukanlah bendanya". Dengan
demikian, sepanjang pelaksanaan MMD, pemeditasi tetap berada pada keadaan
yang digambarkan dalam butir [1], yakni 'berada pada saat kini, dan tidak
memikirkan atau melekat pada segala konsep, gambaran, penilaian, komentar
mental, pendapat serta tafsiran.'

[5] Di sini Bhante Gunaratana menggambarkan meditasi vipassana sebagai
suatu "perjalanan mendaki" dari ketidaksucian menuju kesucian, dari
keburukan menuju kebaikan, dari ketidakarifan menuju kearifan, dari
ketidakbahagiaan menuju kebahagiaan, dari ketidakbenaran menuju kebenaran,
dst.

Di dalam MMD saya menggambarkan meditasi vipassana sebagai "pelepasan satu
per satu" segala sesuatu yang semula kita anggap sebagai milik kita,
sebagai diri kita, atau sebagai ruh kita; secara singkat, pelepasan dari
lapisan-lapisan sang 'aku', seperti orang mengupas bawang merah. Apa yang
ada di balik semua itu--bila "bawang merah" (sang 'aku') itu telah habis
terkupas semua--tidak dipikirkan, tidak diharapkan, dan tidak
dicita-citakan sekarang.

[6] Dalam praktik vipassana ini, apa yang diajarkan Bhante Gunaratana
kembali persis sama dengan apa yang saya ajarkan.

[7] Di sini Bhante Gunaratana mengajarkan agar pemeditasi menggunakan
pengamatan terhadap segala sesuatu yang muncul pada badan & batin untuk
merenungkan 'anicca', 'dukkha' dan 'anatta'. Ini perbedaan pokok dalam
praktik antara ajaran Bhante Gunaratana dengan apa yang saya ajarkan dalam
MMD.

Saya mengajarkan bahwa "anicca", "dukkha" dan "anatta" adalah konsep-konsep
pikiran yang kita pelajari di masa lampau. Kalau konsep-konsep itu muncul
dalam batin sementara kita berlatih MMD, itu harus kita sadari seperti apa
adanya; dan oleh karena disadari, pikiran-pikiran itu akan lenyap kembali.

Kalau ini dijalankan terus, maka pada suatu titik kelak akan muncul
PEMAHAMAN tentang 'anicca', 'dukkha', dan 'anatta', pemahaman yang tidak
dicetuskan oleh kata-kata itu, pemahaman yang bukan berupa pikiran yang
dipelajari dari masa lampau. Inilah yang disebut pencerahan dalam vipassana
(vipassana-nyana). Pencerahan ini hanya bisa timbul bila pikiran dari masa
lampau telah berakhir.

Pencerahan tentang 'anicca' bukanlah konsep tentang 'anicca'. Ini terlihat
nyata pada pemeditasi MMD yang non-Buddhis, yang pada umumnya tidak pernah
belajar tentang konsep 'anicca', 'dukkha', 'anatta'. Misalnya, pernah
seorang Muslim, setelah menjalankan MMD beberapa lama, tiba-tiba berkata:
"Ternyata hidup ini seperti sungai yang mengalir, tidak ada apa-apanya."
Ini menunjukkan timbulnya pencerahan tentang 'anicca' dan 'anatta', tanpa
menggunakan kata-kata 'anicca' dan 'anatta'.

***
Ketika Bhante Gunaratana menulis tentang perenungan terhadap obyek-obyek
mental (dhammanupassana) sebagai bagian dari pengembangan perhatian
(satipatthana), beliau menekankan agar pemeditasi menyadari timbulnya
Kelima Rintangan Batin, Kesepuluh Belenggu, Kelima Kelompok Badan & Batin,
Keempat Kebenaran Suci, dan Ketujuh Faktor Pencerahan. Semua itu adalah
pengertian-pengertian yang dipelajari dari kitab suci.

Sebaliknya, dalam MMD, sejak awal saya selalu menekankan bahwa pemeditasi
harus melepaskan segala sesuatu yang dipelajarinya di masa lampau dari
kitab suci. Segala sesuatu harus dilihat dan disadari sebagai apa adanya,
tanpa melalui pemaknaan dari kitab suci. Juga bila muncul pikiran-pikiran
tentang ajaran kitab suci, itu harus dilihat sebagai sekadar buah pikiran,
sehingga berakhir dengan sendirinya.

Juga kepada pemeditasi yang non-Buddhis, saya selalu menekankan perbedaan
antara konsep-konsep dari kitab suci mereka dan kebenaran hakiki di balik
konsep-konsep itu, termasuk konsep/pikiran tentang 'Tuhan' dan kebenaran
hakiki dari keilahian. Kebenaran bukanlah pikiran yang menggambarkannya.
Untuk sampai kepada kebenaran yang hakiki, pikiran harus berakhir.

***
Demikianlah perbedaan antara pendekatan meditasi vipassana yang diajarkan
oleh Bhante Gunaratana dan pendekatan MMD yang saya ajarkan. Di samping
perbedaannya, yang lebih penting adalah kesamaannya, yakni yang tercantum
dalam butir [1] dan [6] dalam uraian di atas.

Perlu saya kemukakan bahwa pendekatan MMD ini saya pelajari dari J
Krishnamurti, yang menurut hemat saya adalah seorang yang telah mencapai
pencerahan & pembebasan sempurna dalam hidupnya di abad ke-20 lalu--entah
apa pun namanya: arahat, buddha, insan kamil, hidup di dalam Allah, apa pun.

Salam,
Hudoyo


Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 26 August 2008, 05:49:43 PM
Komentar Rekan Willibordus terhadap MMD tidak perlu saya tanggapi karena komentar itu sudah basi. ...

Jadi gimana dong? Gimana caranya menentukan mana yg benar? Sy sudah pernah posting dulu soal ini.
Barometernya adalah:
1. Jika dengan mempraktikkan ajaran tsb bermanfaat bagi perkembangan/perbaikan mental diri sendiri
2. Jika si pengajar (guru) memperlihatkan dirinya telah sesuai dengan apa yg diajarkannya
3. Murid2nya yg lain memperlihatkan progress yg baik
Suatu ajaran yg baik pasti akan bermanfaat dan tercermin pada diri sendiri, Sang Guru dan beberapa murid2nya......  :)

Yang penting adalah yang #1 ... Jangan berkomentar negatif kalau belum pernah mengujinya dalam praktik sendiri....

Yang #2 tidak ada gunanya, karena tidak bisa diperoleh secara obyektif dan tuntas ... dan hanya akan membuang-buang waktu saja menyelidiki isi batin orang lain ...

Yang #3 bisa dilakukan dengan berdialog dengan para praktisi MMD ... Silakan saja ... alamat email dari para praktisi MMD yang testimoninya pernah saya tampilkan bisa dipakai ... Kalau perlu bisa saya berikan lebih banyak lagi.

Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 26 August 2008, 05:53:15 PM
Pak hud, esensi dari anattalakkhana sutta adalah nama rupa itu bukan atta, dengan demkian tidak layak dilekati. Demikian pula di dalam bahiya sutta dan sutta2x lainnya. Yang terdengar hanya ada yg didengar... dst (tanpa adanya atta disana). Walaupun tidak spesifik dikatakan ini anatta, tapi isinya adalah demikian. Kita coba lihat esensinya bukan label2x suttanya.

Tujuan dari itu semua adalah untuk melepaskan kemelekatan itu sendiri.

Esensi Anattalakkhana-sutta saya setuju dengan pendapat Anda.
Esensi Bahiya-sutta tidak seperti Anda tulis. ... Tambahan yang ditaruh dalam tanda kurung adalah kesimpulan Anda yang sudah terdistorsi oleh ajaran yang sudah Anda pelajari sebelumnya ... Seorang non-Buddhis yang membaca Bahiya-sutta, dan Bahiya sendiri yang belum pernah mendengar ajaran tilakkhana, tidak akan berkesimpulan seperti itu ...

Tujuan dari semua itu memang sudah saya katakan begitu.
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 26 August 2008, 05:58:03 PM
Panutan hidup JK (katanya sebagai bukti bahwa Tanpa campur tangan ajaran sang Buddha bisa mencapai pencerahan) dan Sang Buddha yang mencapai pencerahan dengan usaha sendiri :)

Maksudnya apa ini? ... Tolong dijelaskan. :)
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 26 August 2008, 06:05:34 PM
Anatta itu bukannya secara gamblang terdefinisi sebagai rangkaian rangkaian yang menghidupkan nama seseorang seperti kita terusun dari zat-zat,trus anggota tubuh,trus berbagai macam yang kalau dipisahkan semuanya ibarat bermain lego trus kita pecah semuanya apakah kita akan menemukan yang namanya inti diri(atta),jadi apakah yang disebut sebagai seorang nyanadhana itu sendiri hanyalah paduan dari unsur-unsur dan berbagai macam jeroan yang membangun tubuh ini sehingga kita berasa seolah-olah diri ini memiliki roh,jiwa namun ketika kita pisahkan mulai dari rambut sampai kuku jari,kita tidak menemukan siapapun yang bernama nyanadhana disana.
Saya sharing berdasarkan pemahaman pribadi atas anatta,silahkan koreksi  _/\_

Ini adalah pemahaman analitis terhadap teori 'anatta', yang saya lihat persis seperti pemahaman tradisional dalam kitab suci.

Bagi saya pribadi, yang masih puthujjana ini, 'anatta' adalah suatu teori yang dipelajari oleh pikiran. ... Sedangkan fenomena yang saya alami sehari-hari, setiap kali pikiran bergerak adalah munculnya atta/diri. ... Saya pun mengalami bila pikiran ini disadari, ia akan berhenti sesaat bersama atta/diri. ... Saya juga mengalami bahwa bila pikiran ini berhenti untuk waktu relatif lama, maka atta/diri itu pun lenyap untuk selama itu. ... Setelah saya "bangun" kembali dari situ, barulah pikiran saya berkata, "Itu tadi FAKTA anatta". ... Dengan demikian, sekarang saya tidak peduli dengan TEORI anatta, karena ternyata tidak perlu untuk sampai pada FAKTA anatta. ... Saya tidak pernah lagi mengajarkan TEORI anatta kepada para peserta retret MMD.

Salam,
hudoyo
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 26 August 2008, 06:15:08 PM
Oh iya Pak Hudoyo, kalo menurut bapak, emang Murid2 Sang Buddha/yang mengikuti ajaran sang Buddha yang tercerahkan lebih sedikit atau lebih banyak dari pada orang2 yang bukan murid2 sang Buddha/yang tidak mengenal ajaran sang Buddha :))

Bagaimana saya tahu? :))  ... Tidak ada statistik orang tercerahkan dari setiap agama ... :))

Kalau mau membuat estimasi berdasarkan beberapa asumsi, boleh saja:

(1) bahwa dalam setiap agama (termasuk agama Buddha), proporsi orang yang terpanggil untuk menengok ke dalam batinnya sendiri (bermeditasi mengamati diri sendiri) adalah sangat sedikit;
(2) bahwa proporsi itu tidak dipengaruhi oleh ajaran eksplisit dari agama-agama yang bersangkutan - artinya proporsi itu kurang lebih sama dalam setiap agama.

Lalu carilah jumlah umat agama-agama di seluruh dunia berdasarkan statistik dari Wikipedia atau Encyclopaedia Britannica Online. Maka Anda bisa mengestimasi berapa jumlah orang tercerahkan dalam setiap agama. :)) ... Tapi saya rasa kegiatan seperti itu cuma keisengan yang tidak ada gunanya. :))

Salam,
hudoyo
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 26 August 2008, 06:20:38 PM
Kita coba tilik kembali kisah anattalakkhana sutta,
5 pertapa yang sotapanna mendengar anattalakkhana sutta lalu mencapai arahant.
Apakah ada vipassana disana? Apakah hanya intelektual/menghafal? Apakah mengerti? Apakah memahami langsung?
Atau seperti kata pak hud dulu waktu kita ketemu pertama kali *jadi nostalgia :)) * saya pernah bertanya pertanyaan senada lalu dijawab itu karena kharisma Sang Buddha?

Saya lihat, faktanya ke-5 petapa itu tercerahkan langsung setelah mendengar khotbah Sang Buddha. ... Jadi saya rasa, faktor kharisma Sang Buddha dan faktor kesiapan mental ke-5 petapa itu saling bekerja menghasilkan pencerahan mereka. ...

Wah, saya tidak ingat lagi apa pertanyaan Anda dan apa jawaban saya ketika kita pertama kali bertemu dulu. :))

Salam,
hudoyo
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: bond on 26 August 2008, 06:47:12 PM
Quote
Perlu saya kemukakan bahwa pendekatan MMD ini saya pelajari dari J
Krishnamurti, yang menurut hemat saya adalah seorang yang telah mencapai
pencerahan & pembebasan sempurna dalam hidupnya di abad ke-20 lalu--entah
apa pun namanya: arahat, buddha, insan kamil, hidup di dalam Allah, apa pun.

Salam,
Hudoyo


Sory saya sangat meragukan bahwa J krishnamurti telah mencapai pembebasan sempurna. Karena dari apa yg pernah saya baca beliau terlibat perselingkuhan dan aborsi(mudah-mudahan salah  :) ). Arahat dan Buddha tidak pernah melakukan hal demikian dalam kehidupan Ariyanya.
Tapi kalau ingin dimuliakan setara ya terserah yg menggunakan konsep dia, yg pasti beda banyak  dengan Guru Agung Sang Buddha dan para Arahat. Mahaparibana sutta--> dhamma dan vinaya yg jadi rujukannya. Saya tidak tau persis apakah pencerahan sempurna yg dimaksud adalah terealisasinya nibbana atau definisi lain, kalau terealisasinya nibbana sudah dipastikan bukan. :) .


Linknya http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=2196.120   Affair cinta J. Krishnamurti.

Saya pun memahami dan memaklumi jika itu terjadi pada kehidupan awam tapi kalo sudah berbicara pencerahan sempurna yg bermakna terealisasinya nibbana, well....?
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 26 August 2008, 07:52:05 PM
Sory saya sangat meragukan bahwa J krishnamurti telah mencapai pembebasan sempurna. Karena dari apa yg pernah saya baca beliau terlibat perselingkuhan dan aborsi(mudah-mudahan salah  :) ). Arahat dan Buddha tidak pernah melakukan hal demikian dalam kehidupan Ariyanya.

Persepsi bisa berbeda karena asumsi berbeda. ... Di dalam Theravada yang puritan, seks dan pencerahan tidak kompatibel. ... Di dalam Mahayana lain lagi: ada sumpah Bodhisattva yang menyatakan, bahwa seorang Bodhisattva bersedia MELANGGAR SILA demi cinta kasih. ... Di dalam Vajrayana, lain lagi: seks malah menjadi instrumen bagi tercapainya pencerahan.
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: ryu on 26 August 2008, 07:57:51 PM
Panutan hidup JK (katanya sebagai bukti bahwa Tanpa campur tangan ajaran sang Buddha bisa mencapai pencerahan) dan Sang Buddha yang mencapai pencerahan dengan usaha sendiri :)

Maksudnya apa ini? ... Tolong dijelaskan. :)
Maksudnya MMD berdiri dari inspirasi JK yang mencapai pencerahan mirip dengan ajaran sang Buddha tanpa mengenal ajaran sang Buddha iya khan (dan MMD juga dapat inspirasi juga dari sang Buddha khan) :))
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 26 August 2008, 08:00:03 PM
o gitu ... terserah deh. :)
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: ryu on 26 August 2008, 08:19:31 PM
Mat 7:21-27
7:21 Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga.
7:22 Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan banyak mujizat demi nama-Mu juga? Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!” “Setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan melakukannya, ia sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu. Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, tetapi rumah itu tidak rubuh sebab didirikan di atas batu. Tetapi setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan tidak melakukannya, ia sama dengan orang yang bodoh, yang mendirikan rumahnya di atas pasir. Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, sehingga rubuhlah rumah itu dan hebatlah kerusakannya.”
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: Sumedho on 26 August 2008, 08:48:04 PM
Pak hud, esensi dari anattalakkhana sutta adalah nama rupa itu bukan atta, dengan demkian tidak layak dilekati. Demikian pula di dalam bahiya sutta dan sutta2x lainnya. Yang terdengar hanya ada yg didengar... dst (tanpa adanya atta disana). Walaupun tidak spesifik dikatakan ini anatta, tapi isinya adalah demikian. Kita coba lihat esensinya bukan label2x suttanya.

Tujuan dari itu semua adalah untuk melepaskan kemelekatan itu sendiri.

Esensi Anattalakkhana-sutta saya setuju dengan pendapat Anda.
Esensi Bahiya-sutta tidak seperti Anda tulis. ... Tambahan yang ditaruh dalam tanda kurung adalah kesimpulan Anda yang sudah terdistorsi oleh ajaran yang sudah Anda pelajari sebelumnya ... Seorang non-Buddhis yang membaca Bahiya-sutta, dan Bahiya sendiri yang belum pernah mendengar ajaran tilakkhana, tidak akan berkesimpulan seperti itu ...

Tujuan dari semua itu memang sudah saya katakan begitu.

Loh koq kesimpulan saya yg sudah terdistorsi? ini ada di suttanya koq

Quote
"Then, Bahiya, you should train yourself thus: In reference to the seen, there will be only the seen. In reference to the heard, only the heard. In reference to the sensed, only the sensed. In reference to the cognized, only the cognized. That is how you should train yourself. When for you there will be only the seen in reference to the seen, only the heard in reference to the heard, only the sensed in reference to the sensed, only the cognized in reference to the cognized, then, Bahiya, there is no you in terms of that. When there is no you in terms of that, there is no you there. When there is no you there, you are neither here nor yonder nor between the two. This, just this, is the end of stress."

Tema-nya sama.

btw semua pernyataan Pak Hud juga sudah terdistorsi oleh ajaran MMD hehehehe
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: dilbert on 26 August 2008, 09:18:40 PM
An-atta = tanpa inti yang kekal atau tanpa diri / roh ? karena kedua-nya seharusnya berbeda.
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: Sumedho on 26 August 2008, 10:07:56 PM
cek aja bos disini http://dhammacitta.org/tipitaka/sn/sn22/sn22.059.than.html
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: Hendra Susanto on 26 August 2008, 10:18:02 PM
Quote
Perlu saya kemukakan bahwa pendekatan MMD ini saya pelajari dari J
Krishnamurti, yang menurut hemat saya adalah seorang yang telah mencapai
pencerahan & pembebasan sempurna dalam hidupnya di abad ke-20 lalu--entah
apa pun namanya: arahat, buddha, insan kamil, hidup di dalam Allah, apa pun.

Salam,
Hudoyo

Quote
Sory saya sangat meragukan bahwa J krishnamurti telah mencapai pembebasan sempurna. Karena dari apa yg pernah saya baca beliau terlibat perselingkuhan dan aborsi(mudah-mudahan salah  Smiley ). Arahat dan Buddha tidak pernah melakukan hal demikian dalam kehidupan Ariyanya.

Quote
Persepsi bisa berbeda karena asumsi berbeda. ... Di dalam Theravada yang puritan, seks dan pencerahan tidak kompatibel. ... Di dalam Mahayana lain lagi: ada sumpah Bodhisattva yang menyatakan, bahwa seorang Bodhisattva bersedia MELANGGAR SILA demi cinta kasih. ... Di dalam Vajrayana, lain lagi: seks malah menjadi instrumen bagi tercapainya pencerahan.

bos kok nyelonong sampe ke yg laen2?? pembicaraannya kan pendekatan MMD  ^-^ mengalihkan yak :D
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: Hendra Susanto on 26 August 2008, 10:25:55 PM
Quote
Perlu saya kemukakan bahwa pendekatan MMD ini saya pelajari dari J
Krishnamurti, yang menurut hemat saya adalah seorang yang telah mencapai
pencerahan & pembebasan sempurna
dalam hidupnya di abad ke-20 lalu

haa... ? ? ?
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: dilbert on 26 August 2008, 10:44:32 PM
cek aja bos disini http://dhammacitta.org/tipitaka/sn/sn22/sn22.059.than.html

memang kayaknya "konsep" anatta itu yang sebenarnya terdapat di dalam anattalakkhana sutta itu sendiri. Apakah bisa disingkat menjadi anatta = tanpa "aku" / tanpa diri ?

Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: Sumedho on 26 August 2008, 10:50:18 PM
dari judulnya kan udah ada.

Anatta-lakkhana Sutta
Khotbah tentang Karakteristik Bukan-Diri
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: HokBen on 27 August 2008, 12:24:08 AM
Sory saya sangat meragukan bahwa J krishnamurti telah mencapai pembebasan sempurna. Karena dari apa yg pernah saya baca beliau terlibat perselingkuhan dan aborsi(mudah-mudahan salah  :) ). Arahat dan Buddha tidak pernah melakukan hal demikian dalam kehidupan Ariyanya.

Persepsi bisa berbeda karena asumsi berbeda. ... Di dalam Theravada yang puritan, seks dan pencerahan tidak kompatibel. ... Di dalam Mahayana lain lagi: ada sumpah Bodhisattva yang menyatakan, bahwa seorang Bodhisattva bersedia MELANGGAR SILA demi cinta kasih. ... Di dalam Vajrayana, lain lagi: seks malah menjadi instrumen bagi tercapainya pencerahan.

http://fwbo.org/articles/tantric_sex.html

Quote
To conclude, within the Vajrayana, sex - as most of us understand and experience it - is not part of the path to Enlightenment at all. Sexual language within the Vajrayana is strictly metaphorical, strictly symbolic: not to be taken literally. Indeed, if taken literally, some Vajrayana writings will not lead us to Enlightenment, but will sink us more deeply in the mire of greed, hatred, and delusion.

Referensi tulisan di link tersebut adalah :

References

1.Thinley Norbu, The Small Golden Key, p.24
2. Stephan Beyer, The Buddhist Experience, p. 258
3. Herbert V. Guenther, The Life' and Teaching of Naropa, pp. 161-162
4. Ven. Sangharaks**ta, 'Masculinity' and 'Femininity' in the Spiritual Life, p.24

"The Small Golden Key" ditulis oleh HH Dungse Thinley Norbu Rinpoche, pengetahuan Beliau mengenai Vajrayana tampaknya cukup dalam, karena dari profile Beliau di wikipedia, tercatat sebagai "a pre-eminent teacher of the Nyingma lineage of Tibetan Buddhism and he is patron of the Vajrayana Foundation".

Untuk "'Masculinity' and 'Femininity' in the Spiritual Life" bisa dilihat di http://www.dharmachakra.com/talks/details?num=69



Posting buat bahan referensi aja, kalo mau dibahas silahkan buka thread http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=219.0.

Selanjutnya silahkan kembali ke topik:
"Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta"
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: Semit on 27 August 2008, 03:09:46 AM
Sory saya sangat meragukan bahwa J krishnamurti telah mencapai pembebasan sempurna. Karena dari apa yg pernah saya baca beliau terlibat perselingkuhan dan aborsi(mudah-mudahan salah  :) ). Arahat dan Buddha tidak pernah melakukan hal demikian dalam kehidupan Ariyanya.

Persepsi bisa berbeda karena asumsi berbeda. ... Di dalam Theravada yang puritan, seks dan pencerahan tidak kompatibel. ... Di dalam Mahayana lain lagi: ada sumpah Bodhisattva yang menyatakan, bahwa seorang Bodhisattva bersedia MELANGGAR SILA demi cinta kasih. ... Di dalam Vajrayana, lain lagi: seks malah menjadi instrumen bagi tercapainya pencerahan.

http://fwbo.org/articles/tantric_sex.html

Quote
To conclude, within the Vajrayana, sex - as most of us understand and experience it - is not part of the path to Enlightenment at all. Sexual language within the Vajrayana is strictly metaphorical, strictly symbolic: not to be taken literally. Indeed, if taken literally, some Vajrayana writings will not lead us to Enlightenment, but will sink us more deeply in the mire of greed, hatred, and delusion.

Referensi tulisan di link tersebut adalah :

References

1.Thinley Norbu, The Small Golden Key, p.24
2. Stephan Beyer, The Buddhist Experience, p. 258
3. Herbert V. Guenther, The Life' and Teaching of Naropa, pp. 161-162
4. Ven. Sangharaks**ta, 'Masculinity' and 'Femininity' in the Spiritual Life, p.24

"The Small Golden Key" ditulis oleh HH Dungse Thinley Norbu Rinpoche, pengetahuan Beliau mengenai Vajrayana tampaknya cukup dalam, karena dari profile Beliau di wikipedia, tercatat sebagai "a pre-eminent teacher of the Nyingma lineage of Tibetan Buddhism and he is patron of the Vajrayana Foundation".

Untuk "'Masculinity' and 'Femininity' in the Spiritual Life" bisa dilihat di http://www.dharmachakra.com/talks/details?num=69



Posting buat bahan referensi aja, kalo mau dibahas silahkan buka thread http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=219.0.

Selanjutnya silahkan kembali ke topik:
"Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta"

wah... ini menarik sekali, thanks Bro Hokben,
yang mana yang benar nih, bisakah Sdr. Hudoyo memberikan referensi mengenai kalimat Di dalam Vajrayana, lain lagi: seks malah menjadi instrumen bagi tercapainya pencerahan.
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 27 August 2008, 09:53:02 AM
Di dalam Mahayana lain lagi: ada sumpah Bodhisattva yang menyatakan, bahwa seorang Bodhisattva bersedia MELANGGAR SILA demi cinta kasih. ... Di dalam Vajrayana, lain lagi: seks malah menjadi instrumen bagi tercapainya pencerahan.

Tergantung sumbernya pak. Tergantung teks Mahayana yang mana. Ada Sutra Mahayana yang bilang  Bodhisattva bila melanggar sila akan jatuh dari Sangha Bodhisattva.

Seks dalam Vajrayana sudah pernah dibahas di sini. Tergantung dari aliran mana (Vajrayana ada banyak, nyingma, kadampa, sakya, dll). Hal ini bahkan tidak dibahas di kalangan Vajrayana sendiri, Tetapi pak hudoyo bisa dengan baik menggeneralisir keadaan tersebut.

Saya ingin sekedar komentar. Jika saya melakukan upaya kausalya, tetapi setiap thread yang saya buat menimbulkan pertanyaan "ini ajaran Sang Buddha bukan ya?", bahkan sampai timbul perdebatan yang melibatkan pribadi, sebaiknya saya bertanya dulu ke dalam, apakah ini upaya kausalya atau bukan.

Bek tu topik.

Among things [dhammas] conditioned or unconditioned [dhammā saṅkhatā vā asaṅkhatā vā], dispassion is reckoned best of them all, the crushing of all infatuation, the removal of thirst, the uprooting of attachment, the cutting off of the round (of rebirth), the destruction of craving, dispassion, Nibbāna. AN II 34

It is impossible, it cannot come to pass that a man possessed of (right) view would treat any dhamma as self - this situation does not occur. MN iii 64

The world, as a rule, is fettered by attachment and clinging to things, and is firmly adhering to them. But the learned and noble disciple does no longer attach himself, cling firmly, adhere and incline to the thoughts: 'I have an attā,' and he knows: 'Merely dukkha arises, merely dukkha vanishes.' SN II 17 SN III 135

“ ‘The self, the self,’ bhikshus, thinks the untaught worldling, misapprehending concepts. But there is no self and what belongs to self. This suffering, arising, arises; this suffering, ceasing, ceases. Samskaras, arising, arise, samskaras ceasing, cease.” (Chinese Madhyama Agama, MA, 62, 498b)

If I - being asked by Vacchagotta the wanderer if there is a self - were to answer that there is a self, would that be in keeping with the arising of knowledge that all phenomena [dhammas] are not-self? SN iv 401

"All dhammas are not-self" is said when Nibbāna is included. NiddA. 7

Selain dari Bodhicitta dan Tathagathagarbha dalam Mahayana, adakah disebutkan anatta sebagai sesuatu yang tidak benar? Atau cuma spekulasi dan gerak-gerik pikiran?
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: ryu on 27 August 2008, 09:56:42 AM
Kaulsalya apa artinya om :)
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: bond on 27 August 2008, 10:27:55 AM
Sesuai topik dan dibanyak thread yg selalu mempertanyakan "apakah Ini Ajaran Sang Buddha" dan pengertian sutta yg diartikan sesuka hati, bukanlah EHIPASIKO yg membawa kemajuan batin, tetapi telah terperangkap dalam vicikicha dan micchaditthi yg mendalam. Entah disadari atau tidak time will tell.... _/\_
Title: INTERMEZO
Post by: Kelana on 27 August 2008, 10:48:34 AM
Intermezooo
Ada sebuah kisah Zen, dan namanya kisah Zen kebanyakan adalah untuk direnungkan karena maknanya yang dalam. Saya ambil dari buku Zen dan mengisahkannya secara bebas, jadi kalau ada yang ingin berargumen saya tidak bisa menanggapi karena yang bikin kisahnya bukan saya.

Demikian kisahnya.

Suatu hari ada seorang bhiksu muda yang telah mempelajari Prajnaparamita menemui gurunya dan duduk di hadapan gurunya.

Bhiksu muda:
Guru, semuanya adalah kosong, tidak ada. Wujud adalah kosong, persepsi, bentuk pikiran, kesadaran, perasaan adalah kosong. (menguraikan apa yang ia pahami setelah mempelajari Prajnaparamita)

Guru:
(mendengarkan sampai bhiksu muda itu selesai, kemudian tiba-tiba sang Guru memencet hidung bhiksu muda itu sekeras-kerasnya…) TET !

Bhiksu muda:
Wadauuu!!! Sakit!! Dasar tua bangka,  [at] !#$%!

Guru:
He..he..he… jika semuanya kosong, tidak ada, lalu dari mana datangnya rasa sakit itu?
 
Bhiksu muda:
?!! (tercerahkan)

--
Dalam penjelasan dikatakan bahwa bhiksu muda itu belum memahami benar apa itu kekosongan.
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: Sumedho on 27 August 2008, 11:19:58 AM
kembali ke laptop.

boleh saya simpulkan dari diskusi ini?

Quote
Harap berhati-hati membaca Anatta-lakkhana-sutta. ... Sebagian besar umat Buddha terperosok ketika membaca sutta itu, sehingga merasa memahami FAKTA 'anatta', padahal sebenarnya mereka hanyalah memegang DOKTRIN 'anatta'.
Ini adalah rasa takut yang berlebihan dimana masih banyak doktrin atau ajaran lain juga demikian. Semua ajaran apapun selama masih hanya sebatas menghafal tentu tidak berguna. Contohnya ilmu memasak dan memasak beneran.

Utk memasak perlu petunjuk dahulu baru bisa memasak.

[tentang MMD, walaupun saya sebenarnya tidak setuju membahas MMD disini karena bukan tempatnya, petunjuk pak Hud menurut saya adalah salah satu bentuk doktrin/ajaran juga]


Quote
Kunci untuk memahami Anatta-lakkhana dengan benar terletak pada bagian akhir sutta itu:

"Setiap fenomena nama-rupa apa pun ... dilihat sebagai apa adanya dengan pemahaman benar sebagai: 'Ini bukan milikku. Ini bukan diriku. Ini bukan aku.'
"Melihat demikian, murid yang ariya ... berpaling dari nama-rupa. Setelah berpaling, dia menjadi tidak tertarik. Setelah tidak tertarik, dia terbebas sepenuhnya. Dengan terbebas penuh, disana ada pengetahuan, 'Terbebas sepenuhnya.' Dia mengerti bahwa 'Kelahiran telah berakhir, kehidupan suci telah terpenuhi, tugas telah selesai. Tidak ada lagi lebih jauh untuk dunia ini.'"
Kuncinya adalah keseluruhannya. Pada sutta ini merupakan dialog tanya jawab dimana Sang Buddha membawa diskusi dari awal sampai akhir yang berhubungan. Dengan jelas diawal dikatakan satupersatu bahwa nama-rupa bukan diri.

Quote
Nah ... jadi yang bisa melihat 'Ini bukan milikku; ini bukan aku; ini bukan diri/atta-ku,' HANYALAH seorang ariya ... Dengan kata lain, FAKTA 'anatta' HANYA bisa dilihat oleh seorang ariya. ...
Ini terbalik. Setelah melihat dia baru tercerahkan. Jadi bukan menjadi ariya baru melihat, justru setelah melihat dia, dia kecewa lalu tidak melekat, baru tercerahkan.
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 27 August 2008, 01:09:11 PM
Loh koq kesimpulan saya yg sudah terdistorsi? ini ada di suttanya koq
Quote
"Then, Bahiya, you should train yourself thus: In reference to the seen, there will be only the seen. In reference to the heard, only the heard. In reference to the sensed, only the sensed. In reference to the cognized, only the cognized. That is how you should train yourself. When for you there will be only the seen in reference to the seen, only the heard in reference to the heard, only the sensed in reference to the sensed, only the cognized in reference to the cognized, then, Bahiya, there is no you in terms of that. When there is no you in terms of that, there is no you there. When there is no you there, you are neither here nor yonder nor between the two. This, just this, is the end of stress."
Tema-nya sama.
btw semua pernyataan Pak Hud juga sudah terdistorsi oleh ajaran MMD hehehehe

Maksudnya 'terdistorsi', Anda telah membaca Bahiya-sutta dengan KONSEP anatta. ... Coba bayangkan seorang non-Buddhis membaca Bahiya-sutta .... tidak ada KONSEP anatta dalam pikirannya ...

Di dalam Bahiya-sutta, Sang Buddha tidak mengajarkan KONSEP anatta kepada Bahiya. ... Alih-alih, Sang Buddha mengajarkan agar Bahiya 'melihat apa adanya', tanpa konsep apa pun. ... Baru pada akhir sutta itu, Sang Buddha mengatakan, bahwa--apabila Bahiya bisa 'melihat apa adanya'--maka 'kamu tidak ada lagi' (anatta), ini FAKTA anatta bukan KONSEP anatta. ... Di sini Sang Buddha memberitahu Bahiya, bahwa bila ia bisa 'melihat apa adanya' ... maka ia menembus FAKTA anatta.

Melihatkah Anda bedanya KONSEP anatta dengan FAKTA anatta? ... Itulah yang saya katakan sejak semula, banyak sekali umat Buddha terjebak pada KONSEP anatta tanpa menembus FAKTA anatta. ... FAKTA anatta hanya bisa ditembus dalam khanika-samadhi.

Dalam Bahiya-sutta, 'kamu tidak ada' (anatta) bukan topik utama, bukan KONSEP melainkan FAKTA ... pesan utama Sang Buddha dalam sutta itu adalah 'melihat apa adanya'.

Salam,
hudoyo
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 27 August 2008, 01:20:42 PM
An-atta = tanpa inti yang kekal atau tanpa diri / roh ? karena kedua-nya seharusnya berbeda.

Apa yang ditanyakan oleh Rekan Dilbert ini SANGAT PENTING. .... Saya sudah melihat hal ini sejak lama ...

Anatta = "tanpa inti yang kekal" ... ini adalah kesalahan sebagian besar umat Buddha dalam memahami konsep anatta. ... Coba, siapa saja yang bisa menemukan ucapan Sang Buddha yang mendefinisikan 'anatta' seperti itu, silakan tampilkan di sini. ... Ini adalah konsep anatta secara METAFISIKAL. ... Sang Buddha tidak pernah bicara tentang 'anatta' sebagai konsep metafisikal ... bahkan Sang Buddha menolak menganut paham metafisikal apa pun ... "Semua paham metafisikal hanyalah 'rimba pendapat'," kata Sang Buddha. ...

Sang Buddha tidak bicara tentang 'anatta' sebagai pengertian metafisikal, melainkan sebagai FAKTA EKSPERIENSIAL (pengalaman batin), setidak-tidaknya konsep eksperiensial, bukan metafisikal. ... 'Anatta' itu adalah ketika seorang arahat tidak lagi berpikir 'ini milikku, ini aku, ini diri/atta-ku'. ...

Jadi menurut hemat saya, terjemahan 'anatta' yang benar adalah 'tanpa-aku, tanpa-diri' (not-me, not-self), bukan 'tanpa-inti' (no-essence).

Salam,
hudoyo

Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 27 August 2008, 01:23:28 PM
cek aja bos disini http://dhammacitta.org/tipitaka/sn/sn22/sn22.059.than.html

Bahkan di dalam Anattalakkhana-sutta ini sendiri, anatta diuraikan oleh Sang Buddha sebagai ketika orang tidak lagi berpikir 'ini milikku, ini aku, ini diri/atta-ku'.
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: K.K. on 27 August 2008, 01:27:24 PM
...
Melihatkah Anda bedanya KONSEP anatta dengan FAKTA anatta? ... Itulah yang saya katakan sejak semula, banyak sekali umat Buddha terjebak pada KONSEP anatta tanpa menembus FAKTA anatta. ... FAKTA anatta hanya bisa ditembus dalam khanika-samadhi.
...

Saya belum pernah baca tentang "khanika samadhi" dalam Sutta. Boleh minta referensinya, Pak?
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 27 August 2008, 01:30:22 PM
Quote from: hudoyo
Quote from: bond
Sory saya sangat meragukan bahwa J krishnamurti telah mencapai pembebasan sempurna. Karena dari apa yg pernah saya baca beliau terlibat perselingkuhan dan aborsi(mudah-mudahan salah  Smiley ). Arahat dan Buddha tidak pernah melakukan hal demikian dalam kehidupan Ariyanya.
Persepsi bisa berbeda karena asumsi berbeda. ... Di dalam Theravada yang puritan, seks dan pencerahan tidak kompatibel. ... Di dalam Mahayana lain lagi: ada sumpah Bodhisattva yang menyatakan, bahwa seorang Bodhisattva bersedia MELANGGAR SILA demi cinta kasih. ... Di dalam Vajrayana, lain lagi: seks malah menjadi instrumen bagi tercapainya pencerahan.
bos kok nyelonong sampe ke yg laen2?? pembicaraannya kan pendekatan MMD  ^-^ mengalihkan yak :D

Saya ingin menekankan bahwa persepsi orang terhadap satu peristiwa tidak pernah sama, bisa berbeda bila asumsi yang ada di balik kepalanya berbeda.
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 27 August 2008, 01:31:47 PM
Saya belum pernah baca tentang "khanika samadhi" dalam Sutta. Boleh minta referensinya, Pak?

Saya tidak merujuk ke sutta. ... 'khanika-samadhi' saya pelajari dari Mahasi Sayadaw, dan saya buktikan sendiri dalam pengalaman vipassana.
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 27 August 2008, 01:33:44 PM
Quote
Perlu saya kemukakan bahwa pendekatan MMD ini saya pelajari dari J
Krishnamurti, yang menurut hemat saya adalah seorang yang telah mencapai
pencerahan & pembebasan sempurna
dalam hidupnya di abad ke-20 lalu
haa... ? ? ?

Itu pendapat pribadi ...
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 27 August 2008, 01:42:39 PM
http://fwbo.org/articles/tantric_sex.html
Quote
To conclude, within the Vajrayana, sex - as most of us understand and experience it - is not part of the path to Enlightenment at all. Sexual language within the Vajrayana is strictly metaphorical, strictly symbolic: not to be taken literally. Indeed, if taken literally, some Vajrayana writings will not lead us to Enlightenment, but will sink us more deeply in the mire of greed, hatred, and delusion.

Ada 'Tantra Kiri' dan 'Tantra Kanan' ... tulisan di atas tampaknya berasal dari Tantra Kanan.
Dalam Tantra Kiri seks digunakan sebagai instrumen untuk mencapai pembebasan.
Orang yang membaca ini, apalagi sudah mempunyai pra-asumsi bahwa seks tidak kompatibel dengan pencerahan, dengan mudah menghakimi 'Tantra Kiri'.

Kalau belum pernah mencoba sendiri, jangan menghakimi. ... Kalau tidak mau mencoba sendiri, jangan menghakimi.
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 27 August 2008, 01:46:22 PM
wah... ini menarik sekali, thanks Bro Hokben,
yang mana yang benar nih, bisakah Sdr. Hudoyo memberikan referensi mengenai kalimat Di dalam Vajrayana, lain lagi: seks malah menjadi instrumen bagi tercapainya pencerahan.

Silakan baca sendiri Berzin Archives di internet, yang saya anggap otoritas paling andal dalam Vajrayana. Alexander Berzin pernah menjadi penerjemah YM Dalai Lama XIV.
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: K.K. on 27 August 2008, 01:52:54 PM
Saya belum pernah baca tentang "khanika samadhi" dalam Sutta. Boleh minta referensinya, Pak?

Saya tidak merujuk ke sutta. ... 'khanika-samadhi' saya pelajari dari Mahasi Sayadaw, dan saya buktikan sendiri dalam pengalaman vipassana.

Berarti pernyataan di bawah ini:

Quote
... FAKTA anatta hanya bisa ditembus dalam khanika-samadhi

juga merupakan opini pribadi?
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 27 August 2008, 02:26:23 PM
Tergantung sumbernya pak. Tergantung teks Mahayana yang mana. Ada Sutra Mahayana yang bilang  Bodhisattva bila melanggar sila akan jatuh dari Sangha Bodhisattva.

Tentang Sumpah Tambahan Bodhisattva #11 tidak pernah menjadi perdebatan, itu adalah fakta dari Vajrayana.

INTRODUCTION

As far as I am aware, there are two different traditions in the Bodhisattva vows: the Chinese and the Tibetan. In the chinese tradition, the vows for lay followers and monks and nuns are different. The Chinese version for ordained people has ten root vows and forty-eight secondary vows. Although the listing of the vows is not the same, they are very similar to the Tibetan tradition. Below explanation follows the Tibetan tradition.

The bodhisattva or bodhicitta vows comprise eighteen root and forty-six secondary vows. These vows have been compiled in the Tibetan tradition from various authoritative texts.

[...]

THE 46 SECONDARY VOWS
The forty-six branch vows require that you abandon the following actions:

[...]

11. Not knowing the full purpose of compassion.
If it serves a special purpose for others, it is permissible for a Bodhisattva to commit the seven non-virtues (pelanggaran sila) of body and speech. If you refuse to commit a such a non-virtue, when by doing so you could help numberless sentient beings, you will incur this downfall. Generally, you have to avoid all non-virtues. But when the circumstances arise in which, through compassion, you can help numberless sentient beings by engaging in one of the seven non-virtues of body and speech, then you must do so. For instance, suppose you were living in the country and a hunter came by and asked you whether you had seen any deer. If you had seen some and decided not to lie, you would keep your Vinaya precepts and retain observance of the seven virtues, but the hunter would kill the deer. In this case you should rather tell a lie than follow the normal rule. This judgement obviously requires wisdom.[/quote]

Quote
Seks dalam Vajrayana sudah pernah dibahas di sini. Tergantung dari aliran mana (Vajrayana ada banyak, nyingma, kadampa, sakya, dll). Hal ini bahkan tidak dibahas di kalangan Vajrayana sendiri, Tetapi pak hudoyo bisa dengan baik menggeneralisir keadaan tersebut.

Sumpah Tambahan Bodhisattva #11 itu terdapat di internet ... tidak dibahas di kalangan Vajrayana karena diterima secara meluas di sana ... yang mempersoalkan kan cuma orang Theravada. ... Saya tidak menggeneralisir, cuma menyebut sepintas lalu, karena itu bukan menjadi topik utama dalam diskusi ini.

Quote
Saya ingin sekedar komentar. Jika saya melakukan upaya kausalya, tetapi setiap thread yang saya buat menimbulkan pertanyaan "ini ajaran Sang Buddha bukan ya?", bahkan sampai timbul perdebatan yang melibatkan pribadi, sebaiknya saya bertanya dulu ke dalam, apakah ini upaya kausalya atau bukan.

Tulisan saya sudah berhasil membuka wawasan banyak teman-teman Buddhis. ... Yang tidak suka dengan tulisan saya hanyalah mereka yang sudah mempunyai image tertentu yang mengkristal tentang ajaran Sang Guru yang kemudian saya pertanyakan. ... Kepada orang-orang seperti ini saya sarankan, Anda tidak perlu membaca tulisan-tulisan saya kalau memang tulisan saya menggoyahkan iman Anda.

Quote
It is impossible, it cannot come to pass that a man possessed of (right) view would treat any dhamma as self - this situation does not occur. MN iii 64
The world, as a rule, is fettered by attachment and clinging to things, and is firmly adhering to them. But the learned and noble disciple does no longer attach himself, cling firmly, adhere and incline to the thoughts: 'I have an attā,' and he knows: 'Merely dukkha arises, merely dukkha vanishes.' SN II 17 SN III 135
‘The self, the self,’ bhikshus, thinks the untaught worldling, misapprehending concepts. But there is no self and what belongs to self. This suffering, arising, arises; this suffering, ceasing, ceases. Samskaras, arising, arise, samskaras ceasing, cease.” (Chinese Madhyama Agama, MA, 62, 498b)
If I - being asked by Vacchagotta the wanderer if there is a self - were to answer that there is a self, would that be in keeping with the arising of knowledge that all phenomena [dhammas] are not-self? SN iv 401
"All dhammas are not-self" is said when Nibbāna is included. NiddA. 7

Siapa yang menyusun kutipan-kutipan sutta/sutra ini? ... Justru semua kutipan ini menyebut 'self' (diri, aku), bukan 'inti yang kekal' (permanent essence, permanent substance). Justru semua kutipan itu memperkuat apa yang saya katakan.

Quote
Selain dari Bodhicitta dan Tathagathagarbha dalam Mahayana, adakah disebutkan anatta sebagai sesuatu yang tidak benar? Atau cuma spekulasi dan gerak-gerik pikiran?

Lho, pertanyaan Anda aneh ... Tampaknya Anda membaca tulisan saya secara salah! ... Di mana saya pernah berkata bahwa "anatta itu tidak benar"? ... Yang saya katakan, umat Buddha harus membedakan antara KONSEP anatta dan FAKTA anatta. ... KONSEP anatta tidak pernah membebaskan, bahkan sering kali membuat umat Buddha besar kepala ... Hanya FAKTA anatta (ketika orang menembusnya dalam meditasi vipassana) yang membebaskan.

Salam,
hudoyo
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 27 August 2008, 02:27:47 PM
Kaulsalya apa artinya om :)

'Upaya kausalya' = menggunakan berbagai cara yang baik untuk mendorong pencerahan seseorang.
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 27 August 2008, 02:31:05 PM
Sesuai topik dan dibanyak thread yg selalu mempertanyakan "apakah Ini Ajaran Sang Buddha" dan pengertian sutta yg diartikan sesuka hati, bukanlah EHIPASIKO yg membawa kemajuan batin, tetapi telah terperangkap dalam vicikicha dan micchaditthi yg mendalam. Entah disadari atau tidak time will tell.... _/\_

Umat Buddha bisa tidur terus dan bermimpi di dalam miccha-ditthi yang dikiranya samma-ditthi. ... Baru setelah bangun ia mulai berehipassiko dan tidak bergantung pada kitab suci. Time will tell. ...  _/\_
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 27 August 2008, 02:33:59 PM
Intermezooo
Ada sebuah kisah Zen, dan namanya kisah Zen kebanyakan adalah untuk direnungkan karena maknanya yang dalam. Saya ambil dari buku Zen dan mengisahkannya secara bebas, jadi kalau ada yang ingin berargumen saya tidak bisa menanggapi karena yang bikin kisahnya bukan saya.
Demikian kisahnya.
Suatu hari ada seorang bhiksu muda yang telah mempelajari Prajnaparamita menemui gurunya dan duduk di hadapan gurunya.
Bhiksu muda:
Guru, semuanya adalah kosong, tidak ada. Wujud adalah kosong, persepsi, bentuk pikiran, kesadaran, perasaan adalah kosong. (menguraikan apa yang ia pahami setelah mempelajari Prajnaparamita)
Guru:
(mendengarkan sampai bhiksu muda itu selesai, kemudian tiba-tiba sang Guru memencet hidung bhiksu muda itu sekeras-kerasnya…) TET !
Bhiksu muda:
Wadauuu!!! Sakit!! Dasar tua bangka,  [at] !#$%!
Guru:
He..he..he… jika semuanya kosong, tidak ada, lalu dari mana datangnya rasa sakit itu?
Bhiksu muda:
?!! (tercerahkan)
--
Dalam penjelasan dikatakan bahwa bhiksu muda itu belum memahami benar apa itu kekosongan.

Bagus. ... Mudah-mudahan semua pembaca terbuka matanya. ... "Anatta, anatta" ... ketika imannya tersinggung, naik pitam dia.
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: ryu on 27 August 2008, 02:47:48 PM
Intermezooo
Ada sebuah kisah Zen, dan namanya kisah Zen kebanyakan adalah untuk direnungkan karena maknanya yang dalam. Saya ambil dari buku Zen dan mengisahkannya secara bebas, jadi kalau ada yang ingin berargumen saya tidak bisa menanggapi karena yang bikin kisahnya bukan saya.
Demikian kisahnya.
Suatu hari ada seorang bhiksu muda yang telah mempelajari Prajnaparamita menemui gurunya dan duduk di hadapan gurunya.
Bhiksu muda:
Guru, semuanya adalah kosong, tidak ada. Wujud adalah kosong, persepsi, bentuk pikiran, kesadaran, perasaan adalah kosong. (menguraikan apa yang ia pahami setelah mempelajari Prajnaparamita)
Guru:
(mendengarkan sampai bhiksu muda itu selesai, kemudian tiba-tiba sang Guru memencet hidung bhiksu muda itu sekeras-kerasnya…) TET !
Bhiksu muda:
Wadauuu!!! Sakit!! Dasar tua bangka,  [at] !#$%!
Guru:
He..he..he… jika semuanya kosong, tidak ada, lalu dari mana datangnya rasa sakit itu?
Bhiksu muda:
?!! (tercerahkan)
--
Dalam penjelasan dikatakan bahwa bhiksu muda itu belum memahami benar apa itu kekosongan.

Bagus. ... Mudah-mudahan semua pembaca terbuka matanya. ... "Anatta, anatta" ... ketika imannya tersinggung, naik pitam dia.

Itu bisa terjadi pada kedua belah pihak lho Pak :))
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: ryu on 27 August 2008, 02:49:01 PM
Jadi Ingat sama si Dhammakara, semua disini pada akhirnya beriman juga tuh :))
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 27 August 2008, 02:49:21 PM
boleh saya simpulkan dari diskusi ini?
Ini adalah rasa takut yang berlebihan dimana masih banyak doktrin atau ajaran lain juga demikian. Semua ajaran apapun selama masih hanya sebatas menghafal tentu tidak berguna.

Kalau mau bebas, semua ajaran harus dilepas.

Quote
Contohnya ilmu memasak dan memasak beneran.
Utk memasak perlu petunjuk dahulu baru bisa memasak.

Pembebasan tidak bisa disamakan dengan memasak. Pembebasan tidak memerlukan ilmu pembebasan apa pun.

Quote
tentang MMD, walaupun saya sebenarnya tidak setuju membahas MMD disini karena bukan tempatnya, petunjuk pak Hud menurut saya adalah salah satu bentuk doktrin/ajaran juga

Kalau anjuran saya 'lepaskan semua ajaran' Anda anggap sebagai ajaran juga, silakan.

Quote
Kuncinya [Anattalakkhana-sutta] adalah keseluruhannya. Pada sutta ini merupakan dialog tanya jawab dimana Sang Buddha membawa diskusi dari awal sampai akhir yang berhubungan. Dengan jelas diawal dikatakan satupersatu bahwa nama-rupa bukan diri.

Setuju. Memang Anattalakkhana-sutta merupakan analisis nama-rupa dilihat dari kacamata DOKTRIN anatta. ... Itu SALAH SATU jalan untuk menembus FAKTA anatta pada akhir sutta itu.

Tapi itu bukan SATU-SATUNYA jalan. ... Ada JALAN LAIN. ... Dalam Bahiya-sutta orang menembus FAKTA anatta tanpa melalui analisis nama-rupa, tanpa melalui DOKTRIN ANATTA, melainkan melalui 'melihat apa adanya'. ... Ini yang saya gunakan dalam retret MMD ... tidak pernah saya mengajarkan DOKTRIN anatta dalam retret MMD ... Dan hasilnya, banyak teman-teman, Buddhis dan non-Buddhis, berhasil membebaskan diri dari kelekatan kepada pikiran/aku dalam khanika-samadhi.

Quote
Quote
Nah ... jadi yang bisa melihat 'Ini bukan milikku; ini bukan aku; ini bukan diri/atta-ku,' HANYALAH seorang ariya ... Dengan kata lain, FAKTA 'anatta' HANYA bisa dilihat oleh seorang ariya. ...
Ini terbalik. Setelah melihat dia baru tercerahkan. Jadi bukan menjadi ariya baru melihat, justru setelah melihat dia, dia kecewa lalu tidak melekat, baru tercerahkan.

Yang Anda ceritakan adalah metode Anattalakkhana-sutta. ... Yang saya ceritakan adalah pendekatan Bahiya-sutta.
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 27 August 2008, 02:50:57 PM
Quote from: hudoyo
Bagus. ... Mudah-mudahan semua pembaca terbuka matanya. ... "Anatta, anatta" ... ketika imannya tersinggung, naik pitam dia.
Itu bisa terjadi pada kedua belah pihak lho Pak :))

Betul. ... Oleh karena itu saya selalu berkata, "Buang semua iman apa pun" ... Baru orang tidak akan pernah naik pitam.
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: ryu on 27 August 2008, 02:52:39 PM
Quote from: hudoyo
Bagus. ... Mudah-mudahan semua pembaca terbuka matanya. ... "Anatta, anatta" ... ketika imannya tersinggung, naik pitam dia.
Itu bisa terjadi pada kedua belah pihak lho Pak :))

Betul. ... Oleh karena itu saya selalu berkata, "Buang semua iman apa pun" ... Baru orang tidak akan pernah naik pitam.
Andai semua yang belajar MMD gitu semua pak :))
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 27 August 2008, 02:55:23 PM
Berarti pernyataan di bawah ini:
Quote
... FAKTA anatta hanya bisa ditembus dalam khanika-samadhi
juga merupakan opini pribadi?

Bukan opini pribadi, melainkan pengalaman pribadi
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 27 August 2008, 02:56:06 PM
Andai semua yang belajar MMD gitu semua pak :))

Terserah masing-masinglah ...
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 27 August 2008, 03:03:47 PM
Lucu ... setiap kali saya terlibat perdebatan panas dengan seseorang, selalu reputasi saya turun satu angka.
 :)) :)) :))

Saya sendiri tidak pernah memberi BRP kepada seseorang hanya karena debat panas. :)
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: K.K. on 27 August 2008, 03:09:02 PM
Lucu ... setiap kali saya terlibat perdebatan panas dengan seseorang, selalu reputasi saya turun satu angka.
 :)) :)) :))

Saya sendiri tidak pernah memberi BRP kepada seseorang hanya karena debat panas. :)

Biasanya karena apa, Pak?
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 27 August 2008, 03:10:22 PM
Oh, kalau yang Anda tanyakan berkaitan dengan perkataan saya: "Saya sendiri tidak pernah memberi BRP kepada seseorang hanya karena debat panas", jawabannya: Saya tidak pernah memberikan BRP.
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: K.K. on 27 August 2008, 03:14:49 PM
Apanya yang "biasanya karena apa"? ... Saya tidak mengerti pertanyaan Anda.

Maksudnya, kalopun kasih BRP, biasanya karena apa?

Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 27 August 2008, 03:15:53 PM
hehehe ... jawabannya ada di atas posting Anda ini ... modifikasi dari posting saya sebelumnya.
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: K.K. on 27 August 2008, 03:17:26 PM
Oh, kalau yang Anda tanyakan berkaitan dengan perkataan saya: "Saya sendiri tidak pernah memberi BRP kepada seseorang hanya karena debat panas", jawabannya: Saya tidak pernah memberikan BRP.

hehehe ... jawabannya ada di atas posting Anda ini ... modifikasi dari posting saya sebelumnya.

Oh, OK.  :)
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: ryu on 27 August 2008, 04:07:34 PM
Iye pak aye juga di thread debat pernah kena BRP padahal aye manusia Baik2 kakakakak :))

dah ah :backtotopic:
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: Sumedho on 27 August 2008, 04:31:20 PM
Maksudnya 'terdistorsi', Anda telah membaca Bahiya-sutta dengan KONSEP anatta. ... Coba bayangkan seorang non-Buddhis membaca Bahiya-sutta .... tidak ada KONSEP anatta dalam pikirannya ...

Di dalam Bahiya-sutta, Sang Buddha tidak mengajarkan KONSEP anatta kepada Bahiya. ... Alih-alih, Sang Buddha mengajarkan agar Bahiya 'melihat apa adanya', tanpa konsep apa pun. ... Baru pada akhir sutta itu, Sang Buddha mengatakan, bahwa--apabila Bahiya bisa 'melihat apa adanya'--maka 'kamu tidak ada lagi' (anatta), ini FAKTA anatta bukan KONSEP anatta. ... Di sini Sang Buddha memberitahu Bahiya, bahwa bila ia bisa 'melihat apa adanya' ... maka ia menembus FAKTA anatta.

Melihatkah Anda bedanya KONSEP anatta dengan FAKTA anatta? ... Itulah yang saya katakan sejak semula, banyak sekali umat Buddha terjebak pada KONSEP anatta tanpa menembus FAKTA anatta. ... FAKTA anatta hanya bisa ditembus dalam khanika-samadhi.

Dalam Bahiya-sutta, 'kamu tidak ada' (anatta) bukan topik utama, bukan KONSEP melainkan FAKTA ... pesan utama Sang Buddha dalam sutta itu adalah 'melihat apa adanya'.

Salam,
hudoyo
hmm saya jadi tidak jelas ini maksud konsep anatta itu apa....

di anattalakkhana sutta saya baca sih tidak ada konsep apapun juga. disana hanya instruksi utk melihat apa adanya juga. Persis sama dengan bahiya sutta.

Disuruh melihat bahwa... tidak ada diri/kamu/aku disana.

maksudnya konsep anatta pak hud itu kek apa yah?
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: Sumedho on 27 August 2008, 04:40:39 PM
boleh saya simpulkan dari diskusi ini?
Ini adalah rasa takut yang berlebihan dimana masih banyak doktrin atau ajaran lain juga demikian. Semua ajaran apapun selama masih hanya sebatas menghafal tentu tidak berguna.

Kalau mau bebas, semua ajaran harus dilepas.
Kalau ini sudah cucok, boro2x ajaran, aku nya aja sudah dilepas apalagi ajarannya ;D

Quote
Quote
Contohnya ilmu memasak dan memasak beneran.
Utk memasak perlu petunjuk dahulu baru bisa memasak.

Pembebasan tidak bisa disamakan dengan memasak. Pembebasan tidak memerlukan ilmu pembebasan apa pun.

Instruksi Sang Buddha pada lima pertapa itu adalah resep. Petunjuk sang buddha pada bahiya adalah resep.
Tanpa khotbah itu 5 pertapa dan bahiya apakah bisa tercerahkan?

Quote
Quote
tentang MMD, walaupun saya sebenarnya tidak setuju membahas MMD disini karena bukan tempatnya, petunjuk pak Hud menurut saya adalah salah satu bentuk doktrin/ajaran juga

Kalau anjuran saya 'lepaskan semua ajaran' Anda anggap sebagai ajaran juga, silakan.
sip :)

Quote
Quote
Kuncinya [Anattalakkhana-sutta] adalah keseluruhannya. Pada sutta ini merupakan dialog tanya jawab dimana Sang Buddha membawa diskusi dari awal sampai akhir yang berhubungan. Dengan jelas diawal dikatakan satupersatu bahwa nama-rupa bukan diri.

Setuju. Memang Anattalakkhana-sutta merupakan analisis nama-rupa dilihat dari kacamata DOKTRIN anatta. ... Itu SALAH SATU jalan untuk menembus FAKTA anatta pada akhir sutta itu.

Tapi itu bukan SATU-SATUNYA jalan. ... Ada JALAN LAIN. ... Dalam Bahiya-sutta orang menembus FAKTA anatta tanpa melalui analisis nama-rupa, tanpa melalui DOKTRIN ANATTA, melainkan melalui 'melihat apa adanya'. ... Ini yang saya gunakan dalam retret MMD ... tidak pernah saya mengajarkan DOKTRIN anatta dalam retret MMD ... Dan hasilnya, banyak teman-teman, Buddhis dan non-Buddhis, berhasil membebaskan diri dari kelekatan kepada pikiran/aku dalam khanika-samadhi.

Quote
Quote
Nah ... jadi yang bisa melihat 'Ini bukan milikku; ini bukan aku; ini bukan diri/atta-ku,' HANYALAH seorang ariya ... Dengan kata lain, FAKTA 'anatta' HANYA bisa dilihat oleh seorang ariya. ...
Ini terbalik. Setelah melihat dia baru tercerahkan. Jadi bukan menjadi ariya baru melihat, justru setelah melihat dia, dia kecewa lalu tidak melekat, baru tercerahkan.

Yang Anda ceritakan adalah metode Anattalakkhana-sutta. ... Yang saya ceritakan adalah pendekatan Bahiya-sutta.
respon dipostingan sebelumnya pak.
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 27 August 2008, 07:56:52 PM
hmm saya jadi tidak jelas ini maksud konsep anatta itu apa....
di anattalakkhana sutta saya baca sih tidak ada konsep apapun juga. disana hanya instruksi utk melihat apa adanya juga. Persis sama dengan bahiya sutta.
Disuruh melihat bahwa... tidak ada diri/kamu/aku disana.
maksudnya konsep anatta pak hud itu kek apa yah?

Di Anattalakkhana-sutta, instruksinya adalah untuk menganalisis nama-rupa dengan konsep anatta dari sejak awal.

Di Bahiya-sutta, instruksinya adalah melihat apa adanya (tanpa konsep anatta sejak awal) ... Tentang 'kamu tidak ada' (fakta anatta), itu ditambahkan oleh Sang Buddha pada akhir instruksi itu sebagai uraian tentang hasil yang tercapai apabila instruksi itu dilaksanakan ... Dengan demikian, 'kamu tidak ada' dalam Bahiya-sutta itu bukan konsep anatta yang menjadi bagian dari instruksi tentang apa yang harus dikerjakan sejak awal.

Saya menggunakan instruksi Sang Buddha dalam Bahiya-sutta dalam retret MMD bagi teman-teman yang non-Buddhis. Mereka tidak punya konsep anatta sama sekali ketika melaksanakan 'melihat hanya melihat, mendengar hanya mendengar ...". Justru dalam keadaan tanpa konsep anatta, banyak di antara mereka masuk dalam khanika-samadhi, di mana fakta anatta ditembus.

Rekan Sumedho, cobalah bayangkan dengan cermat seorang non-Buddhis membaca & melaksanakan instruksi Sang Buddha dalam Bahiya-sutta ... Mudah-mudahan Anda bisa melihat bedanya pikiran seorang non-Buddhis dan pikiran seorang Buddhis ketika membaca Bahiya-sutta.

Kalau sampai sejauh ini Anda masih juga belum bisa membedakan antara 'konsep anatta' dengan 'fakta anatta' ... ya sudah, saya angkat tangan, saya tidak mampu menjelaskan lebih jauh lagi kepada Anda ... Ternyata MMD bukan buat Anda ... Kembalilah berpegang pada Anattalakhana-sutta.

Salam,
hudoyo
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 27 August 2008, 08:03:12 PM
Instruksi Sang Buddha pada lima pertapa itu adalah resep. Petunjuk sang buddha pada bahiya adalah resep.
Tanpa khotbah itu 5 pertapa dan bahiya apakah bisa tercerahkan?

"Resep" Sang Buddha kepada 5 petapa dalam Anattalakkhana-sutta sangat berbeda dengan "resep" Sang Buddha kepada Bahiya. ... Kepada 5 pertapa Sang Buddha memberi resep agar MENGGUNAKAN PIKIRAN menganalisis nama-rupa ... Kepada Bahiya Sang Buddha memberi resep agar melihat apa adanya TANPA BERPIKIR ... Resep kepada Bahiya itulah yang saya sebut "resep tanpa resep" (tanpa berpikir).

Salam,
hudoyo
Title: OOT: Pembatasan fitur "Modify" terasa membatasi ...
Post by: hudoyo on 27 August 2008, 08:17:00 PM
 [at] Admin

Saya merasakan bahwa fitur "Modify" yang hanya dibatasi selama 30 menit sangat membatasi tulisan saya. ... Saya termasuk member yang sering kali menulis secara panjang lebar dengan materi yang sangat informatif. ... Tulisan yang panjang lebar seperti itu sering kali perlu diperbaiki, disempurnakan, mungkin diubah atau ditambah, setelah dibaca kembali beberapa saat kemudian. ... Semua itu saya lakukan demi kesempurnaan artikel itu, yang akan terpasang di forum ini untuk dibaca teman-teman Buddhis di masa depan yang panjang. ...

Adanya pembatasan fitur 'Modify' membuat saya tidak bisa lagi memperbaiki, menyempurnakan artikel saya sesudah 30 menit. Ini sayang sekali. ... Sering kali ketika artikel itu saya copas untuk saya kirim ke forum atau milis lain, saya membuat perubahan-perubahan yang lebih menyempurnakan artikel itu, lebih lancar dibaca dsb, yang tidak bisa dilakukan pada artikel aslinya di Forum DC.

Bahwa fitur 'Modify' yang tidak terbatas bisa digunakan oleh seorang member untuk 'membalikkan makna' tulisannya di kemudian hari memang tidak bisa dihindarkan. ... Tetapi saya rasa perbuatan itu tidak bertanggung jawab, dan cepat atau lambat akan diketahui oleh member lain. ... Namun, kemungkinan kecil ini bukan alasan yang cukup kuat untuk membatasi penggunaan fitur "Modify".

Salam,
hudoyo
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: Sumedho on 27 August 2008, 09:13:56 PM

Di Anattalakkhana-sutta, instruksinya adalah untuk menganalisis nama-rupa dengan konsep anatta dari sejak awal.
Konsep anattanya yg mana pak?

Quote
Di Bahiya-sutta, instruksinya adalah melihat apa adanya (tanpa konsep anatta sejak awal) ... Tentang 'kamu tidak ada' (fakta anatta), itu ditambahkan oleh Sang Buddha pada akhir instruksi itu sebagai uraian tentang hasil yang tercapai apabila instruksi itu dilaksanakan ... Dengan demikian, 'kamu tidak ada' dalam Bahiya-sutta itu bukan konsep anatta yang menjadi bagian dari instruksi tentang apa yang harus dikerjakan sejak awal.
Atau di bahiya sutta, konsep "melihat apa adanya" atau "tiada kamu disana" ?

semua itu hanya instruksi, bukan konsep2xan pak.

Quote
Saya menggunakan instruksi Sang Buddha dalam Bahiya-sutta dalam retret MMD bagi teman-teman yang non-Buddhis. Mereka tidak punya konsep anatta sama sekali ketika melaksanakan 'melihat hanya melihat, mendengar hanya mendengar ...". Justru dalam keadaan tanpa konsep anatta, banyak di antara mereka masuk dalam khanika-samadhi, di mana fakta anatta ditembus.
Kalau menurut saya sih saya tidak mengenal yang namanya khanika samadhi, jadi yah tidak relevan buat saya pak.

Quote
Rekan Sumedho, cobalah bayangkan dengan cermat seorang non-Buddhis membaca & melaksanakan instruksi Sang Buddha dalam Bahiya-sutta ... Mudah-mudahan Anda bisa melihat bedanya pikiran seorang non-Buddhis dan pikiran seorang Buddhis ketika membaca Bahiya-sutta.

Kalau sampai sejauh ini Anda masih juga belum bisa membedakan antara 'konsep anatta' dengan 'fakta anatta' ... ya sudah, saya angkat tangan, saya tidak mampu menjelaskan lebih jauh lagi kepada Anda ... Ternyata MMD bukan buat Anda ... Kembalilah berpegang pada Anattalakhana-sutta.

Buat saya sih sama saja. Jika mereka memang siap dan puzzle nya terisi oleh instruksi atau "hint" dari Sang Buddha itu, mereka akan tercerahkan.

antara anattalakkhana dan bahiya sutta menurut saya sejalan saja. hanya beda bahasa.

btw, bahiya sutta bukan milik MMD pak :) jadi yah kalau penafsiran pak hud tentang kedua sutta itu berbeda dengan saya yah tidak apa2x. Kalau menurut pak hud (sebagai pendiri MMD) saya tidak cocok yah tidak apa2x :) Saya punya jalan sendiri. MMD jg tidak ada relevansinya disini pak. Kita kan bahas sutta nya bukan MMD.
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: Sumedho on 27 August 2008, 09:17:23 PM
[at] Admin

Saya merasakan bahwa fitur "Modify" yang hanya dibatasi selama 30 menit sangat membatasi tulisan saya. ... Saya termasuk member yang sering kali menulis secara panjang lebar dengan materi yang sangat informatif. ... Tulisan yang panjang lebar seperti itu sering kali perlu diperbaiki, disempurnakan, mungkin diubah atau ditambah, setelah dibaca kembali beberapa saat kemudian. ... Semua itu saya lakukan demi kesempurnaan artikel itu, yang akan terpasang di forum ini untuk dibaca teman-teman Buddhis di masa depan yang panjang. ...

Adanya pembatasan fitur 'Modify' membuat saya tidak bisa lagi memperbaiki, menyempurnakan artikel saya sesudah 30 menit. Ini sayang sekali. ... Sering kali ketika artikel itu saya copas untuk saya kirim ke forum atau milis lain, saya membuat perubahan-perubahan yang lebih menyempurnakan artikel itu, lebih lancar dibaca dsb, yang tidak bisa dilakukan pada artikel aslinya di Forum DC.

Bahwa fitur 'Modify' yang tidak terbatas bisa digunakan oleh seorang member untuk 'membalikkan makna' tulisannya di kemudian hari memang tidak bisa dihindarkan. ... Tetapi saya rasa perbuatan itu tidak bertanggung jawab, dan cepat atau lambat akan diketahui oleh member lain. ... Namun, kemungkinan kecil ini bukan alasan yang cukup kuat untuk membatasi penggunaan fitur "Modify".

Salam,
hudoyo
Ini dilema memang. Tapi sekarang ini kita sedang mencoba menggunakan tenggang waktu 30 menit dahulu nih. :)
Title: OK , Rekan Sumedho, sampai di sini saja ...
Post by: hudoyo on 27 August 2008, 09:44:44 PM
Di Anattalakkhana-sutta, instruksinya adalah untuk menganalisis nama-rupa dengan konsep anatta dari sejak awal.
Konsep anattanya yg mana pak?

Ketika orang disuruh melihat anatta padahal dalam batinnya masih ada atta, itulah yang saya namakan 'konsep anatta'.

Quote
Atau di bahiya sutta, konsep "melihat apa adanya" atau "tiada kamu disana"?
semua itu hanya instruksi, bukan konsep2xan pak.

'Melihat apa adanya' bukan konsep bagi orang yang menjalankannya. ...
'Anatta' adalah konsep bagi orang yang belum menembus faktanya. ...

Quote
Kalau menurut saya sih saya tidak mengenal yang namanya khanika samadhi, jadi yah tidak relevan buat saya pak.

Anda tidak mengenal khanika-samadhi ...
saya mengalami khanika-samadhi ...

Quote
Buat saya sih sama saja. Jika mereka memang siap dan puzzle nya terisi oleh instruksi atau "hint" dari Sang Buddha itu, mereka akan tercerahkan.
antara anattalakkhana dan bahiya sutta menurut saya sejalan saja. hanya beda bahasa.

Instruksi dalam Anattalakkhana-sutta tidak sama dengan instruksi dalam Bahiya-sutta ... Dalam Anattalakkhana-sutta,  menganalisis nama-rupa pakai pikiran ... Dalam Bahiya-sutta, melihat apa adanya tidak pakai pikiran

Quote
btw, bahiya sutta bukan milik MMD pak :) jadi yah kalau penafsiran pak hud tentang kedua sutta itu berbeda dengan saya yah tidak apa2x. Kalau menurut pak hud (sebagai pendiri MMD) saya tidak cocok yah tidak apa2x :) Saya punya jalan sendiri. MMD jg tidak ada relevansinya disini pak. Kita kan bahas sutta nya bukan MMD.

Bahiya-sutta adalah milik pelaksananya, entah itu di MMD entah di luar MMD ...
Bahiya-sutta bukan milik orang yang cuma membacanya tanpa melaksanakannya ...

MMD tidak relevan bagi orang yang bukan praktisi MMD ...
MMD sangat relevan bersama Bahiya-sutta bagi praktisinya ...

OK, Rekan Sumedho, ternyata pikiran saya tidak nyambung dengan pikiran Anda. ... Sampai di sini saja ...
Silakan Anda berjalan di jalan Anda, saya berjalan di jalan saya ...

Salam,
hudoyo
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: dilbert on 27 August 2008, 09:51:03 PM
Konsep Anatta = Jari,
Fakta Anatta = rembulan,

Kadang untuk melihat rembulan, kita langsung dapat melihatnya.
Kadang terpaksa harus menggunakan jari untuk menunjuk rembulan supaya "ada" yang bisa melihatnya. Melihat bulan melalui petunjuk jari, apakah jari = rembulan ? Kadang perlu juga jari untuk melihat rembulan ? (seperti anak saya)


Walaupun Konsep Anatta tidak sama dengan Fakta Anatta, bisakah mendekati Fakta Anatta dengan konsep Anatta ??
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 27 August 2008, 09:54:16 PM
Walaupun Konsep Anatta tidak sama dengan Fakta Anatta, bisakah mendekati Fakta Anatta dengan konsep Anatta ??

Konsep anatta letaknya di pikiran ... Fakta anatta tercapai ketika pikiran berhenti ... Boleh-boleh saja menggunakan 'konsep anatta' untuk MENDEKATI 'fakta anatta' ... tapi 'konsep anatta' harus runtuh untuk bisa masuk ke dalam 'fakta anatta'.
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: dilbert on 27 August 2008, 09:56:35 PM

Harap berhati-hati membaca Anatta-lakkhana-sutta. ... Sebagian besar umat Buddha terperosok ketika membaca sutta itu, sehingga merasa memahami FAKTA 'anatta', padahal sebenarnya mereka hanyalah memegang DOKTRIN 'anatta'.

Kunci untuk memahami Anatta-lakkhana dengan benar terletak pada bagian akhir sutta itu:

"Setiap fenomena nama-rupa apa pun ... dilihat sebagai apa adanya dengan pemahaman benar sebagai: 'Ini bukan milikku. Ini bukan diriku. Ini bukan aku.'
"Melihat demikian, murid yang ariya ... berpaling dari nama-rupa. Setelah berpaling, dia menjadi tidak tertarik. Setelah tidak tertarik, dia terbebas sepenuhnya. , Dengan terbebas penuh disana ada pengetahuan, 'Terbebas sepenuhnya.' Dia mengerti bahwa 'Kelahiran telah berakhir, kehidupan suci telah terpenuhi, tugas telah selesai. Tidak ada lagi lebih jauh untuk dunia ini.'"


saya kok afdol kali dengan kalimat yang di bold biru diatas, Dengan terbebas penuh, DISANA ADA PENGETAHUAN, "terbebas sepenuhnya".

Dengan terbebas penuh, disana ada pengetahuan, "terbebas sepenuhnya"....

beda gak dengan

Dengan ada pengetahuan,"terbebas sepenuhnya", seseorang akan terbebas penuh.
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: Hikoza83 on 27 August 2008, 10:31:22 PM
[at] Admin

Saya merasakan bahwa fitur "Modify" yang hanya dibatasi selama 30 menit sangat membatasi tulisan saya. ... Saya termasuk member yang sering kali menulis secara panjang lebar dengan materi yang sangat informatif. ... Tulisan yang panjang lebar seperti itu sering kali perlu diperbaiki, disempurnakan, mungkin diubah atau ditambah, setelah dibaca kembali beberapa saat kemudian. ... Semua itu saya lakukan demi kesempurnaan artikel itu, yang akan terpasang di forum ini untuk dibaca teman-teman Buddhis di masa depan yang panjang. ...

Adanya pembatasan fitur 'Modify' membuat saya tidak bisa lagi memperbaiki, menyempurnakan artikel saya sesudah 30 menit. Ini sayang sekali. ... Sering kali ketika artikel itu saya copas untuk saya kirim ke forum atau milis lain, saya membuat perubahan-perubahan yang lebih menyempurnakan artikel itu, lebih lancar dibaca dsb, yang tidak bisa dilakukan pada artikel aslinya di Forum DC.

Bahwa fitur 'Modify' yang tidak terbatas bisa digunakan oleh seorang member untuk 'membalikkan makna' tulisannya di kemudian hari memang tidak bisa dihindarkan. ... Tetapi saya rasa perbuatan itu tidak bertanggung jawab, dan cepat atau lambat akan diketahui oleh member lain. ... Namun, kemungkinan kecil ini bukan alasan yang cukup kuat untuk membatasi penggunaan fitur "Modify".

Salam,
hudoyo

gpp pak, latihan utk perhatian sebelum memposting sesuatu..
mungkin perlu di cross check dgn bermeditasi sampai khanika-samadhi dulu sebelum posting..
hanya pendapat pribadi saya loh pak hud.


By : Zen
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 27 August 2008, 10:47:44 PM
saya kok afdol kali dengan kalimat yang di bold biru diatas, DISANA ADA PENGETAHUAN, "terbebas sepenuhnya".
kali ini kata kunci yang menjembatani antara FAKTA dan KONSEP ?? apakah FAKTA = ketika ada pengetahuan ??

'Pengetahuan' yang dimaksud di sini bukan pengetahuan intelektual dari pikiran sehari-hari, melainkan yang disebut 'nyana', atau insight atau 'pencerahan' ... yang bukan berasal dari pikiran.
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 27 August 2008, 10:49:15 PM
gpp pak, latihan utk perhatian sebelum memposting sesuatu..
mungkin perlu di cross check dgn bermeditasi sampai khanika-samadhi dulu sebelum posting..
hanya pendapat pribadi saya loh pak hud.
By : Zen

Anda pernah menulis buku atau artikel yang panjang? ... Kalau pernah, Anda akan mengerti apa yang saya maksud.
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: dilbert on 27 August 2008, 10:59:37 PM
saya kok afdol kali dengan kalimat yang di bold biru diatas, DISANA ADA PENGETAHUAN, "terbebas sepenuhnya".
kali ini kata kunci yang menjembatani antara FAKTA dan KONSEP ?? apakah FAKTA = ketika ada pengetahuan ??

'Pengetahuan' yang dimaksud di sini bukan pengetahuan intelektual dari pikiran sehari-hari, melainkan yang disebut 'nyana', atau insight atau 'pencerahan' ... yang bukan berasal dari pikiran.

Ketika "pikiran" runtuh, terdapatlah pengetahuan, "An-atta"
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: Hikoza83 on 27 August 2008, 11:26:31 PM
gpp pak, latihan utk perhatian sebelum memposting sesuatu..
mungkin perlu di cross check dgn bermeditasi sampai khanika-samadhi dulu sebelum posting..
hanya pendapat pribadi saya loh pak hud.
By : Zen

Anda pernah menulis buku atau artikel yang panjang? ... Kalau pernah, Anda akan mengerti apa yang saya maksud.

ya... ini kan sedang diskusi pak hud..
masa sekalian nulis buku ato artikel panjang?
setahu saya, kalau bebas dr konsep2, kan ga perlu panjang kali lebar kali tinggi buat jawab pertanyaannya.
btw, saya juga jarang2 posting panjang2, paling juga di joke campuran.. ^_^


By : Zen
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: Sumedho on 27 August 2008, 11:45:31 PM
Ketika orang disuruh melihat anatta padahal dalam batinnya masih ada atta, itulah yang saya namakan 'konsep anatta'.
Pak Hud, batin itu bukan atta, tetapi pandangannya saja yg salah. nama rupa bukan atta. ini yg saya takutkan orang salah tangkap. ada atta lalu atta dihancurkan, padahal atta itu tidak ada dalam nama rupa dan yg ada hanya pandangan salah saja.

kalau demikian, orang yg diinstruksikan "there is no you in terms of that" padahal dia masih ada pandangan demikian, apakah itu berkonsep "there is no you" ? Artinya bahiya demikian? lah wong dia masih belum tercerahkan. dia masih berpandangan "the is me in term of ...".


Quote
'Melihat apa adanya' bukan konsep bagi orang yang menjalankannya. ...
'Anatta' adalah konsep bagi orang yang belum menembus faktanya. ...
jadi,
'Melihat apa adanya' hanya sebuah konsep bagi yg belum menjalankannya.
'Anatta' adalah fakta bagi yang telah melihatnya.

Sama saja kedua itu. Permainan kata saja :)

Quote
Anda tidak mengenal khanika-samadhi ...
saya mengalami khanika-samadhi ...
yang saya kenal Samma-Samadhi pak :)

Quote
Instruksi dalam Anattalakkhana-sutta tidak sama dengan instruksi dalam Bahiya-sutta ... Dalam Anattalakkhana-sutta,  menganalisis nama-rupa pakai pikiran ... Dalam Bahiya-sutta, melihat apa adanya tidak pakai pikiran

coba kita lihat bahiya sutta

Quote
"Kemudian, Bahiya, engkau harus melatih dirimu demikian: Didalam yang terlihat, hanya ada yang terlihat. Didalam yang didengar, hanya ada yang didengar. Didalam yang dirasakan, hanya ada yang dirasakan, Didalam apa yang diketahui, hanya ada yang diketahui. Demikianlah caranya engkau melatih dirimu. Ketika untuk dirimu hanya ada yang dilihat didalam apa yang dilihat, hanya yang didengar didalam apa yang didengar, hanya ada yang diketahui didalam apa yang diketahui, kemudian, Bahiya, tidak ada engkau yang berhubungan dengan hal tersebut. Ketika tidak ada engkau yang berhubungan dengan hal tersebut, tidak ada engkau disana. Ketika tidak ada engkau disana, engkau tidak ada disini ataupun diluar ataupun diantaranya. Inilah, hanya ini, akhir dari ketidakpuasan.

Dengan mendengarkan penjelasan Dhamma singkat dari Yang Terberkahi, batin Bahiya pertapa berbaju kulit kayu saat itu juga terbebaskan dari kotoran karena tanpa kemelekatan. Setelah memberikan petunjuk pada Bahiya pertapa berbaju kulit kayu dengan penjelasan Dhamma singkat, Yang Terberkahi pergi.
Yang saya tangkap disini masih menggunakan pikiran. Tidak ada dindikasi tidak menggunakan pikiran sama sekali. Disini Sang Buddha memberikan petunjuk utk menyadari bahwa tidak ada dirinya. Sama seperti pada anattalakkhana sutta. Bukan latihan utk menghentikan pikiran ataupun meruntuhkan atta (yang padahal pada nama rupa tidak ada).

Quote
Bahiya-sutta adalah milik pelaksananya, entah itu di MMD entah di luar MMD ...
Bahiya-sutta bukan milik orang yang cuma membacanya tanpa melaksanakannya ...

MMD tidak relevan bagi orang yang bukan praktisi MMD ...
MMD sangat relevan bersama Bahiya-sutta bagi praktisinya ...
Pointnya pak, jangan semua dianggap MMD. kita sedang membahas sutta.

Quote
OK, Rekan Sumedho, ternyata pikiran saya tidak nyambung dengan pikiran Anda. ... Sampai di sini saja ...
Silakan Anda berjalan di jalan Anda, saya berjalan di jalan saya ...
Ok pak :)
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: ryu on 27 August 2008, 11:57:30 PM
Btw yang nyusun Bahiya sutta tuh sapa yah? kenapa pa Hudoyo tidak merasa ada penambahan/pengurangan dalam sutta ini sedangkan sutta yang lain seakan2 Pasti ada penambahan2 ;D

"Kemudian, Bahiya, engkau harus melatih dirimu demikian: Didalam yang terlihat, hanya ada yang terlihat. Didalam yang didengar, hanya ada yang didengar. Didalam yang dirasakan, hanya ada yang dirasakan, Didalam apa yang diketahui, hanya ada yang diketahui. Demikianlah caranya engkau melatih dirimu. Ketika untuk dirimu hanya ada yang dilihat didalam apa yang dilihat, hanya yang didengar didalam apa yang didengar, hanya ada yang diketahui didalam apa yang diketahui, kemudian, Bahiya, tidak ada engkau yang berhubungan dengan hal tersebut. Ketika tidak ada engkau yang berhubungan dengan hal tersebut, tidak ada engkau disana. Ketika tidak ada engkau disana, engkau tidak ada disini ataupun diluar ataupun diantaranya. Inilah, hanya ini, akhir dari ketidakpuasan.

Dengan mendengarkan penjelasan Dhamma singkat dari Yang Terberkahi, batin Bahiya pertapa berbaju kulit kayu saat itu juga terbebaskan dari kotoran karena tanpa kemelekatan. Setelah memberikan petunjuk pada Bahiya pertapa berbaju kulit kayu dengan penjelasan Dhamma singkat, Yang Terberkahi pergi.

Kalo melihat isi sutta diatas aye mah merasa gak ada perasaan apa2 :)) itu hanya cerita tentang Bahiya, bisa saja itu dilebih2kan atau dikurang2i juga khan :)) apa bisa dipastikan 100% cerita Bahiya itu sesuai dengan yang terjadi saat itu :))
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 28 August 2008, 06:25:39 AM
mungkin perlu di cross check dgn bermeditasi sampai khanika-samadhi dulu sebelum posting..

Menilik dari posting-posting Anda sebelum ini, tampaknya Anda belum pernah mengalami khanika-samadhi. ... Jadi, maaf saja, nasehat Anda terkesan kosong ... gak perlu dipertimbangkan.

Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 28 August 2008, 06:39:31 AM
Ketika "pikiran" runtuh, terdapatlah pengetahuan, "An-atta"

Betul. _/\_  Itu yang disebut ~naana (nyana): insight, pencerahan. Teks aslinya:

"Vimuttasmi.m, vimuttami 'ti ~naa.na.m hoti" -- "Dalam bebas, ia tahu (nyana), 'Aku bebas."
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 28 August 2008, 06:43:15 AM
setahu saya, kalau bebas dr konsep2, kan ga perlu panjang kali lebar kali tinggi buat jawab pertanyaannya.

Kadang-kadang perlu penjabaran panjang lebar untuk menjelaskan kepada umat yang masih berada dalam level pikiran. ... Lihat saja sutta-sutta dari Digha Nikaya, sangaaaaaat paaaaaanjang.
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 28 August 2008, 07:30:41 AM
Pak Hud, batin itu bukan atta, tetapi pandangannya saja yg salah. nama rupa bukan atta. ini yg saya takutkan orang salah tangkap. ada atta lalu atta dihancurkan, padahal atta itu tidak ada dalam nama rupa dan yg ada hanya pandangan salah saja.

Kalimat Anda membuktikan kata-kata saya ... setiap orang bisa melihat dengan jelas bahwa pernyataan Anda, "batin itu bukan atta" tidak lebih dari KONSEP anatta, yang Anda pelajari sejak sekolah minggu. ... Buktinya, ketika Anda mengucapkan kalimat itu, dalam pikiran Anda selalu ada "ini milikku, ini aku, ini diri/atta-ku" ... pikiran itu adalah AKTUALITA batin Anda sekarang ... bukan "pandangan salah" seperti Anda katakan (kalau cuma "pandangan salah", kenapa masih dipegang terus dalam batin umat Buddha?) ...

Quote
kalau demikian, orang yg diinstruksikan "there is no you in terms of that" padahal dia masih ada pandangan demikian, apakah itu berkonsep "there is no you" ? Artinya bahiya demikian? lah wong dia masih belum tercerahkan. dia masih berpandangan "the is me in term of ...".

Betul sekali; sekarang Anda mulai melihat, setidak-tidaknya di paragraf ini. ... "there is no you in terms of that" itu TIDAK TERMASUK INSTRUKSI Sang Buddha kepada Bahiya; itu cuma informasi tambahan yang menjelaskan apa yang terjadi kalau instruksi beliau dijalankan. Selama Bahiya, atau siapa saja, belum menjalankan instruksi Sang Buddha kepada Bahiya, maka "there is no you in terms of that" tidak lebih dari sekadar KONSEP anatta. ...

Instruksinya sendiri berbunyi: "Kemudian, Bahiya, engkau harus melatih dirimu demikian: Didalam yang terlihat, hanya ada yang terlihat. Didalam yang didengar, hanya ada yang didengar. Didalam yang dirasakan, hanya ada yang dirasakan, Didalam apa yang diketahui, hanya ada yang diketahui. Demikianlah caranya engkau melatih dirimu." ... Instruksi Sang Buddha dimulai dengan "Engkau harus melatih dirimu demikian ..." dan diakhiri dengan "... Demikianlah caranya engkau melatih dirimu." ... Sampai di situ saja instruksi Sang Buddha ... selebihnya hanya informasi tambahan: "Ketika untuk dirimu hanya ada yang dilihat didalam apa yang dilihat ... blablabla ..." ... itu hanya informasi tambahan, tapi tidak termasuk 'apa yang harus dilatih'.

Quote
Quote from: hudoyo
'Melihat apa adanya' bukan konsep bagi orang yang menjalankannya. ...
'Anatta' adalah konsep bagi orang yang belum menembus faktanya. ...
jadi,
'Melihat apa adanya' hanya sebuah konsep bagi yg belum menjalankannya.
'Anatta' adalah fakta bagi yang telah melihatnya.
Sama saja kedua itu. Permainan kata saja :)

Tidak sama. "Melihat Anatta" bukan seperti Anda atau saya melihat anatta. "Melihat anatta" hanya terjadi pada seorang arahat. Anda dan saya hanya melihat konsep anatta.

Quote
Quote from: hudoyo
Anda tidak mengenal khanika-samadhi ...
saya mengalami khanika-samadhi ...
yang saya kenal Samma-Samadhi pak :)

Silakan Anda menjalankan samma-samadhi menurut pemahaman Anda sendiri ...
Saya mengalami khanika-samadhi, yang cuma istilah keren dari 'berhentinya pikiran & aku'. Kita gunakan saja bahasa Indonesia daripada istilah Pali yang bisa membingungkan & diperdebatkan.

Quote
Quote from: hudoyo
Instruksi dalam Anattalakkhana-sutta tidak sama dengan instruksi dalam Bahiya-sutta ... Dalam Anattalakkhana-sutta,  menganalisis nama-rupa pakai pikiran ... Dalam Bahiya-sutta, melihat apa adanya tidak pakai pikiran
coba kita lihat bahiya sutta:
"Kemudian, Bahiya, engkau harus melatih dirimu demikian: Didalam yang terlihat, hanya ada yang terlihat. Didalam yang didengar, hanya ada yang didengar. Didalam yang dirasakan, hanya ada yang dirasakan, Didalam apa yang diketahui, hanya ada yang diketahui. Demikianlah caranya engkau melatih dirimu. Ketika untuk dirimu hanya ada yang dilihat didalam apa yang dilihat, hanya yang didengar didalam apa yang didengar, hanya ada yang diketahui didalam apa yang diketahui, kemudian, Bahiya, tidak ada engkau yang berhubungan dengan hal tersebut. Ketika tidak ada engkau yang berhubungan dengan hal tersebut, tidak ada engkau disana. Ketika tidak ada engkau disana, engkau tidak ada disini ataupun diluar ataupun diantaranya. Inilah, hanya ini, akhir dari ketidakpuasan."

Yang saya tangkap disini masih menggunakan pikiran. Tidak ada dindikasi tidak menggunakan pikiran sama sekali. Disini Sang Buddha memberikan petunjuk utk menyadari bahwa tidak ada dirinya. Sama seperti pada anattalakkhana sutta. Bukan latihan utk menghentikan pikiran ataupun meruntuhkan atta (yang padahal pada nama rupa tidak ada).

Tolong dibaca kembali yang saya beri bold sampai: "... Demikianlah caranya engkau melatih dirimu." HANYA YANG DIBOLD itu saja INSTRUKSI Sang Buddha yang harus dilakkan oleh Bahiya. ... Selebihnya cuma tambahan informasi. ... Dalam instruksi "dalam melihat hanya ada yang dilihat ...", maksudnya "jangan diikuti dengan pikiran dan si aku" ...

Dalam Mulapariyaya-sutta, ini berarti hanya berhenti pada 'sa~njanaati' (perceive) atau 'abhijanaati' (directly know) (langkah #1) tapi tidak diikuti oleh 'berpikir, mengkonseptualisasikan, conceive, conceptualization', 'na ma~n~nati' (langkah #2 - #5). Mulapariyaya-sutta menegaskan itulah yang harus dilakukan oleh seorang SEKHA (yang sedang berlatih)... Begitulah, dalam instruksi Sang Buddha kepada Bahiya, "dalam melihat hanya ada yang dilihat", maksudnya "jangan berpikir tentang apa yang dilihat".

Dalam retret MMD, saya hanya memberikan instruksi yang dibold itu saja, TANPA bicara tentang anatta. ... Dan ternyata berhasil mengantarkan peserta MMD, yang Buddhis maupun non-Buddhis (yang gak pernah dengar anatta sebelumnya) untuk mencapai 'berhentinya pikiran & aku' (khanika-samadhi) sebagaimana dimaksud oleh Mulapariyaya-sutta. .. Demikianlah saya berpegang kepada Bahiya-sutta dan Mulapariyaya-sutta dalam mengajarkan MMD, yang saya anggap CUKUP untuk mengantarkan pada pembebasan.

Quote
Quote from: hudoyo
Bahiya-sutta adalah milik pelaksananya, entah itu di MMD entah di luar MMD ...
Bahiya-sutta bukan milik orang yang cuma membacanya tanpa melaksanakannya ...
MMD tidak relevan bagi orang yang bukan praktisi MMD ...
MMD sangat relevan bersama Bahiya-sutta bagi praktisinya ...
Pointnya pak, jangan semua dianggap MMD. kita sedang membahas sutta.

Silakan Anda membahas sutta tanpa mengaitkan dengan MMD, karena Anda bukan praktisi MMD; itu hak Anda dalam forum ini. ... saya selalu membaca sutta apa saja secara kritis dari sudut pandang pengalaman batin dari MMD; itu hak saya dalam forum ini. ...

Quote
Quote from: hudoyo
OK, Rekan Sumedho, ternyata pikiran saya tidak nyambung dengan pikiran Anda. ... Sampai di sini saja ...
Silakan Anda berjalan di jalan Anda, saya berjalan di jalan saya ...
Ok pak :)

Karena dalam posting Anda ini ada hal-hal baru yang memerlukan pencerahan bagi pembaca, saya masih bersedia melayani Anda. :)

Salam,
hudoyo
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 28 August 2008, 07:36:39 AM
Btw yang nyusun Bahiya sutta tuh sapa yah? kenapa pa Hudoyo tidak merasa ada penambahan/pengurangan dalam sutta ini sedangkan sutta yang lain seakan2 Pasti ada penambahan2 ;D

Karena Bahiya-sutta sesuai dengan pengalaman meditasi saya. ... Begitu pula sutta-sutta yang lain tidak sesuai dengan pengalaman meditasi saya. ... Jadi bagi saya, pengalaman meditasi pribadi itulah ukuran dari Dhamma yang benar, bukan apa yang tertulis dalam Tipitaka. Ini sesuai Kalama-sutta.

Quote
Kalo melihat isi sutta diatas aye mah merasa gak ada perasaan apa2 :)) itu hanya cerita tentang Bahiya, bisa saja itu dilebih2kan atau dikurang2i juga khan :)) apa bisa dipastikan 100% cerita Bahiya itu sesuai dengan yang terjadi saat itu :))

Kalau Anda tidak merasa apa-apa ketika membaca Bahiya-sutta, berarti nasehat dalam sutta itu bukan buat Anda. ... Jadi, abaikan saja Bahiya-sutta. :) ... Carilah sutta yang cocok dengan pengalaman batin Anda.
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: nyanadhana on 28 August 2008, 08:35:21 AM
Betul. Namaste  Itu yang disebut ~naana (nyana): insight, pencerahan. Teks aslinya:

"Vimuttasmi.m, vimuttami 'ti ~naa.na.m hoti" -- "Dalam bebas, ia tahu (nyana), 'Aku bebas."



 8-> namaku disebut....hehehehehe.....OOT
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: dilbert on 28 August 2008, 08:38:25 AM
Btw yang nyusun Bahiya sutta tuh sapa yah? kenapa pa Hudoyo tidak merasa ada penambahan/pengurangan dalam sutta ini sedangkan sutta yang lain seakan2 Pasti ada penambahan2 ;D

Karena Bahiya-sutta sesuai dengan pengalaman meditasi saya. ... Begitu pula sutta-sutta yang lain tidak sesuai dengan pengalaman meditasi saya. ... Jadi bagi saya, pengalaman meditasi pribadi itulah ukuran dari Dhamma yang benar, bukan apa yang tertulis dalam Tipitaka. Ini sesuai Kalama-sutta.

Quote
Kalo melihat isi sutta diatas aye mah merasa gak ada perasaan apa2 :)) itu hanya cerita tentang Bahiya, bisa saja itu dilebih2kan atau dikurang2i juga khan :)) apa bisa dipastikan 100% cerita Bahiya itu sesuai dengan yang terjadi saat itu :))

Kalau Anda tidak merasa apa-apa ketika membaca Bahiya-sutta, berarti nasehat dalam sutta itu bukan buat Anda. ... Jadi, abaikan saja Bahiya-sutta. :) ... Carilah sutta yang cocok dengan pengalaman batin Anda.

Jadi yang disimpulkan adalah bahwa dari Bahiya Sutta, Malunkyaputta sutta dan mulapariyaya sutta, pak hudoyo mendapatkan manfaat, sedangkan sutta yang lain tidak. (bukan dalam artian pasti tidak benar). begitu pak hudoyo ? soalnya kalau dibilang selain 3 sutta yang disebutkan, sutta yang lainnya TIDAK BENAR... bakal RAMAI tuh...
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: Kelana on 28 August 2008, 08:42:39 AM
Btw yang nyusun Bahiya sutta tuh sapa yah?

Wah Sdr. Ryu saat sekarang mana ada yang tahu siapa yang menyusun kecuali yang bisa melihat masa lalu.
Dari pengalaman saya dan beberapa rekan, seseorang yang sudah terdogma oleh "pengalamannya sendiri" dan menemukan sutta yang seakan-akan cocok dengan "pengalamannya sendiri" maka ia akan langsung menganggap hanya sutta itu yang benar sedang yang lain salah. Ia tidak lagi MELIHAT APA ADANYA, ia jauh dari ketelitian. Inilah resikonya jika berusaha membandingkan pengalaman yang muncul terlebih dulu dengan sutta. Juga sebaliknya ADA resiko jika sutta dulu baru pengalaman. Dalam Kalama Sutta jelas dan terang bahwa kita perlu membuktikannya sendiri tetapi juga PERLU memperhatikan para bijaksana.

”Tetapi setelah kalian mengetahui sendiri, 'Hal-hal ini adalah tidak bermanfaat, hal-hal ini dapat dicela; hal-hal ini dihindari oleh para bijaksana; hal-hal ini, jika dilaksanakan dan dipraktekkan, menuju kerugian dan penderitaan', maka kalian harus meninggalkannya.”

"Now, Kalamas, don't go by reports, by legends, by traditions, by scripture, by logical conjecture, by inference, by analogies, by agreement through pondering views, by probability, or by the thought, 'This contemplative is our teacher.' When you know for yourselves that, 'These qualities are skillful; these qualities are blameless; these qualities are praised by the wise; these qualities, when adopted & carried out, lead to welfare & to happiness' — then you should enter & remain in them.”

Siapa para bijaksana itu? bisa siapa saja. usia tidak ada pengaruhnya, para bijaksana tidak harus berusia 60, 70 80, 100 tahun.
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: K.K. on 28 August 2008, 08:43:38 AM
Btw yang nyusun Bahiya sutta tuh sapa yah? kenapa pa Hudoyo tidak merasa ada penambahan/pengurangan dalam sutta ini sedangkan sutta yang lain seakan2 Pasti ada penambahan2 ;D

Karena Bahiya-sutta sesuai dengan pengalaman meditasi saya. ... Begitu pula sutta-sutta yang lain tidak sesuai dengan pengalaman meditasi saya. ... Jadi bagi saya, pengalaman meditasi pribadi itulah ukuran dari Dhamma yang benar, bukan apa yang tertulis dalam Tipitaka. Ini sesuai Kalama-sutta.

Kalo sutta2 lain ada yang sesuai dengan pengalaman orang lain, tetapi tidak sesuai dengan pengalaman Pak Hudoyo, bagaimana?



Quote
Tidak sama. "Melihat Anatta" bukan seperti Anda atau saya melihat anatta. "Melihat anatta" hanya terjadi pada seorang arahat. Anda dan saya hanya melihat konsep anatta.
Apakah bukan Arahat (puthujjana) yang mengalami khanika samadhi adalah pengecualian, atau sama saja "masih dalam tataran konsep"?




Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: Semit on 28 August 2008, 08:47:33 AM
berikut ini saya ambil dari thread sebelah, karena seeprtinya cukup relevan di sini
Prinsip prinsip meditasi Vipassana

Kembali pada pokok bahasan kita kali ini, pengembangan batin (bhavana) ada dua macam, yaitu Samatha (meditasi ketenangan) dan Vipassana meditasi pandangan terang.
Saya yakin semua netter sudah sangat hafal mengenai hal ini, tetapi yang ingin saya tekankan disini adalah. Dalam kedua system meditasi ini Samadhi (konsentrasi) diperlukan agar berkembang, dan Samadhi tidak bisa dicapai secara spontan, samadhi berkembang sesuai bakat (disebabkan parami), usaha yang dilakukan, kondisi yang medukung dsbnya.

Bagi mereka yang melatih Samadhi, maka mereka akan mampu melihat segala sesuatu apa adanya sekarang kita simak khotbah dari Sang Buddha mengenai pentingnya, melatih Samadhi, nanti akan saya jelaskan mengapa hanya orang yang telah memiliki Samadhi yang kuat yang mampu melihat segala sesuatu apa adanya. Saya yakin semua netter disini memiliki bahasa Inggris yang cukup baik,dan memiliki kemampuan bahasa Inggris (minimum secara pasif), ehm…. Untuk lebih jelas… maksudnya saya malas menerjemahkannya karena terlalu panjang, mungkin rekan-rekan yang lain dapat membantu.[/color]

"Develop concentration, monks. A concentrated monk discerns things as they actually are present. And what does he discern as it actually is present?
"He discerns, as it actually is present, that 'The eye is inconstant'... 'Forms are inconstant'... 'Eye-consciousness is inconstant'... 'Eye-contact is inconstant'... 'Whatever arises in dependence on eye-contact, experienced either as pleasure, as pain, or as neither-pleasure-nor-pain, that too is inconstant.'
"He discerns, as it actually is present, that 'The ear is inconstant'... 'The nose is inconstant'... 'The tongue is inconstant'... 'The body is inconstant"...
"He discerns, as it actually is present, that 'The intellect is inconstant'... 'Ideas are inconstant'... 'Intellect-consciousness is inconstant'... 'Intellect-contact is inconstant'... 'Whatever arises in dependence on intellect-contact, experienced either as pleasure, as pain, or as neither-pleasure-nor-pain, that too is inconstant.'
"So develop concentration, monks. A concentrated monk discerns things as they actually are present."
(Samadhi Sutta (SN XXXV.99) — Concentration)

Disini secara gamblang Sang Buddha menjelaskan bahwa mereka yang telah mengembangkan konsentrasi baru mampu melihat segala sesuatu apa adanya. Melihat segala sesuatu apa adanya yang bagaimana? Yaitu mampu melihat karakteristik (lakkhana) yang sama dari semua fenomena, yaitu segala sesuatu tidak kekal , selalu berubah (inconstant / anicca), dan ini bisa “dilihat” atau “diselami” oleh seorang meditator sesuai dengan tingkat perkembangan konsentrasinya, bila konsentrasi semakin kuat maka semakin jelas karakteristiknya.

Seperti apakah Samadhi yang dimaksud oleh Sang Buddha? Samadhi yang dimaksud oleh Sang Buddha adalah perhatian kuat yang tidak terdistracted oleh keadaan lain, jadi dengan kata lain Samadhi yang kuat adalah Samadhi yang hanya memperhatikan satu objek terus-menerus, pada Vipassana inilah yang dimaksud dengan Khanika Samadhi, yaitu perhatian kuat pada karakteristik (lakkhana dari setiap landasan perhatian) yang bersifat anicca, inilah yang selalu terlihat, dan inilah yang dimaksud dengan melihat apa adanya.

Untuk lebih memperjelas mengenai Samadhi, saya memuat salah satu sutta yang penting yang sangat berguna bagi para meditator yang berlatih meditasi baik Vipassana maupun Samatha,
   
The Blessed One said, "Suppose, monks, that a large crowd of people comes thronging together, saying, 'The beauty queen! The beauty queen!' And suppose that the beauty queen is highly accomplished at singing & dancing, so that an even greater crowd comes thronging, saying, 'The beauty queen is singing! The beauty queen is dancing!' Then a man comes along, desiring life & shrinking from death, desiring pleasure & abhorring pain. They say to him, 'Now look here, mister. You must take this bowl filled to the brim with oil and carry it on your head in between the great crowd & the beauty queen. A man with a raised sword will follow right behind you, and wherever you spill even a drop of oil, right there will he cut off your head.' Now what do you think, monks: Will that man, not paying attention to the bowl of oil, let himself get distracted outside?"

(Samyutta Nikaya XLVII.20 Sedaka Sutta)

Jelas sekarang bahwa yang dimaksud dengan Samadhi adalah berkonsentrasi pada satu objek, pada Samatha yaitu hingga menyerap gambaran batin (nimitta) sehingga mencapai jhana, dan pada Vipassana yaitu konsentrasi hingga yang terlihat selalu karakteristik saja (anicca/ timbul tenggelam/ denyut/ perubahan), dan dengan memiliki konsentrasi kuat baru dapat melihat perubahan tersebut.

Anak SD yang hanya mengenal kali, bagi, tambah dan kurang, tak  mungkin mengerti kalkulus bila belum mempelajari mengenai persamaan dsbnya.

Sesuai dengan judul topik ini, untuk melatih dan mengembangkan batin menuju pandangan terang, maka diperlukan faktor-faktor pendukungnya. Faktor pendukung yang dimaksud yaitu Jalan ariya berunsur delapan, mengapa jalan mulia berunsur delapan ini sangat penting? Mereka yang bermeditasi sudah cukup dalam baru dapat mengerti bahwa bila kita tidak melaksanakan Jalan ariya berunsur delapan maka, sulit menundukkan kekotoran-kekotoran batin yang muncul, apalagi melenyapkannya.

Bila kita bermeditasi tetapi tidak melaksanakan Jalan Ariya berunsur delapan maka kita tak akan mencapai kesucian, ini sesuai dengan komentar Sang Buddha ketika beliau menjawab pertanyaan siswa terakhir Beliau, yaitu pertapa Subhadda pada hari terakhir sebelum Beliau Parinibbana (wafat).berikut ini,

And the Blessed One spoke, saying: "In whatsoever Dhamma and Discipline, Subhadda, there is not found the Noble Eightfold Path, neither is there found a true ascetic of the first, second, third, or fourth degree of saintliness. But in whatsoever Dhamma and Discipline there is found the Noble Eightfold Path, there is found a true ascetic of the first, second, third, and fourth degrees of saintliness.54 Now in this Dhamma and Discipline, Subhadda, is found the Noble Eightfold Path; and in it alone are also found true ascetics of the first, second, third, and fourth degrees of saintliness. Devoid of true ascetics are the systems of other teachers. But if, Subhadda, the bhikkhus live righteously, the world will not be destitute of arahats.

(Digha Nikaya 16, Maha-parinibbana Sutta)

Jelas-jelas Sang Buddha mengatakan disini, bahwa bila dalam suatu ajaran (Dhamma dan Vinaya) ada jalan Ariya berunsur delapan maka bisa ditemukan pencapaian tingkat kesucian Sotapatti hingga Arahat. Sebaliknya bila suatu ajaran tidak mengajarkan Jalan ariya berunsur delapan maka tak akan ditemukan pencapaian tingkat kesucian Sotapatti hingga Arahat.
   Karena meditasi vipassana atau meditasi pandangan terang identik dengan tujuan akhir pencapaian tingkat kesucian dari Sotapatti hingga Arahat (Nibbana), maka meditasi Vipassana tak bisa terlepas dari Jalan ariya berunsur delapan dan harus berlandaskan Jalan ariya berunsur delapan, bila tidak berlandaskan Jalan Ariya berunsur delapan maka bukan Vipassana…!!!

Mengapa demikian? Karena bila tidak berlandaskan Jalan ariya berunsur delapan maka Empat kebenaran Ariya menjadi hanya tiga Kebenaran Ariya karena Kebenaran Ariya yang keempat dengan jelas menyatakan bahwa untuk bisa terbebas, maka diperlukan Jalan ariya beunsur delapan.!!! Ini seusai (sinkron) dengan pernyataan Sang Buddha dalam Bhumija Sutta berikut-,

"Certainly, Bhumija, in answering in this way when thus asked, you are speaking in line with what I have said, you are not misrepresenting me with what is unfactual, and you are answering in line with the Dhamma so that no one whose thinking is in line with the Dhamma will have grounds for criticizing you. For any priests or contemplatives endowed with wrong view, wrong resolve, wrong speech, wrong action, wrong livelihood, wrong effort, wrong mindfulness, & wrong concentration: If they follow the holy life even when having made a wish [for results], they are incapable of obtaining results. If they follow the holy life even when having made no wish, they are incapable of obtaining results. If they follow the holy life even when both having made a wish and having made no wish, they are incapable of obtaining results. If they follow the holy life even when neither having made a wish nor having made no wish, they are incapable of obtaining results. Why is that? Because it is an inappropriate way of obtaining results.
(Majjhima Nikaya 126, Bhumija Sutta)

Jadi secara jelas Sang Buddha mengatakan, bila seseorang tidak mengikuti Jalan ariya berunsur delapan, maka keadaan batin apapun yang menyertainya, entah punya harapan, entah tak punya harapan, tak akan mendapatkan hasil, karena ia berlatih dengan cara yang tidak tepat...!! Sebaliknya jika melatih dengan cara yang benar, entah berharap…entah tidak berharap…. Tetap akan mendapatkan hasil.

Salah satu faktor yang penting dalam melatih Vipassana yaitu usaha benar, bila tidak berusaha dengan benar maka kita tak akan maju dalam meditasi, yang manakah yang harus dikembangkan? Dalam meditasi Vipassana kita harus mengembangkan empat landasan perhatian (cattaro satipatthana), empat usaha benar, empat landasan kekuatan, lima kekuatan batin (panca bala), tujuh faktor penerangan (satta bhojanga) dan Jalan ariya berunsur delapan. Sebagaimana ada dalam sutta berikut ini,

"Even though this wish may occur to a monk who dwells without devoting himself to development -- 'O that my mind might be released from effluents through lack of clinging!' -- still his mind is not released from the effluents through lack of clinging. Why is that? From lack of developing, it should be said. Lack of developing what? The four frames of reference, the four right exertions, the four bases of power, the five faculties, the five strengths, the seven factors for Awakening, the noble eightfold path.

"Suppose a hen has eight, ten, or twelve eggs: If she doesn't cover them rightly, warm them rightly, or incubate them rightly, then even though this wish may occur to her -- 'O that my chicks might break through the egg shells with their spiked claws or beaks and hatch out safely!' -- still it is not possible that the chicks will break through the egg shells with their spiked claws or beaks and hatch out safely. Why is that? Because the hen has not covered them rightly, warmed them rightly, or incubated them rightly.

In the same way, even though this wish may occur to a monk who dwells without devoting himself to development -- 'O that my mind might be released from effluents through lack of clinging!' -- still his mind is not released from the effluents through lack of clinging. Why is that? From lack of developing, it should be said. Lack of developing what? The four frames of reference, the four right exertions, the four bases of power, the five faculties, the five strengths, the seven factors for Awakening, the noble eightfold path.

(Samyutta Nikaya XXII 101,  Nava Sutta)

Kita lihat pada satu Sutta Sang Buddha hanya menerangkan mengenai perlunya Jalan ariya berunsur delapan, sedangkan pada sutta lainnya Beliau juga mengutarakan perlunya mengembangkan faktor-faktor yang lain, tidak hanya Jalan ariya berunsur delapan. Dan disini kita lihat bahwa batin perlu dikembangkan (diumpamakan dengan penghangatan), begitu juga kebebasan dari kemelekatan tak akan tercapai jika kita tidak mengembangkan faktor-faktor tersebut.

Setelah mengembangkan faktor-faktor batin tersebut maka meditator akhirnya mampu mengatasi rintangan batin, rintangan batin jelas harus diatasi, karena jelas menghalangi konsentrasi, sesuai dengan sutta mengenai rintangan batin (nivarana sutta) yang diuraikan oleh Sang Buddha berikut ini,

"Monks, there are these five hindrances. Which five? Sensual desire as a hindrance, ill will as a hindrance, sloth & drowsiness as a hindrance, restlessness & anxiety as a hindrance, and uncertainty as a hindrance. These are the five hindrances.
"To abandon these five hindrances, one should develop the four frames of reference. Which four? There is the case where a monk remains focused on the body in & of itself -- ardent, alert, & mindful -- putting aside greed & distress with reference to the world. He remains focused on feelings in & of themselves ... mind in & of itself ... mental qualities in & of themselves -- ardent, alert, & mindful -- putting aside greed & distress with reference to the world. To abandon the five hindrances, one should develop these four frames of reference."

(Nivarana Sutta (AN IX.64) — Hindrances)

Sang Buddha secara langsung mengatakan untuk mengatasi rintangan batin maka kita mengembangkan empat landasan perhatian dan hanya memperhatikan batin dan jasmaninya saja, dan mengacuhkan segala hal yang berkenaan dengan kebahagiaan maupun penderitaan di dunia, yaitu mengembangkan empat landasan perhatian (four foundation of mindfulness/ cattaro satipatthana) atau menurut istilah bhikkhu Thanissaro yaitu: four frames of reference

Mengarahkan batin atau tidak?
Ini adalah contoh paradoks yang jelas antara penguraian secara teori dengan keadaan faktual seorang meditator pemula, teori dengan mudah mengatakan bahwa apapun yang terjadi hanya diperhatikan saja, ini adalah teori muluk yang tak akan tercapai oleh seorang meditator pemula, mengapa demikian? Karena kita telah terbiasa mengikuti fenomena yang muncul pada batin dan jasmani, sehingga kita tak dapat bertahan tanpa terseret oleh keadaan batin tersebut, sehingga yang terjadi adalah sesuai dengan Samadhi Sutta.

Umumnya batin meditator pemula mudah tereseret, karena ia terlibat dengan isi, ini bisa dimaklumi, karena bagi orang yang sedikit praktek, dan lebih banyak teori maka ia tidak bisa melihat semua objek batin yang muncul dari bentuk luarnya, oleh karena itu ia selalu terlibat di dalamnya. Kita simak sutta berikut ini,

Ven. Maha Kaccana said this: "Concerning the brief statement the Blessed One made, after which he entered his dwelling without analyzing the detailed meaning -- i.e., 'A monk should investigate in such a way that, his consciousness neither externally scattered & diffused, nor internally positioned, he would from lack of clinging/sustenance be unagitated. When -- his consciousness neither externally scattered & diffused, nor internally positioned -- from lack of clinging/sustenance he would be unagitated, there is no seed for the conditions of future birth, aging, death, or stress' -- I understand the detailed meaning to be this:
"How is consciousness said to be scattered & diffused? There is the case where a form is seen with the eye, and consciousness follows the drift of (lit.: 'flows after') the theme of the form, is tied to the attraction of the theme of the form, is chained to the attraction of the theme of the form, is fettered & joined to the attraction of the theme of the form: Consciousness is said to be externally scattered & diffused.

(suttanya lupa, maaf males nyari…  :) tapi ini copian dari access to insight juga)[/i]

"There is the case where a sound is heard with the ear... an aroma is smelled with the nose... a flavor is tasted with the tongue... a tactile sensation is felt with the body... an idea is cognized with the intellect, and consciousness follows the drift of the theme of the idea, is tied to the attraction of the theme of the idea, is chained to the attraction of the theme of the idea, is fettered & joined to the attraction of the theme of the idea: Consciousness is said to be externally scattered & diffused.

Bersambung kebagian ke 2...


bersambung
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: Semit on 28 August 2008, 08:49:07 AM
Lanjutan prinsip prinsip meditasi Vipassana 2

Setahu saya semua meditasi Buddhist setuju, bahwa diperlukan samadhi untuk melihat segala sesuatu apa adanya (maksudnya akan muncul dengan sendirinya seperti tertulis dalam Samadhi Sutta), dan Samadhi yang benar selalu mensyaratkan konsentrasi, termasuk guru meditasi dari Myanmar yang baru-baru ini datang dan mengajar di Cibodas (U Tejaniya Sayadaw).

Saya mengenal baik salah satu meditator yang pernah secara langsung meditasi di center Shwe Oo Min di Myanmar (Shwee Oo Min sayadaw adalah murid dari Mahasi Sayadaw, kalau tidak salah beliau diajarkan untuk memperhatikan keluar masuk nafas di hidung, karena mungkin lebih efektif bagi Beliau) teman tersebut belajar di centre Shwee Oo Min selama hampir setahun.

Ia juga mengatakan bahwa Samadhi diperlukan dalam Vipassana,  mungkin ada juga yang mengenal Bhante Thitayanyo yang juga bermeditasi disana kalau tidak salah selama kurang lebih dua tahun, mungkin bisa minta konfirmasi kepada beliau.

Jalan lambat atau jalan cepat itu tidak bersifat prinsipil, waktu pertama kali bermeditasi saya juga berjalan agak cepat dan konsentrasi juga tetap berkembang.

Selain konsentrasi penuh, seorang meditator juga harus berusaha dengan rajin dan penuh semangat, Beliau memberikan khotbah khusus untuk membangkitkan semangat para Bhikkhu untuk berlatih. Seperti yang termaktub dalam sutta berikut ini,

"Monks, there are these eight grounds for laziness. Which eight?

"There is the case where a monk has some work to do. The thought occurs to him: 'I will have to do this work. But when I have done this work, my body will be tired. Why don't I lie down?' So he lies down. He doesn't make an effort for the attaining of the as-yet-unattained, the reaching of the as-yet-unreached, the realization of the as-yet-unrealized. This is the first grounds for laziness.

"Then there is the case where a monk has done some work. The thought occurs to him: 'I have done some work. Now that I have done work, my body is tired. Why don't I lie down?' So he lies down. He doesn't make an effort for the attaining of the as-yet-unattained, the reaching of the as-yet-unreached, the realization of the as-yet-unrealized. This is the second grounds for laziness.

"Then there is the case where a monk has to go on a journey. The thought occurs to him: 'I will have to go on this journey. But when I have gone on the journey, my body will be tired. Why don't I lie down?' So he lies down. He doesn't make an effort for the attaining of the as-yet-unattained, the reaching of the as-yet-unreached, the realization of the as-yet-unrealized. This is the third grounds for laziness.

"Then there is the case where a monk has gone on a journey. The thought occurs to him: 'I have gone on a journey. Now that I have gone on a journey, my body is tired. Why don't I lie down?' So he lies down. He doesn't make an effort for the attaining of the as-yet-unattained, the reaching of the as-yet-unreached, the realization of the as-yet-unrealized. This is the fourth grounds for laziness.

"Then there is the case where a monk, having gone for alms in a village or town, does not get as much coarse or refined food as he needs to fill himself up. The thought occurs to him: 'I, having gone for alms in a village or town, have not gotten as much coarse or refined food as I need to fill myself up. This body of mine is tired & unsuitable for work. Why don't I lie down?' So he lies down. He doesn't make an effort for the attaining of the as-yet-unattained, the reaching of the as-yet-unreached, the realization of the as-yet-unrealized. This is the fifth grounds for laziness.

"Then there is the case where a monk, having gone for alms in a village or town, does get as much coarse or refined food as he he needs to fill himself up. The thought occurs to him: 'I, having gone for alms in a village or town, have gotten as much coarse or refined food as I need to fill myself up. This body of mine is heavy & unsuitable for work, as if I were many months pregnant. Why don't I lie down?' So he lies down. He doesn't make an effort for the attaining of the as-yet-unattained, the reaching of the as-yet-unreached, the realization of the as-yet-unrealized. This is the sixth grounds for laziness.

"Then there is the case where a monk comes down with a slight illness. The thought occurs to him: 'I have come down with a slight illness. There's a need to lie down.' So he lies down. He doesn't make an effort for the attaining of the as-yet-unattained, the reaching of the as-yet-unreached, the realization of the as-yet-unrealized. This is the seventh grounds for laziness.

"Then there is the case where a monk has recovered from his illness, not long after his recovery. The thought occurs to him: 'I have recovered from my illness. It's not long after my recovery. This body of mine is weak & unsuitable for work. Why don't I lie down?' So he lies down. He doesn't make an effort for the attaining of the as-yet-unattained, the reaching of the as-yet-unreached, the realization of the as-yet-unrealized. This is the eighth grounds for laziness.

"These are the eight grounds for laziness.
"There are these eight grounds for the arousal of energy. Which eight?

"There is the case where a monk has some work to do. The thought occurs to him: 'I will have to do this work. But when I am doing this work, it will not be easy to attend to the Buddha's message. Why don't I make an effort beforehand for the attaining of the as-yet-unattained, the reaching of the as-yet-unreached, the realization of the as-yet-unrealized?' So he makes an effort for the attaining of the as-yet-unattained, the reaching of the as-yet-unreached, the realization of the as-yet-unrealized. This is the first grounds for the arousal of energy.

"Then there is the case where a monk has done some work. The thought occurs to him: 'I have done some work. While I was doing work, I couldn't attend to the Buddha's message. Why don't I make an effort for the attaining of the as-yet-unattained, the reaching of the as-yet-unreached, the realization of the as-yet-unrealized?' So he makes an effort for the attaining of the as-yet-unattained, the reaching of the as-yet-unreached, the realization of the as-yet-unrealized. This is the second grounds for the arousal of energy.

"Then there is the case where a monk has to go on a journey. The thought occurs to him: 'I will have to go on this journey. But when I am going on the journey, it will not be easy to attend to the Buddha's message. Why don't I make an effort beforehand for the attaining of the as-yet-unattained, the reaching of the as-yet-unreached, the realization of the as-yet-unrealized?' So he makes an effort for the attaining of the as-yet-unattained, the reaching of the as-yet-unreached, the realization of the as-yet-unrealized. This is the third grounds for the arousal of energy.

"Then there is the case where a monk has gone on a journey. The thought occurs to him: 'I have gone on a journey. While I was going on the journey, I couldn't attend to the Buddha's message. Why don't I make an effort for the attaining of the as-yet-unattained, the reaching of the as-yet-unreached, the realization of the as-yet-unrealized?' So he makes an effort for the attaining of the as-yet-unattained, the reaching of the as-yet-unreached, the realization of the as-yet-unrealized. This is the fourth grounds for the arousal of energy.

"Then there is the case where a monk, having gone for alms in a village or town, does not get as much coarse or refined food as he he needs to fill himself up. The thought occurs to him: 'I, having gone for alms in a village or town, have not gotten as much coarse or refined food as I need to fill myself up. This body of mine is light & suitable for work. Why don't I make an effort for the attaining of the as-yet-unattained, the reaching of the as-yet-unreached, the realization of the as-yet-unrealized?' So he makes an effort for the attaining of the as-yet-unattained, the reaching of the as-yet-unreached, the realization of the as-yet-unrealized. This is the fifth grounds for the arousal of energy.

"Then there is the case where a monk, having gone for alms in a village or town, does gets as much coarse or refined food as he needs to fill himself up. The thought occurs to him: 'I, having gone for alms in a village or town, have gotten as much coarse or refined food as I I need to fill myself up. This body of mine is light & suitable for work. Why don't I make an effort for the attaining of the as-yet-unattained, the reaching of the as-yet-unreached, the realization of the as-yet-unrealized?' So he makes an effort for the attaining of the as-yet-unattained, the reaching of the as-yet-unreached, the realization of the as-yet-unrealized. This is the sixth grounds for the arousal of energy.

"Then there is the case where a monk comes down with a slight illness. The thought occurs to him: 'I have come down with a slight illness. Now, there's the possibility that it could get worse. Why don't I make an effort beforehand for the attaining of the as-yet-unattained, the reaching of the as-yet-unreached, the realization of the as-yet-unrealized?' So he makes an effort for the attaining of the as-yet-unattained, the reaching of the as-yet-unreached, the realization of the as-yet-unrealized. This is the seventh grounds for the arousal of energy.

"Then there is the case where a monk has recovered from his illness, not long after his recovery. The thought occurs to him: 'I have recovered from my illness. It's not long after my recovery. Now, there's the possibility that the illness could come back. Why don't I make an effort beforehand for the attaining of the as-yet-unattained, the reaching of the as-yet-unreached, the realization of the as-yet-unrealized?' So he makes an effort for the attaining of the as-yet-unattained, the reaching of the as-yet-unreached, the realization of the as-yet-unrealized. This is the eighth grounds for the arousal of energy.

"These are the eight grounds for the arousal of energy."

(Anguttara Nikaya VIII.80 Kusita-Arambhavatthu Sutta)

dalam bagian lain dari sutta selain dalam Maha Satipatthana sutta, Cula Malunkyaputta sutta, Bhikkunupassaya sutta berikut ini dan berbagai sutta suta yang lain selalu Sang Buddha menekankan Ardent (atapi) yaitu berusaha dengan penuh semangat pantang menyerah, Mindful (sati) yaitu penuh perhatian dan fully aware (sampajanno) yaitu berusaha dengan penuh kewaspadaan.

Here, Ananda, a monk abides contemplating body as body* — ardent, fully aware, mindful — leading away the unhappiness that comes from wanting the things of the world. And for one who is abiding contemplating body as body,* a bodily object arises, or bodily distress, or mental sluggishness, that scatters his mind outward. Then the monk should direct his mind to some satisfactory image. When the mind is directed to some satisfactory image, happiness is born. From this happiness, joy is then born. With a joyful mind, the body relaxes. A relaxed body feels content, and the mind of one content becomes concentrated

. He then reflects: "The purpose for which I directed my my mind has been accomplished. So now I shall withdraw [directed attention from the image]." He withdraws, and no longer thinks upon or thinks about [the image]. He understands: "I am not thinking upon or thinking about [anything]. Inwardly mindful, I am content." This is directed meditation.
And what is undirected meditation? Not directing his mind outward, a monk understands: "My mind is not directed outward." He understands: "Not focused on before or after; free; undirected." And he understands: "I abide observing body as body — ardent, fully aware, mindful — I am content." This is undirected meditation.
(Samyutta Nikaya XLVII.10 Bhikkhunupassaya Sutta)[/i]

Jika anda berlatih meditasi Vipassana dengan benar, suatu ketika anda akan mampu melihat dan mengalami dengan sendirinya, bahwa segala sesuatu bersifat tidak kekal, bahwa segala sesuatu cepat atau lambat pasti akan berubah.

Apakah anatta adalah konsep?

Tergantung siapa yang menjawab, bila yang menjawab adalah orang yang hanya belajar teori maka Anatta hanya diketahuinya sebatas konsep, tetapi bila ia adalah seorang praktisi maka Anatta adalah pengetahuan pengalaman langsung, yang kulminasinya adalah pada saat lenyapnya sakkaya ditthi.

“Ada pencerahan yang dicapai, tetapi tak ada yang mencapainya”.

Mungkin ada teman netter yang masih ingat mengenai komentar ini. Ini adalah suatu pernyataan tepat yang dialami oleh meditator yang telah berhasil menyelami anatta yang sesungguhnya, sehingga konsekuensi logis dari pencapaian itu adalah lenyapnya sakkaya ditthi (pandangan salah mengenai aku, roh, jiwa).

Sebenarnya pada pencapaian Magga tak ada atta yang dihancurkan, bila ada atta yang dihancurkan maka itu adalah pandangan salah, yaitu sama saja dengan bunuh diri. Yang benar adalah demikian, harap teman-teman para netter mengingat ini baik-baik,

“Setelah suatu ketika dalam meditasi yang dalam, meditator mengalami sendiri bahwa yang disebut Atta ternyata tidak ada (karena hakekat mahluk hidup yang sesungguhnya adalah merupakan kumpulan faktor batin dan jasmani yang saling berkaitan, ini hanya bisa dilihat dengan teliti bila kita memiliki Samadhi yang dalam) maka dengan demikian lenyaplah pandangan salah mengenai atta (lenyapnya sakkaya ditthi) Inilah yang disebut melenyapkan sakkaya ditthi dengan panna atau kebijaksanaan. Pernyataan ini bisa dikonfirmasi dengan para ahli Abhidhamma maupun ahli Sutta.

Mari kita simak sutta berikut,

"There is the case, monk, where an uninstructed, run-of-the-mill person -- who has no regard for noble ones, is not well-versed or disciplined in their Dhamma; who has no regard for men of integrity, is not well-versed or disciplined in their Dhamma -- assumes form to be the self, or the self as possessing form, or form as in the self, or the self as in form.
"He assumes feeling to be the self, or the self as possessing feeling, or feeling as in the self, or the self as in feeling. He assumes perception to be the self, or the self as possessing perception, or perception as in the self, or the self as in perception. He assumes (mental) fabrications to be the self, or the self as possessing fabrications, or fabrications as in the self, or the self as in fabrications. He assumes consciousness to be the self, or the self as possessing consciousness, or consciousness as in the self, or the self as in consciousness.
"He does not discern, as it actually is, inconstant form as 'inconstant form.' He does not discern, as it actually is, inconstant feeling as 'inconstant feeling' ... inconstant perception as 'inconstant perception' ... inconstant fabrications as 'inconstant fabrications' ... inconstant consciousness as 'inconstant consciousness.'
"He does not discern, as it actually is, stressful form as 'stressful form' ... stressful feeling as 'stressful feeling' ... stressful perception as 'stressful perception' ... stressful fabrications as 'stressful fabrications' ... stressful consciousness as 'stressful consciousness.'
"He does not discern, as it actually is, not-self form as 'not-self form' ... not-self feeling as 'not-self feeling' ... not-self perception as 'not-self perception' ... not-self fabrications as 'not-self fabrications' ... not-self consciousness as 'not-self consciousness.'
"He does not discern, as it actually is, fabricated form as 'fabricated form' ... fabricated feeling as 'fabricated feeling' ... fabricated perception as 'fabricated perception' ... fabricated fabrications as 'fabricated fabrications' ... fabricated consciousness as 'fabricated consciousness.


(Samyutta Nikaya XXII.55 Udana Sutta)

Disini nampak jelas, bahwa Sang Buddha menegaskan bahwa bila ada orang yang menganggap ada aku, entah pada persepsi atau kesadaran atau pada bagian lain dari kelima unsur kemelekatan (panca khandha), maka ia tidak melihat segala sesuatu apa adanya, yaitu bentuk inconstant sebagai inconstant (anicca), ia tidak melihat segala sesuatu apa adanya, yaitu segala sesuatu stressful sebagai stressful (dukkha) dan segala sesuatu not self sebagai not self (anatta).
Pada bagian lain dari sutta Sang Buddha juga mengatakan hal yang sama, seperti dalam Isidatta sutta berikut ini,

– assumes form (the body) to be the self, or the self as possessing form, or form as in the self, or the self as in form. He assumes feeling to be the self, or the self as possessing feeling, or feeling as in the self, or the self as in feeling. He assumes perception to be the self, or the self as possessing perception, or perception as in the self, or the self as in perception. He assumes (mental) fabrications to be the self, or the self as possessing fabrications, or fabrications as in the self, or the self as in fabrications. He assumes consciousness to be the self, or the self as possessing consciousness, or consciousness as in the self, or the self as in consciousness. This is how self-identity view comes into being.”

(Samyutta Nikaya XLI.3 Isidatta Sutta)

Sang Buddha mengatakan bahwa merupakan pandangan salah, bila menganggap bahwa kesadaran adalah aku, atau aku memiliki kesadaran, atau kesadaran ada dalam aku, atau aku ada dalam kesadaran (berlaku juga untuk persepsi / sanna, bentuk batin / sankhara, materi / rupa dan perasaan / vedana).

Berlanjut pada bagian 3...




Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 28 August 2008, 08:53:32 AM
Betul. Namaste  Itu yang disebut ~naana (nyana): insight, pencerahan. Teks aslinya:
"Vimuttasmi.m, vimuttami 'ti ~naa.na.m hoti" -- "Dalam bebas, ia tahu (nyana), 'Aku bebas."

 8-> namaku disebut....hehehehehe.....OOT

:))
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 28 August 2008, 09:03:43 AM
Quote from: hudoyo
Kalau Anda tidak merasa apa-apa ketika membaca Bahiya-sutta, berarti nasehat dalam sutta itu bukan buat Anda. ... Jadi, abaikan saja Bahiya-sutta. :) ... Carilah sutta yang cocok dengan pengalaman batin Anda.
Jadi yang disimpulkan adalah bahwa dari Bahiya Sutta, Malunkyaputta sutta dan mulapariyaya sutta, pak hudoyo mendapatkan manfaat, sedangkan sutta yang lain tidak. (bukan dalam artian pasti tidak benar). begitu pak hudoyo ? soalnya kalau dibilang selain 3 sutta yang disebutkan, sutta yang lainnya TIDAK BENAR... bakal RAMAI tuh...

Betul.  _/\_  Saya tidak pernah mengklaim pengalaman & pemahaman saya cocok untuk semua orang. ... Malah, ingatkah Anda bahwa saya selalu mengatakan: Tidak ada satu metode vipassana yang cocok untuk SEMUA orang? ... MMD pun tidak ... Itulah pandangan saya. ... (Dan kalau tidak salah, Anda pun pernah menyatakan kesetujuan Anda, bukan?) ... :)

Entah kalau di forum ini ada yang berpendapat bahwa vipassana versinya adalah yang paling benar dengan merujuk kepada puluhan sutta dari Tipitaka Pali, sebagaimana dicopas oleh Rekan Semit dari thread sebelah. ... Ini yang memprihatinkan. ... Sutta-sutta digunakan untuk membenarkan diri sendiri sambil menyerang pandangan orang lain. (Saya masih menunggu selesainya uraian yang panjang lebar itu sebelum menjawabnya.)

Dalam diskusi saya dengan Rekan Sumedho baru-baru ini, saya juga menyatakan bahwa pendekatan Anattalakkhana-sutta BERBEDA dengan pendekatan Bahiya-sutta. ... Tapi saya tidak mengatakan bahwa yang satu benar dan yang lain salah. ... Saya menyatakan bahwa kedua pendekatan yang tercantum dalam Tipitaka itu sama-sama valid.

Salam,
hudoyo
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 28 August 2008, 09:07:42 AM
Dari pengalaman saya dan beberapa rekan, seseorang yang sudah terdogma oleh "pengalamannya sendiri" dan menemukan sutta yang seakan-akan cocok dengan "pengalamannya sendiri" maka ia akan langsung menganggap hanya sutta itu yang benar sedang yang lain salah.

Jelas sekali Anda tidak mengerti apa yang saya katakan. ... Bacalah tanggapan saya kepada Rekan Dilbert di atas ini.
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 28 August 2008, 09:11:03 AM
Kalo sutta2 lain ada yang sesuai dengan pengalaman orang lain, tetapi tidak sesuai dengan pengalaman Pak Hudoyo, bagaimana?

Silakan baca tanggapan saya kepada Rekan Dilbert di atas ini. ... Bagaiamana?

Quote
Quote from: hudoyo
Tidak sama. "Melihat Anatta" bukan seperti Anda atau saya melihat anatta. "Melihat anatta" hanya terjadi pada seorang arahat. Anda dan saya hanya melihat konsep anatta.
Apakah bukan Arahat (puthujjana) yang mengalami khanika samadhi adalah pengecualian, atau sama saja "masih dalam tataran konsep"?

Saya tidak mengerti maksud pertanyaan ini ... mohon dijelaskan.
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: ryu on 28 August 2008, 09:11:14 AM
Btw yang nyusun Bahiya sutta tuh sapa yah? kenapa pa Hudoyo tidak merasa ada penambahan/pengurangan dalam sutta ini sedangkan sutta yang lain seakan2 Pasti ada penambahan2 ;D

Karena Bahiya-sutta sesuai dengan pengalaman meditasi saya. ... Begitu pula sutta-sutta yang lain tidak sesuai dengan pengalaman meditasi saya. ... Jadi bagi saya, pengalaman meditasi pribadi itulah ukuran dari Dhamma yang benar, bukan apa yang tertulis dalam Tipitaka. Ini sesuai Kalama-sutta.

Quote
Kalo melihat isi sutta diatas aye mah merasa gak ada perasaan apa2 :)) itu hanya cerita tentang Bahiya, bisa saja itu dilebih2kan atau dikurang2i juga khan :)) apa bisa dipastikan 100% cerita Bahiya itu sesuai dengan yang terjadi saat itu :))

Kalau Anda tidak merasa apa-apa ketika membaca Bahiya-sutta, berarti nasehat dalam sutta itu bukan buat Anda. ... Jadi, abaikan saja Bahiya-sutta. :) ... Carilah sutta yang cocok dengan pengalaman batin Anda.

Hmm, jadi pengalaman meditasi pribadi yah, trus dihubung2kan ke Sutta Bahiya, keknya jadi mencari pembenaran khan pak :)) , Kek agama lain juga khan pak Baca cerita di kitabnya, trus katanya Tuhan itu ada, trus mereka membuktikannya dengan pengalaman pribadi katanya Tuhan hadir didalam dirinya, tapi apa itu nyata pak? bukannya ilusi tuh pak ? :)
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: williamhalim on 28 August 2008, 09:13:32 AM
Berarti pernyataan di bawah ini:
Quote
... FAKTA anatta hanya bisa ditembus dalam khanika-samadhi
juga merupakan opini pribadi?

Bukan opini pribadi, melainkan pengalaman pribadi

Pengalaman yg kita dapatkan dari meditasi tidak serta merta bisa diklaim sebagai kebenaran universal.

Seperti contohnya disini, Pak Hud mengklaim bahwa Khanika Samadhi dalam MMD adalah suatu 'Penembusan Anatta' (sebagai catatan, siapa saja yg sudah menembus anatta adalah seorang sotapanna alias orang suci/ariya sangha). Nanti akan sy bahas mengapa Kahnika Samadhi ini agak janggal jika dihubungkan dengan vipassana, apalagi jika dihubungkan dengan penembusan anatta.

Pertama, dasar pemikiran Pak Hud bahwa penyebab penderitaan kita semua adalah si AKU (pikiran). Mensinonimkan 'AKU = Pikiran' ini adalah suatu kefatalan, yg akan menyebabkan kesalahan tempuh jalan selanjutnya, yakni: berusaha menyingkirkan 'pikiran' ini (karena menganggap pikiran adalah AKU, si penyebab penderitaan). Usaha untuk menyingkirkan/memadamkan pikiran ini dapat kita lihat dari praktik yg mendasari MMD, yaitu:  lihatlah apa adanya, tidak ada perbuatan baik dan buruk, sadari saja… meditasi dengan cara ini dilabeli dengan ‘tanpa usaha’ / ‘tanpa konsep’.

Dalam vipassana tradisionil, apapun metodanya, tetap ada pelabelan terhadap objek yg diawasi, ada pelabelan terhadap gerak-gerik batin. Dalam MMD, pelabelan ini ditiadakan, hanya sadari saja.

Sesungguhnya, apa yg terjadi ketika dalam proses mengamati gerak-gerik batin ini kita BERUSAHA (tidak berusaha) menghilangkan pelabelan terhadap setiap gerak-gerik batin tsb? Hasilnya adalah KOSONGNYA PIKIRAN (yg dikalim sebagai 'Padamnya Pikiran). Meditasi yg mengosongkan pikiran akan menimbulkan berbagai sensasi dengan cepat.

Apakah sensasi-sensasi ini yg kemudian di klaim sebagai Khanika Samadhi?

Nah, sekarang kita bahas mengenai Khanika Samadhi yg oleh para meditator MMD dipegang sebagai barometer ‘penembusan paham anatta’.

Apakah Khanika Samadhi tsb? Apa yg terjadi ketika kita dalam Khanika Samadhi? Apakah benar benar ketika Khanika Samadhi kita merealisasi anatta?

Berbagai pertanyaan tsb akan terjawab jika kita memahami perbedaan meditasi Samatha dan Vipassana. Dalam meditasi Samatha, prosesnya: kita memegang teguh suatu objek sehingga dalam beberapa saat kita akan terlarut dengan objek tsb. Saat ‘larut’ tsb, tiada dualisme antara objek dan kita. Pada saat tsb, kekotoran batin tidak muncul (bukan hilang, hanya mengendap). Ketika ‘saat’ tsb usai, kita kembali mengalami banyak objek, dan kekotoran batin kita kembali hadir. Oleh karena itu timbullah istilah: Keluar masuk Jhana.

Bagaimana dengan Vipassana? Pada Vipassana, kita melakukan pengamatan terhadap banyak objek, yakni faktor batin yg timbul dan lenyap silih berganti. Pertama-tama kita akan kesulitan dan banyak sekali batin yg timbul dan lenyap. Lama kelamaan batin yg timbul dan lenyap makin sedikit dan pemahaman kita bertambah akan ketidak kekalan segala sesuatu. Dengan bertambahnya pemahaman, otomatis kekotoran batin kita terkikis. Sehingga dalam Vipassana, tidak ada istilah ‘Keluar Masuk’, yang ada adalah: Pengikisan Kekotoran Batin dan Peningkatan Panna. Artinya, ketika sesi meditasi selesai, hasil yg telah direalisasi tidak lenyap, melainkan tetap ada.

Jika dirangkum:

Meditasi Samatha:
~ ada ‘Keluar Masuk’ konsentrasi
~ aLaDaM tidaklah permanen

Meditasi Vipassana:
~ tidak ada ‘Keluar Masuk’ konsentrasi
~ pengikisan LDM (peningkatan Panna) permanen

Sekarang kita lihat MMD:
~ ada saat masuk ‘Khanika Samadhi’ (saat masuk ini ‘si meditator merealisasi ‘Anatta’)
~ ketika keluar dari Khanika Samadhi, si meditator kembali seperti sedia kala (tidak merealiasi ‘Anatta’ dalam kesehariannya)

Dari defenisi diatas, saya simpulkan MMD lebih condong ke Samatha, meditasi dilandasi ‘Mengosongkan Pikiran’ (meskipun diistilahkan ‘tanpa label’), sehingga akan timbul sensasi-sensasi kosmos yg disalahtanggapi sebagai ‘Khanika Samadhi’. Jadi dapat dimengerti mengapa MMD hanya bisa cocok dengan sedikit sutta tertentu dan berlawanan dengan banyak sutta lainnya. Karena sudah ‘salah dari sono’nya sehingga bentrok dengan source-nya. Akibat yg timbul adalah, ‘Buah’ menyalahkan ‘Akar’nya. Ini ibarat agama tetangga yg pondasinya memang tidak kuat, sehingga setiap penemuan pengetahuan baru bentrok dengan alkitab.

Padahal, Vipassana sesungguhnya, adalah pengikisan kebodohan batin yg permanen secara bertahap. Vipassana yg sejati tidak bertentangan dengan sutta manapun. Selalu sinkron dan saling mendukung. Vipassana yg asli dan semua sutta (termasuk Abhidhamma sutta) tidak pernah konflik, indah diawal, indah ditengah dan indah diakhir. Contohnya banyak sekali, dari zaman dahulu sd sekarang.

::




Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: Hikoza83 on 28 August 2008, 09:21:13 AM
mungkin perlu di cross check dgn bermeditasi sampai khanika-samadhi dulu sebelum posting..

Menilik dari posting-posting Anda sebelum ini, tampaknya Anda belum pernah mengalami khanika-samadhi. ... Jadi, maaf saja, nasehat Anda terkesan kosong ... gak perlu dipertimbangkan.

saya hanya memberi nasehat sesuai dengan 'kepercayaan' anda, pak hudoyo.
kalo saya bilang, bermeditasilah dengan konsentrasi dan perhatian penuh, ntar ada yg tersungging.. :P
omong2, gmn tanda2nya org yg pernah mengalami khanika-samadhi, romo?

setahu saya, kalau bebas dr konsep2, kan ga perlu panjang kali lebar kali tinggi buat jawab pertanyaannya.

Kadang-kadang perlu penjabaran panjang lebar untuk menjelaskan kepada umat yang masih berada dalam level pikiran. ... Lihat saja sutta-sutta dari Digha Nikaya, sangaaaaaat paaaaaanjang.

ya, saya juga umat yang masih berada dalam level pikiran, pak.
tp rasanya ga perlu penjabaran yang paaaaanjang...
to the point aje, pak.. :)


By : Zen
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: Hikoza83 on 28 August 2008, 09:25:14 AM
Entah kalau di forum ini ada yang berpendapat bahwa vipassana versinya adalah yang paling benar dengan merujuk kepada puluhan sutta dari Tipitaka Pali, sebagaimana dicopas oleh Rekan Semit dari thread sebelah. ... Ini yang memprihatinkan. ... Sutta-sutta digunakan untuk membenarkan diri sendiri sambil menyerang pandangan orang lain. (Saya masih menunggu selesainya uraian yang panjang lebar itu sebelum menjawabnya.)

membaca tulisan ini, tiba2 saya ingat cermin..
mari kita gunakan cermin dengan baik.. ^_^
melihat jauh ke dalam..


By : Zen
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: Kelana on 28 August 2008, 09:39:08 AM

membaca tulisan ini, tiba2 saya ingat cermin..
mari kita gunakan cermin dengan baik.. ^_^
melihat jauh ke dalam..

By : Zen

Ingin cermin atau ingin bercermin.  ^-^
Dan semoga dengan bercermin, kita tidak terlalu gegabah mengatakan adanya sebuah penyerangan ketika adanya sebuah perbandingan. Hanya orang-orang yang pikirannya terserang ego-lah yang berpendapat dirinya diserang.
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: K.K. on 28 August 2008, 09:47:55 AM
Kalo sutta2 lain ada yang sesuai dengan pengalaman orang lain, tetapi tidak sesuai dengan pengalaman Pak Hudoyo, bagaimana?

Silakan baca tanggapan saya kepada Rekan Dilbert di atas ini. ... Bagaiamana?

Quote
Saya tidak pernah mengklaim pengalaman & pemahaman saya cocok untuk semua orang. ... Malah, ingatkah Anda bahwa saya selalu mengatakan: Tidak ada satu metode vipassana yang cocok untuk SEMUA orang?

Ini pendapat saya saja. Memang saya setuju dengan pernyataan "tidak ada yang cocok untuk semua orang", tetapi kalau sedang berdiskusi mengenai "anatta" yang berdasarkan metoda vipassana dan sutta lain, Pak Hudoyo cenderung mengatakan itu hanyalah konsep, dan konsep tentu saja bukan realita. Dan realita (yang bukan konsep) itu hanya bisa didapat dengan "menghentikan pikiran" yang seperti dijelaskan pada Mulapariyaya sutta. Jadi akhir2nya kembali pada Mulapariyaya sutta dan metodanya (yang sama dengan MMD).
Tapi sekali lagi itu hanya opini, mungkin rekan2 lain di forum berbeda opini dengan saya.




Quote
Quote
Quote from: hudoyo
Tidak sama. "Melihat Anatta" bukan seperti Anda atau saya melihat anatta. "Melihat anatta" hanya terjadi pada seorang arahat. Anda dan saya hanya melihat konsep anatta.
Apakah bukan Arahat (puthujjana) yang mengalami khanika samadhi adalah pengecualian, atau sama saja "masih dalam tataran konsep"?

Saya tidak mengerti maksud pertanyaan ini ... mohon dijelaskan.

Quote
Melihatkah Anda bedanya KONSEP anatta dengan FAKTA anatta? ... Itulah yang saya katakan sejak semula, banyak sekali umat Buddha terjebak pada KONSEP anatta tanpa menembus FAKTA anatta. ... FAKTA anatta hanya bisa ditembus dalam khanika-samadhi.

Pertama dijelaskan bahwa hanya Arahat yang bisa melihat "anatta" yang bukan konsep. Lalu Pak Hudoyo mengatakan Fakta "anatta" itu bisa ditembus dalam khanika samadhi. Jadi pertanyaan saya adalah, apakah selain Arahat, orang (walaupun masih puthujjana) yang mengalami khanika samadhi bisa menembus "anatta" yang bukan konsep?


Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: ryu on 28 August 2008, 09:48:54 AM
Selingan : :))

Kop And Headen

oleh: P-Project

Semenjak zamannya Maladi
Hingga ke zaman Ronny Patinasarany
Mereka berjuang demi negeri
Untuk satu nama PSSI

Namun kini zamannya tlah berganti
Pemain seringnya malah berkelahi
Permainan sudah tidak fair lagi
Hanya jadi ajang bela diri

Reff 1:
Sadarilah bila bermain bola
Lawan jangan cedera
Sadarilah bila dia sengsara
Kita jadi bikin dosa

Wasit ada di posisi yang rumit
Karena keputusannya yang sulit
Tak heran pemain banyak yang berkelit
Mengejar wasit terbirit-birit

Reff 2:
Sadarilah bila disepak bola
Ingat aturannya
Sadarilah bila disepak bola
Wasit berkuasa

Ayo maju mencetak gol harus jitu nendang jangan ragu
Oper sana oper sini awas kena penalti

Penontonpun harus sadar diri
Berikanlah dukungan yang berarti
Dan junjunglah sportivitas yang tinggi
Menuju sepak bola prestasi

Reff 3:
Sadarilah bila penonton tertib
Kitapun gembira
Sadarilah bila penonton tertib
Bukan cari gara-gara

Ruud Gulit Van Basten dan Maradona
Contoh pemain klas dunia yang tlah ternama

Sucipto Suntoro Anjas Asmara
Nobon Oyong Liza Ronny Paslah semua pernah jaya

Kang Jajang kang Asep kang Tata Bu Yati mereka bukan pemain bola atuh,
Mereka itu keluarga saya semua

Paling top adalah Abdul Kadir
Mencetak gol dari pinggir kipernyapun terjungkir
Menahan tendangan bagaikan petir
Jala terkoyak penonton bersorak kiper terkilir

Mereka harus ditiru sepak bola harus fair play.....
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 28 August 2008, 09:53:26 AM
Pengalaman yg kita dapatkan dari meditasi tidak serta merta bisa diklaim sebagai kebenaran universal.

Tulisan Anda ini menarik, karena tidak lebih dari spekulasi tentang MMD oleh orang yang tidak pernah melakukan MMD.

Quote
Seperti contohnya disini, Pak Hud mengklaim bahwa Khanika Samadhi dalam MMD adalah suatu 'Penembusan Anatta' (sebagai catatan, siapa saja yg sudah menembus anatta adalah seorang sotapanna alias orang suci/ariya sangha). Nanti akan sy bahas mengapa Kahnika Samadhi ini agak janggal jika dihubungkan dengan vipassana, apalagi jika dihubungkan dengan penembusan anatta.

Dalam 'berhentinya pikiran & aku' (khanika-samadhi) tidak ada lagi aku, itulah anatta. ... Selama orang berada dalam khanika-samadhi ia berada dalam keadaan tanpa-aku. ... Begitu ia keluar dari keadaan itu (kembali kepada kesadaran sehari-hari), muncul lagi pikiran & aku.

Menurut teori, yang menembus anatta hanyalah seorang arahat. ... bahkan seorang anagami masih mempunyai atta dalam bentuk keinginan-keinginan halus dan kebanggaan (mana).

Seorang puthujjana yang berada dalam khanika-samadhi bisa disebut "mencicipi nibbana" ... sekalipun cuma sementara.

Quote
Pertama, dasar pemikiran Pak Hud bahwa penyebab penderitaan kita semua adalah si AKU (pikiran). Mensinonimkan 'AKU = Pikiran' ini adalah suatu kefatalan, yg akan menyebabkan kesalahan tempuh jalan selanjutnya, yakni: berusaha menyingkirkan 'pikiran' ini (karena menganggap pikiran adalah AKU, si penyebab penderitaan). Usaha untuk menyingkirkan/memadamkan pikiran ini dapat kita lihat dari praktik yg mendasari MMD, yaitu:  lihatlah apa adanya, tidak ada perbuatan baik dan buruk, sadari saja… meditasi dengan cara ini dilabeli dengan ‘tanpa usaha’ / ‘tanpa konsep’.

'Melihat apa adanya tanpa reaksi pikiran' adalah instruksi Sang Buddha kepada Bahiya & Malunkyaputta (yang saya instruksikan pula dalam MMD). ... Dalam Mulapariyaya-sutta, lebih tegas lagi: bagi seorang yang sedang berlatih, jangan sampai muncul pikiran (ma~n~nati).

Quote
Sesungguhnya, apa yg terjadi ketika dalam proses mengamati gerak-gerik batin ini kita BERUSAHA (tidak berusaha) menghilangkan pelabelan terhadap setiap gerak-gerik batin tsb? Hasilnya adalah KOSONGNYA PIKIRAN (yg dikalim sebagai 'Padamnya Pikiran). Meditasi yg mengosongkan pikiran akan menimbulkan berbagai sensasi dengan cepat. Apakah sensasi-sensasi ini yg kemudian di klaim sebagai Khanika Samadhi?


Ini tidak lebih dari spekulasi Anda yang tidak pernah mangalami berhentinya pikiran & aku. Tidak perlu saya tanggapi, karena tidak ada dasar kebenarannya. ... Tidak ada gunanya menjelaskan 'berhentinya pikiran & aku' kepada orang yang sudah menolak.
 
Quote
Nah, sekarang kita bahas mengenai Khanika Samadhi yg oleh para meditator MMD dipegang sebagai barometer ‘penembusan paham anatta’.
Apakah Khanika Samadhi tsb? Apa yg terjadi ketika kita dalam Khanika Samadhi? Apakah benar benar ketika Khanika Samadhi kita merealisasi anatta?
Berbagai pertanyaan tsb akan terjawab jika kita memahami perbedaan meditasi Samatha dan Vipassana. ... blablabla ...

Uraian panjang lebar ini tidak relevan dengan MMD. Tidak perlu saya tanggapi

Quote
Sekarang kita lihat MMD:
~ ada saat masuk ‘Khanika Samadhi’ (saat masuk ini ‘si meditator merealisasi ‘Anatta’)
~ ketika keluar dari Khanika Samadhi, si meditator kembali seperti sedia kala (tidak merealiasi ‘Anatta’ dalam kesehariannya)
Dari defenisi diatas, saya simpulkan MMD lebih condong ke Samatha, meditasi dilandasi ‘Mengosongkan Pikiran’ (meskipun diistilahkan ‘tanpa label’), sehingga akan timbul sensasi-sensasi kosmos yg disalahtanggapi sebagai ‘Khanika Samadhi’. Jadi dapat dimengerti mengapa MMD hanya bisa cocok dengan sedikit sutta tertentu dan berlawanan dengan banyak sutta lainnya. Karena sudah ‘salah dari sono’nya sehingga bentrok dengan source-nya. Akibat yg timbul adalah, ‘Buah’ menyalahkan ‘Akar’nya. Ini ibarat agama tetangga yg pondasinya memang tidak kuat, sehingga setiap penemuan pengetahuan baru bentrok dengan alkitab.

Ini cuma celotehan spekulatif Anda yang tidak pernah mencoba MMD. Lihat:
- "MMD lebih condong ke Samatha" -- SALAH :))
- "Mengosongkan Pikiran" -- SALAH :))
- "sensasi-sensasi kosmos" -- apalagi ini: khayalan SALAH :))

MMD cocok dengan Mulapariyaya-sutta & Bahiya-sutta. Itu CUKUP untuk mengantar pada pembebasan. Bahkan praktisi MMD tidak merujuk kepada kitab suci sama sekali. Praktisi MMD menekankan meditasi, bukan belajar kitab suci.

Quote
Padahal, Vipassana sesungguhnya, adalah pengikisan kebodohan batin yg permanen secara bertahap.

Kebodohan yang paling kuat dilekati oleh umat Buddha adalah melekat pada kitab suci, bahkan setelah Sang Buddha mengajarkan Kalama-sutta.
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: bond on 28 August 2008, 09:55:14 AM

membaca tulisan ini, tiba2 saya ingat cermin..
mari kita gunakan cermin dengan baik.. ^_^
melihat jauh ke dalam..

By : Zen

Ingin cermin atau ingin bercermin.  ^-^
Dan semoga dengan bercermin, kita tidak terlalu gegabah mengatakan adanya sebuah penyerangan ketika adanya sebuah perbandingan. Hanya orang-orang yang pikirannya terserang ego-lah yang berpendapat dirinya diserang.


:))

Kebenaran perlahan telah menampakan dirinya sendiri dan semua kabut telah mulai tersibak sehingga terlihatnya sang mentari  dan ada secercah harapan bertahannya Dhamma yg dibabarkan Sang Tathagatta ^-^
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: ryu on 28 August 2008, 09:58:13 AM
Kebodohan yang paling kuat dilekati oleh umat Buddha adalah melekat pada kitab suci, bahkan setelah Sang Buddha mengajarkan Kalama-sutta.

:)) umat Buddha yang mana yah :))
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 28 August 2008, 09:58:38 AM
saya hanya memberi nasehat sesuai dengan 'kepercayaan' anda, pak hudoyo.

Nasehat yang cuma bersifat teoretis tidak ada gunanya. ... Capailah sendiri khanika-samadhi lebih dulu sebelum menasehati orang lain.

Quote
omong2, gmn tanda2nya org yg pernah mengalami khanika-samadhi, romo?

Dalam retret MMD saja, tidak pernah saya menjawab pertanyaan seperti itu. ... Alih-alih, saya selalu bilang amatilah pikiranmu, gerak-gerik aku-mu, ... nanti kamu akan tahu sendiri apa itu khanika-samadhi.
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 28 August 2008, 09:59:55 AM
membaca tulisan ini, tiba2 saya ingat cermin..
mari kita gunakan cermin dengan baik.. ^_^
melihat jauh ke dalam..

Ya, Anda bercermin ... dan saya bercermin ... setuju?
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 28 August 2008, 10:02:10 AM
Ingin cermin atau ingin bercermin.  ^-^
Dan semoga dengan bercermin, kita tidak terlalu gegabah mengatakan adanya sebuah penyerangan ketika adanya sebuah perbandingan. Hanya orang-orang yang pikirannya terserang ego-lah yang berpendapat dirinya diserang.

Pembandingan adalah menyampaikan sudut pandang versi meditasinya sendiri berdampingan dengan versi meditasi orang lain.  ... Tapi kalau sudah berkata ... "tidak mungkin ..." tentang versi meditasi orang lain, padahal tidak pernah mencobanya sendiri, itu sudah penyerangan namanya.
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: ryu on 28 August 2008, 10:04:38 AM
Semuanya pada akhirnya berbalik kepada diri sendiri :)
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: Hikoza83 on 28 August 2008, 10:06:37 AM
Semuanya pada akhirnya berbalik kepada diri sendiri :)

akur bro ryu..
amat mudah mencari kesalahan orang lain,
sungguh sulit mencari kesalahan diri sendiri.
 _/\_


By : Zen
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: K.K. on 28 August 2008, 10:09:11 AM
Ingin cermin atau ingin bercermin.  ^-^
Dan semoga dengan bercermin, kita tidak terlalu gegabah mengatakan adanya sebuah penyerangan ketika adanya sebuah perbandingan. Hanya orang-orang yang pikirannya terserang ego-lah yang berpendapat dirinya diserang.

Pembandingan adalah menyampaikan sudut pandang versi meditasinya sendiri berdampingan dengan versi meditasi orang lain.  ... Tapi kalau sudah berkata ... "tidak mungkin ..." tentang versi meditasi orang lain, padahal tidak pernah mencobanya sendiri, itu sudah penyerangan namanya.

Tambahan saja. Walaupun sudah pernah mencoba, alangkah baiknya tidak bilang sesuatu itu "pasti tidak bisa" atau "pasti begini/begitu". Kita mungkin tidak bisa melakukannya karena keterbatasan kita, orang lain mungkin bisa.

Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 28 August 2008, 10:23:21 AM
Ini pendapat saya saja. Memang saya setuju dengan pernyataan "tidak ada yang cocok untuk semua orang", tetapi kalau sedang berdiskusi mengenai "anatta" yang berdasarkan metoda vipassana dan sutta lain, Pak Hudoyo cenderung mengatakan itu hanyalah konsep, dan konsep tentu saja bukan realita. Dan realita (yang bukan konsep) itu hanya bisa didapat dengan "menghentikan pikiran" yang seperti dijelaskan pada Mulapariyaya sutta. Jadi akhir2nya kembali pada Mulapariyaya sutta dan metodanya (yang sama dengan MMD).

Saya mengatakan, perlu dibedakan antara 'konsep' anatta dan fakta' anatta. Ini berlaku baik untuk MMD maupun vipassana versi lain. (Tapi banyak umat Buddha yang tidak bisa membedakan ini.) ... Itulah sebabnya dalam MMD saya tidak pernah membicarakan 'anatta', karena itu cuma konsep sebelum orang merealisasikannya ("menembusnya"). ... Bahwa perealisasian anatta itu harus tercapai dengan lenyapnya gerak pikiran/aku sesuai Mulapariyaya-sutta & Bahiya-sutta, memang demikian adanya; ajaran dalam kedua sutta itu sesuai dengan pengalaman saya. ... Tapi saya menghargai uraian panjang lebar Rekan Fabian, misalnya, yang mempunyai pendekatan lain. ... Apa lagi yang kurang? ...

Quote
Pertama dijelaskan bahwa hanya Arahat yang bisa melihat "anatta" yang bukan konsep. Lalu Pak Hudoyo mengatakan Fakta "anatta" itu bisa ditembus dalam khanika samadhi. Jadi pertanyaan saya adalah, apakah selain Arahat, orang (walaupun masih puthujjana) yang mengalami khanika samadhi bisa menembus "anatta" yang bukan konsep?

Bisa. Prinsipnya ialah, dalam kesadaran di mana pikiran & aku berhenti, di situ orang berada dalam keadaan faktual anatta (bukan konsep anatta). ... Bedanya arahat dan puthujjana ialah: dalam batin puthujjana yang mencapai khanika-samadhi kondisi anatta itu hanya berlangsung sementara waktu, sedangkan dalam batin arahat kondisi anatta itu sudah menetap/permanen.

Bacalah dengan teliti Mulapariyaya-sutta, dan bandingkan bagian bagian II dan bagian III nya. Dalam bagian II Sang Buddha berkata, dalam batin orang yang sedang berlatih hendaknya tidak muncul pikiran & aku (ma ma~n~ni). Dalam bagian III Sang Buddha berkata, dalam batin seorang arahat, pikiran & aku tidak muncul lagi (na ma~n~nati). ... Itulah maka saya katakan, seorang puthujjana yang berada dalam khanika-samadhi, ia mencicipi nibbana para arahat.

Salam,
hudoyo
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: Hikoza83 on 28 August 2008, 10:24:05 AM
membaca tulisan ini, tiba2 saya ingat cermin..
mari kita gunakan cermin dengan baik.. ^_^
melihat jauh ke dalam..

Ya, Anda bercermin ... dan saya bercermin ... setuju?

maap pak, saya ga jualan cermin.. :)
but itu ide bagus..
sama2 bercermin, atas apa yg kita pikirkan, ucapkan, dan lakukan.

Nasehat yang cuma bersifat teoretis tidak ada gunanya. ... Capailah sendiri khanika-samadhi lebih dulu sebelum menasehati orang lain.

Dalam retret MMD saja, tidak pernah saya menjawab pertanyaan seperti itu. ... Alih-alih, saya selalu bilang amatilah pikiranmu, gerak-gerik aku-mu, ... nanti kamu akan tahu sendiri apa itu khanika-samadhi.

pak hud, apakah utk memberi resep obat, seorang dokter harus mencicipi dulu semua obat yg mau dia berikan ke pasien?
ya, terima kasih atas nasehatnya romo.
saya akan coba latihan bermeditasi.
 _/\_


By : Zen
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 28 August 2008, 10:25:36 AM
akur bro ryu..
amat mudah mencari kesalahan orang lain,
sungguh sulit mencari kesalahan diri sendiri.

Bagus ... Saya bercermin pada kata-kata itu ... Anda juga bercermin padanya. ... setuju?
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 28 August 2008, 10:29:22 AM
Tambahan saja. Walaupun sudah pernah mencoba, alangkah baiknya tidak bilang sesuatu itu "pasti tidak bisa" atau "pasti begini/begitu". Kita mungkin tidak bisa melakukannya karena keterbatasan kita, orang lain mungkin bisa.

Dalam hal meditasi, "pasti tidak bisa" kalau diterapkan pada orang lain, itu merupakan serangan. ...
"Pasti begini/begitu" kalau diterapkan pada diri sendiri, itu merupakan keyakinan berdasarkan pengalaman ... Pengalaman itu bisa dicek dengan orang lain yang menggunakan metode meditasi yang sama.
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 28 August 2008, 10:33:53 AM
Nasehat yang cuma bersifat teoretis tidak ada gunanya. ... Capailah sendiri khanika-samadhi lebih dulu sebelum menasehati orang lain.
pak hud, apakah utk memberi resep obat, seorang dokter harus mencicipi dulu semua obat yg mau dia berikan ke pasien?

Setidaknya dokter itu pernah belajar sekian tahun lamanya, mempelajari efek obat itu pada berbagai eksperimen, baru meresepkannya. ... Bukan kok mencomot dari sesuatu yang cuma didengarnya sepintas lalu.

Quote
ya, terima kasih atas nasehatnya romo.
saya akan coba latihan bermeditasi.

 _/\_
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 28 August 2008, 10:38:59 AM
Kebodohan yang paling kuat dilekati oleh umat Buddha adalah melekat pada kitab suci, bahkan setelah Sang Buddha mengajarkan Kalama-sutta.
:)) umat Buddha yang mana yah :))

Tiap orang menengok ke dalam batinnya sendiri, melekat atau tidak.
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 28 August 2008, 10:41:07 AM
membaca tulisan ini, tiba2 saya ingat cermin..
mari kita gunakan cermin dengan baik.. ^_^
melihat jauh ke dalam..
Ingin cermin atau ingin bercermin.  ^-^
Dan semoga dengan bercermin, kita tidak terlalu gegabah mengatakan adanya sebuah penyerangan ketika adanya sebuah perbandingan. Hanya orang-orang yang pikirannya terserang ego-lah yang berpendapat dirinya diserang.
Kebenaran perlahan telah menampakan dirinya sendiri dan semua kabut telah mulai tersibak sehingga terlihatnya sang mentari  dan ada secercah harapan bertahannya Dhamma yg dibabarkan Sang Tathagatta ^-^

Tanggapan saya pada Rekan Kelana:

Pembandingan adalah menyampaikan sudut pandang versi meditasinya sendiri berdampingan dengan versi meditasi orang lain.  ... Tapi kalau sudah berkata ... "tidak mungkin ..." tentang versi meditasi orang lain, padahal tidak pernah mencobanya sendiri, itu sudah penyerangan namanya.
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: williamhalim on 28 August 2008, 10:42:44 AM
Nasehat yang cuma bersifat teoretis tidak ada gunanya. ... Capailah sendiri khanika-samadhi lebih dulu sebelum menasehati orang lain.
pak hud, apakah utk memberi resep obat, seorang dokter harus mencicipi dulu semua obat yg mau dia berikan ke pasien?

Setidaknya dokter itu pernah belajar sekian tahun lamanya, mempelajari efek obat itu pada berbagai eksperimen, baru meresepkannya. ... Bukan kok mencomot dari sesuatu yang cuma didengarnya sepintas lalu.

Sip Pak.
Sudah ada dokter itu.. namanya Sang Buddha, sudah terbukti keampuhan resepnya dan pasien2nya yg telah 'sembuh' :)

tidak perlu dokter2 lainnya yg belum terbukti resepnya

::
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 28 August 2008, 10:45:18 AM
Sip Pak.
Sudah ada dokter itu.. namanya Sang Buddha, sudah terbukti keampuhan resepnya dan pasien2nya yg telah 'sembuh' :)
tidak perlu dokter2 lainnya yg belum terbukti resepnya

Semua orang sepakat, Sang Buddha adalah dokter yang utama.

Yang runyam ialah semua orang berdebat, apa sebetulnya yang diresepkan oleh dokter itu.
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: ryu on 28 August 2008, 10:53:01 AM
:)) dan ada yang ambil 1 resep, dianggap bisa menyembuhkan dan resep yang lain dianggap tidak valid :))

Dokter utama khan bikin resep banyak tuh :))
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: K.K. on 28 August 2008, 10:53:15 AM
Saya mengatakan, perlu dibedakan antara 'konsep' anatta dan fakta' anatta. Ini berlaku baik untuk MMD maupun vipassana versi lain. (Tapi banyak umat Buddha yang tidak bisa membedakan ini.) ... Itulah sebabnya dalam MMD saya tidak pernah membicarakan 'anatta', karena itu cuma konsep sebelum orang merealisasikannya ("menembusnya"). ... Bahwa perealisasian anatta itu harus tercapai dengan lenyapnya gerak pikiran/aku sesuai Mulapariyaya-sutta & Bahiya-sutta, memang demikian adanya; ajaran dalam kedua sutta itu sesuai dengan pengalaman saya. ... Tapi saya menghargai uraian panjang lebar Rekan Fabian, misalnya, yang mempunyai pendekatan lain. ... Apa lagi yang kurang? ...
Tidak ada yang kurang kok.  :)
Pak Hudoyo menyampaikan dengan cara yang menurut Pak Hudoyo adalah terbaik, saya sih tidak "minta" apa2. Seperti saya katakan, itu hanya opini.



Quote
Bisa. Prinsipnya ialah, dalam kesadaran di mana pikiran & aku berhenti, di situ orang berada dalam keadaan faktual anatta (bukan konsep anatta). ... Bedanya arahat dan puthujjana ialah: dalam batin puthujjana yang mencapai khanika-samadhi kondisi anatta itu hanya berlangsung sementara waktu, sedangkan dalam batin arahat kondisi anatta itu sudah menetap/permanen.

Bacalah dengan teliti Mulapariyaya-sutta, dan bandingkan bagian bagian II dan bagian III nya. Dalam bagian II Sang Buddha berkata, dalam batin orang yang sedang berlatih hendaknya tidak muncul pikiran & aku (ma ma~n~ni). Dalam bagian III Sang Buddha berkata, dalam batin seorang arahat, pikiran & aku tidak muncul lagi (na ma~n~nati). ... Itulah maka saya katakan, seorang puthujjana yang berada dalam khanika-samadhi, ia mencicipi nibbana para arahat.

Selain khanika samadhi, apakah ada cara lain? Atau setidaknya, apakah Pak Hudoyo percaya ada hal lain selain khanika samadhi yang bisa membawa orang pada pemahaman "anatta" yang bukan konsep?

Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: Hikoza83 on 28 August 2008, 10:54:34 AM
akur bro ryu..
amat mudah mencari kesalahan orang lain,
sungguh sulit mencari kesalahan diri sendiri.

Bagus ... Saya bercermin pada kata-kata itu ... Anda juga bercermin padanya. ... setuju?

setuju pak hud. :)

Nasehat yang cuma bersifat teoretis tidak ada gunanya. ... Capailah sendiri khanika-samadhi lebih dulu sebelum menasehati orang lain.
pak hud, apakah utk memberi resep obat, seorang dokter harus mencicipi dulu semua obat yg mau dia berikan ke pasien?

Setidaknya dokter itu pernah belajar sekian tahun lamanya, mempelajari efek obat itu pada berbagai eksperimen, baru meresepkannya. ... Bukan kok mencomot dari sesuatu yang cuma didengarnya sepintas lalu.

jd kesimpulannya perlu "BELAJAR" kan pak hud?
gmn caranya memberi nasehat/resep ke orang lain, kalo ga ada yg "dipelajari"?

Sip Pak.
Sudah ada dokter itu.. namanya Sang Buddha, sudah terbukti keampuhan resepnya dan pasien2nya yg telah 'sembuh' :)
tidak perlu dokter2 lainnya yg belum terbukti resepnya

Semua orang sepakat, Sang Buddha adalah dokter yang utama.

Yang runyam ialah semua orang berdebat, apa sebetulnya yang diresepkan oleh dokter itu.

menurut saya, tergantung penyakitnya ya pak..
kalo sakit cacar, yg dipake resep obat batuk..
buat apa diminum pak?
toh ga sembuh dr penyakit cacarnya..
 _/\_


By : Zen
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 28 August 2008, 10:58:35 AM
:)) dan ada yang ambil 1 resep, dianggap bisa menyembuhkan dan resep yang lain dianggap tidak valid :))
Dokter utama khan bikin resep banyak tuh :))

Kalau 1 resep cocok bagi seseorang sampai sembuh, buat apa ia repot-repot dengan semua resep yang lain? ... Resep-resep yang lain mungkin saja valid bagi orang lain (lihat diskusi saya dengan Rekan Sumedho), tapi bagi orang yang sudah sembuh dengan 1 resep, resep-resep yang lain TIDAK RELEVAN. (Ia tidak mempersoalkan valid-tidaknya resep-resep yang lain.)

Sayangnya, banyak umat Buddha merasa bangga dengan banyaknya resep yang diresepkan oleh Sang Buddha, tapi tidak pernah memakan obatnya sedikit pun.
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 28 August 2008, 11:00:56 AM
Selain khanika samadhi, apakah ada cara lain? Atau setidaknya, apakah Pak Hudoyo percaya ada hal lain selain khanika samadhi yang bisa membawa orang pada pemahaman "anatta" yang bukan konsep?

Saya hanya bisa berspekulasi di sini, karena saya tidak tahu persis pengalaman batin orang lain ... Menurut penuturannya, Bernadette Roberts mencapai lenyapnya aku dan Tuhan begitu saja, secara spontan, ketika tidak berlatih apa-apa, tidak mengharapkan apa-apa. ... Anda sudah pernah baca bukunya? ... Saya punya e-booknya.

Salam,
hudoyo
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: bond on 28 August 2008, 11:02:26 AM
:)) satu penyakit hilang,muncul penyakit lainnya apakah resepnya sama?
Misal sakit pilek sembuh, lalu muncul kusta, apakah resepnya sama?
Apakah Pak Hud sudah sembuh total dengan satu resep itu dan tidak akan pernah terjangkiti penyakit lainnya?
 _/\_
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: ryu on 28 August 2008, 11:03:30 AM
:)) dan ada yang ambil 1 resep, dianggap bisa menyembuhkan dan resep yang lain dianggap tidak valid :))
Dokter utama khan bikin resep banyak tuh :))

Kalau 1 resep cocok bagi seseorang sampai sembuh, buat apa ia repot-repot dengan semua resep yang lain? ... Resep-resep yang lain mungkin saja valid bagi orang lain (lihat diskusi saya dengan Rekan Sumedho), tapi bagi orang yang sudah sembuh dengan 1 resep, resep-resep yang lain TIDAK RELEVAN. (Ia tidak mempersoalkan valid-tidaknya resep-resep yang lain.)

Sayangnya, banyak umat Buddha merasa bangga dengan banyaknya resep yang diresepkan oleh Sang Buddha, tapi tidak pernah memakan obatnya sedikit pun.
Iya betul tapi 1 resep itupun bisa over dosis tuh pak kalao pemakaiannya berlebihan :))
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 28 August 2008, 11:05:20 AM
jd kesimpulannya perlu "BELAJAR" kan pak hud?
gmn caranya memberi nasehat/resep ke orang lain, kalo ga ada yg "dipelajari"?

Di sini, 'belajar' itu sekaligus 'menerapkan'. ... Tidak perlu belajar teori apa-apa. ... Apa yang diterapkan? ... Amati pikiran dan gerak-gerik aku-mu.

Quote
menurut saya, tergantung penyakitnya ya pak..
kalo sakit cacar, yg dipake resep obat batuk..
buat apa diminum pak?
toh ga sembuh dr penyakit cacarnya..

Maap, ini sudah OOT.
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: K.K. on 28 August 2008, 11:05:42 AM
Selain khanika samadhi, apakah ada cara lain? Atau setidaknya, apakah Pak Hudoyo percaya ada hal lain selain khanika samadhi yang bisa membawa orang pada pemahaman "anatta" yang bukan konsep?

Saya hanya bisa berspekulasi di sini, karena saya tidak tahu persis pengalaman batin orang lain ... Menurut penuturannya, Bernadette Roberts mencapai lenyapnya aku dan Tuhan begitu saja, secara spontan, ketika tidak berlatih apa-apa, tidak mengharapkan apa-apa. ... Anda sudah pernah baca bukunya? ... Saya punya e-booknya.

Salam,
hudoyo

OK, terima kasih atas penjelasannya!  :)
Bernadette Roberts pernah disinggung dalam thread2 lain, jadi saya pernah baca sedikit. Kalo boleh, jika ada yang menurut Pak Hudoyo menarik atau bisa memberikan masukan, mungkin Pak Hudoyo bisa post di forum?


Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: ryu on 28 August 2008, 11:06:16 AM
Selain khanika samadhi, apakah ada cara lain? Atau setidaknya, apakah Pak Hudoyo percaya ada hal lain selain khanika samadhi yang bisa membawa orang pada pemahaman "anatta" yang bukan konsep?

Saya hanya bisa berspekulasi di sini, karena saya tidak tahu persis pengalaman batin orang lain ... Menurut penuturannya, Bernadette Roberts mencapai lenyapnya aku dan Tuhan begitu saja, secara spontan, ketika tidak berlatih apa-apa, tidak mengharapkan apa-apa. ... Anda sudah pernah baca bukunya? ... Saya punya e-booknya.

Salam,
hudoyo
Pengalaman pribadi seseorang tidak bisa jadi patokan pak, kalau cerita2 gitu juga bisa ditambah2i atau dikurangi khan pak jangan percaya 100% :))
itu khan bisa saja klaim sepihak :)
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 28 August 2008, 11:09:17 AM
Iya betul tapi 1 resep itupun bisa over dosis tuh pak kalao pemakaiannya berlebihan :))

OOT   :backtotopic:
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 28 August 2008, 11:13:52 AM
:)) satu penyakit hilang,muncul penyakit lainnya apakah resepnya sama?
Misal sakit pilek sembuh, lalu muncul kusta, apakah resepnya sama?
Apakah Pak Hud sudah sembuh total dengan satu resep itu dan tidak akan pernah terjangkiti penyakit lainnya?
 _/\_

Di sini cuma ada satu penyakit, yaitu 'dukkha' dan 'sumber dukkha' ... cuma ternyata resepnyalah yang bermacam-macam ...

Saya sih belum sembuh total, baru "setengah sembuh" ... :) ... Tapi saya yakin, kalau resepnya saya makan terus maka saya akan sembuh total ... Mengapa yakin? ... Karena saya sudah pernah merasakan 'sembuh total' sekalipun cuma sementara. ...
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: bond on 28 August 2008, 11:19:17 AM

:)) dan ada yang ambil 1 resep, dianggap bisa menyembuhkan dan resep yang lain dianggap tidak valid :))
Dokter utama khan bikin resep banyak tuh :))

Kalau 1 resep cocok bagi seseorang sampai sembuh, buat apa ia repot-repot dengan semua resep yang lain? ... Resep-resep yang lain mungkin saja valid bagi orang lain (lihat diskusi saya dengan Rekan Sumedho), tapi bagi orang yang sudah sembuh dengan 1 resep, resep-resep yang lain TIDAK RELEVAN. (Ia tidak mempersoalkan valid-tidaknya resep-resep yang lain.)

Sayangnya, banyak umat Buddha merasa bangga dengan banyaknya resep yang diresepkan oleh Sang Buddha, tapi tidak pernah memakan obatnya sedikit pun.

Sayang umat/praktisi MMD belum sadar makan satu resep sembuh tapi muncul penyakit lainnya dan tetap makan resep yg sama, akhirnya beneran sakit berkepanjangan.  ;D

Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: bond on 28 August 2008, 11:22:57 AM
:)) satu penyakit hilang,muncul penyakit lainnya apakah resepnya sama?
Misal sakit pilek sembuh, lalu muncul kusta, apakah resepnya sama?
Apakah Pak Hud sudah sembuh total dengan satu resep itu dan tidak akan pernah terjangkiti penyakit lainnya?
 _/\_

Di sini cuma ada satu penyakit, yaitu 'dukkha' dan 'sumber dukkha' ... cuma ternyata resepnyalah yang bermacam-macam ...

Saya sih belum sembuh total, baru "setengah sembuh" ... :) ... Tapi saya yakin, kalau resepnya saya makan terus maka saya akan sembuh total ... Mengapa yakin? ... Karena saya sudah pernah merasakan 'sembuh total' sekalipun cuma sementara. ...

Itu namanya obat/resepnya yg dimakan ngak cespleng Pak :))

Ok kita back to topik lagi, biar ngak OOT :)) ;D
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 28 August 2008, 11:24:32 AM
OK, terima kasih atas penjelasannya!  :)
Bernadette Roberts pernah disinggung dalam thread2 lain, jadi saya pernah baca sedikit. Kalo boleh, jika ada yang menurut Pak Hudoyo menarik atau bisa memberikan masukan, mungkin Pak Hudoyo bisa post di forum?

 _/\_  Kalau ada informasi yang menarik mengenai kesadaran  & meditasi tentu akan saya bagi di thread MMD.
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: ryu on 28 August 2008, 11:25:09 AM
dah ah cukup cukup :))
:backtotopic:
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 28 August 2008, 11:28:17 AM
Pengalaman pribadi seseorang tidak bisa jadi patokan pak, kalau cerita2 gitu juga bisa ditambah2i atau dikurangi khan pak jangan percaya 100% :))
itu khan bisa saja klaim sepihak :)

Saya tidak berpatokan pada pengalaman Bernadette Roberts kok. ...
Tentang membaca pengalaman orang lain, saya selalu bersikap kritis, baik terhadap buku Bernadette Roberts maupun terhadap Tipitaka, karena saya tahu Tipitaka baru ditulis EMPAT RATUS TAHUN setelah Sang Buddha wafat.
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 28 August 2008, 11:30:10 AM
Sayang umat/praktisi MMD belum sadar makan satu resep sembuh tapi muncul penyakit lainnya dan tetap makan resep yg sama, akhirnya beneran sakit berkepanjangan.  ;D

Saya sudah bilang, penyakitnya cuma satu, yaitu 'dukkha' dan 'sebab dukkha'. ...
Bagi saya, obatnya cuma satu ... dan minum sampai sembuh.
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: K.K. on 28 August 2008, 11:31:37 AM

:)) dan ada yang ambil 1 resep, dianggap bisa menyembuhkan dan resep yang lain dianggap tidak valid :))
Dokter utama khan bikin resep banyak tuh :))

Kalau 1 resep cocok bagi seseorang sampai sembuh, buat apa ia repot-repot dengan semua resep yang lain? ... Resep-resep yang lain mungkin saja valid bagi orang lain (lihat diskusi saya dengan Rekan Sumedho), tapi bagi orang yang sudah sembuh dengan 1 resep, resep-resep yang lain TIDAK RELEVAN. (Ia tidak mempersoalkan valid-tidaknya resep-resep yang lain.)

Sayangnya, banyak umat Buddha merasa bangga dengan banyaknya resep yang diresepkan oleh Sang Buddha, tapi tidak pernah memakan obatnya sedikit pun.

Sayang umat/praktisi MMD belum sadar makan satu resep sembuh tapi muncul penyakit lainnya dan tetap makan resep yg sama, akhirnya beneran sakit berkepanjangan.  ;D



Hm... sebetulnya bukan masalah resep dan penyakit juga. Yang utama adalah "diagnosa" penyakit dulu. Kalau orang tidak tahu apa sakit yang dideritanya, maka asal2an coba resep juga bisa "gawat". Jaman dulu, seorang Buddha bisa mendiagonosa secara tepat penyakit orang lain dan merumuskan resep yang tepat. Jaman sekarang tidak ada lagi yang seperti itu, jadi mau tidak mau kita harus "mendiagnosa" diri sendiri (karena tidak mungkin orang lain mengetahui 'penyakit' kita), mencari resep yang kira2 cocok dan makan obatnya.

Kalau saya pribadi, tidak mengatakan "penyakit" ini umum di Buddhis/non-Buddhis, Praktisi MMD/bukan, karena kebanyakan baca sutta/kitab suci atau malpraktek. Saya percaya penyakit apapun ada di manapun. Yang terbaik adalah "mendiagnosa" diri sendiri (karena hal itu yang paling mungkin).

 _/\_
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 28 August 2008, 11:33:25 AM
_/\_
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: ryu on 28 August 2008, 11:34:06 AM
Pengalaman pribadi seseorang tidak bisa jadi patokan pak, kalau cerita2 gitu juga bisa ditambah2i atau dikurangi khan pak jangan percaya 100% :))
itu khan bisa saja klaim sepihak :)

Saya tidak berpatokan pada pengalaman Bernadette Roberts kok. ...
Tentang membaca pengalaman orang lain, saya selalu bersikap kritis, baik terhadap buku Bernadette Roberts maupun terhadap Tipitaka, karena saya tahun Tipitaka baru ditulis EMPAT RATUS TAHUN setelah Sang Buddha wafat.
ya kritis boleh sih pak ;D kalo bagi aye sutta itu mo dikritis in apanya itu hanyalah sebuah kitab dan ajaran sang Buddha, itu saja toh tidak lain , bukan untuk di tafsir2 kan dan di kritis2 segala, apa untungnya :))
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: Hikoza83 on 28 August 2008, 11:36:06 AM
jd kesimpulannya perlu "BELAJAR" kan pak hud?
gmn caranya memberi nasehat/resep ke orang lain, kalo ga ada yg "dipelajari"?

Di sini, 'belajar' itu sekaligus 'menerapkan'. ... Tidak perlu belajar teori apa-apa. ... Apa yang diterapkan? ... Amati pikiran dan gerak-gerik aku-mu.

yg saya bold ini kayaknya teori juga ya, pak hud. :)

Quote
Quote
menurut saya, tergantung penyakitnya ya pak..
kalo sakit cacar, yg dipake resep obat batuk..
buat apa diminum pak?
toh ga sembuh dr penyakit cacarnya..

Maap, ini sudah OOT.

setahu saya, masih nyambung ama topik koq pak hud.
penyakit2 batin, itu banyak macem loh pak..
ada kebencian, ada keserakahan, ada kebodohan, ada iri hati, ada kesombongan, ada tidak peduli, dll..
Sang Buddha, sebagai dokter ahli meresepkan berbagai obat utk mengatasi setiap penyakit yang ada, karena Beliau memahami bahwa setiap orang memiliki penyakit yang berbeda-beda.
tujuannya sama, agar mereka yg mempelajari dan mempraktekkannya bebas dari 'Dukkha' dan sebab 'Dukkha'.
 _/\_


By : Zen
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 28 August 2008, 11:37:46 AM
ya kritis boleh sih pak ;D kalo bagi aye sutta itu mo dikritis in apanya itu hanyalah sebuah kitab dan ajaran sang Buddha, itu saja toh tidak lain , bukan untuk di tafsir2 kan dan di kritis2 segala, apa untungnya :))

Kalau Anda mengidentikkan Tipitaka dengan "ajaran Buddha", silakan saja.
Di situ saya bersikap kritis ... bagi saya, tidak semua yang ada Tipitaka "ajaran Buddha".
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: Hikoza83 on 28 August 2008, 11:42:01 AM
ya kritis boleh sih pak ;D kalo bagi aye sutta itu mo dikritis in apanya itu hanyalah sebuah kitab dan ajaran sang Buddha, itu saja toh tidak lain , bukan untuk di tafsir2 kan dan di kritis2 segala, apa untungnya :))

Kalau Anda mengidentikkan Tipitaka dengan "ajaran Buddha", silakan saja.
Di situ saya bersikap kritis ... bagi saya, tidak semua yang ada Tipitaka "ajaran Buddha".

kalau itu pendapat pribadi, pak hudoyo.
bagi saya silahkan saja.
sah2 saja utk berargumen ttg isi Tipitaka.
jd inget bro morpheus. :)


By : Zen
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 28 August 2008, 11:42:54 AM
Di sini, 'belajar' itu sekaligus 'menerapkan'. ... Tidak perlu belajar teori apa-apa. ... Apa yang diterapkan? ... Amati pikiran dan gerak-gerik aku-mu.
yg saya bold ini kayaknya teori juga ya, pak hud. :)

Pertanyaan ini sudah sering ditampilkan orang ... Jawabannya:
Selama orang cuma berteori tanpa menerapkannya itu memang teori. ... Inilah yang terjadi pada sebagian besar umat BUddha: berteori tanpa menerapkan.

Quote
setahu saya, masih nyambung ama topik koq pak hud.
penyakit2 batin, itu banyak macem loh pak..
ada kebencian, ada keserakahan, ada kebodohan, ada iri hati, ada kesombongan, ada tidak peduli, dll..
Sang Buddha, sebagai dokter ahli meresepkan berbagai obat utk mengatasi setiap penyakit yang ada, karena Beliau memahami bahwa setiap orang memiliki penyakit yang berbeda-beda.
tujuannya sama, agar mereka yg mempelajari dan mempraktekkannya bebas dari 'Dukkha' dan sebab 'Dukkha'.

Silakan mencari obat yang cocok dengan penyakit Anda. ...
Saya sudah menemukan obat yang cocok bagi saya ...
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 28 August 2008, 11:44:37 AM
kalau itu pendapat pribadi, pak hudoyo.
bagi saya silahkan saja.
sah2 saja utk berargumen ttg isi Tipitaka.
jd inget bro morpheus. :)

Setuju ... Itu pendapat pribadi saya & teman-teman yang sepaham.
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: ryu on 28 August 2008, 11:56:06 AM
ya kritis boleh sih pak ;D kalo bagi aye sutta itu mo dikritis in apanya itu hanyalah sebuah kitab dan ajaran sang Buddha, itu saja toh tidak lain , bukan untuk di tafsir2 kan dan di kritis2 segala, apa untungnya :))

Kalau Anda mengidentikkan Tipitaka dengan "ajaran Buddha", silakan saja.
Di situ saya bersikap kritis ... bagi saya, tidak semua yang ada Tipitaka "ajaran Buddha".
lihat yang di bold, jadi biarlah itu menjadi HANYA ajaran bukan kebenaran, itu sudah menjadi kebenaran apabila itu sudah diaplikasikan kepada kita dan berhasil juga ke SEMUA orang hingga menjadi kebenaran SEJATI :)
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 28 August 2008, 11:59:00 AM
lihat yang di bold, jadi biarlah itu menjadi HANYA ajaran bukan kebenaran, itu sudah menjadi kebenaran apabila itu sudah diaplikasikan kepada kita dan berhasil juga ke SEMUA orang hingga menjadi kebenaran SEJATI :)

Saya mengaplikasikan Kalama-sutta terhadap Tipitaka, dan hasilnya saya share dengan teman-teman di MMD.
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: ryu on 28 August 2008, 12:04:00 PM
lihat yang di bold, jadi biarlah itu menjadi HANYA ajaran bukan kebenaran, itu sudah menjadi kebenaran apabila itu sudah diaplikasikan kepada kita dan berhasil juga ke SEMUA orang hingga menjadi kebenaran SEJATI :)

Saya mengaplikasikan Kalama-sutta terhadap Tipitaka, dan hasilnya saya share dengan teman-teman di MMD.
Mau tanya juga kalo tanpa sutta Bahiya dan apa tuh lupa lagi :P MMD khan masih bisa jalan, buat apa pake referensi SUTTA2 itu :)) , Kadang saya baca di thread MMD , bapak pun kadang melakukan pendekatan sesuai dengan keyakinan si orang itu :)
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 28 August 2008, 12:23:45 PM
Mau tanya juga kalo tanpa sutta Bahiya dan apa tuh lupa lagi :P MMD khan masih bisa jalan, buat apa pake referensi SUTTA2 itu :)) , Kadang saya baca di thread MMD , bapak pun kadang melakukan pendekatan sesuai dengan keyakinan si orang itu :)

MMD ada karena pengalaman batin praktisinya ... MMD tidak bergantung pada ajaran apa pun, entah itu ajaran Buddha entah ajaran Krishnamurti ...

Kalau saya menggunakan Mulapariyaya-sutta & Bahiya-sutta itu hanya untuk konsumsi intelektual para praktisi yang Buddhis ... seperti saya mengutip ayat-ayat Alkitab, atau pepatah-pepatah Sufi untuk konsumsi intelektual Keristen atau Muslim.  ... Itu yang disebut upaya-kausalya.
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: tesla on 28 August 2008, 12:40:18 PM
upaya-kausalya ataukah upaya menembus pasar itu di permukaan tampak sama lho Pak :)
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: Arale on 28 August 2008, 12:44:21 PM
Puff puff, kemana-mana kok jadi bahas MMD terus. pusing deh.

oh iya bang hudoyo, thread sebelah kan g ada tanya kagak dijawab, eh malahan dijawab disini
MMD ada karena pengalaman batin praktisinya ... MMD tidak bergantung pada ajaran apa pun, entah itu ajaran Buddha entah ajaran Krishnamurti ...

Kalau saya menggunakan Mulapariyaya-sutta & Bahiya-sutta itu hanya untuk konsumsi intelektual para praktisi yang Buddhis ... seperti saya mengutip ayat-ayat Alkitab, atau pepatah-pepatah Sufi untuk konsumsi intelektual Keristen atau Muslim.  ... Itu yang disebut upaya-kausalya.

Sudah jelas deh. makasih yah bang sudah dijawab. MMD BUKAN Buddhisme.

kalau bukan Buddhisme, jangan disama-samakan. pasti tidak akan sama. gitu aja koq repot.

Hayo bubar.
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: tesla on 28 August 2008, 12:49:04 PM
sadari bang Arale...
penolakan bathin thd MMD juga merupakan sebuah akar penderitaan (DOSA)
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 28 August 2008, 12:50:44 PM
Melekat pada MMD juga merupakan akar penderitaan.
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: Arale on 28 August 2008, 12:53:50 PM
sesama yang masih melekat gitu. saya mah masih belum arahat. yah masih melekat.

kalau di kehidupan yang bahas dikehidupan. kalau mmd bukan buddhisme, yah sudah. hanya pengelompokan informasi saja.
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 28 August 2008, 12:54:23 PM
Melekat pada MMD juga merupakan akar penderitaan.

Betul, melekat pada MMD juga merupakan akar penderitaan. ... Oleh karena itu, sudahkah kita melihat kelekatan di dalam batin kita masing-masing? ... Sebelum mengritik orang lain?
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: Arale on 28 August 2008, 12:57:53 PM
tidak ada yang boleh kritik, karena semua masih melekat. :))
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 28 August 2008, 12:58:53 PM
Bolehlah, itulah gunanya DC, sesama orang buta boleh saling mendahului di sini. ;D

Tapi memang benar dalam Buddhis sangat luas dan beragam sekali. Di forum Buddhis luar negri yang saya ikuti, dibuat lebih "teratur". Pendekatan konvensional yang lazim dijumpai hanya diperbolehkan di forum pemula, diskusi studi sutta, literatur, atau sesuai tradisi masing-masing. Theravada yang klasik dibuat sub-forum tersendiri, Theravada yang modern dibuat sub-forum tersendiri. Mahayana sesuai dengan aliran masing-masing, Tantrayana sesuai dengan garis pengajaran masing-msaing. Pembahasan yang tidak lazim dibuat tersendiri seperti new age atau beatnik Buddhist. Di bagian umum agak bebas, tetapi menyebutkan dengan jelas apa tradisi atau pemikiran apa yang dibahas. Jadi saling menghargai pandangan masing-masing, tapi tidak gado-gado.
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: tesla on 28 August 2008, 01:01:18 PM
okelah :))

back to topic 'Anattalakkhana sutta'
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 28 August 2008, 01:03:49 PM
upaya-kausalya ataukah upaya menembus pasar itu di permukaan tampak sama lho Pak :)

Ya, betul, Rekan Tesla, dua-duanya tidak ada salahnya kok. ... :) ... Upaya seorang ayah yang berusaha menyelamatkan anak-anaknya dari rumah terbakar dengan memberikan berbagai iming-iming yang disukai (Saddharmapundarika-sutra), sama dengan upaya saya untuk menarik orang agar mau menengok ke dalam batin sendiri dengan berbagai iming-iming intelektual yang disukai peserta retret.
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 28 August 2008, 01:08:50 PM
Puff puff, kemana-mana kok jadi bahas MMD terus. pusing deh.
oh iya bang hudoyo, thread sebelah kan g ada tanya kagak dijawab, eh malahan dijawab disini
MMD ada karena pengalaman batin praktisinya ... MMD tidak bergantung pada ajaran apa pun, entah itu ajaran Buddha entah ajaran Krishnamurti ...
Kalau saya menggunakan Mulapariyaya-sutta & Bahiya-sutta itu hanya untuk konsumsi intelektual para praktisi yang Buddhis ... seperti saya mengutip ayat-ayat Alkitab, atau pepatah-pepatah Sufi untuk konsumsi intelektual Keristen atau Muslim.  ... Itu yang disebut upaya-kausalya.
Sudah jelas deh. makasih yah bang sudah dijawab. MMD BUKAN Buddhisme.

kalau bukan Buddhisme, jangan disama-samakan. pasti tidak akan sama. gitu aja koq repot.

Hayo bubar.

Dari thread sebelah:

.
[at] Arale

Anda baru gabung kan? ... Cobalah lihat di bagian paling atas page ini (klik 'Go Up') ... di situ ada hasil polling ... sudah melihat? ...

Pandangan Anda itu sesuai dengan 48% pollster yang menganggap MMD "tidak sesuai dengan Buddhisme Theravada" ... Yang 52% tentu menganggap sebaliknya. ...
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: Arale on 28 August 2008, 01:10:34 PM
tuh kan. mmd lagi. abc deh.

sesuai sama bukan itu hal yang beda bang.

klik report to moderator ah
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 28 August 2008, 01:21:42 PM
... Jadi saling menghargai pandangan masing-masing, tapi tidak gado-gado.

Mengapa pendekatan intelektual yang disebut 'gado-gado' tidak boleh? ... saya rasa, tidak ada salahnya 'gado-gado' ... apalagi kalau disadari ketika pikiran berhenti dalam meditasi, maka yang 'gado-gado' dan yang 'bukan gado-gado' pun runtuh.
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 28 August 2008, 01:24:30 PM
klik report to moderator ah

Silakan 'report to moderator' ... saya cuma mau bilang ke Anda, saya hanya bisa bicara dalam kaitan dengan meditasi mengenal diri dan tidak lain dari meditasi mengenal diri.
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 28 August 2008, 01:26:33 PM
Kalau gado-gado jadi banyak yang komentar kayak arale pak. Ini cuma sekedar pemikiran saya saja koq. Sekata-kata namanya usul. ;D

Memang tidak ada usul atau ada usul, ini kan cuma gerak-gerik pikiran aja. Tapi memang ini tempatnya gerak-gerik pikiran kan? Dan juga saling menghargai, MMD ada tempatnya, yang mau diskusi umum ada tempatnya, mau yang diskusi sesuai tradisi ada tempatnya. Kecuali kalau memang saling menghargai itu cuma gerak-gerik pikiran aja pak. ;D
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: K.K. on 28 August 2008, 01:32:15 PM
... Jadi saling menghargai pandangan masing-masing, tapi tidak gado-gado.

Mengapa pendekatan intelektual yang disebut 'gado-gado' tidak boleh? ... saya rasa, tidak ada salahnya 'gado-gado' ... apalagi kalau disadari ketika pikiran berhenti dalam meditasi, maka yang 'gado-gado' dan yang 'bukan gado-gado' pun runtuh.

Mungkin kalo pendekatan "gado-gado" dibahas di thread tersendiri saja? Karena memang kalau pembelajaran tercampur2, cenderung bikin bingung. Jadi yang memang khusus membahas intelektualitas dan eksperensial, "murni" dan "gado-gado", masing2 ada threadnya sendiri.

Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: Arale on 28 August 2008, 01:34:24 PM
iyak iyak, bener. maksud g jg gitu. ditertipkan. bingung kalau tidak.
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: K.K. on 28 August 2008, 01:35:39 PM
Nah, jadi tinggal tergantung sama moderator.
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 28 August 2008, 01:35:57 PM
Kalau gado-gado jadi banyak yang komentar kayak arale pak. Ini cuma sekedar pemikiran saya saja koq. Sekata-kata namanya usul. ;D

O, jadi karena banyak yang komentar jadi tidak boleh? ... :)

Quote
Memang tidak ada usul atau ada usul, ini kan cuma gerak-gerik pikiran aja. Tapi memang ini tempatnya gerak-gerik pikiran kan? Dan juga saling menghargai, MMD ada tempatnya, yang mau diskusi umum ada tempatnya, mau yang diskusi sesuai tradisi ada tempatnya. Kecuali kalau memang saling menghargai itu cuma gerak-gerik pikiran aja pak. ;D

MMD memang sudah punya thread sendiri ... Tapi kalau saya bicara tentang kesadaran & meditasi di thread mana pun mau tidak mau pasti menyinggung MMD ... MMD itu cuma singkatan dari "melihat nama-rupa tanpa gerak pikiran sesuai Bahiya-sutta". ...

Kalau Rekan Arale bingung melihat di mana-mana saya bicara tentang MMD, apa boleh buat ... Sebabnya ialah karena ia sudah berasumsi bahwa "MMD bukan ajaran Buddha".

Salam,
hudoyo
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: tesla on 28 August 2008, 01:37:16 PM
upaya-kausalya ataukah upaya menembus pasar itu di permukaan tampak sama lho Pak :)

Ya, betul, Rekan Tesla, dua-duanya tidak ada salahnya kok. ... :) ... Upaya seorang ayah yang berusaha menyelamatkan anak-anaknya dari rumah terbakar dengan memberikan berbagai iming-iming yang disukai (Saddharmapundarika-sutra), sama dengan upaya saya untuk menarik orang agar mau menengok ke dalam batin sendiri dengan berbagai iming-iming intelektual yang disukai peserta retret.

tanpa disadari... saya udah mengelompokkannya ke sesuatu yg negatif
_/\_
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: tesla on 28 August 2008, 01:39:04 PM
mirip fpi & playboy neh ;D

apa arti sebuah nama?
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 28 August 2008, 01:41:28 PM
Tah itu dia pak masalahnya. Ada yang merasa MMD dispesialkan.

Jadi cemana menurut bapak?

Kalau saya sih merasa Theravada gak bisa dikelompokan dengan Mahayana, makanya memang cucok ada forum masing-masing. Kalau ada Theravada yang merasa tradisi atau pemikirannya unipersal dan ngotot maksa di forum Mahayana cemana jadinya?
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: Arale on 28 August 2008, 01:42:56 PM
g jg mau upaya kausalya juga ah.


bang hudoyo juga sudah berasumsi kalau mmd itu ajaran buddha. sama dong kita berasumsi

ok deh, mmd itu sesuai dengan beberapa sutta menurut interpretasi bang hudoyo sendiri. dah puas bang?
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 28 August 2008, 01:45:06 PM
Mungkin kalo pendekatan "gado-gado" dibahas di thread tersendiri saja? Karena memang kalau pembelajaran tercampur2, cenderung bikin bingung. Jadi yang memang khusus membahas intelektualitas dan eksperensial, "murni" dan "gado-gado", masing2 ada threadnya sendiri.

Saya rasa, tidak bisa begitu. ... Kalau orang berdiskusi tentang meditasi, maka ada kalanya orang mendekati dari segi intelektual, ada kalanya mendekati dari segi pengalaman, ada kalanya mendekati dari segi sutta secara patuh, ada kalanya mendekati dari segi sutta secara kritis ... kalau masing-masing diberi thread sendiri dan tidak boleh melewati batas kapling yang ditetapkan untuknya, maka diskusi tentang meditasi itu sendiri menjadi terpasung dan tidak bisa berkembang....

Perkara ada orang yang bingung seperti rekan Arale, apa boleh buat ... seharusnya ia menyadari bahwa banyak member yang tidak bingung mengikuti diskusi yang luas wawasannya ... Kebingungannya tidak lain hanya berasal dari asumsinya bahwa "MMD bukan ajaran Buddha".
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: williamhalim on 28 August 2008, 01:52:47 PM
Kalau 1 resep cocok bagi seseorang sampai sembuh, buat apa ia repot-repot dengan semua resep yang lain? ... Resep-resep yang lain mungkin saja valid bagi orang lain (lihat diskusi saya dengan Rekan Sumedho), tapi bagi orang yang sudah sembuh dengan 1 resep, resep-resep yang lain TIDAK RELEVAN. (Ia tidak mempersoalkan valid-tidaknya resep-resep yang lain.)

Perasaan saya, hanya Pak Hud yg mempersoalkan resep2 yg lain loh...  :whistle:
Hanya Bapak yg mempersoalkan JMB-8 dan resep2 lainnya 'tidak valid dari mulut Sang Buddha' dll...
Padahal banyak yg sembuh dgn JMB-8 dan mereka2 ini tidak pernah mempersoalkan sutta2 lainnya....

Quote
Sayangnya, banyak umat Buddha merasa bangga dengan banyaknya resep yang diresepkan oleh Sang Buddha, tapi tidak pernah memakan obatnya sedikit pun.

Opini "Umat Buddha hanya bangga saja dan tidak pernah memakan obat" adalah suatu opini yg terlalu terburu-buru, mengeneralisasi dan spekulatif. Lagipula, umat Buddha yang mana? Bukankah semua peserta MMD adalah umat Buddha juga karena mengacu ke Bahiya dan Malunkya serta Dukkha Nirodha (kesemuanya adalah Sabda Sang BUddha)....

::
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 28 August 2008, 01:59:34 PM
Tah itu dia pak masalahnya. Ada yang merasa MMD dispesialkan.
Jadi cemana menurut bapak?
Kalau saya sih merasa Theravada gak bisa dikelompokan dengan Mahayana, makanya memang cucok ada forum masing-masing. Kalau ada Theravada yang merasa tradisi atau pemikirannya unipersal dan ngotot maksa di forum Mahayana cemana jadinya?

Orang yang merasa MMD dispesialkan itu yang bermasalah, karena ia melihat MMD sebagai suatu IDENTITAS. ... Kalau MMD dianggap sebagai IDENTITAS ... ok ... mulai sekarang saya bisa saja tidak menggunakan istilah MMD lagi, ... tapi saya akan tetap menulis tentang meditasi mengenal diri sesuai Bahiya-sutta & Mulapariyaya-sutta di setiap thread tentang meditasi dan tentang sutta ... Tidak apa-apa, sekalipun saya harus menulis lebih panjang sedikit ... Tidak ada yang bisa melarang kan? ... Sekarang bagaimana, Anda tetap menuntut agar moderator memutuskan bahwa saya tidak boleh menggunakan istilah MMD sebagai singkatan dari "meditasi mengenal diri sesuai Bahiya-sutta & Mulapariyaya-sutta" di thread mana pun yang saya anggap relevan? ...

Masalah MMD sebagai "identitas" ini tidak bisa disamakan dengan masalah Theravada dan Mahayana ... Kedua istilah itu memang mengacu kepada identitas yang sudah berbeda selama ribuan tahun, masing-masing dengan umat, ajaran dan kitab-kitab yang berbeda sama sekali ... Saya setuju diadakan kotak bagi masing-masing, seperti apa adanya sekarang.

Salam,
hudoyo
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: K.K. on 28 August 2008, 02:02:08 PM
Mungkin kalo pendekatan "gado-gado" dibahas di thread tersendiri saja? Karena memang kalau pembelajaran tercampur2, cenderung bikin bingung. Jadi yang memang khusus membahas intelektualitas dan eksperensial, "murni" dan "gado-gado", masing2 ada threadnya sendiri.

Saya rasa, tidak bisa begitu. ... Kalau orang berdiskusi tentang meditasi, maka ada kalanya orang mendekati dari segi intelektual, ada kalanya mendekati dari segi pengalaman, ada kalanya mendekati dari segi sutta secara patuh, ada kalanya mendekati dari segi sutta secara kritis ... kalau masing-masing diberi thread sendiri dan tidak boleh melewati batas kapling yang ditetapkan untuknya, maka diskusi tentang meditasi itu sendiri menjadi terpasung dan tidak bisa berkembang....

Memang bingung juga sih. Kalau diklasifikasi begitu, masalahnya nanti akan banyak sekali threadnya. Nanti ada khusus doktrin, perbandingan dengan meditasi, ilmu pengetahuan dsb. Dan yang pasti, selalu ada berhubungan antara satu dengan lainnya. ;D
Ya, terserah gimana jadinya saja deh.  :)
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 28 August 2008, 02:04:16 PM
ok deh, mmd itu sesuai dengan beberapa sutta menurut interpretasi bang hudoyo sendiri. dah puas bang?

MMD sesuai atau tidak sesuai dengan sutta ini-itu itu tidak penting. ... yang penting adalah sadar akan nama-rupa tanpa dicampuri oleh pikiran ... Itu yang penting ... Bahkan nama MMD itu sendiri tidak penting.
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 28 August 2008, 02:05:25 PM
Memang bingung juga sih. Kalau diklasifikasi begitu, masalahnya nanti akan banyak sekali threadnya. Nanti ada khusus doktrin, perbandingan dengan meditasi, ilmu pengetahuan dsb. Dan yang pasti, selalu ada berhubungan antara satu dengan lainnya. ;D
Ya, terserah gimana jadinya saja deh.  :)

Saya juga bingung nih. :))
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: Arale on 28 August 2008, 02:09:16 PM
memang mmd bukan ajaran buddha tapi pengalaman bang hudoyo. sudah ngomong sendiri kan?

kebetulan saja g yang pertama yang bersuara. mungkin masih banyak diluar sana yang kebingungan juga.
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 28 August 2008, 02:10:09 PM
Nah itu diya. Soalnya buanyak buanget yang protes, dan selalu hot sih. Kayak jaman dulu Maitreya.
;D
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 28 August 2008, 02:32:03 PM
Perasaan saya, hanya Pak Hud yg mempersoalkan resep2 yg lain loh...  
Hanya Bapak yg mempersoalkan JMB-8 dan resep2 lainnya 'tidak valid dari mulut Sang Buddha' dll...
Padahal banyak yg sembuh dgn JMB-8 dan mereka2 ini tidak pernah mempersoalkan sutta2 lainnya....

Keotentikan sutta--bahkan keotentikan satu pitaka--sudah dipersoalkan secara meluas oleh para pakar Buddhis dan para bhikkhu di seluruh dunia. ...

Tolong diingat bahwa saya tidak pernah menyatakan bahwa semua resep-resep lain (sutta-sutta) tidak otentik ... hanya bagian-bagian dari sutta-sutta yang bertentangan dengan hati nurani saya yang saya pertanyakan keotentikannya ... dan itu tidak banyak jumlahnya ,...

Di sisi lain, yang saya nyatakan ialah bahwa resep-resep dalam sutta-sutta lain itu TIDAK RELEVAN bagi praktisi MMD. ... Masalah relevansi sangat berbeda dengan masalah keotentikan. ...

Tetapi di lain pihak, saya juga menekankan bahwa "tidak ada satu versi vipassana pun yang cocok untuk SEMUA orang" ... kalau Anda bisa membaca tulisan saya tanpa prasangka, pasti Anda bisa menyimpulkan bahwa secara tidak langsung saya menyatakan bahwa resep-resep (sutta-sutta) lain itu RELEVAN bagi praktisi masing-masing.


Quote
Opini "Umat Buddha hanya bangga saja dan tidak pernah memakan obat" adalah suatu opini yg terlalu terburu-buru, mengeneralisasi dan spekulatif.

Apa yang saya katakan itu adalah observasi umum terhadap kondisi umat Buddha pada dewasa ini, sama sekali tidak terburu-buru, tidak menggeneralisasi atau spekulatif. ... Cobalah Anda pergi ke satu vihara saja yang Anda pilih secara acak di kota mana saja ... Bikin survei: berapa orang yang pernah mengikuti retret vipassana ... Nah, itulah yang saya maksud dengan pernyataan saya itu ... vipassana adalah satu-satunya obat yang unik dari Sang Buddha untuk membebaskan manusia dari dukkha ... Tapi, berapa persen umat Buddha yang pernah mengikuti retret vipassana?

Salam,
hudoyo
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 28 August 2008, 02:37:19 PM
Nah itu diya. Soalnya buanyak buanget yang protes, dan selalu hot sih. Kayak jaman dulu Maitreya.
;D

Buanyak yang protes, tapi juga buanyak yang sepaham atau setidak-tidaknya menghargai. ...
'Exciting' mungkin ya, tapi yang merasa 'hot' cuma mereka yang imannya tersinggung saja ...
Seperti di zaman Maitreya? ... MMD bukanlah personal cult.
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: Arale on 28 August 2008, 02:39:54 PM
ok deh, mmd itu sesuai dengan beberapa sutta menurut interpretasi bang hudoyo sendiri. dah puas bang?

MMD sesuai atau tidak sesuai dengan sutta ini-itu itu tidak penting. ... yang penting adalah sadar akan nama-rupa tanpa dicampuri oleh pikiran ... Itu yang penting ... Bahkan nama MMD itu sendiri tidak penting.
Yah sudah. bahas nya jangan bawa-bawa meditasi mengenal diri atau mmd yah bang. bahas nya yang objektif
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: ryu on 28 August 2008, 02:41:11 PM
ok deh, mmd itu sesuai dengan beberapa sutta menurut interpretasi bang hudoyo sendiri. dah puas bang?

MMD sesuai atau tidak sesuai dengan sutta ini-itu itu tidak penting. ... yang penting adalah sadar akan nama-rupa tanpa dicampuri oleh pikiran ... Itu yang penting ... Bahkan nama MMD itu sendiri tidak penting.
Yah sudah. bahas nya jangan bawa-bawa meditasi mengenal diri atau mmd yah bang. bahas nya yang objektif

Kakakakak, kek cerita zen, bhiksu yang menggendong cewe :))
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 28 August 2008, 02:47:31 PM
Yah sudah. bahas nya jangan bawa-bawa meditasi mengenal diri atau mmd yah bang. bahas nya yang objektif

Menurut Anda, vipassana itu apa? Bukankah vipassana itu meditasi mengenal diri, mengenal gerak-gerik nama-rupa?
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 28 August 2008, 02:51:34 PM
Saya usulkan Meditasi Mengenal Tanpa Diri ;D
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: Hendra Susanto on 28 August 2008, 02:54:35 PM
Saya usulkan Meditasi Mengenal Tanpa Diri ;D

karuna, keduluan gw... ;D Diri = aku... klo yg dikenali 'aku' nya ya makin kenceng 'aku' nya
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: Semit on 28 August 2008, 02:55:20 PM
Saya usulkan Meditasi Mengenal Tanpa Diri ;D
MMTD =))
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: tesla on 28 August 2008, 03:06:32 PM
tuhkan... jadi mirip FPI & PLaybox
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: Arale on 28 August 2008, 03:10:28 PM
Yah sudah. bahas nya jangan bawa-bawa meditasi mengenal diri atau mmd yah bang. bahas nya yang objektif

Menurut Anda, vipassana itu apa? Bukankah vipassana itu meditasi mengenal diri, mengenal gerak-gerik nama-rupa?
Vipassana yah pencerahan bang.

tuh kan. vipassana koq meditasi mengenal diri? abc deh
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: Semit on 28 August 2008, 03:21:42 PM
Rekan Arale, Karuna, Hendra, bagaimana kalo kita mengadakan retret MMTD.
eh... tapi ntar kita dikira kongkalikong gak ya? :))
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hudoyo on 28 August 2008, 03:24:05 PM
Vipassana yah pencerahan bang.
tuh kan. vipassana koq meditasi mengenal diri? abc deh

Apa itu pencerahan? Bagaimana orang bisa tercerahkan tanpa mengenal batinnya sendiri?
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: Lily W on 28 August 2008, 04:01:29 PM
Yah sudah. bahas nya jangan bawa-bawa meditasi mengenal diri atau mmd yah bang. bahas nya yang objektif

Menurut Anda, vipassana itu apa? Bukankah vipassana itu meditasi mengenal diri, mengenal gerak-gerik nama-rupa?
Vipassana yah pencerahan bang.

tuh kan. vipassana koq meditasi mengenal diri? abc deh

Setau saya... vipassana itu adalah kualitas batin dan bukan metode.

_/\_ :lotus:
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: Arale on 28 August 2008, 04:09:15 PM
Vipassana yah pencerahan bang.
tuh kan. vipassana koq meditasi mengenal diri? abc deh

Apa itu pencerahan? Bagaimana orang bisa tercerahkan tanpa mengenal batinnya sendiri?
pencerahan itu ketika tidak ada kemelekatan. hilangnya avijja. hilangnya kekotoran batin.

Apa itu pencerahan? hilangnya aku?
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: Hikoza83 on 28 August 2008, 07:44:20 PM
Di sini, 'belajar' itu sekaligus 'menerapkan'. ... Tidak perlu belajar teori apa-apa. ... Apa yang diterapkan? ... Amati pikiran dan gerak-gerik aku-mu.
yg saya bold ini kayaknya teori juga ya, pak hud. :)

Pertanyaan ini sudah sering ditampilkan orang ... Jawabannya:
Selama orang cuma berteori tanpa menerapkannya itu memang teori. ... Inilah yang terjadi pada sebagian besar umat BUddha: berteori tanpa menerapkan.

IMO, hati2 dlm menggeneralisir pak hud..
praktek Dhamma itu banyak jenisnya.. 
_/\_

Quote
Silakan mencari obat yang cocok dengan penyakit Anda. ...
Saya sudah menemukan obat yang cocok bagi saya ...

dokternya udah ada..
obatnya udah ada..
sedang diminum..
agak pahit..
but skrg badan dan batin udah merasa lebih baik..
hehehe..

mudah2an pak hud juga cepat sembuh ya. :)
 _/\_

 :backtotopic:


By : Zen
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: DArief on 29 August 2008, 09:38:57 AM
Hi semua, aku baru bergabung dan tertarik dengan treads ini.
Kurangnya pengetahuan membuat aku jadi bingung. Ada istilah yang tidak dimengerti.
Bolehkan bertanya, walaupun pertanyaanku ini tidak berarti.

Dibicarakan tentang Konsep Anatta, faktual Anatta, realisasi Anatta
Seperti apa barang/mahluk Anatta itu?
Saya pernah dengar hal yang berkondisi dan tidak berkondisi dalam pelajaran Agama Buddha.
Apakah tentang kondisi ini relevan dengan Anatta?

Siapa/Apa yang melihat, merealisasi, menembus Anatta?

Sekali lagi maaf, maklum bingung...
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: Sumedho on 29 August 2008, 10:34:26 AM
selaamat bergabung bro DArief,

silahkan coba intip rujukannya saja tentang anatta
http://dhammacitta.org/tipitaka/sn/sn22/sn22.059.than.html

Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: sobat-dharma on 04 October 2008, 12:27:37 PM
Terimakasih atas pemahamannya
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: dilbert on 04 October 2008, 04:03:54 PM

"Setiap fenomena nama-rupa apa pun ... dilihat sebagai apa adanya dengan pemahaman benar sebagai: 'Ini bukan milikku. Ini bukan diriku. Ini bukan aku.'
"Melihat demikian, murid yang ariya ... berpaling dari nama-rupa. Setelah berpaling, dia menjadi tidak tertarik. Setelah tidak tertarik, dia terbebas sepenuhnya. Dengan terbebas penuh, disana ada pengetahuan, 'Terbebas sepenuhnya.' Dia mengerti bahwa 'Kelahiran telah berakhir, kehidupan suci telah terpenuhi, tugas telah selesai. Tidak ada lagi lebih jauh untuk dunia ini.'"


Kalau saya malah tertarik dengan frasa ini...
disana ada pengetahuan, 'Terbebas sepenuhnya.'...


Walaupun pikiran masih bergerak, tetapi ada pengetahuan "terbebas sepenuhnya", ada pengetahuan "an-atta"


Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: ryu on 04 October 2008, 04:28:49 PM
Ada pengetahuan? Ada penilaian gitu? Yang mengetahui itu apa/siapa? :)
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: dilbert on 04 October 2008, 05:06:17 PM
Ada pengetahuan? Ada penilaian gitu? Yang mengetahui itu apa/siapa? :)

ada pengetahuan, tak ada subjek... tak ada apa dan siapa...
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: ika_polim on 20 November 2008, 04:52:05 PM
Dearest Bros & Sis,

kebanyakan kebingungan disebabkan oleh "lupa" mempertanyakan dulu "dasar/basis/pijakan" yang dipakai untuk melakukan penilaian itu (!!!).

sepanjang "yang relatif" itu ditarik setinggi-tingginya ke "dataran mutlak-ideal" , maka "yang relatif" itu menjadi "tidak ada/ tidak terpisah diantara subyek-obyek" (!!!), dan sebaliknya, jika "yang mutlak-ideal-tanpa muka" itu ditarik sedemikian rendahnya masuk ke "dataran sementara-dualisme subyek-obyek" , maka "muka-muka" itu menjadi "bermunculan" (!!!).

ika.
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: Andi Sangkala on 21 November 2008, 03:52:26 PM
Dearest Bros & Sis,

kebanyakan kebingungan disebabkan oleh "lupa" mempertanyakan dulu "dasar/basis/pijakan" yang dipakai untuk melakukan penilaian itu (!!!).

sepanjang "yang relatif" itu ditarik setinggi-tingginya ke "dataran mutlak-ideal" , maka "yang relatif" itu menjadi "tidak ada/ tidak terpisah diantara subyek-obyek" (!!!), dan sebaliknya, jika "yang mutlak-ideal-tanpa muka" itu ditarik sedemikian rendahnya masuk ke "dataran sementara-dualisme subyek-obyek" , maka "muka-muka" itu menjadi "bermunculan" (!!!).

ika.


mohon penjelasan apakan ya Ika maksudkan dengan dasar pijakan di atas?
lalu apakah "dataran mutlak ideal"?
maka "yang relatif" itu menjadi "tidak ada/ tidak terpisah diantara subyek-obyek" (!!!), wah ini paham apa ya?

apa yang dimaksud dengan "yang mutlak-ideal-tanpa muka"

"dataran sementara-dualisme subyek-obyek" apa ya?

bingung nih


Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: g.citra on 19 December 2008, 06:40:45 PM
[at] Andi Sangkala...

Awas... hati-hati... ntar bisa 'muter-muter' ente mikirinnya... :)) :)) :))
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: BlackDragon on 24 February 2009, 02:05:21 AM
Quote
Quote
Om Hud say: Contohnya ilmu memasak dan memasak beneran.
Utk memasak perlu petunjuk dahulu baru bisa memasak.

Pembebasan tidak bisa disamakan dengan memasak. Pembebasan tidak memerlukan ilmu pembebasan apa pun.

Maaf ikut bertanya...
Apabila seseorang tdk memerlukan ilmu atau ajaran apapun utk mencapai Pembebasan,
Lantas gunanya MMD itu apa yah om? ???
Apa seseorang yg ikut MDM, tidak perlu diajarkan sesuatu ilmu atau ajaran atau pengetahuan sebelum berpraktek?
Lantas seperti apa pembebasan yg di alami oleh peserta MDM tanpa suatu Ajaran/Resep?

 _/\_
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: tesla on 24 February 2009, 02:43:02 AM
^ maaf, disini thread Anattalakkhana Sutta... bukan MMD
utk membahas MMD silahkan ke threadnya sendiri, walaupun yg ditanya mungkin ga akan muncul menjawab lagi
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: BlackDragon on 24 February 2009, 08:13:52 PM
^ maaf juga bro kalo OOT, tp pertanyaan saya apabila dijawab oleh P.Hud maka saya rasa masih di dalam Topik, walaupun agak oot.
Krn di postingan sebelumnya jg ada senior2 yg bertanya dgn nada yg sama, hanya kebetulan saya lom sempet baca semua, tapi uda gak tahan utk Reply.
Jadi abaikan saja pertanyaan saya diatas.
Thx
 _/\_
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: Mahadeva on 20 June 2011, 11:42:19 AM
saya mau tanya ttg sutta ini

http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/sn/sn22/sn22.059.than.html

dikatakan,

"Form, monks, is not self. If form were the self, this form would not lend itself to dis-ease. It would be possible [to say] with regard to form, 'Let this form be thus. Let this form not be thus.' But precisely because form is not self, form lends itself to dis-ease. And it is not possible [to say] with regard to form, 'Let this form be thus. Let this form not be thus.'

brarti apakah boleh saya artikan tubuh ini bisa dibuktikan bukanlah diri karena tidak bisa diperintahkan untuk berubah sesuai keinginan kita, misal: tubuh diperintahkan tidak boleh sakit, tubuh berubahlah jadi ini, jadi itu.

tapi yang aneh, tubuh kan bisa saya perintahkan untuk tidur, jalan, ambil barang. Kenapa contoh ini tidak dimasukkan bukti bahwa tubuh ini bisa kita kendalikan?

saya denger penceramah juga kalo kotbah membuktikannya dengan contoh ini, "Tubuh bukan milik kita karena ketika tubuh sakit,kita tidak bisa perintahkan jadi sehat."

bukannya kalo dengan kemajuan ilmu kedokteran kita bisa sehat terus ya? (bukan berarti abadi lho)

kenapa penceramah tidak pakai contoh, "Tubuh ini bukan aku, bukan milikku, buktinya saya ga bisa pegang gelas."

bukannya contoh tubuh sakit itu ada karena teknologinya belum maju ya?

kita kan memang bisa kendalikan tubuh, mau makan minum tidur, belajar, ngetik...kalau tidak bisa kita kendalikan berarti kan ada kerusakan syaraf.

tapi mengapa pakai contoh sakit? sakit kan minum obat bukannya malah menyimpulkan tubuh ini bukan diri.

kalau saya sih lebih suka bilang anatta itu = tanpa inti...

atau mungkin penafsiran saya keliru ni? (kayaknya nih..ha3)

kalau ada kesalahan tolong saya dikasi tau

thanks




 
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: Indra on 20 June 2011, 11:52:13 AM

brarti apakah boleh saya artikan tubuh ini bisa dibuktikan bukanlah diri karena tidak bisa diperintahkan untuk berubah sesuai keinginan kita, misal: tubuh diperintahkan tidak boleh sakit, tubuh berubahlah jadi ini, jadi itu.


tapi yang aneh, tubuh kan bisa saya perintahkan untuk tidur, jalan, ambil barang. Kenapa contoh ini tidak dimasukkan bukti bahwa tubuh ini bisa kita kendalikan?

benarkah begitu? lalu kenapa ada orang yg menderita insomnia? apakah itu karena perintah? kenapa ada orang terpeleset ketika berjalan? dll

Quote
saya denger penceramah juga kalo kotbah membuktikannya dengan contoh ini, "Tubuh bukan milik kita karena ketika tubuh sakit,kita tidak bisa perintahkan jadi sehat."

bukannya kalo dengan kemajuan ilmu kedokteran kita bisa sehat terus ya? (bukan berarti abadi lho)


tidak mungkin, teknologi kedokteran yg maju akan mampu menyembuhkan penyakit2 berat tapi tidak mungkin mencegah sampai tidak sakit sama sekali.

Quote
kenapa penceramah tidak pakai contoh, "Tubuh ini bukan aku, bukan milikku, buktinya saya ga bisa pegang gelas."

bukannya contoh tubuh sakit itu ada karena teknologinya belum maju ya?

kita kan memang bisa kendalikan tubuh, mau makan minum tidur, belajar, ngetik...kalau tidak bisa kita kendalikan berarti kan ada kerusakan syaraf.

tapi mengapa pakai contoh sakit? sakit kan minum obat bukannya malah menyimpulkan tubuh ini bukan diri.

kalau saya sih lebih suka bilang anatta itu = tanpa inti...

atau mungkin penafsiran saya keliru ni? (kayaknya nih..ha3)

kalau ada kesalahan tolong saya dikasi tau

thanks
 

doktrin anatta ini harus dikaitkan dengan doktrin anicca dan dukka, karena dalam konteks anicca dan dukkha maka sewajarnya lah Sang Buddha memberikan contoh kasus anicca dan dukkha yg nyata yg dapat memudahkan pemahaman. tanpa-diri atau tanpa-inti boleh digunakan keduanya, yg penting adalah pemahaman kita atas doktrin tsb.
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: Mahadeva on 20 June 2011, 11:54:44 AM
o...ok. thanks banget Mr Indra. saya lupa dengan anicca ma dukkhanya juga barengan...

he3
Title: Re: Hati-hati membaca Anattalakkhana-sutta
Post by: hendrako on 20 June 2011, 01:15:56 PM
http://dhammacitta.org/pustaka/ebook/theravada/Komentar%20Anattalakkhana%20Sutta%20dan%20Malukyaputta%20Sutta.pdf (http://dhammacitta.org/pustaka/ebook/theravada/Komentar%20Anattalakkhana%20Sutta%20dan%20Malukyaputta%20Sutta.pdf)