Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Buddhisme Awal, Sekte dan Tradisi => Theravada => Topic started by: ryu on 15 June 2010, 12:53:17 PM

Title: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: ryu on 15 June 2010, 12:53:17 PM
Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!

Ajaran Buddha Universal (MMD)

Mohon di-sharing.

_/\_


=))
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: Forte on 15 June 2010, 12:57:00 PM
maksudnya ?
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: ryu on 15 June 2010, 01:01:48 PM
maksudnya ?
http://pa-in.facebook.com/topic.php?uid=282345187084&topic=13097
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: dhammadinna on 15 June 2010, 01:05:51 PM
Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!

Ajaran Buddha Universal (MMD)

Mohon di-sharing.


Pembahasan ini nanti menjurus ke topik tentang dualisme lagi (seperti pembahasan JMB8 - Satipatthana kemaren) ;D
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: kusalaputto on 15 June 2010, 01:12:14 PM
jd yg d permasalahkan oleh pak hud adalah atta / aku/ ego nya
bukan ldmnya ???
klo permasalahkan attanya bukan kah lebih baik sekalian tanpa aku yg muncul atau lebih baik mati ???
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: fabian c on 15 June 2010, 01:25:27 PM
Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!

Ajaran Buddha Universal (MMD)

Mohon di-sharing.

_/\_


=))


Teman-teman saya setuju dengan pernyataan itu, bukan masalah kok kan yang menerima akibat dia sendiri, yang akan jatuh ke alam-alam rendah juga dia sendiri, apa masalahnya?

Bergaul dengan orang-orang yang penuh kegelapan batin, yang akan menerima akibatnya kan dia sendiri, tentu saja tak ada masalah bagi kita...
 
_/\_
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: adi lim on 15 June 2010, 01:33:01 PM
^^
setuju bro !!!

 _/\_
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: ryu on 15 June 2010, 03:28:12 PM
Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!

Ajaran Buddha Universal (MMD)

Mohon di-sharing.


Pembahasan ini nanti menjurus ke topik tentang dualisme lagi (seperti pembahasan JMB8 - Satipatthana kemaren) ;D
Apa yang ingin Anda hubung2kan antara dualisme dengan LDM, sis ?


;D
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: ryu on 15 June 2010, 03:32:15 PM
jd yg d permasalahkan oleh pak hud adalah atta / aku/ ego nya
bukan ldmnya ???
klo permasalahkan attanya bukan kah lebih baik sekalian tanpa aku yg muncul atau lebih baik mati ???
Kelihatannya jawaban sederhana ini lebih masuk akal.  :)
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: ryu on 15 June 2010, 03:33:27 PM
Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!

Ajaran Buddha Universal (MMD)

Mohon di-sharing.

_/\_


=))


Teman-teman saya setuju dengan pernyataan itu, bukan masalah kok kan yang menerima akibat dia sendiri, yang akan jatuh ke alam-alam rendah juga dia sendiri, apa masalahnya?

Bergaul dengan orang-orang yang penuh kegelapan batin, yang akan menerima akibatnya kan dia sendiri, tentu saja tak ada masalah bagi kita...
 
_/\_
kalau saja Buddha masih hidup apakah akan berkata yang sama? =))
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: ryu on 15 June 2010, 03:33:51 PM
^^
setuju bro !!!

 _/\_
kok main setuju aja? komen nya dong ;D
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: J.W on 15 June 2010, 04:16:27 PM
^^
setuju bro !!!

 _/\_
kok main setuju aja? komen nya dong ;D
komen ??? ehhmm...

"itu tidak relevan dan bukan pernyataan dari sang buddha"
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: adi lim on 15 June 2010, 04:34:45 PM
^^
setuju bro !!!

 _/\_
kok main setuju aja? komen nya dong ;D

percuma bro ryu banyak komen.
knya
LDM mau jadi masalah atau tidak, tidaklah mengapa, tidaklah penting.
Yang bermasalah adalah yang suka membuat pernyataan aneh2 supaya mendapat nama & perhatian.
Lebih baik kita membahas dan diskusi sesuai dengan sutta2 Tipitaka. Apabila isi sutta tidak berkenan di batin kita atau prakteknya ada merugikan makluk lain janganlah di pratekkan, dan apabila isi sutta sesudah dibahas dan diskusikan dan berkenan dibatin kita dan prakteknya tidak merugikan mahkluk lain, praktekkan lah ! Bukankah begitu ?
 _/\_
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: K.K. on 15 June 2010, 04:45:29 PM
Sayang tidak dijelaskan harus berkutat dengan si "aku/atta/diri/ego" atau tidak.
Juga dikatakan LDM berasal dari si "aku", lalu si "aku" asalnya dari mana kira-kira yah?
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: dhammadinna on 15 June 2010, 04:51:12 PM
Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Ajaran Buddha Universal (MMD)
Mohon di-sharing.
Pembahasan ini nanti menjurus ke topik tentang dualisme lagi (seperti pembahasan JMB8 - Satipatthana kemaren) ;D
Apa yang ingin Anda hubung2kan antara dualisme dengan LDM, sis ?

Tadi saya baca tentang “LDM tidak bermasalah”, jadi saya teringat tentang pembahasan kemaren:

1. dualisme: kembangkan yang baik, padamkan yang buruk
2. “melampaui dualisme”, tentang tidak ada baik/buruk.

Tapi setelah saya baca notes di link facebook yang diberikan bro Ryu, sy gak mau terlalu banyak komentar. Karena pemahaman saya masih dangkal tentang Vipassana dan bahkan saya belum bisa merumuskan apapun yang berasal dari pemahaman saya sendiri.

Notes tersebut adalah rumusan dari pemahaman beliau. Menurut saya, pemahaman seseorang adalah bersifat personal (hanya dia yang paling tau). Apalagi notes itu sangat singkat. Selain itu, pemahaman  yang dituangkan dalam bentuk kata-kata, mungkin bisa mendistorsi makna sebenarnya. Atau mungkin bisa disalahartikan oleh orang lain. Jadi saya belum bisa komentar tentang notes tersebut.
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: ryu on 15 June 2010, 05:00:07 PM
Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Ajaran Buddha Universal (MMD)
Mohon di-sharing.
Pembahasan ini nanti menjurus ke topik tentang dualisme lagi (seperti pembahasan JMB8 - Satipatthana kemaren) ;D
Apa yang ingin Anda hubung2kan antara dualisme dengan LDM, sis ?

Tadi saya baca tentang “LDM tidak bermasalah”, jadi saya teringat tentang pembahasan kemaren:

1. dualisme: kembangkan yang baik, padamkan yang buruk
2. “melampaui dualisme”, tentang tidak ada baik/buruk.

Tapi setelah saya baca notes di link facebook yang diberikan bro Ryu, sy gak mau terlalu banyak komentar. Karena pemahaman saya masih dangkal tentang Vipassana dan bahkan saya belum bisa merumuskan apapun yang berasal dari pemahaman saya sendiri.

Notes tersebut adalah rumusan dari pemahaman beliau. Menurut saya, pemahaman seseorang adalah bersifat personal (hanya dia yang paling tau). Apalagi notes itu sangat singkat. Selain itu, pemahaman  yang dituangkan dalam bentuk kata-kata, mungkin bisa mendistorsi makna sebenarnya. Atau mungkin bisa disalahartikan oleh orang lain. Jadi saya belum bisa komentar tentang notes tersebut.
ya memang, justru itulah kehebatan MMD dengan tulisan sepotong bisa membuat pengertian yang hebat ;D
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: ryu on 15 June 2010, 05:01:23 PM
Sayang tidak dijelaskan harus berkutat dengan si "aku/atta/diri/ego" atau tidak.
Juga dikatakan LDM berasal dari si "aku", lalu si "aku" asalnya dari mana kira-kira yah?
HUDOYO:
Penderitaan ADALAH aku, bukan Aku yang mengalami penderitaan. Jadi "membebaskan diri dari penderitaan" berarti membebaskan diri dari aku. Itu jelas mustahil, karena aku tidak mungkin membebaskan diri dari aku.

Penderitaan memang bisa berakhir, tapi berakhirnya penderitaan berarti berakhir pula aku. Jadi tidak ada aku yang "membebaskan diri dari penderitaan".

Nibbana bukan kesempurnaan, karena tidak ada yang mencapai kesempurnaan.
Alih-alih, nibbana berarti padam; nibbana berarti padamnya aku. Di dalam nibbana, aku bukan menjadi sempurna, melainkan justru padam.
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: Jerry on 15 June 2010, 05:02:46 PM
Sependapat dengan Bro Adi Lim. Dengan menambahkan sedikit, mungkin ini malah kesempatan baik bagi kita untuk berbagi bagaimana seorang Buddhis berpandangan sesuai ajaran 'jalan tengah' Sang Buddha.

Sejauh pengertian saya.. Meski menurut Sang Buddha sesuatu yang dapat dilekati sebagai atta yang sifatnya tetap dan memuaskan itu tidak ada, bukan berarti perbuatan dan akibat perbuatan tidak ada. Perbuatan sendiri berakar pada LDM atau AL,AD,AM.
Ada 2 pandangan ekstrim dari dulu hingga sekarang maupun nanti mengenai ini: sassatavada, pandangan eternalis dan ucchedavada, pandangan annihilasionis/nihilis. Pandangan eternalis berpendapat bahwa atta itu ada, karena itu perbuatan ada demikian pula akibat perbuatan. Pandangan nihilis berpendapat bahwa atta itu tidak ada, karena itu perbuatan itu tidak ada apalagi akibat perbuatan. Contoh dalam literatur Buddhis adalah Purana Kassapa, seorang guru dengan pandangan ucchedavada yang menganggap tidak adanya perbuatan (dapat dibaca di DCpedia (http://dhammacitta.org/dcpedia/DN_2_Samannaphala_Sutta_Walshe).)
Sedangkan Sang Buddha dengan solusi ajaran Jalan Tengahnya memang mengajarkan mengenai tidak ada diri (atta) tetapi bukan berarti tidak ada perbuatan dan akibat dari perbuatan. [Ini pernah dibahas oleh Sam. Peace Mind dalam 1 thread terdahulu mengenai siapa yang terlahir kembali dan menerima akibat kamma].
Karenanya Sang Buddha menekankan bahwa perbuatan berakar pada LDM yang belum muncul hendaknya tidak dibiarkan muncul, perbuatan berakar pada LDM yg telah muncul hendaknya dihentikan. Sebaliknya perbuatan berakar pada AL,AD,AM yang belum muncul hendaknya dimunculkan, perbuatan berakar pada AL,AD,AM yang telah muncul hendaknya dikembangkan ke puncaknya. Jika diselidiki lebih lanjut, Sang Buddha biasanya akan memberi formula JMB8 sebagai jenis perbuatan (kamma) yang berakar pada AL,AD,AM yang menuntun pada berakhirnya kamma dan kelahiran kembali, karena menurut beliau inilah jenis kamma bukan gelap dan bukan terang yang membawa pada berakhirnya kamma.

Tambahan:
Menurut Sang Buddha pula, keinginan akan pencerahan, keinginan akan mencapai nibbana, keinginan menjadi arahanta bukanlah jenis keinginan yang di'haram'kan dan harus dikurangi, karena itu pula Sang Buddha tidak menyebut jenis keinginan ini sebagai tanha melainkan chanda.

Ingat-ingat nasehat Buddha mengenai ajaran ini: "Deep, is this phenomenon, hard to see, hard to realize, tranquil, refined, beyond the scope of conjecture, subtle, to-be-experienced by the wise. For those with other views, other practices, other satisfactions, other aims, other teachers, it is difficult to know..."

Sukhi hotu
 _/\_
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: J.W on 15 June 2010, 05:04:31 PM
Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Ajaran Buddha Universal (MMD)
Mohon di-sharing.
Pembahasan ini nanti menjurus ke topik tentang dualisme lagi (seperti pembahasan JMB8 - Satipatthana kemaren) ;D
Apa yang ingin Anda hubung2kan antara dualisme dengan LDM, sis ?

Tadi saya baca tentang “LDM tidak bermasalah”, jadi saya teringat tentang pembahasan kemaren:

1. dualisme: kembangkan yang baik, padamkan yang buruk
2. “melampaui dualisme”, tentang tidak ada baik/buruk.

Tapi setelah saya baca notes di link facebook yang diberikan bro Ryu, sy gak mau terlalu banyak komentar. Karena pemahaman saya masih dangkal tentang Vipassana dan bahkan saya belum bisa merumuskan apapun yang berasal dari pemahaman saya sendiri.

Notes tersebut adalah rumusan dari pemahaman beliau. Menurut saya, pemahaman seseorang adalah bersifat personal (hanya dia yang paling tau). Apalagi notes itu sangat singkat. Selain itu, pemahaman  yang dituangkan dalam bentuk kata-kata, mungkin bisa mendistorsi makna sebenarnya. Atau mungkin bisa disalahartikan oleh orang lain. Jadi saya belum bisa komentar tentang notes tersebut.

Tp ada penyataan di sana kira2 berbunyi (KALAU BELUM DIEDIT) :
"Semoga dibaca oleh smua umat buddha yg masih berkutat dgn LDM tnpa sadar itu bersumber dari 'aku'".
Jadi tersirat seakan2 ini benar. Yang lain tidak benar.
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: K.K. on 15 June 2010, 05:07:12 PM
Tadi saya baca tentang “LDM tidak bermasalah”, jadi saya teringat tentang pembahasan kemaren:

1. dualisme: kembangkan yang baik, padamkan yang buruk
2. “melampaui dualisme”, tentang tidak ada baik/buruk.

Tapi setelah saya baca notes di link facebook yang diberikan bro Ryu, sy gak mau terlalu banyak komentar. Karena pemahaman saya masih dangkal tentang Vipassana dan bahkan saya belum bisa merumuskan apapun yang berasal dari pemahaman saya sendiri.

Notes tersebut adalah rumusan dari pemahaman beliau. Menurut saya, pemahaman seseorang adalah bersifat personal (hanya dia yang paling tau). Apalagi notes itu sangat singkat. Selain itu, pemahaman  yang dituangkan dalam bentuk kata-kata, mungkin bisa mendistorsi makna sebenarnya. Atau mungkin bisa disalahartikan oleh orang lain. Jadi saya belum bisa komentar tentang notes tersebut.
Setuju dengan pendapat di-bold di atas. Hanya saja menurut saya, tidak seharusnya kita menilai orang lain yang juga memiliki pemahaman pribadi dan dituangkan lewat kata-kata "LDM" sebagai hal keliru.

Mau lihat "penghalang" berupa "aku/diri/atta/ego" atau pun "LDM" semua hanyalah sebatas kata-kata. Seperti perumpamaan zen tentang jari menunjuk bulan, mau ditunjuk dari arah mana pun, jari tetaplah bukan bulan. Walaupun satu jari lebih dekat ke bulan, bahkan menyentuhnya, tetap saja jari itu bukan bulan. Dengan begitu, mengapa harus mengatakan jari orang lain "lebih ngaco" daripada punya saya?
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: K.K. on 15 June 2010, 05:10:33 PM
HUDOYO:
Penderitaan ADALAH aku, bukan Aku yang mengalami penderitaan. Jadi "membebaskan diri dari penderitaan" berarti membebaskan diri dari aku. Itu jelas mustahil, karena aku tidak mungkin membebaskan diri dari aku.

Penderitaan memang bisa berakhir, tapi berakhirnya penderitaan berarti berakhir pula aku. Jadi tidak ada aku yang "membebaskan diri dari penderitaan".

Nibbana bukan kesempurnaan, karena tidak ada yang mencapai kesempurnaan.
Alih-alih, nibbana berarti padam; nibbana berarti padamnya aku. Di dalam nibbana, aku bukan menjadi sempurna, melainkan justru padam.


Penderitaan ADALAH Moha, bukan Moha yang mengalami penderitaan. Jadi "membebaskan Moha dari penderitaan" berarti membebaskan Moha dari Moha. Itu jelas mustahil, karena Moha tidak mungkin membebaskan diri dari Moha.

Penderitaan memang bisa berakhir, tapi berakhirnya penderitaan berarti berakhir pula Moha. Jadi tidak ada Moha yang "membebaskan diri dari penderitaan".

Nibbana bukan kesempurnaan, karena tidak ada yang mencapai kesempurnaan.
Alih-alih, nibbana berarti padam; nibbana berarti padamnya Moha. Di dalam nibbana, Moha bukan menjadi sempurna, melainkan justru padam.


Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: ryu on 15 June 2010, 05:15:05 PM
HUDOYO:
Penderitaan ADALAH aku, bukan Aku yang mengalami penderitaan. Jadi "membebaskan diri dari penderitaan" berarti membebaskan diri dari aku. Itu jelas mustahil, karena aku tidak mungkin membebaskan diri dari aku.

Penderitaan memang bisa berakhir, tapi berakhirnya penderitaan berarti berakhir pula aku. Jadi tidak ada aku yang "membebaskan diri dari penderitaan".

Nibbana bukan kesempurnaan, karena tidak ada yang mencapai kesempurnaan.
Alih-alih, nibbana berarti padam; nibbana berarti padamnya aku. Di dalam nibbana, aku bukan menjadi sempurna, melainkan justru padam.


Penderitaan ADALAH Moha, bukan Moha yang mengalami penderitaan. Jadi "membebaskan Moha dari penderitaan" berarti membebaskan Moha dari Moha. Itu jelas mustahil, karena Moha tidak mungkin membebaskan diri dari Moha.

Penderitaan memang bisa berakhir, tapi berakhirnya penderitaan berarti berakhir pula Moha. Jadi tidak ada Moha yang "membebaskan diri dari penderitaan".

Nibbana bukan kesempurnaan, karena tidak ada yang mencapai kesempurnaan.
Alih-alih, nibbana berarti padam; nibbana berarti padamnya Moha. Di dalam nibbana, Moha bukan menjadi sempurna, melainkan justru padam.



HUDOYO
Moha adalah ketidaktahuan bahwa aku adalah SUMBER dari lobha (keinginan) dan dosa (ketidaksenangan). Lebih jauh lagi, moha adalah ketidaktahuan bahwa aku ADALAH lobha dan dosa itu sendiri.
Jadi masalahnya bukan terletak pada MELEKATNYA aku, melainkan terletak pada AKU itu sendiri. Masalahnya bukan bagaimana menghilangkan kelekatan, tapi bagaimana aku ini bisa lenyap.

Demikianlah, aku tidak mungkin melenyapkan kelekatan dan penolakan, yang adalah dirinya sendiri! Agar kelekatan lenyap, aku harus berakhir.
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: K.K. on 15 June 2010, 05:21:24 PM
HUDOYO
Moha adalah ketidaktahuan bahwa aku adalah SUMBER dari lobha (keinginan) dan dosa (ketidaksenangan). Lebih jauh lagi, moha adalah ketidaktahuan bahwa aku ADALAH lobha dan dosa itu sendiri.
Jadi masalahnya bukan terletak pada MELEKATNYA aku, melainkan terletak pada AKU itu sendiri. Masalahnya bukan bagaimana menghilangkan kelekatan, tapi bagaimana aku ini bisa lenyap.

Demikianlah, aku tidak mungkin melenyapkan kelekatan dan penolakan, yang adalah dirinya sendiri! Agar kelekatan lenyap, aku harus berakhir.
Saya setuju dengan pendapat Pak Hudoyo di atas. Memang Moha tersebut yang membentuk persepsi "diri/atta/aku/ego". Dengan adanya persepsi "diri/atta/aku/ego" maka timbullah baik/jahat, timbullah yang harus dikembangkan, yang harus dihancurkan. Timbullah kemelekatan, timbullah kebencian.

Menurut Bro ryu, mananya yang keliru?
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: No Pain No Gain on 15 June 2010, 05:24:45 PM
HUDOYO
Moha adalah ketidaktahuan bahwa aku adalah SUMBER dari lobha (keinginan) dan dosa (ketidaksenangan). Lebih jauh lagi, moha adalah ketidaktahuan bahwa aku ADALAH lobha dan dosa itu sendiri.
Jadi masalahnya bukan terletak pada MELEKATNYA aku, melainkan terletak pada AKU itu sendiri. Masalahnya bukan bagaimana menghilangkan kelekatan, tapi bagaimana aku ini bisa lenyap.

Demikianlah, aku tidak mungkin melenyapkan kelekatan dan penolakan, yang adalah dirinya sendiri! Agar kelekatan lenyap, aku harus berakhir.
Saya setuju dengan pendapat Pak Hudoyo di atas. Memang Moha tersebut yang membentuk persepsi "diri/atta/aku/ego". Dengan adanya persepsi "diri/atta/aku/ego" maka timbullah baik/jahat, timbullah yang harus dikembangkan, yang harus dihancurkan. Timbullah kemelekatan, timbullah kebencian.

Menurut Bro ryu, mananya yang keliru?

masuk akal..saya jg setuju seh..
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: Nevada on 15 June 2010, 05:28:31 PM
Saya setuju dengan pendapat Pak Hudoyo di atas. Memang Moha tersebut yang membentuk persepsi "diri/atta/aku/ego". Dengan adanya persepsi "diri/atta/aku/ego" maka timbullah baik/jahat, timbullah yang harus dikembangkan, yang harus dihancurkan. Timbullah kemelekatan, timbullah kebencian.

Menurut Bro ryu, mananya yang keliru?

Bro Kainyn, yang Anda postingkan di atas adalah "mem-Buddhis-kan" pernyataan Pak Hudoyo. Apakah ada yang bisa menangkap maksud saya? :)
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: K.K. on 15 June 2010, 05:37:47 PM
Saya setuju dengan pendapat Pak Hudoyo di atas. Memang Moha tersebut yang membentuk persepsi "diri/atta/aku/ego". Dengan adanya persepsi "diri/atta/aku/ego" maka timbullah baik/jahat, timbullah yang harus dikembangkan, yang harus dihancurkan. Timbullah kemelekatan, timbullah kebencian.

Menurut Bro ryu, mananya yang keliru?

Bro Kainyn, yang Anda postingkan di atas adalah "mem-Buddhis-kan" pernyataan Pak Hudoyo. Apakah ada yang bisa menangkap maksud saya? :)
Kurang mengerti, Bro. Bisa dijelaskan lebih detail?
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: Nevada on 15 June 2010, 05:46:19 PM
Kurang mengerti, Bro. Bisa dijelaskan lebih detail?

Yang ditekankan Pak Hudoyo dalam MMD adalah "menghentikan aku". Pak Hudoyo juga mengatakan bahwa "aku adalah penderitaan", yang jika di-Buddhis-kan maka "aku adalah dukkha". Pak Hudoyo juga mengatakan bahwa "aku adalah sumber dari LDM". Pak Hudoyo juga pernah mengatakan bahwa "berhentinya pikiran adalah berhentinya penderitaan", yang bila disimpulkan maka artinya "berhentinya pikiran adalah berhentinya dukkha".

Jadi dalam MMD, "aku" = "pikiran" = "penderitaan".

Atas dasar ini, bila Anda berusaha mensubstitusikan kata "aku" dengan kata "moha" adalah tidak tepat. Bahkan dalam pernyataan Pak Hudoyo saja dikatakan bahwa "LDM (termasuk moha di dalamnya) bersumber dari aku". Maka apa yang Anda postingkan sebelumnya sebenarnya menjurus pada "mem-Buddhis-kan" pernyataan Pak Hudoyo, entah Anda sadar atau tidak.

Makanya perlu dipahami jelas; MMD adalah MMD, Buddhisme Theravada adalah Buddhisme Theravada. Sebaiknya jangan dipadan-padankan beberapa terminologi di dalamnya bagaikan memasang puzzle.

Hanya saran saja.
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: K.K. on 15 June 2010, 06:07:22 PM
Yang ditekankan Pak Hudoyo dalam MMD adalah "menghentikan aku". Pak Hudoyo juga mengatakan bahwa "aku adalah penderitaan", yang jika di-Buddhis-kan maka "aku adalah dukkha".
Betul. Apa yang orang awam sebut sebagai "aku" adalah Panca Khanda dalam terminologi Buddhisme. Buddha mengatakan khanda inilah penderitaan. Sejauh ini, saya rasa tetap sesuai.


Quote
Pak Hudoyo juga mengatakan bahwa "aku adalah sumber dari LDM".
Ini yang memang sedikit rancu. Di kutipan Bro ryu dikatakan:
"[..]moha adalah ketidaktahuan bahwa aku ADALAH lobha dan dosa itu sendiri."
Dengan demikian, moha adalah sumber dari "aku" yang kemudian berlanjut pada lobha & moha. Ini pun saya lihat sesuai. Entah mengapa kemudian dikatakan di tempat lain "aku" sumber dari LDM.

Quote
Pak Hudoyo juga pernah mengatakan bahwa "berhentinya pikiran adalah berhentinya penderitaan", yang bila disimpulkan maka artinya "berhentinya pikiran adalah berhentinya dukkha".
Ini dulu pernah kita bahas. Dalam Mulapariyaya Sutta, pikiran terbagi menjadi beberapa proses, bukan satu. Yang terhenti adalah proses kalau tidak salah namanya Manna'ti. Kalau hanya menghentikan semua pikiran, apalah bedanya dengan makhluk Asannasatta?


Quote
Jadi dalam MMD, "aku" = "pikiran" = "penderitaan".

Atas dasar ini, bila Anda berusaha mensubstitusikan kata "aku" dengan kata "moha" adalah tidak tepat. Bahkan dalam pernyataan Pak Hudoyo saja dikatakan bahwa "LDM (termasuk moha di dalamnya) bersumber dari aku". Maka apa yang Anda postingkan sebelumnya sebenarnya menjurus pada "mem-Buddhis-kan" pernyataan Pak Hudoyo, entah Anda sadar atau tidak.
Saya telah menjelaskan bahwa yang saya setujui adalah yang sebatas diposting Bro ryu. Tidak lebih dari itu. Seharusnya sudah terlihat bahwa saya mempertanyakan "darimana asalnya aku?" pada postingan sebelumnya.


Quote
Makanya perlu dipahami jelas; MMD adalah MMD, Buddhisme Theravada adalah Buddhisme Theravada. Sebaiknya jangan dipadan-padankan beberapa terminologi di dalamnya bagaikan memasang puzzle.

Hanya saran saja.
Terima kasih sarannya. Yang saya utarakan adalah pendapat saya (yang mungkin kebetulan ada kesamaan dengan Pak Hudoyo). Saya tidak punya kepentingan menyama-nyamakan atau membeda-bedakan MMD & Buddhisme Theravada.
Bagi saya metoda MMD yang memang berdasarkan Sutta, adalah sesuai dengan Ajaran Buddha.
Namun saya tidak mengatakan semua opini yang berkembang di kalangan praktisinya lantas adalah sesuai dengan Ajaran Buddha.
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: fabian c on 15 June 2010, 06:20:46 PM
HUDOYO:
Penderitaan ADALAH aku, bukan Aku yang mengalami penderitaan. Jadi "membebaskan diri dari penderitaan" berarti membebaskan diri dari aku. Itu jelas mustahil, karena aku tidak mungkin membebaskan diri dari aku.

Penderitaan memang bisa berakhir, tapi berakhirnya penderitaan berarti berakhir pula aku. Jadi tidak ada aku yang "membebaskan diri dari penderitaan".

Nibbana bukan kesempurnaan, karena tidak ada yang mencapai kesempurnaan.
Alih-alih, nibbana berarti padam; nibbana berarti padamnya aku. Di dalam nibbana, aku bukan menjadi sempurna, melainkan justru padam.


Penderitaan ADALAH Moha, bukan Moha yang mengalami penderitaan. Jadi "membebaskan Moha dari penderitaan" berarti membebaskan Moha dari Moha. Itu jelas mustahil, karena Moha tidak mungkin membebaskan diri dari Moha.

Penderitaan memang bisa berakhir, tapi berakhirnya penderitaan berarti berakhir pula Moha. Jadi tidak ada Moha yang "membebaskan diri dari penderitaan".

Nibbana bukan kesempurnaan, karena tidak ada yang mencapai kesempurnaan.
Alih-alih, nibbana berarti padam; nibbana berarti padamnya Moha. Di dalam nibbana, Moha bukan menjadi sempurna, melainkan justru padam.



HUDOYO
Moha adalah ketidaktahuan bahwa aku adalah SUMBER dari lobha (keinginan) dan dosa (ketidaksenangan). Lebih jauh lagi, moha adalah ketidaktahuan bahwa aku ADALAH lobha dan dosa itu sendiri.

Bro Ryu yang baik, beginilah pernyataan orang yang pandangannya keliru, dicari dimanapun di Tipitaka tak akan pernah ada seorang Buddha mengatakan bahwa "aku" adalah sumber lobha dan dosa. Ini adalah pandangan orang yang minim praktek Vipassana, yang hanya rajin berteori dan berkonsep melulu. Alih-alih membebaskan diri dari konsep, malah semakin menambah konsep yang nggak-nggak....

Lobha hanya merupakan fenomena batin tak lebih.
Dosa juga hanya merupakan merupakan fenomena batin, tak lebih.
Moha hanya merupakan fenomena batin tak lebih.
Ketiga sifat ini bisa muncul dan lenyap kembali (anicca), tak memuaskan (dukkha) dan "tanpa aku" (anatta)


Menurut konsep Krishnamurti, sumber segala keburukan adalah "aku". Ini bukan ajaran Sang Buddha. Sang Buddha membimbing kita agar terbebas dari konsep, bukan malah menambah konsep yang nggak-nggak seperti "konsep aku dari Krishnamurti" dsbnya.

Quote
Jadi masalahnya bukan terletak pada MELEKATNYA aku, melainkan terletak pada AKU itu sendiri. Masalahnya bukan bagaimana menghilangkan kelekatan, tapi bagaimana aku ini bisa lenyap.
Pandangan bahwa ada aku yang menjadi sumber segala sesuatu adalah pandangan keliru. Sang Buddha tak pernah mengajarkan demikian. Sang Buddha mengajarkan bahwa "segala sesuatu (termasuk LDM) Muncul karena suatu sebab (sebab musabab yang saling bergantungan), dan akan lenyap kembali bila sebabnya telah lenyap". Tak pernah mengatakan "muncul karena aku".

Quote
Quote
Demikianlah, aku tidak mungkin melenyapkan kelekatan dan penolakan, yang adalah dirinya sendiri! Agar kelekatan lenyap, aku harus berakhir.

Pemeditator Vipassana yang benar dan telah cukup maju, mengalami sendiri kemelekatan lenyap, demikian juga penolakan.
Semakin dalam ber Vipassana, maka semakin jelas ia mengalami sendiri "tak ada aku".
Dengan demikian maka pemikiran-pemikiran konseptual menjadi lenyap dan dengan sendirinya ia dapat "melihat apa adanya"
Fenomena-fenomena batin dan jasmani seperti lobha, dosa, moha, akan lenyap dengan sendirinya bila sebabnya telah lenyap.

  _/\_
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: K.K. on 15 June 2010, 06:29:36 PM
Lobha hanya merupakan fenomena batin tak lebih.
Dosa juga hanya merupakan merupakan fenomena batin, tak lebih.
Moha hanya merupakan fenomena batin tak lebih.
Ketiga sifat ini bisa muncul dan lenyap kembali (anicca), tak memuaskan (dukkha) dan "tanpa aku" (anatta)


Numpang tanya, Bro fabian. Apakah pernyataan di bawah ini benar:

ALobha hanya merupakan fenomena batin tak lebih.
ADosa juga hanya merupakan merupakan fenomena batin, tak lebih.
AMoha hanya merupakan fenomena batin tak lebih.
Ketiga sifat ini bisa muncul dan lenyap kembali (anicca), tak memuaskan (dukkha) dan "tanpa aku" (anatta)
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: Mr. pao on 15 June 2010, 06:35:01 PM
Saat pernyataan hudoyo disampaikan, sepertinya langsung SRI MULJATI n RONI ASTAR mencapai pencerahan seketika itu juga =))
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: fabian c on 15 June 2010, 06:48:28 PM
Lobha hanya merupakan fenomena batin tak lebih.
Dosa juga hanya merupakan merupakan fenomena batin, tak lebih.
Moha hanya merupakan fenomena batin tak lebih.
Ketiga sifat ini bisa muncul dan lenyap kembali (anicca), tak memuaskan (dukkha) dan "tanpa aku" (anatta)


Numpang tanya, Bro fabian. Apakah pernyataan di bawah ini benar:

ALobha hanya merupakan fenomena batin tak lebih.
ADosa juga hanya merupakan merupakan fenomena batin, tak lebih.
AMoha hanya merupakan fenomena batin tak lebih.
Ketiga sifat ini bisa muncul dan lenyap kembali (anicca), tak memuaskan (dukkha) dan "tanpa aku" (anatta)

Bro Kainyn yang baik,

Lobha adalah kemelekatan (grasping) batin terhadap segala sesuatu yang bersifat menyenangkan
Dosa adalah kemelekatan (grasping) batin terhadap segala sesuatu yang bersifat tidak menyenangkan
Moha adalah kemelekatan (grasping) batin terhadap segala sesuatu yang bersifat menyenangkan maupun tidak menyenangkan.

Alobha adalah ketidak melekatan batin terhadap segala sesuatu yang bersifat menyenangkan
Adosa adalah ketidak melekatan batin terhadap segala sesuatu yahg bersifat tidak menyenangkan
Amoha adalah ketidak melekatan batin terhadap segala sesuatu yang bersifat menyenangkan maupun tidak menyenangkan.

Apakah menurut bro Kainyn, alobha, adosa dan amoha bisa muncul dan lenyap kembali (anicca), tak memuaskan (dukkha) dan "tanpa aku" (anatta) atau tidak?

 _/\_
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: K.K. on 15 June 2010, 06:52:08 PM
Bro Kainyn yang baik,

Lobha adalah kemelekatan (grasping) batin terhadap segala sesuatu yang bersifat menyenangkan
Dosa adalah kemelekatan (grasping) batin terhadap segala sesuatu yang bersifat tidak menyenangkan
Moha adalah kemelekatan (grasping) batin terhadap segala sesuatu yang bersifat menyenangkan maupun tidak menyenangkan.

Alobha adalah ketidak melekatan batin terhadap segala sesuatu yang bersifat menyenangkan
Adosa adalah ketidak melekatan batin terhadap segala sesuatu yahg bersifat tidak menyenangkan
Amoha adalah ketidak melekatan batin terhadap segala sesuatu yang bersifat menyenangkan maupun tidak menyenangkan.

Apakah menurut bro Kainyn, alobha, adosa dan amoha bisa muncul dan lenyap kembali (anicca), tak memuaskan (dukkha) dan "tanpa aku" (anatta) atau tidak?

 _/\_

Saya justru sedang bertanya pada Bro fabian. Menurut Bro fabian sendiri bagaimana? Sudi menjelaskan?
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: kullatiro on 15 June 2010, 06:55:31 PM
kalau gitu ngapain pertapa sumedha cape cape sampai beribu ribu kelahiran untuk membersihkan segala kekeotoran bathin di rumah nya.

itu orang ny dah ngawur keblablasan lah untuk menyadari lobha, moha dan dosa bila tidak ada rumah nya dulu bagaimana ada 3 macam itu jelas ada rumah dulu baru ada kekotoran batin dan selama ini bukan nya sudah kita ketahui rumah nya itu nama dan rupa (sebagai manusia kita saat ini mempunyai hal seperti ini tapi bila lahir sebgai brahma belum tentu sesempurna kita sebagai manusia contoh brahma yang tidak mempunyai wujud tetapi tetap mempunyai nama) dimana pun kita lahir di 31 alam kehidupan ini.

itu namanya penyakit lupa ingatan rasanya pas belajar jadi dhamma Acariya sepertinya juga sudah belajar tentang hal basic seperti ini. tidak perlu setinggi Dhamma Acariya atau pandita bahkan anak sma saja sudah belajar tentang hal ini di pelajaran agama Buddha.
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: K.K. on 15 June 2010, 07:10:31 PM
kalau gitu ngapain pertapa sumedha cape cape sampai beribu ribu kelahiran untuk membersihkan segala kekeotoran bathin di rumah nya.

Kelahiran bodhisatta untuk membersihkan kekotoran bathin?
Lama sekali yah perlu 4 Asankhyeyya + 100.000 Maha Kappa. Kalau Arahat biasa (bukan Agga-savaka, bukan Maha-savaka) konon "hanya" perlu 100 maha-kappa saja tuh. Apakah ini berarti Bodhisatta kekotoran bathinnya menumpuk sampai waktu pembersihannya begitu lama, atau Arahat biasa kotoran bathinnya belum habis? Atau bagaimana?

Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: kullatiro on 15 June 2010, 07:30:15 PM
yang satu nyari sendiri mana yang kotor yang kelihataan dan tidak kelihataan terus belajar bagaimana yah cara membersihkan terbaik atau menghilangkan kekotoran batin ini pake soda kue kah pake amonia kah pake jeruk nipis kah pake cuka kah pake soda api kah dll. (kalau ini misalnya eh ternyata wangi daun jeruk purut bisa mengusir serangga tertentu( misalnya semut) bisa di cobakah di tempat beras untuk menghilangkan kutu?)

yang biasa tuh kan tinggal ngikutin ajaran sang Buddha nih sini kotor gini ini loh cara bersihin nya nih tips dan trik membersihkan nya.( misalnya supaya beras di tempat beras tidak berkutu tebar daun jeruk purut yang di remas remas supaya tidak berkutu)
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: fabian c on 15 June 2010, 07:46:22 PM
 
Lobha hanya merupakan fenomena batin tak lebih.
Dosa juga hanya merupakan merupakan fenomena batin, tak lebih.
Moha hanya merupakan fenomena batin tak lebih.
Ketiga sifat ini bisa muncul dan lenyap kembali (anicca), tak memuaskan (dukkha) dan "tanpa aku" (anatta)


Numpang tanya, Bro fabian. Apakah pernyataan di bawah ini benar:

ALobha hanya merupakan fenomena batin tak lebih.
ADosa juga hanya merupakan merupakan fenomena batin, tak lebih.
AMoha hanya merupakan fenomena batin tak lebih.
Ketiga sifat ini bisa muncul dan lenyap kembali (anicca), tak memuaskan (dukkha) dan "tanpa aku" (anatta)

Bro Kainyn yang baik,

Lobha adalah kemelekatan (grasping) batin terhadap segala sesuatu yang bersifat menyenangkan
Dosa adalah kemelekatan (grasping) batin terhadap segala sesuatu yang bersifat tidak menyenangkan
Moha adalah kemelekatan (grasping) batin terhadap segala sesuatu yang bersifat menyenangkan maupun tidak menyenangkan.

Alobha adalah ketidak melekatan batin terhadap segala sesuatu yang bersifat menyenangkan
Adosa adalah ketidak melekatan batin terhadap segala sesuatu yahg bersifat tidak menyenangkan
Amoha adalah ketidak melekatan batin terhadap segala sesuatu yang bersifat menyenangkan maupun tidak menyenangkan.

Apakah menurut bro Kainyn, alobha, adosa dan amoha bisa muncul dan lenyap kembali (anicca), tak memuaskan (dukkha) dan "tanpa aku" (anatta) atau tidak?

 _/\_


Baiklah mungkin bro Kainyn belum begitu mengerti persoalan-persoalan seperti ini. Jadi akan saya jelaskan.

Lobha, dosa dan moha adalah fenomena batin yang muncul dan lenyap kembali disebabkan oleh kemelekatan pada hal-hal tertentu.
Alobha, adosa dan amoha merupakan sifat tidak terlalu melekat pada hal-hal tertentu kebalikan dari lobha, dosa dan moha.

Pada seseorang yang LDM nya masih tebal disebut sesuai dengan salah satu sifat yang dominan lobha atau dosa atau moha.

Bila LDMnya tidak terlalu tebal maka disebut alobha, adosa atau amoha tergantung sifat mana yang lebih dominan.

Selama alobha, adosa dan amoha masih berkondisi maka tentu saja masih timbul dan lenyap kembali, masih bersifat tidak memuaskan.

Dalam segala keadaan LDM selalu "tanpa aku". 

Semoga penjelasan saya dapat memuaskan bro Kainyn.
 
_/\_


.
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: andry on 15 June 2010, 08:12:52 PM
akh.. topik bauu....
ujung2 nya pasti... ehemm...

wah, akang ryu, udah jadi marketing nya MMD nehh
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: Deva19 on 15 June 2010, 08:22:22 PM

lobha, dosa, moha adalah suatu kondisi batin yang bermanfaat.

segala sesuatu tercipta karena atas dasar manfaat.

mencapai kebijaksaan bukanlah menghapuskan lobha, dosa dan moha.

tetapi mampu melihat mereka sebagaimana adanya, melihat hakikatnya secara lebih dalam, serta mampu memanfaatkan sebagaimana harusnya.

lobha, dosa, moha menjadi buruk ketika seseorang tidak menempatkan mereka pada posisi yang tepat.

lobha, dosa, moha menjadi baik, ketika menempatkan mereka pada posisi yang tepat.

semua itu sangat misteri.

dibalik semua misteri itu ada nibbana, ia adalah sesuatu yang bisa menyebabkan seseorang bisa menempatkan segala sesuatu sesuai pada tempatnya. ia adalah sesuatu yang bisa menyebabkan, apapun yang diperbuat seseorang menjadi benar adanya dan mustahil salahnya.
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: fabian c on 15 June 2010, 08:47:36 PM

lobha, dosa, moha adalah suatu kondisi batin yang bermanfaat.

segala sesuatu tercipta karena atas dasar manfaat.

mencapai kebijaksaan bukanlah menghapuskan lobha, dosa dan moha.

tetapi mampu melihat mereka sebagaimana adanya, melihat hakikatnya secara lebih dalam, serta mampu memanfaatkan sebagaimana harusnya.

lobha, dosa, moha menjadi buruk ketika seseorang tidak menempatkan mereka pada posisi yang tepat.

lobha, dosa, moha menjadi baik, ketika menempatkan mereka pada posisi yang tepat.

semua itu sangat misteri.

dibalik semua misteri itu ada nibbana, ia adalah sesuatu yang bisa menyebabkan seseorang bisa menempatkan segala sesuatu sesuai pada tempatnya. ia adalah sesuatu yang bisa menyebabkan, apapun yang diperbuat seseorang menjadi benar adanya dan mustahil salahnya.

Bro Dewa yang baik, maaf kalau boleh tahu ini pendapat sendiri atau ada rujukannya bro?

 _/\_
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: sukuhong on 15 June 2010, 09:20:15 PM
Quote
Yang ditekankan Pak Hudoyo dalam MMD adalah "menghentikan aku". Pak Hudoyo juga mengatakan bahwa "aku adalah penderitaan", yang jika di-Buddhis-kan maka "aku adalah dukkha".

Quote
Betul. Apa yang orang awam sebut sebagai "aku" adalah Panca Khanda dalam terminologi Buddhisme. Buddha mengatakan khanda inilah penderitaan. Sejauh ini, saya rasa tetap sesuai.

sankhittena pancupadanak-khandha dukkha artinya secara singkat, gugusan lima unsur(pancakhanda) penyebab kemelekatan adalah dukkha

pancakhanda adalah dukkha
pancakhanda penyebab kemelekatan adalah dukkha

apakah sama ?
jawaban saya : tidak sama.
kam sia
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: Reenzia on 15 June 2010, 09:26:13 PM
hehe klo diperhatikan dg baik postingan bro jerry...saya rasa sudah jelas...

Sedangkan Sang Buddha dengan solusi ajaran Jalan Tengahnya memang mengajarkan mengenai tidak ada diri (atta) tetapi bukan berarti tidak ada perbuatan dan akibat dari perbuatan.

atta pun tak ada bkn berarti benar2 tak ada, tapi relatif/mengalami perubahan/tidak kekal
atta muncul pun krn adanya LDM..dg padamnya LDM, maka tak ada atta...

makanya Sang Buddha mengajarkan kita hendaknya memadamkan LDM, bukannya menghilangkan atta
karena atta menjadi ada [tapi relatif] karena blm padamnya LDM

memadamkan rumah yg terbakar adalah dg memadamkan apinya bukan dg menghilangkan rumahnya

hahahahhahahhahahahahahahahahhahhahahhahahahahhahahahhahahahahhahahahahahahhaa
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: Nevada on 15 June 2010, 10:57:24 PM
Quote from: Kainyn_Kutho
Betul. Apa yang orang awam sebut sebagai "aku" adalah Panca Khanda dalam terminologi Buddhisme. Buddha mengatakan khanda inilah penderitaan. Sejauh ini, saya rasa tetap sesuai.

Istilah "aku" yang ditekankan dalam MMD adalah "aku sebagai pikiran yang belum berhenti". Dalam MMD, yang disebut penderitaan adalah "pikiran yang belum berhenti". MMD tidak pernah membahas fisik jasmani adalah penderitaan. Jadi secara tersirat, MMD menyatakan bahwa catukkhandha adalah penderitaan.


Quote from: Kainyn_Kutho
Ini yang memang sedikit rancu. Di kutipan Bro ryu dikatakan:
"[..]moha adalah ketidaktahuan bahwa aku ADALAH lobha dan dosa itu sendiri."
Dengan demikian, moha adalah sumber dari "aku" yang kemudian berlanjut pada lobha & moha. Ini pun saya lihat sesuai. Entah mengapa kemudian dikatakan di tempat lain "aku" sumber dari LDM.

Betul, ada banyak rancu di antara dua pernyataan Pak Hudoyo ini.


Quote from: Kainyn_Kutho
Ini dulu pernah kita bahas. Dalam Mulapariyaya Sutta, pikiran terbagi menjadi beberapa proses, bukan satu. Yang terhenti adalah proses kalau tidak salah namanya Manna'ti. Kalau hanya menghentikan semua pikiran, apalah bedanya dengan makhluk Asannasatta?

Ini namanya spekulasi. Dalam metode pengajaran MMD, Pak Hudoyo sebisa mungkin melepaskan konsep-konsep dan istilah-istilah yang ada dalam Buddhisme. Pak Hudoyo bahkan tidak pernah mengklaim bahwa pikiran yang hendak dihentikan dalam MMD adalah "mannati". Maka, jika kita berusaha menduga-duga tentang pikiran apa yang hendak dihentikan dalam MMD; itu artinya mem-Buddhis-kan MMD. Sama seperti analogi bila saya menuangkan paradigma bahwa hidup di jalan Allah sama dengan menjalani Pancasila.

Dan di dalam MMD, dikatakan bahwa pikiran memang bisa dihentikan (tidak ada proses pikiran, mungkin maksudnya tanpa konsepsi, tanpa perasaan; intinya tanpa lobha dan dosa). Namun di sisi lain, Jiddu Khrisnamurti menantang pada para praktisi untuk bisa menjalankan pikiran hanya ketika dibutuhkan; dan hal ini diseutujui oleh Pak Hudoyo. Singkatnya, di dalam konsep MMD, pikiran memang bisa berhenti total; kemudian bisa dijalankan lagi. Jadi tidak sama dengan makhluk asannatta (sekadar info, makhluk asannata pun makhluk yang hidup tanpa persepsi; bukan makhluk hidup dengan pikiran yang berhenti). 


Quote from: Kainyn_Kutho
Saya telah menjelaskan bahwa yang saya setujui adalah yang sebatas diposting Bro ryu. Tidak lebih dari itu. Seharusnya sudah terlihat bahwa saya mempertanyakan "darimana asalnya aku?" pada postingan sebelumnya.

Iya, saya sudah tahu itu. Saya pun sebenarnya tidak memprotes postingan Anda. Saya hanya menjelaskan bahwa dalam hal ini, MMD memiliki fondasi pandangan yang berbeda dengan Buddhisme Theravada.


Quote from: Kainyn_Kutho
Terima kasih sarannya. Yang saya utarakan adalah pendapat saya (yang mungkin kebetulan ada kesamaan dengan Pak Hudoyo). Saya tidak punya kepentingan menyama-nyamakan atau membeda-bedakan MMD & Buddhisme Theravada.
Bagi saya metoda MMD yang memang berdasarkan Sutta, adalah sesuai dengan Ajaran Buddha.
Namun saya tidak mengatakan semua opini yang berkembang di kalangan praktisinya lantas adalah sesuai dengan Ajaran Buddha.

Saya sudah tahu Anda tidak memiliki kepentingan atau agenda apapun mengenai hal ini. Saya pun tidak memiliki kepentingan atau agenda apapun untuk meng-counter Anda. Saya perlu menjelaskan ini supaya jangan ada salah paham. :)

Ada beberapa hal di MMD yang koheren dengan Buddhisme Theravada. Tetapi dalam hal ini, yakni pembahasan "Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!" serta turunan pernyataan-pernyataan Pak Hudoyo berikutnya; saya harus mengatakan bahwa itu berbeda dengan pandangan Buddhisme Theravada. Kalau Anda tidak percaya, tanyakanlah pada Pak Hudoyo apakah pernyataan-pernyataannya itu semua sesuai dengan Pali Kanon atau tidak.



Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: tesla on 15 June 2010, 11:25:29 PM
HUDOYO
Moha adalah ketidaktahuan bahwa aku adalah SUMBER dari lobha (keinginan) dan dosa (ketidaksenangan). Lebih jauh lagi, moha adalah ketidaktahuan bahwa aku ADALAH lobha dan dosa itu sendiri.
Jadi masalahnya bukan terletak pada MELEKATNYA aku, melainkan terletak pada AKU itu sendiri. Masalahnya bukan bagaimana menghilangkan kelekatan, tapi bagaimana aku ini bisa lenyap.

Demikianlah, aku tidak mungkin melenyapkan kelekatan dan penolakan, yang adalah dirinya sendiri! Agar kelekatan lenyap, aku harus berakhir.
Saya setuju dengan pendapat Pak Hudoyo di atas. Memang Moha tersebut yang membentuk persepsi "diri/atta/aku/ego". Dengan adanya persepsi "diri/atta/aku/ego" maka timbullah baik/jahat, timbullah yang harus dikembangkan, yang harus dihancurkan. Timbullah kemelekatan, timbullah kebencian.

Menurut Bro ryu, mananya yang keliru?

yg keliru adalah yg di bold biru (no-joking)
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: hendrako on 16 June 2010, 12:01:34 AM
HH sering mengutip pernyataan R. Descartes (mungkin dirasa sesuai dengan pemikiran beliau):

       "Cogito ergo sum."
                    v
"Aku berpikir, maka aku ada." >>>  atta  >>> pikiran dilekati sebagai aku
                    ^
                    X
                    v
    "Pikiran, bukan aku."          >>> anatta >>> pikiran adalah pikiran, bukan aku



Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: Adhitthana on 16 June 2010, 12:54:08 AM
Kalo pikiran & aku berhenti ..... avijja lenyap (menurut versi mmd)
gimana caranya pikiran bisa berhenti ??

pikiran berhenti = aku lenyap  ::) ??? >>>> LDM-pun lenyap  ::)
jadi siapakah "Aku"  :hammer:
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: Reenzia on 16 June 2010, 06:05:00 AM
HH sering mengutip pernyataan R. Descartes (mungkin dirasa sesuai dengan pemikiran beliau):

       "Cogito ergo sum."
                    v
"Aku berpikir, maka aku ada." >>>  atta  >>> pikiran dilekati sebagai aku
                    ^
                    X
                    v
    "Pikiran, bukan aku."          >>> anatta >>> pikiran adalah pikiran, bukan aku

melekat pada pikiran?
tidak berpikir berarti tidak melekat pada apapun...
let's to be idiot ;D
wehehee....
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: ryu on 16 June 2010, 07:22:45 AM
HUDOYO
Moha adalah ketidaktahuan bahwa aku adalah SUMBER dari lobha (keinginan) dan dosa (ketidaksenangan). Lebih jauh lagi, moha adalah ketidaktahuan bahwa aku ADALAH lobha dan dosa itu sendiri.
Jadi masalahnya bukan terletak pada MELEKATNYA aku, melainkan terletak pada AKU itu sendiri. Masalahnya bukan bagaimana menghilangkan kelekatan, tapi bagaimana aku ini bisa lenyap.

Demikianlah, aku tidak mungkin melenyapkan kelekatan dan penolakan, yang adalah dirinya sendiri! Agar kelekatan lenyap, aku harus berakhir.
Saya setuju dengan pendapat Pak Hudoyo di atas. Memang Moha tersebut yang membentuk persepsi "diri/atta/aku/ego". Dengan adanya persepsi "diri/atta/aku/ego" maka timbullah baik/jahat, timbullah yang harus dikembangkan, yang harus dihancurkan. Timbullah kemelekatan, timbullah kebencian.

Menurut Bro ryu, mananya yang keliru?

yg keliru adalah yg di bold biru (no-joking)
sy hanya mengutip perkataan2 dari pa Hudoyo. (no-joking)
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: ryu on 16 June 2010, 07:37:43 AM
Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Ajaran Buddha Universal (MMD)
Mohon di-sharing.
Pembahasan ini nanti menjurus ke topik tentang dualisme lagi (seperti pembahasan JMB8 - Satipatthana kemaren) ;D
Apa yang ingin Anda hubung2kan antara dualisme dengan LDM, sis ?

Tadi saya baca tentang “LDM tidak bermasalah”, jadi saya teringat tentang pembahasan kemaren:

1. dualisme: kembangkan yang baik, padamkan yang buruk
2. “melampaui dualisme”, tentang tidak ada baik/buruk.

Tapi setelah saya baca notes di link facebook yang diberikan bro Ryu, sy gak mau terlalu banyak komentar. Karena pemahaman saya masih dangkal tentang Vipassana dan bahkan saya belum bisa merumuskan apapun yang berasal dari pemahaman saya sendiri.

Notes tersebut adalah rumusan dari pemahaman beliau. Menurut saya, pemahaman seseorang adalah bersifat personal (hanya dia yang paling tau). Apalagi notes itu sangat singkat. Selain itu, pemahaman  yang dituangkan dalam bentuk kata-kata, mungkin bisa mendistorsi makna sebenarnya. Atau mungkin bisa disalahartikan oleh orang lain. Jadi saya belum bisa komentar tentang notes tersebut.

Tp ada penyataan di sana kira2 berbunyi (KALAU BELUM DIEDIT) :
"Semoga dibaca oleh smua umat buddha yg masih berkutat dgn LDM tnpa sadar itu bersumber dari 'aku'".
Jadi tersirat seakan2 ini benar. Yang lain tidak benar.
memang dibenarkan, LDM itu bukan masalah bagi MMD.
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: K.K. on 16 June 2010, 08:28:08 AM
yang satu nyari sendiri mana yang kotor yang kelihataan dan tidak kelihataan terus belajar bagaimana yah cara membersihkan terbaik atau menghilangkan kekotoran batin ini pake soda kue kah pake amonia kah pake jeruk nipis kah pake cuka kah pake soda api kah dll. (kalau ini misalnya eh ternyata wangi daun jeruk purut bisa mengusir serangga tertentu( misalnya semut) bisa di cobakah di tempat beras untuk menghilangkan kutu?)

yang biasa tuh kan tinggal ngikutin ajaran sang Buddha nih sini kotor gini ini loh cara bersihin nya nih tips dan trik membersihkan nya.( misalnya supaya beras di tempat beras tidak berkutu tebar daun jeruk purut yang di remas remas supaya tidak berkutu)
Sekadar info, Bodhisatta juga berkali-kali menjadi bhikkhu pada masa Buddha-Buddha sebelumnya. Jadi kalau dibilang "karena cari sendiri, maka lebih lama" saya pikir kurang tepat.
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: K.K. on 16 June 2010, 08:30:21 AM
Baiklah mungkin bro Kainyn belum begitu mengerti persoalan-persoalan seperti ini. Jadi akan saya jelaskan.

Lobha, dosa dan moha adalah fenomena batin yang muncul dan lenyap kembali disebabkan oleh kemelekatan pada hal-hal tertentu.
Alobha, adosa dan amoha merupakan sifat tidak terlalu melekat pada hal-hal tertentu kebalikan dari lobha, dosa dan moha.

Pada seseorang yang LDM nya masih tebal disebut sesuai dengan salah satu sifat yang dominan lobha atau dosa atau moha.

Bila LDMnya tidak terlalu tebal maka disebut alobha, adosa atau amoha tergantung sifat mana yang lebih dominan.

Selama alobha, adosa dan amoha masih berkondisi maka tentu saja masih timbul dan lenyap kembali, masih bersifat tidak memuaskan.

Dalam segala keadaan LDM selalu "tanpa aku". 

Semoga penjelasan saya dapat memuaskan bro Kainyn.
 
_/\_


.
Betul, saya belum mengerti hal ini dari sudut pandang Bro fabian. Terima kasih atas kesediaannya menjelaskan. Sejauh ini, saya juga sependapat.

 _/\_
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: K.K. on 16 June 2010, 08:31:25 AM
Quote
Yang ditekankan Pak Hudoyo dalam MMD adalah "menghentikan aku". Pak Hudoyo juga mengatakan bahwa "aku adalah penderitaan", yang jika di-Buddhis-kan maka "aku adalah dukkha".

Quote
Betul. Apa yang orang awam sebut sebagai "aku" adalah Panca Khanda dalam terminologi Buddhisme. Buddha mengatakan khanda inilah penderitaan. Sejauh ini, saya rasa tetap sesuai.

sankhittena pancupadanak-khandha dukkha artinya secara singkat, gugusan lima unsur(pancakhanda) penyebab kemelekatan adalah dukkha

pancakhanda adalah dukkha
pancakhanda penyebab kemelekatan adalah dukkha

apakah sama ?
jawaban saya : tidak sama.
kam sia

Jadi kalau menurut Bro Sukuhong, "aku" pada istilah awam, mengacu pada apa? Sesuatu di luar panca khanda?
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: K.K. on 16 June 2010, 09:00:21 AM
Istilah "aku" yang ditekankan dalam MMD adalah "aku sebagai pikiran yang belum berhenti". Dalam MMD, yang disebut penderitaan adalah "pikiran yang belum berhenti". MMD tidak pernah membahas fisik jasmani adalah penderitaan. Jadi secara tersirat, MMD menyatakan bahwa catukkhandha adalah penderitaan.
Secara tersirat memang begitu. Bukankah sering sekali saya bilang saya tidak setuju cara Pak Hudoyo menjelaskan walaupun saya setuju "makna" yang disampaikan?



Quote
Ini namanya spekulasi. Dalam metode pengajaran MMD, Pak Hudoyo sebisa mungkin melepaskan konsep-konsep dan istilah-istilah yang ada dalam Buddhisme. Pak Hudoyo bahkan tidak pernah mengklaim bahwa pikiran yang hendak dihentikan dalam MMD adalah "mannati". Maka, jika kita berusaha menduga-duga tentang pikiran apa yang hendak dihentikan dalam MMD; itu artinya mem-Buddhis-kan MMD. Sama seperti analogi bila saya menuangkan paradigma bahwa hidup di jalan Allah sama dengan menjalani Pancasila.
Bro Upasaka tidak pernah bahas hal demikian dengan Pak Hudoyo? Saya bahkan tahu istilah Pali "manna'ti" itu dari Pak Hudoyo lho.
Mengenai aplikasi metoda sebenar-benarnya dalam MMD, tentu saya tidak tahu karena tidak pernah ikut. Jadi no comment.


Quote
Dan di dalam MMD, dikatakan bahwa pikiran memang bisa dihentikan (tidak ada proses pikiran, mungkin maksudnya tanpa konsepsi, tanpa perasaan; intinya tanpa lobha dan dosa). Namun di sisi lain, Jiddu Khrisnamurti menantang pada para praktisi untuk bisa menjalankan pikiran hanya ketika dibutuhkan; dan hal ini diseutujui oleh Pak Hudoyo. Singkatnya, di dalam konsep MMD, pikiran memang bisa berhenti total; kemudian bisa dijalankan lagi. Jadi tidak sama dengan makhluk asannatta (sekadar info, makhluk asannata pun makhluk yang hidup tanpa persepsi; bukan makhluk hidup dengan pikiran yang berhenti).
Seingat saya dalam satu bahasan, Pak Hudoyo mengatakan pikiran yang terus-menerus membentuk konsep itu yang diberhentikan. Itu bisa terjadi dalam mengerjakan kegiatan sehari-hari yang tidak memerlukan proses intelektual. Ketika memerlukan proses tersebut, maka kemudian bergerak lagi. Jadi bukan pula seperti yang dikatakan Bro Upasaka.


Quote
Iya, saya sudah tahu itu. Saya pun sebenarnya tidak memprotes postingan Anda. Saya hanya menjelaskan bahwa dalam hal ini, MMD memiliki fondasi pandangan yang berbeda dengan Buddhisme Theravada.
Kalau ini saya juga no comment. Sesama "Buddhist Theravada", sesama guru meditasi pun banyak memiliki pandangan saling berbeda. Buat saya, selama orang memiliki niat mulia berusaha melepaskan diri dari dukkha, apa pun metode-nya, seberapa pun kekurangannya, bagaimana pun pandangan salahnya, saya tetap menghargainya sebagai siswa Buddha.



Quote
Saya sudah tahu Anda tidak memiliki kepentingan atau agenda apapun mengenai hal ini. Saya pun tidak memiliki kepentingan atau agenda apapun untuk meng-counter Anda. Saya perlu menjelaskan ini supaya jangan ada salah paham. :)
OK :)


Quote
Ada beberapa hal di MMD yang koheren dengan Buddhisme Theravada. Tetapi dalam hal ini, yakni pembahasan "Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!" serta turunan pernyataan-pernyataan Pak Hudoyo berikutnya; saya harus mengatakan bahwa itu berbeda dengan pandangan Buddhisme Theravada. Kalau Anda tidak percaya, tanyakanlah pada Pak Hudoyo apakah pernyataan-pernyataannya itu semua sesuai dengan Pali Kanon atau tidak.
Ada persamaan, ada perbedaan.
Itu adalah pengalaman mereka pribadi yang mungkin tadinya terjebak pada konsep "LDM" lalu mendapat kemajuan lewat menyadari ke-aku-an. Saya pikir  itu mungkin dan memang valid bagi diri mereka sendiri.
Jika ada pula orang yang tadinya melekat pada konsep "aku" lalu mendapat kemajuan lewat metode "LDM", maka menurut saya lagi-lagi itu juga mungkin dan valid bagi dirinya sendiri.
Karena itu yang saya tidak cocok adalah cara penyampaiannya saja yang seolah-olah metode lain terjebak berputar-putar, sedangkan metode sendiri membebaskan. Padahal sebetulnya tanpa benar-benar menyadari hakikatnya sendiri, apakah menganut metode "LDM" atau "aku", tetap saja berputar-putar. Yang satu menghancurkan LDM satu dengan mengembangkan LDM lain; satunya lagi meruntuhkan si aku dengan membangun aku yang tanpa aku. Apakah salah satunya lebih baik? Bagi saya tidak sama sekali.

Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: K.K. on 16 June 2010, 09:01:57 AM
HUDOYO
Moha adalah ketidaktahuan bahwa aku adalah SUMBER dari lobha (keinginan) dan dosa (ketidaksenangan). Lebih jauh lagi, moha adalah ketidaktahuan bahwa aku ADALAH lobha dan dosa itu sendiri.
Jadi masalahnya bukan terletak pada MELEKATNYA aku, melainkan terletak pada AKU itu sendiri. Masalahnya bukan bagaimana menghilangkan kelekatan, tapi bagaimana aku ini bisa lenyap.

Demikianlah, aku tidak mungkin melenyapkan kelekatan dan penolakan, yang adalah dirinya sendiri! Agar kelekatan lenyap, aku harus berakhir.
Saya setuju dengan pendapat Pak Hudoyo di atas. Memang Moha tersebut yang membentuk persepsi "diri/atta/aku/ego". Dengan adanya persepsi "diri/atta/aku/ego" maka timbullah baik/jahat, timbullah yang harus dikembangkan, yang harus dihancurkan. Timbullah kemelekatan, timbullah kebencian.

Menurut Bro ryu, mananya yang keliru?

yg keliru adalah yg di bold biru (no-joking)
Jadi itu kutipan dari mana, Bro tesla?
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: ryu on 16 June 2010, 09:47:51 AM
HUDOYO
Moha adalah ketidaktahuan bahwa aku adalah SUMBER dari lobha (keinginan) dan dosa (ketidaksenangan). Lebih jauh lagi, moha adalah ketidaktahuan bahwa aku ADALAH lobha dan dosa itu sendiri.
Jadi masalahnya bukan terletak pada MELEKATNYA aku, melainkan terletak pada AKU itu sendiri. Masalahnya bukan bagaimana menghilangkan kelekatan, tapi bagaimana aku ini bisa lenyap.

Demikianlah, aku tidak mungkin melenyapkan kelekatan dan penolakan, yang adalah dirinya sendiri! Agar kelekatan lenyap, aku harus berakhir.
Saya setuju dengan pendapat Pak Hudoyo di atas. Memang Moha tersebut yang membentuk persepsi "diri/atta/aku/ego". Dengan adanya persepsi "diri/atta/aku/ego" maka timbullah baik/jahat, timbullah yang harus dikembangkan, yang harus dihancurkan. Timbullah kemelekatan, timbullah kebencian.

Menurut Bro ryu, mananya yang keliru?
saya tidak setuju dengan yang di bold, coba baca sakka panha sutta di digha nikaya, Buddha mengatakan ada hal2 yang patut di kejar dan ada hal yang harus di hindari untuk mencapai tujuan.
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: K.K. on 16 June 2010, 10:13:59 AM
Saya setuju dengan pendapat Pak Hudoyo di atas. Memang Moha tersebut yang membentuk persepsi "diri/atta/aku/ego". Dengan adanya persepsi "diri/atta/aku/ego" maka timbullah baik/jahat, timbullah yang harus dikembangkan, yang harus dihancurkan. Timbullah kemelekatan, timbullah kebencian.

Menurut Bro ryu, mananya yang keliru?
saya tidak setuju dengan yang di bold, coba baca sakka panha sutta di digha nikaya, Buddha mengatakan ada hal2 yang patut di kejar dan ada hal yang harus di hindari untuk mencapai tujuan.

Bro ryu, bagi seorang yang sudah tidak memiliki lagi moha/atta/diri/ego/apa pun istilahnya, tidak ada lagi yang (perlu) dikembangkan/dihancurkan. Itulah sebabnya mereka disebut asekkha puggala (makhluk yang tidak berlatih). 

Penjelasan singkat dari saya begini:
1. Tidak lagi dikekang kebodohan bathin (=Arahat), tidak ada lagi yang perlu dikembangkan/dihancurkan.
2. Masih dikekang kebodohan bathin (belum Arahat):
 a. Dalam vipassana, mengarahkan kesadaran melihat apa adanya, tidak ada yang dikembangkan/dihancurkan.
 b. Di luar vipassana, karena masih dikekang kebodohan bathin, masih terbelenggu kelahiran, tentu ada yang dikembangkan/dihancurkan agar terlahir tidak di alam menderita, misalnya.


Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: Nevada on 16 June 2010, 10:17:50 AM
Quote from: Kainyn_Kutho
Secara tersirat memang begitu. Bukankah sering sekali saya bilang saya tidak setuju cara Pak Hudoyo menjelaskan walaupun saya setuju "makna" yang disampaikan?

Anda memang sering sekali mengatakan tidak setuju dengan cara Pak Hudoyo menjelaskan suatu hal. Saya pikir Anda juga setuju kalau apa yang Pak Hudoyo jelaskan ini tidak sesuai dengan Buddhisme Theravada.


Quote from: Kainyn_Kutho
Bro Upasaka tidak pernah bahas hal demikian dengan Pak Hudoyo? Saya bahkan tahu istilah Pali "manna'ti" itu dari Pak Hudoyo lho.
Mengenai aplikasi metoda sebenar-benarnya dalam MMD, tentu saya tidak tahu karena tidak pernah ikut. Jadi no comment.

Oh, begitu. Terimakasih atas koreksinya.

Bisakah Bro Kainyn memberi referensi Sutta atau komentar mengenai penjelasan "mannati" dalam Buddhisme Theravada? Saya ingin mendalaminya dahulu sebelum berkomentar lebih jauh.


Quote from: Kainyn_Kutho
Seingat saya dalam satu bahasan, Pak Hudoyo mengatakan pikiran yang terus-menerus membentuk konsep itu yang diberhentikan. Itu bisa terjadi dalam mengerjakan kegiatan sehari-hari yang tidak memerlukan proses intelektual. Ketika memerlukan proses tersebut, maka kemudian bergerak lagi. Jadi bukan pula seperti yang dikatakan Bro Upasaka.

Kalau untuk hal ini, kita perlu referensi jelas mengenai definisi "pikiran berhenti" di MMD. Kalau saya tidak punya referensinya, jadi sebatas intepretasi dari apa yang pernah saya baca. Dan saya sendiri sudah lupa di mana referensi yang pernah saya baca itu. Jadi kalau kita belum punya referensi faktual mengenai "pikiran berhenti" di MMD, kita sulit melanjutkan pembahasan yang satu ini.


Quote from: Kainyn_Kutho
Kalau ini saya juga no comment. Sesama "Buddhist Theravada", sesama guru meditasi pun banyak memiliki pandangan saling berbeda. Buat saya, selama orang memiliki niat mulia berusaha melepaskan diri dari dukkha, apa pun metode-nya, seberapa pun kekurangannya, bagaimana pun pandangan salahnya, saya tetap menghargainya sebagai siswa Buddha.

Pandangan antar sesama "Buddhist Theravada" maupun antar guru meditasi mungkin saling berbeda. Namun fondasinya tetap Buddhisme Theravada. Sedangkan MMD yang diajarkan Pak Hudoyo adalah metode yang berbasis pandangan Khrisnamurti, kemudian dikembangkan dengan intepretasi pribadi seorang Bapak Hudoyo Hupudio, dan menggunakan beberapa penggalan metode meditasi Buddhisme Theravada yang disadur ulang oleh Bapak Hudoyo sendiri dengan berbagai cara.

Buat saya, selama orang memiliki niat untuk melepaskan diri dari dukkha, apapun metodenya, seberapa pun kekurangannya, bagaimanapun pandangan salahnya, saya menghargainya sebagai "bhikkhu". Tetapi saya tidak menganggap semua orang yang memiliki niat untuk melepaskan diri dari dukkha adalah siswa Sang Buddha. Mengapa? Sebab saya pikir Purana Kassapa, Makkhali Gosala, Ajita Kesakambala, Pakudha Kaccayana, Nigantha Nataputta, Sanjaya Vellathaputta, para petapa Jainisme, pemeluk Agama Hindu, serta Jiddu Khrisnamurti; bukanlah siswa Sang Buddha meskipun mereka memiliki niat untuk lepas dari dukkha.


Quote from: Kainyn_Kutho
Ada persamaan, ada perbedaan.
Itu adalah pengalaman mereka pribadi yang mungkin tadinya terjebak pada konsep "LDM" lalu mendapat kemajuan lewat menyadari ke-aku-an. Saya pikir  itu mungkin dan memang valid bagi diri mereka sendiri.
Jika ada pula orang yang tadinya melekat pada konsep "aku" lalu mendapat kemajuan lewat metode "LDM", maka menurut saya lagi-lagi itu juga mungkin dan valid bagi dirinya sendiri.
Karena itu yang saya tidak cocok adalah cara penyampaiannya saja yang seolah-olah metode lain terjebak berputar-putar, sedangkan metode sendiri membebaskan. Padahal sebetulnya tanpa benar-benar menyadari hakikatnya sendiri, apakah menganut metode "LDM" atau "aku", tetap saja berputar-putar. Yang satu menghancurkan LDM satu dengan mengembangkan LDM lain; satunya lagi meruntuhkan si aku dengan membangun aku yang tanpa aku. Apakah salah satunya lebih baik? Bagi saya tidak sama sekali.


Tentu semua hal jika dibandingkan masing-masing memiliki persamaan dan perbedaannya. Karena itu kita tidak bisa melihat secara garis besar, tapi kita harus melihat dan membandingkannya dari skala yang paling fundamental.

Penjelasan Sang Buddha bahwa akar kejahatan adalah LDM itu bukan keliru. Jika ada siswa yang malah jadi melekat untuk mengikis LDM, itu adalah kesalahan pandangannya. Penjelasan Pak Hudoyo bahwa akar kejahatan adalah "aku" itu tidak masalah, asalkan jangan dinyatakan bahwa inilah makna sesungguhnya di Buddhisme (Theravada). Maksudnya, kalau Pak Hudoyo mau membuat term baru, silakan saja. Tetapi jangan mengklaim seolah-olah inilah makna di Buddhisme sesungguhnya, dan LDM itu buatan oknum Buddhisme.

Kembali ke masalah "akar kejahatan adalah aku", penjelasan itu pun sebenarnya keliru dalam pandangan Buddhisme. Bagaimana mungkin di satu sisi Buddhisme mengusung doktrin anatta, namun di sisi lain mengusung bahwa ada "aku". Ujung-ujungnya pasti kontradiktif. Kecuali Pak Hudoyo menghapus doktrin anatta dalam pengajarannya agar tidak berbau kontradiksi. Tetapi dengan mengambil langkah ini, justru muncullah bau kontroversi. Dengan kata lain, Pak Hudoyo barusan membongkar-pasang Buddhisme untuk kemudian mempopulerkan ajarannya sendiri yang diklaim sebagai Ajaran Buddhisme Universal yang sesungguhnya.

Bila ada orang yang mendapat manfaat dengan penjelasan "aku adalah akar kejahatan" setelah sekian lama tersesat karena LDM, maka itu baik. Tapi saya ragu dia bisa menembus Dhamma. Perlu diingat, setiap kemajuan (progesivitas) tidak selalu maju ke arah keberhasilan. Sebab ada kalanya jalan di depan pun ujungnya adalah "gang buntu".

Mungkin ini sudah terlalu panjang... Sebagai sedikit renungan, Sang Buddha selalu mengajarkan "ada dukkha". Andaikan saja ada orang begitu melekat dengan "ada dukkha" ini, kemudian dia pun menjadi terobsesi untuk menggenggam pandangan "hidup ini dukkha" setiap saat. Kemudian suatu hari, saya menjadi seorang penceramah dan mengajarkan ajaran baru yang saya namakan Buddhisme Universal Versi 2.2. Saya mengajarkan bahwa "ada kebahagiaan yang tertunda". Lalu orang tersebut tersadarkan dan akhirnya cocok dengan pandangan saya, sehingga dia menggenggam bahwa "hidup ini adalah kebahagiaan yang tertunda" setiap saat. Menurut Anda, apakah "kemajuan" yang dia dapatkan akan membawanya lebih dekat pada perealisasian akhir?
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: Nevada on 16 June 2010, 10:20:57 AM
Saya setuju dengan pendapat Pak Hudoyo di atas. Memang Moha tersebut yang membentuk persepsi "diri/atta/aku/ego". Dengan adanya persepsi "diri/atta/aku/ego" maka timbullah baik/jahat, timbullah yang harus dikembangkan, yang harus dihancurkan. Timbullah kemelekatan, timbullah kebencian.

Menurut Bro ryu, mananya yang keliru?
saya tidak setuju dengan yang di bold, coba baca sakka panha sutta di digha nikaya, Buddha mengatakan ada hal2 yang patut di kejar dan ada hal yang harus di hindari untuk mencapai tujuan.

Bro ryu, bagi seorang yang sudah tidak memiliki lagi moha/atta/diri/ego/apa pun istilahnya, tidak ada lagi yang (perlu) dikembangkan/dihancurkan. Itulah sebabnya mereka disebut asekkha puggala (makhluk yang tidak berlatih). 

Penjelasan singkat dari saya begini:
1. Tidak lagi dikekang kebodohan bathin (=Arahat), tidak ada lagi yang perlu dikembangkan/dihancurkan.
2. Masih dikekang kebodohan bathin (belum Arahat):
 a. Dalam vipassana, mengarahkan kesadaran melihat apa adanya, tidak ada yang dikembangkan/dihancurkan.
 b. Di luar vipassana, karena masih dikekang kebodohan bathin, masih terbelenggu kelahiran, tentu ada yang dikembangkan/dihancurkan agar terlahir tidak di alam menderita, misalnya.

Kata mengikis atau menghancurkan LDM (hal-hal buruk) itu kesannya negatif sekali yah... Sebenarnya yang diajarkan Sang Buddha adalah "melepas". Melepas apakah itu? Melepaskan LDM (hal-hal buruk) itulah yang dimaksud. Ketika LDM dilepaskan, saat itu juga a-LDM yang dikembangkan. Satu dayung, dua pulau terlampaui. Hanya sesederhana itu.
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: K.K. on 16 June 2010, 10:36:52 AM
Kata mengikis atau menghancurkan LDM (hal-hal buruk) itu kesannya negatif sekali yah... Sebenarnya yang diajarkan Sang Buddha adalah "melepas". Melepas apakah itu? Melepaskan LDM (hal-hal buruk) itulah yang dimaksud. Ketika LDM dilepaskan, saat itu juga a-LDM yang dikembangkan. Satu dayung, dua pulau terlampaui. Hanya sesederhana itu.
Bro Upasaka, saya mau tanya pendapatnya. Apakah Buddha mengajarkan Satipatthana: a. Ketika hal kusala muncul, kenali sebagai kusala; ketika hal akusala muncul, kenali sebagai akusala; ataukah b. ketika kusala muncul, kembangkan; ketika hal akusala muncul, lepaskan.

Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: Nevada on 16 June 2010, 10:44:40 AM
Bro Upasaka, saya mau tanya pendapatnya. Apakah Buddha mengajarkan Satipatthana: a. Ketika hal kusala muncul, kenali sebagai kusala; ketika hal akusala muncul, kenali sebagai akusala; ataukah b. ketika kusala muncul, kembangkan; ketika hal akusala muncul, lepaskan.
Ketika Sang Buddha mengajarkan Satipatthana, Sang Buddha mengajarkan untuk melihat bagimana fenomena di pancakkhandha ini timbul, berlangsung dan tenggelam kembali.
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: K.K. on 16 June 2010, 11:10:33 AM
Anda memang sering sekali mengatakan tidak setuju dengan cara Pak Hudoyo menjelaskan suatu hal. Saya pikir Anda juga setuju kalau apa yang Pak Hudoyo jelaskan ini tidak sesuai dengan Buddhisme Theravada.
Pada bahasan yang menjadi TS, menurut saya memang sudah sedikit keluar jalur.

Quote
Bisakah Bro Kainyn memberi referensi Sutta atau komentar mengenai penjelasan "mannati" dalam Buddhisme Theravada? Saya ingin mendalaminya dahulu sebelum berkomentar lebih jauh.
Majjhima Nikaya, 1.  Mulapariyaya Sutta.

Quote
Kalau untuk hal ini, kita perlu referensi jelas mengenai definisi "pikiran berhenti" di MMD. Kalau saya tidak punya referensinya, jadi sebatas intepretasi dari apa yang pernah saya baca. Dan saya sendiri sudah lupa di mana referensi yang pernah saya baca itu. Jadi kalau kita belum punya referensi faktual mengenai "pikiran berhenti" di MMD, kita sulit melanjutkan pembahasan yang satu ini.
Hal ini pernah dibahas di DC dalam salah satu thread. Tapi karena sebegitu banyak thread mengenai MMD, saya jujur enggan untuk mencarinya. Saya juga malas untuk memperpanjang pembahasan mengenai ini, hanya menyinggungnya saja karena saya pikir Bro Upasaka belum sempat baca penjelasan "pikiran" itu.

Quote
Pandangan antar sesama "Buddhist Theravada" maupun antar guru meditasi mungkin saling berbeda. Namun fondasinya tetap Buddhisme Theravada. Sedangkan MMD yang diajarkan Pak Hudoyo adalah metode yang berbasis pandangan Khrisnamurti, kemudian dikembangkan dengan intepretasi pribadi seorang Bapak Hudoyo Hupudio, dan menggunakan beberapa penggalan metode meditasi Buddhisme Theravada yang disadur ulang oleh Bapak Hudoyo sendiri dengan berbagai cara.
Sejauh yang saya lihat sesuai dengan Ajaran Buddha, akan saya katakan demikian. Tidak lebih, tidak kurang. Demikian pula sikap saya terhadap semua orang.

Quote
Buat saya, selama orang memiliki niat untuk melepaskan diri dari dukkha, apapun metodenya, seberapa pun kekurangannya, bagaimanapun pandangan salahnya, saya menghargainya sebagai "bhikkhu". Tetapi saya tidak menganggap semua orang yang memiliki niat untuk melepaskan diri dari dukkha adalah siswa Sang Buddha. Mengapa? Sebab saya pikir Purana Kassapa, Makkhali Gosala, Ajita Kesakambala, Pakudha Kaccayana, Nigantha Nataputta, Sanjaya Vellathaputta, para petapa Jainisme, pemeluk Agama Hindu, serta Jiddu Khrisnamurti; bukanlah siswa Sang Buddha meskipun mereka memiliki niat untuk lepas dari dukkha.
Betul. Saya koreksi, jika seseorang berusaha melepaskan diri dari dukkha dengan panduan dari Ajaran Buddha, saya sebut siswa Buddha. Selama Pak Hudoyo memegang teguh Bahiya Sutta & Mulapariyaya Sutta tanpa diubah-ubah, saya anggap sebagai siswa Buddha. Mengenai aplikasinya apakah terpengaruh ajaran lain (J.K./Tao/lainnya), selama tidak manganulir inti dari Ajaran Buddha, saya pikir itu hanya keterkondisian saja. 

Quote
Tentu semua hal jika dibandingkan masing-masing memiliki persamaan dan perbedaannya. Karena itu kita tidak bisa melihat secara garis besar, tapi kita harus melihat dan membandingkannya dari skala yang paling fundamental.

Penjelasan Sang Buddha bahwa akar kejahatan adalah LDM itu bukan keliru. Jika ada siswa yang malah jadi melekat untuk mengikis LDM, itu adalah kesalahan pandangannya. Penjelasan Pak Hudoyo bahwa akar kejahatan adalah "aku" itu tidak masalah, asalkan jangan dinyatakan bahwa inilah makna sesungguhnya di Buddhisme (Theravada). Maksudnya, kalau Pak Hudoyo mau membuat term baru, silakan saja. Tetapi jangan mengklaim seolah-olah inilah makna di Buddhisme sesungguhnya, dan LDM itu buatan oknum Buddhisme.
Betul. Karena dengan mengatakan hal tersebut, seolah-olah pengajar Theravada lain yang mengajarkan dengan term berbeda adalah salah.

Quote
Kembali ke masalah "akar kejahatan adalah aku", penjelasan itu pun sebenarnya keliru dalam pandangan Buddhisme. Bagaimana mungkin di satu sisi Buddhisme mengusung doktrin anatta, namun di sisi lain mengusung bahwa ada "aku". Ujung-ujungnya pasti kontradiktif. Kecuali Pak Hudoyo menghapus doktrin anatta dalam pengajarannya agar tidak berbau kontradiksi. Tetapi dengan mengambil langkah ini, justru muncullah bau kontroversi. Dengan kata lain, Pak Hudoyo barusan membongkar-pasang Buddhisme untuk kemudian mempopulerkan ajarannya sendiri yang diklaim sebagai Ajaran Buddhisme Universal yang sesungguhnya.
Bila ada orang yang mendapat manfaat dengan penjelasan "aku adalah akar kejahatan" setelah sekian lama tersesat karena LDM, maka itu baik. Tapi saya ragu dia bisa menembus Dhamma. Perlu diingat, setiap kemajuan (progesivitas) tidak selalu maju ke arah keberhasilan. Sebab ada kalanya jalan di depan pun ujungnya adalah "gang buntu".
Seperti pernah saya sarankan pada Bro bond, saya sarankan Bro Upasaka untuk berdiskusi atau setidaknya menghadiri pembabaran dhamma oleh Bhante Pannavaro karena Bhante menggunakan istilah seperti di MMD, termasuk "aku". Biasanya Bhante menjelaskan dengan baik definisi "aku" di sana.

Quote
Mungkin ini sudah terlalu panjang... Sebagai sedikit renungan, Sang Buddha selalu mengajarkan "ada dukkha". Andaikan saja ada orang begitu melekat dengan "ada dukkha" ini, kemudian dia pun menjadi terobsesi untuk menggenggam pandangan "hidup ini dukkha" setiap saat. Kemudian suatu hari, saya menjadi seorang penceramah dan mengajarkan ajaran baru yang saya namakan Buddhisme Universal Versi 2.2. Saya mengajarkan bahwa "ada kebahagiaan yang tertunda". Lalu orang tersebut tersadarkan dan akhirnya cocok dengan pandangan saya, sehingga dia menggenggam bahwa "hidup ini adalah kebahagiaan yang tertunda" setiap saat. Menurut Anda, apakah "kemajuan" yang dia dapatkan akan membawanya lebih dekat pada perealisasian akhir?
Saya tidak bisa menilai suatu ajaran lewat kulitnya. Saya juga tidak bisa menilai kemajuan bathin orang lain. Jadi saya tidak bisa jawab. Kadang Buddha bilang "hidup adalah dukkha", kadang pula "mengiming-imingi" "nibbana adalah kebahagiaan tertinggi". Sebentar seolah-olah meninggalkan dukkha, sebentar seolah-olah mengejar kebahagiaan. Yang sejatinya memahami fenomena tersebut secara pasti, saya percaya hanyalah seorang Samma-Sambuddha.
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: K.K. on 16 June 2010, 11:25:32 AM
Bro Upasaka, saya mau tanya pendapatnya. Apakah Buddha mengajarkan Satipatthana: a. Ketika hal kusala muncul, kenali sebagai kusala; ketika hal akusala muncul, kenali sebagai akusala; ataukah b. ketika kusala muncul, kembangkan; ketika hal akusala muncul, lepaskan.
Ketika Sang Buddha mengajarkan Satipatthana, Sang Buddha mengajarkan untuk melihat bagimana fenomena di pancakkhandha ini timbul, berlangsung dan tenggelam kembali.
Jika timbul, diketahui sebagai timbul. Jika berlangsung diketahui berlangsung. Jika tenggelam diketahui tenggelam.

Demikianlah Sang Buddha tidak mengajarkan kalau yang baik tidak muncul, diusahakan muncul; jika yang baik sudah muncul dipertahankan muncul; jika yang buruk ada, diusahakan tenggelam; jika yang buruk belum muncul, ditahan agar tidak muncul.

Demikianlah tidak adanya relevansi antara Usaha Benar dalam Vipassana, yang otomatis tidak ada pengembangan dan penghancuran di sana.

Saya menyinggung A-LDM dengan Bro fabian untuk membahas bahwa A-LDM adalah juga tidak kekal/Anicca. Menghentikan kelahiran kembali adalah bukan dengan mengembangkan atau menghancurkan yang tidak kekal, tetapi dengan menyadari hakikat fenomena apa adanya yang adalah tidak kekal. Dengan menyadari hakikat fenomena tersebut, maka ia (khanda) tidak lagi berdiam di mana pun. Tidak lagi ditopang landasan mana pun. Itulah Nibbana menurut saya dari yang saya pelajari selama ini.
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: Nevada on 16 June 2010, 12:06:25 PM
Quote from: Kainyn_Kutho
Pada bahasan yang menjadi TS, menurut saya memang sudah sedikit keluar jalur.
Demikianlah.


Quote from: Kainyn_Kutho
Majjhima Nikaya, 1.  Mulapariyaya Sutta.
Sutta-nya panjang, tidak? Kalau berkenan, tolong dipostingkan di sini, Bro. Supaya teman-teman juga bisa membacanya.


Quote from: Kainyn_Kutho
Hal ini pernah dibahas di DC dalam salah satu thread. Tapi karena sebegitu banyak thread mengenai MMD, saya jujur enggan untuk mencarinya. Saya juga malas untuk memperpanjang pembahasan mengenai ini, hanya menyinggungnya saja karena saya pikir Bro Upasaka belum sempat baca penjelasan "pikiran" itu.
Ya, sudah.


Quote from: Kainyn_Kutho
Sejauh yang saya lihat sesuai dengan Ajaran Buddha, akan saya katakan demikian. Tidak lebih, tidak kurang. Demikian pula sikap saya terhadap semua orang.
MMD mengajarkan kita untuk terlepas dari penderitaan; Ajaran Sang Buddha juga mengajarkan kita untuk terlepas dari penderitaan. MMD menyatakan penderitaan adalah pikiran yang belum berhenti; Ajaran Sang Buddha menyatakan penderitaan adalah karekteristik dari segala sesuatu yang bersyarat.

Jadi apa yang Anda lihat dari hal ini?


Quote from: Kainyn_Kutho
Betul. Saya koreksi, jika seseorang berusaha melepaskan diri dari dukkha dengan panduan dari Ajaran Buddha, saya sebut siswa Buddha. Selama Pak Hudoyo memegang teguh Bahiya Sutta & Mulapariyaya Sutta tanpa diubah-ubah, saya anggap sebagai siswa Buddha. Mengenai aplikasinya apakah terpengaruh ajaran lain (J.K./Tao/lainnya), selama tidak manganulir inti dari Ajaran Buddha, saya pikir itu hanya keterkondisian saja.
Saya setuju, orang yang menerapkan panduan Ajaran Sang Buddha untuk lepas dari dukkha adalah siswa Sang Buddha. Namun jika panduannya dimodifikasi agar selaras dengan panduan dari ajaran guru lain; menurut saya ini namanya "kreativitas".


Quote from: Kainyn_Kutho
Betul. Karena dengan mengatakan hal tersebut, seolah-olah pengajar Theravada lain yang mengajarkan dengan term berbeda adalah salah.
Demikianlah yang dimaksud oleh Pak Hudoyo: "Yang lain salah, hanya MMD yang universal dan benar".


Quote from: Kainyn_Kutho
Seperti pernah saya sarankan pada Bro bond, saya sarankan Bro Upasaka untuk berdiskusi atau setidaknya menghadiri pembabaran dhamma oleh Bhante Pannavaro karena Bhante menggunakan istilah seperti di MMD, termasuk "aku". Biasanya Bhante menjelaskan dengan baik definisi "aku" di sana.
Terimakasih atas sarannya. Saya sudah pernah mendengar ceramah beliau, dan seingat saya; saya pun tidak terlalu setuju dengan penjelasan beliau. Terlalu ambigu.


Quote from: Kainyn_Kutho
Saya tidak bisa menilai suatu ajaran lewat kulitnya. Saya juga tidak bisa menilai kemajuan bathin orang lain. Jadi saya tidak bisa jawab. Kadang Buddha bilang "hidup adalah dukkha", kadang pula "mengiming-imingi" "nibbana adalah kebahagiaan tertinggi". Sebentar seolah-olah meninggalkan dukkha, sebentar seolah-olah mengejar kebahagiaan. Yang sejatinya memahami fenomena tersebut secara pasti, saya percaya hanyalah seorang Samma-Sambuddha.
Saya juga tidak bisa menilai suatu ajaran lewat kulitnya. Tetapi saya bisa menggunakan akal sehat untuk menimbangnya. Kalau saya tidak menimbang ajaran-ajaran yang ada, saya tidak mungkin memakai nick upasaka.

Menggunakan argumen "tidak mampu menilai suatu ajaran lewat kulitnya" hanya akan membuat kita meyakini semua ajaran adalah benar. Sebab jika kita tidak bisa melihat kesalahan yang ada di setiap ajaran, kita hanya bisa menilai semuanya mungkin benar.
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: Nevada on 16 June 2010, 12:06:31 PM
Jika timbul, diketahui sebagai timbul. Jika berlangsung diketahui berlangsung. Jika tenggelam diketahui tenggelam.

Demikianlah Sang Buddha tidak mengajarkan kalau yang baik tidak muncul, diusahakan muncul; jika yang baik sudah muncul dipertahankan muncul; jika yang buruk ada, diusahakan tenggelam; jika yang buruk belum muncul, ditahan agar tidak muncul.

Demikianlah tidak adanya relevansi antara Usaha Benar dalam Vipassana, yang otomatis tidak ada pengembangan dan penghancuran di sana.

Saya menyinggung A-LDM dengan Bro fabian untuk membahas bahwa A-LDM adalah juga tidak kekal/Anicca. Menghentikan kelahiran kembali adalah bukan dengan mengembangkan atau menghancurkan yang tidak kekal, tetapi dengan menyadari hakikat fenomena apa adanya yang adalah tidak kekal. Dengan menyadari hakikat fenomena tersebut, maka ia (khanda) tidak lagi berdiam di mana pun. Tidak lagi ditopang landasan mana pun. Itulah Nibbana menurut saya dari yang saya pelajari selama ini.

Ini pembahasan klise. Oleh karena itu, akan saya ulangi lagi di sini... Ketika melaksanakan meditasi untuk mencapai Pencerahan, tentu saja yang harus dilakukan adalah mengamati segala fenomena (timbul-berlangsung-tenggelam). Ketika melaksanakan meditasi, maka yang dilakukan adalah bermeditasi.

Daya-upaya Benar memiliki definisi mengembangkan hal yang bermanfaat dan mengikis hal yang tidak bermanfaat. Belakangan ini diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai "mengembangkan hal yang baik, dan mengikis hal yang buruk". Ini salah penerjemahan. Menjalankan Daya-upaya Benar bisa dilaksanakan di luar meditasi; juga bisa dilakukan saat bermeditasi. Mengembangkan jhana untuk memudahkan pencapaian meditatif merupakan salah satu hal bermanfaat yang dikembangkan. Mengikis kekotoran batin dengan cara menyadari timbul-berlangsung-tenggelamnya nafsu itu merupakan salah satu praktik mengikis hal yang tidak bermanfaat. Lalu di mana irelevansinya?

Saya juga tahu maksud pertanyaan Anda pada Bro Fabian...

Anda mengatakan a-LDM juga tidak kekal. Ini a-LDM yang mana? Apakah a-LDM sebagai lawan dari kondisi batin LDM? Iya, saya juga setuju. Tapi kalau maksudnya a-LDM adalah kondisi batin yang tidak diliputi a-LDM, saya tidak setuju kalau dinyatakan tidak kekal.

Banyak pendapat seputar paradoks dualitas antara LDM dan a-LDM. Menurut saya, LDM memang anicca. Kondisi batin putthujana juga bisa dalam keadaan a-LDM, tapi juga anicca. Namun para Arahanta yang sudah lepas dari kondisi LDM, jelas berada dalam kondisi a-LDM; dan keadaannya bukan anicca. Sebab LDM bisa muncul disebabkan oleh avijja. Jika penyebabnya sudah tidak ada, LDM pun tidak akan muncul lagi. Tidak ada penyebab, maka tidak akan ada akibat. Jika tidak ada penyebab, maka tidak akan terbentuk, tidak mengalami perubahan, dan tidak akan musnah. Dengan kata lain, a-LDM ini bukan anicca.

Mengetahui bahwa segala sesuatu yang bersyarat (timbul-berlangsung-tenggelam) adalah tidak kekal, dan karena tidak kekal akan membawa ketidak-puasan; sehingga tidak layak untuk dilekati sebagai "aku" atau "diriku"; maka itulah yang disebut dengan Pencerahan. Karena tidak ada lagi nafsu keinginan dan kemelekatan pada segala sesuatu, maka tidak akan ada sankhara lagi. Karena tidak ada sankhara, maka itulah padamnya nafsu keinginan. Ketika nafsu keinginan padam, maka tidak akan ada suka maupun duka di batin. Dan itulah Nibbana = Kebahagiaan Tertinggi; yang saya pahami.
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: williamhalim on 16 June 2010, 12:11:56 PM
Memperdebatkan bagaimana Nibbana itu sesungguhnya, tentu saja masing2 pihak hanya bisa mengira2 berdasarkan logika masing2 dari sutta2 yg ada...

Usaha begini menurut sy cukup melelahkan dan malah akan menjauhkan kita dari kebenaran yg sesungguhnya.

Debat yg disusul dengan debat, apalagi jika sampai mengatakan jalan yg lain sia2 atau jalan yg lain adalah salah, sampai emosian segala, padahal yg dibahas adalah 'Nibbana', yg dibahas adalah 'padamnya LDM, runtuhnya si Aku, berhentinya gerak-gerik pikiran, kesadaran murni', . Namun pembahasannya sungguh kontras dgn yg didebatkan. Debat2 semacam itu, yg terus menerus mengingat kelemahan lawan, membawa terus kekesalan terhadap lawan diskusi sampai bertahun2, tidak meninggalkan dan menanggalkannya... malah akan menimbulkan pesimisme yg semakin mendalam terhadap sosok yg mengajarkan 'jalan kebenaran' tsb dan tentu saja, akan pesimis, terhadap teori2 yg dipertahankannya tsb...

Sy pikir, soal Nibbana, untuk selanjutnya, lebih baik tidak dibahas lagi, atau, kalaupun hendak dibahas, janganlah mengatakan jalan yg diajarkan pihak lain akan sia-sia..

Karena masing2 pihak dapat memilih yg mana jalan yg cocok bagi dirinya sendiri.. Selama kita masih berpikiran jalan yg lain salah, sia2, dan terus menerus menyimpan kekesalan tsb, akan menutup mata batin kita untuk perkembangan diri kita sendiri, akan menjauhkan diri kita sendiri dari tujuan. Terlepas dari jalan yg lain tsb benar atau salah, yg pasti ada kesalahan dalam diri kita pada saat itu...


::
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: williamhalim on 16 June 2010, 12:30:45 PM
Bro Upasaka, saya mau tanya pendapatnya. Apakah Buddha mengajarkan Satipatthana: a. Ketika hal kusala muncul, kenali sebagai kusala; ketika hal akusala muncul, kenali sebagai akusala; ataukah b. ketika kusala muncul, kembangkan; ketika hal akusala muncul, lepaskan.
Ketika Sang Buddha mengajarkan Satipatthana, Sang Buddha mengajarkan untuk melihat bagimana fenomena di pancakkhandha ini timbul, berlangsung dan tenggelam kembali.
Jika timbul, diketahui sebagai timbul. Jika berlangsung diketahui berlangsung. Jika tenggelam diketahui tenggelam.

Demikianlah Sang Buddha tidak mengajarkan kalau yang baik tidak muncul, diusahakan muncul; jika yang baik sudah muncul dipertahankan muncul; jika yang buruk ada, diusahakan tenggelam; jika yang buruk belum muncul, ditahan agar tidak muncul.

Demikianlah tidak adanya relevansi antara Usaha Benar dalam Vipassana, yang otomatis tidak ada pengembangan dan penghancuran di sana.

Saya menyinggung A-LDM dengan Bro fabian untuk membahas bahwa A-LDM adalah juga tidak kekal/Anicca. Menghentikan kelahiran kembali adalah bukan dengan mengembangkan atau menghancurkan yang tidak kekal, tetapi dengan menyadari hakikat fenomena apa adanya yang adalah tidak kekal. Dengan menyadari hakikat fenomena tersebut, maka ia (khanda) tidak lagi berdiam di mana pun. Tidak lagi ditopang landasan mana pun. Itulah Nibbana menurut saya dari yang saya pelajari selama ini.


betul sekali, sy setuju apa yg disampaikan, krn logikanya memang begitu.

Sy juga tidak heran bahwa Bhante Panna juga menggunakan istilah Aku yg sama dengan istilah yg digunakan Pak Hud. Krn, tidak ada yg salah dengan pemikiran bahwa si Aku ini / ego lah yg menjadi sumber putaran samsara kita.

Namun, menyadari kebenaran ini, bukan berarti jalan yg ditawarkan juga PASTI betul, menjadi satu2nya cara dan jalan yg lain adalah konyol.

Apapun istilah yg digunakan untuk menggambarkan Nibbana: Padamnya LDM, Runtuhnya si Aku, Melihat sebagaimana adanya, Berhentinya Pikiran, dsbnya - hanyalah sekedar istilah. Karena kondisi mental tiap orang berbeda, sehingga membutuhkan pendekatan yg berbeda untuk dapat merealisasi Nibbana ini.

Itulah sebabnya mengapa Buddha tidak hanya mengajarkan satu jurus saja, namun bersusah payah berkeliling selama 45 tahun yg jika dihitung2 telah menelorkan 84.000 jurus.

Satu macam realisasi, namun beragam cara...

::

 
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: tesla on 16 June 2010, 01:03:04 PM
HUDOYO
Moha adalah ketidaktahuan bahwa aku adalah SUMBER dari lobha (keinginan) dan dosa (ketidaksenangan). Lebih jauh lagi, moha adalah ketidaktahuan bahwa aku ADALAH lobha dan dosa itu sendiri.
Jadi masalahnya bukan terletak pada MELEKATNYA aku, melainkan terletak pada AKU itu sendiri. Masalahnya bukan bagaimana menghilangkan kelekatan, tapi bagaimana aku ini bisa lenyap.

Demikianlah, aku tidak mungkin melenyapkan kelekatan dan penolakan, yang adalah dirinya sendiri! Agar kelekatan lenyap, aku harus berakhir.
Saya setuju dengan pendapat Pak Hudoyo di atas. Memang Moha tersebut yang membentuk persepsi "diri/atta/aku/ego". Dengan adanya persepsi "diri/atta/aku/ego" maka timbullah baik/jahat, timbullah yang harus dikembangkan, yang harus dihancurkan. Timbullah kemelekatan, timbullah kebencian.

Menurut Bro ryu, mananya yang keliru?

yg keliru adalah yg di bold biru (no-joking)
Jadi itu kutipan dari mana, Bro tesla?

maksud saya, content yg disampaikan tidak ada masalah, yg bikin gempar itu gara2 yg ucap adalah Hudoyo.
jika mau dibahas content saja saya rasa tidak berkepanjangan seperti ini.
lihat saja belakang akan mengarah ke permasalahan pribadi Hudoyo, pandangan Hudoyo, anak Hudoyo, dll.
dari dulu walau byk member forum ini (dan beberapa komunitas lain) udah ill-feel dg Hudoyo, tapi asal ada topik Hudoyo pasti rame nimbrung hehe.
bukan rame membahas dhamma, tapi seputar Hudoyo lagi lagi lagi lagi.
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: adi lim on 16 June 2010, 01:59:26 PM
Quote
maksud saya, content yg disampaikan tidak ada masalah, yg bikin gempar itu gara2 yg ucap adalah Hudoyo.
jika mau dibahas content saja saya rasa tidak berkepanjangan seperti ini.
lihat saja belakang akan mengarah ke permasalahan pribadi Hudoyo, pandangan Hudoyo, anak Hudoyo, dll.
dari dulu walau byk member forum ini (dan beberapa komunitas lain) udah ill-feel dg Hudoyo, tapi asal ada topik Hudoyo pasti rame nimbrung hehe.
bukan rame membahas dhamma, tapi seputar Hudoyo lagi lagi lagi lagi.

maklum bro tesla, yang namanya HH 'kepalang top' apalagi HH adalah seorang pandita(Romo) diseantoro dunia Dhamma jadi tingkah laku HH pasti dapat sorotan. Kebetulan HH suka mengeluarkan pernyataan yang aneh2 (baik sengaja atau tidak sengaja utk mencari perhatian dan sensasi ) sehingga para member DC senang untuk ajak berdiskusi.  :))
 _/\_
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: ryu on 16 June 2010, 02:35:28 PM
:backtotopic: jadi LDM apakah masalah atau bukan ?
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: pemula on 16 June 2010, 03:03:37 PM
:backtotopic: jadi LDM apakah masalah atau bukan ?
:P
Jadi masalah jika di permasalahkan.
tidak jadi masalah jika tidak di permasalahkan.  _/\_ AMITABHA....
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: K.K. on 16 June 2010, 03:37:40 PM
Sutta-nya panjang, tidak? Kalau berkenan, tolong dipostingkan di sini, Bro. Supaya teman-teman juga bisa membacanya.
Cukup panjang. Saya kutipkan sebagian saja.

Pada bagian orang awam:
"Here, bhikkhus, the not learned ordinary man, not seeing Great Men, not clever and not trained in the noble Teaching , perceives earth, thinking(maññati) it’s earth, becomes earth, thinks it is mine, delights. What is the reason: I call it not knowing thoroughly.
Perceives water...fire... wind ... beings ... ... nothingness ... neither perception nor non-perception ... seen ... heard ... ... nibbana perceives nibbana, thinking it’s nibbana, becomes nibbana, thinks it is mine, delights."

Pada bagian orang yang berlatih, "perceives earth, should not think (mā maññi) it's earth."
Pada bagian orang yang telah bebas, "perceives earth, does not think (na maññati) it's earth."
Dalam terjemahan lain, "think" diganti dengan "conceive".


Quote
Saya juga tidak bisa menilai suatu ajaran lewat kulitnya. Tetapi saya bisa menggunakan akal sehat untuk menimbangnya. Kalau saya tidak menimbang ajaran-ajaran yang ada, saya tidak mungkin memakai nick upasaka.
Apakah berarti yang tidak sepaham dengan Bro Upasaka = akalnya kurang sehat atau bagaimana?


Quote
Menggunakan argumen "tidak mampu menilai suatu ajaran lewat kulitnya" hanya akan membuat kita meyakini semua ajaran adalah benar. Sebab jika kita tidak bisa melihat kesalahan yang ada di setiap ajaran, kita hanya bisa menilai semuanya mungkin benar.
Untuk kasus saya, terbalik. Saya menggunakan praduga "semua ajaran meragukan". Lalu bagaimana memilihnya? Selidiki satu per satu. Dalam penyelidikan, tentu sebatas kemampuan kita sendiri. Namun kalau kita menyelidiki dengan benar, seksama, tidak dipengaruhi emosi (baik senang maupun benci), akan mampu melihat kebenaran dan kesalahannya secara objektif.


Ini pembahasan klise. Oleh karena itu, akan saya ulangi lagi di sini... Ketika melaksanakan meditasi untuk mencapai Pencerahan, tentu saja yang harus dilakukan adalah mengamati segala fenomena (timbul-berlangsung-tenggelam). Ketika melaksanakan meditasi, maka yang dilakukan adalah bermeditasi.

Daya-upaya Benar memiliki definisi mengembangkan hal yang bermanfaat dan mengikis hal yang tidak bermanfaat. Belakangan ini diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai "mengembangkan hal yang baik, dan mengikis hal yang buruk". Ini salah penerjemahan. Menjalankan Daya-upaya Benar bisa dilaksanakan di luar meditasi; juga bisa dilakukan saat bermeditasi. Mengembangkan jhana untuk memudahkan pencapaian meditatif merupakan salah satu hal bermanfaat yang dikembangkan. Mengikis kekotoran batin dengan cara menyadari timbul-berlangsung-tenggelamnya nafsu itu merupakan salah satu praktik mengikis hal yang tidak bermanfaat. Lalu di mana irelevansinya?
Jadi Bro Upasaka tetap menyatakan usaha benar ada di dalam vipassana? Yah tidak apa. Saya tidak akan melanjutkan.
Saya tetap berpegang pada "kamma bukan gelap bukan terang, berakibat bukan gelap bukan terang yang menuju pada lenyapnya kamma." (Kammaṃ akaṇhaasukkaṃ akaṇhaasukkavipākaṃ kammakkhayāya saṃvattati.)


Quote
Saya juga tahu maksud pertanyaan Anda pada Bro Fabian...

Anda mengatakan a-LDM juga tidak kekal. Ini a-LDM yang mana? Apakah a-LDM sebagai lawan dari kondisi batin LDM? Iya, saya juga setuju. Tapi kalau maksudnya a-LDM adalah kondisi batin yang tidak diliputi a-LDM, saya tidak setuju kalau dinyatakan tidak kekal.

Banyak pendapat seputar paradoks dualitas antara LDM dan a-LDM. Menurut saya, LDM memang anicca. Kondisi batin putthujana juga bisa dalam keadaan a-LDM, tapi juga anicca. Namun para Arahanta yang sudah lepas dari kondisi LDM, jelas berada dalam kondisi a-LDM; dan keadaannya bukan anicca. Sebab LDM bisa muncul disebabkan oleh avijja. Jika penyebabnya sudah tidak ada, LDM pun tidak akan muncul lagi. Tidak ada penyebab, maka tidak akan ada akibat. Jika tidak ada penyebab, maka tidak akan terbentuk, tidak mengalami perubahan, dan tidak akan musnah. Dengan kata lain, a-LDM ini bukan anicca.

Mengetahui bahwa segala sesuatu yang bersyarat (timbul-berlangsung-tenggelam) adalah tidak kekal, dan karena tidak kekal akan membawa ketidak-puasan; sehingga tidak layak untuk dilekati sebagai "aku" atau "diriku"; maka itulah yang disebut dengan Pencerahan. Karena tidak ada lagi nafsu keinginan dan kemelekatan pada segala sesuatu, maka tidak akan ada sankhara lagi. Karena tidak ada sankhara, maka itulah padamnya nafsu keinginan. Ketika nafsu keinginan padam, maka tidak akan ada suka maupun duka di batin. Dan itulah Nibbana = Kebahagiaan Tertinggi; yang saya pahami.
Berarti memang kita tidak sependapat. Mungkin Bro Upasaka mengatakan Arahat senantiasa melakukan kusala karena yang akusala sudah hilang. Bagi saya, Arahat tidak melakukan lagi baik kusala maupun akusala. Meminjam istilah Bhante Uttamo, "seperti bunga mekar demi mekarnya itu sendiri, bukan demi apa pun."
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: K.K. on 16 June 2010, 03:48:52 PM
maksud saya, content yg disampaikan tidak ada masalah, yg bikin gempar itu gara2 yg ucap adalah Hudoyo.
jika mau dibahas content saja saya rasa tidak berkepanjangan seperti ini.
lihat saja belakang akan mengarah ke permasalahan pribadi Hudoyo, pandangan Hudoyo, anak Hudoyo, dll.
dari dulu walau byk member forum ini (dan beberapa komunitas lain) udah ill-feel dg Hudoyo, tapi asal ada topik Hudoyo pasti rame nimbrung hehe.
bukan rame membahas dhamma, tapi seputar Hudoyo lagi lagi lagi lagi.
Oh begitu maksudnya.
Mungkin orang yang tidak tahu berpikir saya simpatisan MMD atau kenalan Pak Hudoyo. Kalau member lama pasti tahu dulu jauh sebelum DC ini ribut dengan MMD, saya sudah ribut duluan dengan Pak Hudoyo di salah satu thread. Salah satu sikap baik Pak Hudoyo yang hampir tidak bisa ditemukan di DC ini adalah berdiskusi dengan "musuh" dengan objektif. :)

Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: Nevada on 16 June 2010, 04:48:22 PM
Quote from: Kainyn_Kutho
Cukup panjang. Saya kutipkan sebagian saja.

Pada bagian orang awam:
"Here, bhikkhus, the not learned ordinary man, not seeing Great Men, not clever and not trained in the noble Teaching , perceives earth, thinking(maññati) it’s earth, becomes earth, thinks it is mine, delights. What is the reason: I call it not knowing thoroughly.
Perceives water...fire... wind ... beings ... ... nothingness ... neither perception nor non-perception ... seen ... heard ... ... nibbana perceives nibbana, thinking it’s nibbana, becomes nibbana, thinks it is mine, delights."

Pada bagian orang yang berlatih, "perceives earth, should not think (mā maññi) it's earth."
Pada bagian orang yang telah bebas, "perceives earth, does not think (na maññati) it's earth."
Dalam terjemahan lain, "think" diganti dengan "conceive".
Betul, saya menemukan petikan Sutta yang menggunakan istilah "conceive" di ATI:

The Blessed One said: "There is the case, monks, where an uninstructed run-of-the-mill person — who has no regard for noble ones, is not well-versed or disciplined in their Dhamma; who has no regard for men of integrity, is not well-versed or disciplined in their Dhamma — perceives earth as earth. Perceiving earth as earth, he conceives [things] about earth, he conceives  [things] in earth, he conceives [things] coming out of earth, he conceives earth as 'mine,' he delights in earth. Why is that? Because he has not comprehended it, I tell you.

Sedangkan dalam referensi ini => http://www.facebook.com/topic.php?uid=98609528189&topic=9727 (http://www.facebook.com/topic.php?uid=98609528189&topic=9727), saya menemukan bahwa Pak Hudoyo kurang lebih menyatakan bahwa "mannati adalah proses pembentukan atta (aku); membentuk atta (aku)".

Dan "conceive" ini saya pikir lebih tepat jika diartikan sebagai "menganggap" atau "membayangkan"; bukan "berpikir" atau "memikirkan".


Quote from: Kainyn_Kutho
Apakah berarti yang tidak sepaham dengan Bro Upasaka = akalnya kurang sehat atau bagaimana?
Berarti akal sehat saya dan orang lain itu berbeda.


Quote from: Kainyn_Kutho
Untuk kasus saya, terbalik. Saya menggunakan praduga "semua ajaran meragukan". Lalu bagaimana memilihnya? Selidiki satu per satu. Dalam penyelidikan, tentu sebatas kemampuan kita sendiri. Namun kalau kita menyelidiki dengan benar, seksama, tidak dipengaruhi emosi (baik senang maupun benci), akan mampu melihat kebenaran dan kesalahannya secara objektif.
Saya juga setuju dengan pendapat Anda yang berhuruf cetak tebal di atas. Lalu apakah Anda yakin kalau Anda sudah menyelidiki semua hal dengan benar, saksama, tidak dipengaruhi emosi (baik senang maupun benci), sehingga melihat kebenaran dan kesalahannya secara objektif?


Quote from: Kainyn_Kutho
Jadi Bro Upasaka tetap menyatakan usaha benar ada di dalam vipassana? Yah tidak apa. Saya tidak akan melanjutkan.
Saya tetap berpegang pada "kamma bukan gelap bukan terang, berakibat bukan gelap bukan terang yang menuju pada lenyapnya kamma." (Kammaṃ akaṇhaasukkaṃ akaṇhaasukkavipākaṃ kammakkhayāya saṃvattati.)
Saya tidak menyatakan demikian, Anda yang menyimpulkan sendiri. :) Apakah menurut Anda: Mengembangkan hal yang bermanfaat apakah selalu disebut kusala kamma?


Quote from: Kainyn_Kutho
Berarti memang kita tidak sependapat. Mungkin Bro Upasaka mengatakan Arahat senantiasa melakukan kusala karena yang akusala sudah hilang. Bagi saya, Arahat tidak melakukan lagi baik kusala maupun akusala. Meminjam istilah Bhante Uttamo, "seperti bunga mekar demi mekarnya itu sendiri, bukan demi apa pun."

Saya tidak mengatakan demikian, Anda yang menyimpulkan sendiri. Menurut saya, seorang Arahanta tidak melakukan kusala kamma maupun akusala kamma lagi. Seorang Arahanta juga tidak melakukan "kusala kiriya" maupun "akusala kiriya".
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: adi lim on 16 June 2010, 05:02:06 PM
:backtotopic: jadi LDM apakah masalah atau bukan ?

PASTI MASALAH BRO RYU !!!!!!!

tapi saya tidak mau kesalahan orang lain bertolak belakang dengan bro Ryu (only joke) :))
biarin saja, resiko tanggung sendiri =))

 _/\_
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: K.K. on 16 June 2010, 05:48:59 PM
Betul, saya menemukan petikan Sutta yang menggunakan istilah "conceive" di ATI:

The Blessed One said: "There is the case, monks, where an uninstructed run-of-the-mill person — who has no regard for noble ones, is not well-versed or disciplined in their Dhamma; who has no regard for men of integrity, is not well-versed or disciplined in their Dhamma — perceives earth as earth. Perceiving earth as earth, he conceives [things] about earth, he conceives  [things] in earth, he conceives [things] coming out of earth, he conceives earth as 'mine,' he delights in earth. Why is that? Because he has not comprehended it, I tell you.

Sedangkan dalam referensi ini => http://www.facebook.com/topic.php?uid=98609528189&topic=9727 (http://www.facebook.com/topic.php?uid=98609528189&topic=9727), saya menemukan bahwa Pak Hudoyo kurang lebih menyatakan bahwa "mannati adalah proses pembentukan atta (aku); membentuk atta (aku)".
Di sini secara terperinci, saya memang punya pemahaman yang sedikit berbeda. Menurut saya, maññati ini yang membentuk bentukan-pikiran. Apakah nantinya berkembang jadi konsep "aku", "bukan-aku", keabadian, nihilisme, nibbana, semua sama saja. Karena itu saya lebih cocok menyebutnya secara keseluruhan sebagai Avijja/Moha. Tetapi kalau memang Pak Hudoyo fokus pada konsep "aku", saya lihat tidak masalah, sama saja.

Quote
Dan "conceive" ini saya pikir lebih tepat jika diartikan sebagai "menganggap" atau "membayangkan"; bukan "berpikir" atau "memikirkan".
Begitu juga dengan penggunaan istilah "pikiran" atau lainnya. Tanpa menyelidiki maksud di balik Mulapariyaya Sutta, tidak ada istilah yang tepat menggambarkannya. Saya sendiri mengartikannya sebagai "memahami".


Quote
Berarti akal sehat saya dan orang lain itu berbeda.
Mengetahui akal sehat diri sendiri dan orang lain bisa berbeda, apakah kita akan menganggap jalan yang tidak sesuai dengan akal sehat diri sendiri, pasti tidak sesuai dengan orang lain?


Quote
Saya juga setuju dengan pendapat Anda yang berhuruf cetak tebal di atas. Lalu apakah Anda yakin kalau Anda sudah menyelidiki semua hal dengan benar, saksama, tidak dipengaruhi emosi (baik senang maupun benci), sehingga melihat kebenaran dan kesalahannya secara objektif?
Tidak yakin, maka saya selalu mengujinya sepanjang waktu. Bahkan jika suatu saat ternyata Ajaran Buddha terbukti salah menurut penyelidikan saya, sudah pasti akan saya tinggalkan.


Quote
Saya tidak menyatakan demikian, Anda yang menyimpulkan sendiri. :) Apakah menurut Anda: Mengembangkan hal yang bermanfaat apakah selalu disebut kusala kamma?
:) Betul. Ditinjau dari segi manfaat, hanya ada 4 jenis kamma.


Quote
Saya tidak mengatakan demikian, Anda yang menyimpulkan sendiri. Menurut saya, seorang Arahanta tidak melakukan kusala kamma maupun akusala kamma lagi. Seorang Arahanta juga tidak melakukan "kusala kiriya" maupun "akusala kiriya".
Jika memang demikian, saya sebetulnya bingung bagaimana Bro Upasaka tidak menyetujui pendapat saya bahwa tidak adanya pengembangan dan penghancuran dalam vipassana.

Kemudian mengenai bathin (dan khanda lain) dari Arahat yang telah bebas (yang Bro Upasaka sebut sebagai A-LDM yang lain), tetap saja mengalami perubahan (Anicca) karena masih terkondisi. Ketika parinibbana, barulah padam sepenuhnya.
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: Deva19 on 16 June 2010, 07:10:46 PM
menurut logika kalimat "MMD itu bukan sebuah masalah", tidak mengandung nilai benar ataupun salah, selama argumentasinya belum dikemukakan.

saya tidak tahu, mana dari pernyataan berikut yang termasuk kepada argumentasi :

Quote from: ryu
Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!

Ajaran Buddha Universal (MMD)

Mohon di-sharing.

kalimat yang pertama itu merupakan kesimpulan. tapi apakah kalimat kedua itu argumentasi?

jika kalimat kedua itu dalah argumentasinya, maka nilai kalimat pertama adalah salah. karena "irrelevant conclution".

tetapi, bila argumentasinya belum dikemukakan, maka sebenarnya apa yang dicari Sis Ryu?

apakah argumentasi dari kalimat tersebut akan dilemparkan ke pada orang lain selain pak Hudoyo? ataukah Sis Ryu sekedar ingin mengetahui pendapat teman-teman tentang hal tersebut? jika "ya", maka tidaklah perlu terjadi perdebatan "mana benar" dan "mana salah". biarkan semua mengungkapkan pendapatnya tanpa harus didebat. dan biarkan Sis Ryu mengambil kesimpulannya.

Debat berarti usaha untuk membuktikan "mana benar" dan "mana salah" dari suatu pemikiran. jika ini memang yang menjadi tujuan, maka seharusnya Sis Ryu mengemukakan apa yang menjadi argumentasi kesimpulan tersebut menurut pak Hudoyo tersebut. dengan cara demikian, nilai benar atau salah akan segera diketahui secara pasti.
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: sukuhong on 16 June 2010, 07:17:02 PM
^^^
kok sis ryu !!!  ^-^
kapan bang ryu ganti kelamin =)) =))
:lotus: kam sia
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: Deva19 on 16 June 2010, 07:43:13 PM
^^^
kok sis ryu !!!  ^-^
kapan bang ryu ganti kelamin =)) =))
:lotus: kam sia

kapan-kapan aja lah kalo sempet! he..he.. :)
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: Adhitthana on 16 June 2010, 10:45:39 PM
^^^
kok sis ryu !!!  ^-^
kapan bang ryu ganti kelamin =)) =))
:lotus: kam sia

kapan-kapan aja lah kalo sempet! he..he.. :)
Gara-gara liat ini (http://dhammacitta.org/forum/index.php?action=dlattach;attach=2955;type=avatar) Bro Deva .... pangling  :))
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: ryu on 17 June 2010, 07:03:58 AM
Saya setuju dengan pendapat Pak Hudoyo di atas. Memang Moha tersebut yang membentuk persepsi "diri/atta/aku/ego". Dengan adanya persepsi "diri/atta/aku/ego" maka timbullah baik/jahat, timbullah yang harus dikembangkan, yang harus dihancurkan. Timbullah kemelekatan, timbullah kebencian.

Menurut Bro ryu, mananya yang keliru?
saya tidak setuju dengan yang di bold, coba baca sakka panha sutta di digha nikaya, Buddha mengatakan ada hal2 yang patut di kejar dan ada hal yang harus di hindari untuk mencapai tujuan.

Bro ryu, bagi seorang yang sudah tidak memiliki lagi moha/atta/diri/ego/apa pun istilahnya, tidak ada lagi yang (perlu) dikembangkan/dihancurkan. Itulah sebabnya mereka disebut asekkha puggala (makhluk yang tidak berlatih). 

Penjelasan singkat dari saya begini:
1. Tidak lagi dikekang kebodohan bathin (=Arahat), tidak ada lagi yang perlu dikembangkan/dihancurkan.
2. Masih dikekang kebodohan bathin (belum Arahat):
apakah seseorang yang tidak mengembangkan / menghancurkan pasti arahat atau
seorang arahat pasti tidak mengembangkan / menghancurkan?

kondisi seorang arahat itu seperti apa dan bagaimana?

apakah seseorang yang katanya sudah berhasil memadamkan "aku"/memberhentikan pikiran berarti arahat /
seorang arahat pasti berhenti pikirannya / berhasil memadamkan "aku" ?

Quote
a. Dalam vipassana, mengarahkan kesadaran melihat apa adanya, tidak ada yang dikembangkan/dihancurkan.
 b. Di luar vipassana, karena masih dikekang kebodohan bathin, masih terbelenggu kelahiran, tentu ada yang dikembangkan/dihancurkan agar terlahir tidak di alam menderita, misalnya.

a. apakah cara untuk menghentikan dukha memang tidak perlu pengembangan/penghancuran /
tidak perlu pengembangan/penghancuran hanya satu2nya cara untuk menghilangkan dukha?

b. apakah pernyataan anda itu ada rujukannya?
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: ryu on 17 June 2010, 07:04:50 AM
^^^
kok sis ryu !!!  ^-^
kapan bang ryu ganti kelamin =)) =))
:lotus: kam sia

kapan-kapan aja lah kalo sempet! he..he.. :)
^^^
kok sis ryu !!!  ^-^
kapan bang ryu ganti kelamin =)) =))
:lotus: kam sia

kapan-kapan aja lah kalo sempet! he..he.. :)
Gara-gara liat ini (http://dhammacitta.org/forum/index.php?action=dlattach;attach=2955;type=avatar) Bro Deva .... pangling  :))

:hammer: :hammer: :hammer: :hammer:
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: K.K. on 17 June 2010, 09:49:29 AM
apakah seseorang yang tidak mengembangkan / menghancurkan pasti arahat atau
seorang arahat pasti tidak mengembangkan / menghancurkan?
Betul, Arahat tidak lagi mengembangkan/menghancurkan. 
Seorang yang bukan Arahat bisa saja mengira dirinya tidak mengembangkan/menghancurkan, namun sesungguhnya ia masih melakukan keduanya.

Quote
kondisi seorang arahat itu seperti apa dan bagaimana?
Tidak terkatakan dan menuruti nasihat Buddha, sebaiknya tidak dispekulasikan.

Quote
apakah seseorang yang katanya sudah berhasil memadamkan "aku"/memberhentikan pikiran berarti arahat /
seorang arahat pasti berhenti pikirannya / berhasil memadamkan "aku" ?
Jika ia telah memberhentikan pikiran (maññati), maka ia adalah seorang Arahat (menurut Mulapariyaya Sutta). Namun kebenaran apakah seseorang benar-benar sudah menghentikannya, saya pikir hanya dirinya atau Arahat lainnya yang memiliki kemampuan bathin luar biasa yang mengetahuinya.

Quote
b. apakah pernyataan anda itu ada rujukannya?
i. Dalam Mulapariyaya Sutta yang sudah saya kutipkan, tidak ada pengembangan dan penghancuran. Di situ dibahas dari sisi bentukan pikiran.

ii. Dalam Bahiya Sutta/Cula-Malunkyaputta Sutta, tidak ada pengembangan dan penghancuran. Di situ dibahas dari sisi Salayatana (enam landasan indriah).

iii. Dalam Maha-Satipatthana Sutta, tidak ada pengembangan dan penghancuran. Di situ dibahas sangat lengkap dari sisi tubuh, perasaan, pikiran, dan bentukan pikiran. Saya kutipkan sedikit di bagian bentukan pikiran, mengenai penghalang/nivarana:

[1] "There is the case where a monk remains focused on mental qualities in & of themselves with reference to the five hindrances. And how does a monk remain focused on mental qualities in & of themselves with reference to the five hindrances? There is the case where, there being sensual desire present within, a monk discerns that 'There is sensual desire present within me.' Or, there being no sensual desire present within, he discerns that 'There is no sensual desire present within me.' He discerns how there is the arising of unarisen sensual desire. And he discerns how there is the abandoning of sensual desire once it has arisen. And he discerns how there is no future arising of sensual desire that has been abandoned. (The same formula is repeated for the remaining hindrances: ill will, sloth & drowsiness, restlessness & anxiety, and uncertainty.)

Yang dibold: ada nafsu, bhikkhu melihat ada nafsu. Tidak ada nafsu, bhikkhu melihat tidak adanya nafsu. Melihat munculnya nafsu yang sebelumnya tidak muncul. Melihat pelepasan nafsu yang telah muncul. Melihat tidak adanya nafsu di masa depan yang telah dilepaskan.
Di sini tidak ada menghancurkan atau memunculkan. Di sini hanya ada melihat sesuatu yang muncul dan melihat sesuatu yang hancur.

Sutta ini dikutipkan rekan lain kepada saya untuk ditunjukkan bahwa adanya satu usaha (penghancuran penghalang) dalam Satipatthana, yaitu di bagian:
"He discerns how there is the arising of unarisen sensual desire. And he discerns how there is the abandoning of sensual desire once it has arisen. And he discerns how there is no future arising of sensual desire that has been abandoned"
Saya tidak memahaminya demikian. Di situ hanya ada kata "discern" (melihat), tidak ada indikasi suatu usaha menghancurkan nivarana. Juga, setahu saya, nivarana dihancurkan dalam jhana, sebagaimana nafsu dihilangkan dengan konsentrasi, dan lainnya dihilangkan dengan mengembangkan faktor jhana lainnya. Demikianlah saya katakan tidak ada usaha benar dalam Satipatthana.

iv. Dhatuvibhanga Sutta, salah satu yang menarik, membahas pembagian manusia dalam enam unsur yaitu padat, cair, udara, panas, ruang, kesadaran. Melihat dalam unsur itu tidak memiliki inti diri (atta), Pukkusati menembus Anagami-phala. Tidak ada yang dianjurkan dikembangkan/dihancurkan oleh Buddha di sana.

v. Sutta-sutta lain seperti Nandakovada Sutta dan Cula Rahulovada Sutta, juga mengajarkan melihat tidak adanya diri (anatta) dalam unsur manusia. Tidak ada pengembangan/penghancuran ini-itu dalam prosesnya.


Quote
a. apakah cara untuk menghentikan dukha memang tidak perlu pengembangan/penghancuran /
tidak perlu pengembangan/penghancuran hanya satu2nya cara untuk menghilangkan dukha?
vi. Dalam Rathavinita Sutta, Punna Mantaniputta berkata, "Jika Sang Bhagava mengajarkan nibbana yang tak melekat dalam kemurnian sila ... kemurnian pikiran ... kemurnian pandangan ... kemurnian keyakinan ... kemurnian pengetahuan jalan dan bukan jalan ... kemurnian pengetahuan, maka Sang Bhagava sesungguhnya mengajarkan nibbana tidak melekat yang melekat."
Kemudian dijelaskan lebih lanjut bahwa semua itu dibutuhkan sebagaimana seorang pergi dari satu tempat ke tempat lain dan di tengah jalan, dengan meninggalkan kereta lama, masuk pada kereta berikutnya, sampai akhirnya di tempat tujuan, ia pun meninggalkan kereta tersebut untuk mencapai tempat tujuan.
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: Deva19 on 17 June 2010, 10:00:01 AM
saya sangat sependapat dengan apa yang disampaikan oleh Kainyn_Kutho, tidak ada pengembangan , tidak ada penghancurkan.

apa yang hancur, hancur dengan sendirinya. apa yang berkembang, berkembang dengan sendirinya, sebagai akibat berhentinya pemikiran dan perbuatan.

apa yang kotor, berasal dari perbuatan tubuh maupun pikiran. bila kita hanya melihat saja sebagaimana adanya, berarti akar-akar kekotoran tersebut terpangkas bukan oleh suatu perbuatan tetapi oleh "tanpa perbuatan".

Quote
ketika Pythagoras diminta untuk menjabarkan, siapakah sebenarnya seorang filsuf itu, dia berkata, "Ketika semua diundang ke pesta kehidupan, beberapa orang pergi ke sana untuk menikmatinya, sebagian lagi pergi untuk memperoleh nama dan ketenaran, namun ada sebagian orang yang pergi hanya untuk melihat. Yang terakhir inilah para filsuf."

di akhir paragraf penulisnya menambahkan "Dia berdiri mengamati kehidupan sebagai pengamat yang objektif."

(sumber : Sri Dhammananda, Meditasi Untuk Siapa Saja, hal. 38)


Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: Nevada on 17 June 2010, 10:05:54 AM
[at] Kainyn_Kutho

Saya senang berdiskusi dengan Anda. Tapi saya memutuskan untuk mundur dari diskusi ini. Terimakasih.
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: ryu on 17 June 2010, 10:13:09 AM
apakah seseorang yang tidak mengembangkan / menghancurkan pasti arahat atau
seorang arahat pasti tidak mengembangkan / menghancurkan?
Betul, Arahat tidak lagi mengembangkan/menghancurkan. 
Seorang yang bukan Arahat bisa saja mengira dirinya tidak mengembangkan/menghancurkan, namun sesungguhnya ia masih melakukan keduanya.

Quote
kondisi seorang arahat itu seperti apa dan bagaimana?
Tidak terkatakan dan menuruti nasihat Buddha, sebaiknya tidak dispekulasikan.

Quote
apakah seseorang yang katanya sudah berhasil memadamkan "aku"/memberhentikan pikiran berarti arahat /
seorang arahat pasti berhenti pikirannya / berhasil memadamkan "aku" ?
Jika ia telah memberhentikan pikiran (maññati), maka ia adalah seorang Arahat (menurut Mulapariyaya Sutta). Namun kebenaran apakah seseorang benar-benar sudah menghentikannya, saya pikir hanya dirinya atau Arahat lainnya yang memiliki kemampuan bathin luar biasa yang mengetahuinya.

Quote
b. apakah pernyataan anda itu ada rujukannya?
i. Dalam Mulapariyaya Sutta yang sudah saya kutipkan, tidak ada pengembangan dan penghancuran. Di situ dibahas dari sisi bentukan pikiran.

ii. Dalam Bahiya Sutta/Cula-Malunkyaputta Sutta, tidak ada pengembangan dan penghancuran. Di situ dibahas dari sisi Salayatana (enam landasan indriah).

iii. Dalam Maha-Satipatthana Sutta, tidak ada pengembangan dan penghancuran. Di situ dibahas sangat lengkap dari sisi tubuh, perasaan, pikiran, dan bentukan pikiran. Saya kutipkan sedikit di bagian bentukan pikiran, mengenai penghalang/nivarana:

[1] "There is the case where a monk remains focused on mental qualities in & of themselves with reference to the five hindrances. And how does a monk remain focused on mental qualities in & of themselves with reference to the five hindrances? There is the case where, there being sensual desire present within, a monk discerns that 'There is sensual desire present within me.' Or, there being no sensual desire present within, he discerns that 'There is no sensual desire present within me.' He discerns how there is the arising of unarisen sensual desire. And he discerns how there is the abandoning of sensual desire once it has arisen. And he discerns how there is no future arising of sensual desire that has been abandoned. (The same formula is repeated for the remaining hindrances: ill will, sloth & drowsiness, restlessness & anxiety, and uncertainty.)

Yang dibold: ada nafsu, bhikkhu melihat ada nafsu. Tidak ada nafsu, bhikkhu melihat tidak adanya nafsu. Melihat munculnya nafsu yang sebelumnya tidak muncul. Melihat pelepasan nafsu yang telah muncul. Melihat tidak adanya nafsu di masa depan yang telah dilepaskan.
Di sini tidak ada menghancurkan atau memunculkan. Di sini hanya ada melihat sesuatu yang muncul dan melihat sesuatu yang hancur.

Sutta ini dikutipkan rekan lain kepada saya untuk ditunjukkan bahwa adanya satu usaha (penghancuran penghalang) dalam Satipatthana, yaitu di bagian:
"He discerns how there is the arising of unarisen sensual desire. And he discerns how there is the abandoning of sensual desire once it has arisen. And he discerns how there is no future arising of sensual desire that has been abandoned"
Saya tidak memahaminya demikian. Di situ hanya ada kata "discern" (melihat), tidak ada indikasi suatu usaha menghancurkan nivarana. Juga, setahu saya, nivarana dihancurkan dalam jhana, sebagaimana nafsu dihilangkan dengan konsentrasi, dan lainnya dihilangkan dengan mengembangkan faktor jhana lainnya. Demikianlah saya katakan tidak ada usaha benar dalam Satipatthana.

iv. Dhatuvibhanga Sutta, salah satu yang menarik, membahas pembagian manusia dalam enam unsur yaitu padat, cair, udara, panas, ruang, kesadaran. Melihat dalam unsur itu tidak memiliki inti diri (atta), Pukkusati menembus Anagami-phala. Tidak ada yang dianjurkan dikembangkan/dihancurkan oleh Buddha di sana.

v. Sutta-sutta lain seperti Nandakovada Sutta dan Cula Rahulovada Sutta, juga mengajarkan melihat tidak adanya diri (anatta) dalam unsur manusia. Tidak ada pengembangan/penghancuran ini-itu dalam prosesnya.


Quote
a. apakah cara untuk menghentikan dukha memang tidak perlu pengembangan/penghancuran /
tidak perlu pengembangan/penghancuran hanya satu2nya cara untuk menghilangkan dukha?
vi. Dalam Rathavinita Sutta, Punna Mantaniputta berkata, "Jika Sang Bhagava mengajarkan nibbana yang tak melekat dalam kemurnian sila ... kemurnian pikiran ... kemurnian pandangan ... kemurnian keyakinan ... kemurnian pengetahuan jalan dan bukan jalan ... kemurnian pengetahuan, maka Sang Bhagava sesungguhnya mengajarkan nibbana tidak melekat yang melekat."
Kemudian dijelaskan lebih lanjut bahwa semua itu dibutuhkan sebagaimana seorang pergi dari satu tempat ke tempat lain dan di tengah jalan, dengan meninggalkan kereta lama, masuk pada kereta berikutnya, sampai akhirnya di tempat tujuan, ia pun meninggalkan kereta tersebut untuk mencapai tempat tujuan.

kesimpulannya? Buddha tidak pernah mengajarkan cara untuk menghilangkan dukha dengan mengembangkan/penghancuran?
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: K.K. on 17 June 2010, 10:17:34 AM
kesimpulannya? Buddha tidak pernah mengajarkan cara untuk menghilangkan dukha dengan mengembangkan/penghancuran?

Disimpulkan sendiri saja masing-masing. :)
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: ryu on 17 June 2010, 10:19:24 AM
dalam SABASAVA SUTTA buddha menjelaskan :
Dukkha dapat dihilangkan dengan melihat (dassana).
Dukkha dapat dihilangkan dengan pengendalikan diri (samvara).
Dukkha dapat dihilangkan dengan penggunaan (patisevana).
Dukkha dapat dihilangkan dengan penahanan (adhivasana).
Dukkha dapat dihilangkan dengan penghindaran (parivajjana).
Dukkha dapat dihilangkan dengan penghapusan (vinodana).
Dukkha dapat dihilangkan dengan pengembangkan (bhavana).

bagaimana pendapat bro :)
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: K.K. on 17 June 2010, 04:23:15 PM
dalam SABASAVA SUTTA buddha menjelaskan :
Dukkha dapat dihilangkan dengan melihat (dassana).
Dukkha dapat dihilangkan dengan pengendalikan diri (samvara).
Dukkha dapat dihilangkan dengan penggunaan (patisevana).
Dukkha dapat dihilangkan dengan penahanan (adhivasana).
Dukkha dapat dihilangkan dengan penghindaran (parivajjana).
Dukkha dapat dihilangkan dengan penghapusan (vinodana).
Dukkha dapat dihilangkan dengan pengembangkan (bhavana).

bagaimana pendapat bro :)

Dalam Sabbasava Sutta, yang dihilangkan tersebut adalah Asava atau nafsu keinginan, bukan Dukkha. Nafsu ini adalah bentukan-bentukan pikiran. Setelah melenyapkan asava dengan tujuh cara demikian, ia dikatakan memotong keinginan (acchecchi taṇhaṃ), melenyapkan belenggu (vivattayi saṃyojanaṃ), dan, dengan penembusan benar akan kesombongan (sammā mānābhisamayā), ia melenyapkan penderitaan.

Sabbasava itu adalah salah satu dari tujuh kereta yang dibicarakan Punna Mantaniputta, tetapi bukan metode pembebasan akhir itu sendiri. Itu pendapat saya. :)
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: K.K. on 17 June 2010, 04:27:44 PM
[at] Kainyn_Kutho

Saya senang berdiskusi dengan Anda. Tapi saya memutuskan untuk mundur dari diskusi ini. Terimakasih.
Terima kasih juga untuk diskusinya yang baik, Bro Upasaka. Semoga bisa dimaklumi semua keterbatasan dari saya.
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: hendrako on 17 June 2010, 04:41:01 PM
dalam SABASAVA SUTTA buddha menjelaskan :
Dukkha dapat dihilangkan dengan melihat (dassana).
Dukkha dapat dihilangkan dengan pengendalikan diri (samvara).
Dukkha dapat dihilangkan dengan penggunaan (patisevana).
Dukkha dapat dihilangkan dengan penahanan (adhivasana).
Dukkha dapat dihilangkan dengan penghindaran (parivajjana).
Dukkha dapat dihilangkan dengan penghapusan (vinodana).
Dukkha dapat dihilangkan dengan pengembangkan (bhavana).

bagaimana pendapat bro :)

Dalam Sabbasava Sutta, yang dihilangkan tersebut adalah Asava atau nafsu keinginan, bukan Dukkha. Nafsu ini adalah bentukan-bentukan pikiran. Setelah melenyapkan asava dengan tujuh cara demikian, ia dikatakan memotong keinginan (acchecchi taṇhaṃ), melenyapkan belenggu (vivattayi saṃyojanaṃ), dan, dengan penembusan benar akan kesombongan (sammā mānābhisamayā), ia melenyapkan penderitaan.

Sabbasava itu adalah salah satu dari tujuh kereta yang dibicarakan Punna Mantaniputta, tetapi bukan metode pembebasan akhir itu sendiri. Itu pendapat saya. :)


Yang dibold biru di atas ^ :
Apakah Bro Ryu yang salah kutip, atau apa?

Menurut Bro Kay, metode pembebasan akhir itu apa?
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: K.K. on 17 June 2010, 04:43:24 PM
dalam SABASAVA SUTTA buddha menjelaskan :
Dukkha dapat dihilangkan dengan melihat (dassana).
Dukkha dapat dihilangkan dengan pengendalikan diri (samvara).
Dukkha dapat dihilangkan dengan penggunaan (patisevana).
Dukkha dapat dihilangkan dengan penahanan (adhivasana).
Dukkha dapat dihilangkan dengan penghindaran (parivajjana).
Dukkha dapat dihilangkan dengan penghapusan (vinodana).
Dukkha dapat dihilangkan dengan pengembangkan (bhavana).

bagaimana pendapat bro :)

Dalam Sabbasava Sutta, yang dihilangkan tersebut adalah Asava atau nafsu keinginan, bukan Dukkha. Nafsu ini adalah bentukan-bentukan pikiran. Setelah melenyapkan asava dengan tujuh cara demikian, ia dikatakan memotong keinginan (acchecchi taṇhaṃ), melenyapkan belenggu (vivattayi saṃyojanaṃ), dan, dengan penembusan benar akan kesombongan (sammā mānābhisamayā), ia melenyapkan penderitaan.

Sabbasava itu adalah salah satu dari tujuh kereta yang dibicarakan Punna Mantaniputta, tetapi bukan metode pembebasan akhir itu sendiri. Itu pendapat saya. :)


Yang dibold biru di atas ^ :
Apakah Bro Ryu yang salah kutip, atau apa?

Menurut Bro Kay, metode pembebasan akhir itu apa?
Yang bold biru, sepertinya salah terjemahan. Sabbasava Sutta pertama yang saya baca sekitar 3 tahun lalu juga menulis "dukkha".

Metode pembebasan akhir adalah yang berkenaan langsung dengan Satipatthana. 
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: ryu on 17 June 2010, 04:49:02 PM
dalam SABASAVA SUTTA buddha menjelaskan :
Dukkha dapat dihilangkan dengan melihat (dassana).
Dukkha dapat dihilangkan dengan pengendalikan diri (samvara).
Dukkha dapat dihilangkan dengan penggunaan (patisevana).
Dukkha dapat dihilangkan dengan penahanan (adhivasana).
Dukkha dapat dihilangkan dengan penghindaran (parivajjana).
Dukkha dapat dihilangkan dengan penghapusan (vinodana).
Dukkha dapat dihilangkan dengan pengembangkan (bhavana).

bagaimana pendapat bro :)

Dalam Sabbasava Sutta, yang dihilangkan tersebut adalah Asava atau nafsu keinginan, bukan Dukkha. Nafsu ini adalah bentukan-bentukan pikiran. Setelah melenyapkan asava dengan tujuh cara demikian, ia dikatakan memotong keinginan (acchecchi taṇhaṃ), melenyapkan belenggu (vivattayi saṃyojanaṃ), dan, dengan penembusan benar akan kesombongan (sammā mānābhisamayā), ia melenyapkan penderitaan.

Sabbasava itu adalah salah satu dari tujuh kereta yang dibicarakan Punna Mantaniputta, tetapi bukan metode pembebasan akhir itu sendiri. Itu pendapat saya. :)


Yang dibold biru di atas ^ :
Apakah Bro Ryu yang salah kutip, atau apa?

Menurut Bro Kay, metode pembebasan akhir itu apa?
Yang bold biru, sepertinya salah terjemahan. Sabbasava Sutta pertama yang saya baca sekitar 3 tahun lalu juga menulis "dukkha".

Metode pembebasan akhir adalah yang berkenaan langsung dengan Satipatthana. 

oh ok, sepertinya memang salah terjemaahan seharusnya noda-noda batin.
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: ryu on 17 June 2010, 04:58:21 PM
oh ya bagaimana mengenai sutta ini :

Aṅguttara Nikāya III.33

Penyebab-penyebab Tindakan

Para bhikkhu, ada tiga penyebab asal mula tindakan. Apakah yang tiga itu? Keserakahan, kebencian dan kegelapan batin.12

Suatu tindakan yang dilakukan dengan keserakahan, terlahir dari keserakahan, disebabkan oleh keserakahan, muncul dari keserakahan, akan masak di manapun individu itu terlahir; dan di manapun tindakan itu masak, di sanalah individu itu mengalami buah dari tindakannya, tak peduli apakah di dalam kehidupan ini, atau di dalam kehidupan berikutnya, atau di dalam kehidupan-kehidupan mendatang selanjutnya.13

Suatu tindakan yang dilakukan dengan kebencian, terlahir dari kebencian, disebabkan oleh kebencian, muncul dari kebencian, akan masak di manapun individu itu terlahir; dan di manapun tindakan itu masak, di sanalah individu itu mengalami buah tindakannya, tak peduli apakah di dalam kehidupan ini, atau di dalam kehidupan berikutnya, atau di dalam kehidupan-kehidupan mendatang selanjutnya.

Suatu tindakan yang dilakukan dengan kebodohan batin, terlahir dari kebodohan batin, disebabkan oleh kebodohan batin, muncul dari kebodohan batin, akan masak di manapun individu itu terlahir; dan di manapun tindakan itu masak, di sanalah individu itu mengalami buah tindakannya, tak peduli apakah di dalam kehidupan ini, atau di dalam kehidupan berikutnya, atau di dalam kehidupan-kehidupan mendatang selanjutnya.

Para bhikkhu, sama seperti benih-benih yang tidak rusak, tidak busuk, tidak lapuk karena angin dan matahari, yang mampu tumbuh dan yang ditaruh di ladang subur, ditabur di tanah yang sudah dipersiapkan dengan baik: jika ada cukup hujan, benih-benih ini akan tumbuh, menjadi tinggi dan amat berkembang.

Demikian pula, O para bhikkhu, tindakan apapun yang dilakukan karena keserakahan, kebencian atau kebodohan batin... akan masak di mana pun individu itu terlahir; dan di manapun tindakan itu masak, di sanalah individu itu mengalami buah tindakannya, tak peduli apakah di dalam kehidupan ini, atau di dalam kehidupan berikutnya, atau di dalam kehidupan-kehidupan mendatang selanjutnya.

Para bhikkhu, inilah tiga penyebab asal mula tindakan.

Para bhikkhu, ada tiga penyebab lain untuk asal mula tindakan.

Apakah yang tiga itu? Tanpa-keserakahan, tanpa-kebencian, tanpa-kebodohan-batin.

Jika suatu tindakan dilakukan dengan tanpa-keserakahan, terlahir dari tanpa-keserakahan, disebabkan oleh tanpa-keserakahan, muncul dari tanpa-keserakahan... Jika suatu tindakan dilakukan dengan tanpa-kebencian... Jika suatu tindakan dilakukan dengan tanpa-kebodohan-batin, terlahir dari tanpa-kebodohan-batin, disebabkan oleh tanpa-kebodohan- batin, muncul dari tanpa-kebodohan-batin, begitu keserakahan, kebencian dan kebodohan batin lenyap maka tindakan itu ditinggalkan, terpotong di akarnya, dibuat gersang seperti tunggul pohon palma, terhapus sehingga tidak lagi bisa muncul di masa depan.14

Para bhikkhu, sama seperti benih-benih yang tidak rusak, tidak busuk, tidak lapuk karena angin dan matahari, yang mampu tumbuh dan ditaruh di ladang yang subur: jika seseorang membakarnya sehingga menjadi abu, kemudian menampi abu itu di angin yang kencang atau membiarkannya terbawa arus yang mengalir deras, maka benih-benih itu akan langsung hancur, lenyap sepenuhnya, dibuat tak mampu bertunas dan tidak lagi bisa muncul di masa depan.15
Demikian pula, para bhikkhu, tindakan yang dilakukan di dalam tanpa-keserakahan, tanpa-kebencian, tanpa-kebodohan-batin. Begitu keserakahan, kebencian dan kebodohan batin telah lenyap, tindakan tindakan ini ditinggalkan, terpotong di akarnya, dibuat gersang seperti tunggul pohon palma, terhapus sehingga tidak lagi bisa muncul di masa depan.


Para bhikkhu, inilah tiga penyebab lain bagi asal mula tindakan.

==================================================
apakah ALADAM itu tidak bisa menuju pembebasan?
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: K.K. on 17 June 2010, 05:13:21 PM
oh ya bagaimana mengenai sutta ini :

Aṅguttara Nikāya III.33

Penyebab-penyebab Tindakan

Para bhikkhu, ada tiga penyebab asal mula tindakan. Apakah yang tiga itu? Keserakahan, kebencian dan kegelapan batin.12

Suatu tindakan yang dilakukan dengan keserakahan, terlahir dari keserakahan, disebabkan oleh keserakahan, muncul dari keserakahan, akan masak di manapun individu itu terlahir; dan di manapun tindakan itu masak, di sanalah individu itu mengalami buah dari tindakannya, tak peduli apakah di dalam kehidupan ini, atau di dalam kehidupan berikutnya, atau di dalam kehidupan-kehidupan mendatang selanjutnya.13

Suatu tindakan yang dilakukan dengan kebencian, terlahir dari kebencian, disebabkan oleh kebencian, muncul dari kebencian, akan masak di manapun individu itu terlahir; dan di manapun tindakan itu masak, di sanalah individu itu mengalami buah tindakannya, tak peduli apakah di dalam kehidupan ini, atau di dalam kehidupan berikutnya, atau di dalam kehidupan-kehidupan mendatang selanjutnya.

Suatu tindakan yang dilakukan dengan kebodohan batin, terlahir dari kebodohan batin, disebabkan oleh kebodohan batin, muncul dari kebodohan batin, akan masak di manapun individu itu terlahir; dan di manapun tindakan itu masak, di sanalah individu itu mengalami buah tindakannya, tak peduli apakah di dalam kehidupan ini, atau di dalam kehidupan berikutnya, atau di dalam kehidupan-kehidupan mendatang selanjutnya.

Para bhikkhu, sama seperti benih-benih yang tidak rusak, tidak busuk, tidak lapuk karena angin dan matahari, yang mampu tumbuh dan yang ditaruh di ladang subur, ditabur di tanah yang sudah dipersiapkan dengan baik: jika ada cukup hujan, benih-benih ini akan tumbuh, menjadi tinggi dan amat berkembang.

Demikian pula, O para bhikkhu, tindakan apapun yang dilakukan karena keserakahan, kebencian atau kebodohan batin... akan masak di mana pun individu itu terlahir; dan di manapun tindakan itu masak, di sanalah individu itu mengalami buah tindakannya, tak peduli apakah di dalam kehidupan ini, atau di dalam kehidupan berikutnya, atau di dalam kehidupan-kehidupan mendatang selanjutnya.

Para bhikkhu, inilah tiga penyebab asal mula tindakan.

Para bhikkhu, ada tiga penyebab lain untuk asal mula tindakan.

Apakah yang tiga itu? Tanpa-keserakahan, tanpa-kebencian, tanpa-kebodohan-batin.

Jika suatu tindakan dilakukan dengan tanpa-keserakahan, terlahir dari tanpa-keserakahan, disebabkan oleh tanpa-keserakahan, muncul dari tanpa-keserakahan... Jika suatu tindakan dilakukan dengan tanpa-kebencian... Jika suatu tindakan dilakukan dengan tanpa-kebodohan-batin, terlahir dari tanpa-kebodohan-batin, disebabkan oleh tanpa-kebodohan- batin, muncul dari tanpa-kebodohan-batin, begitu keserakahan, kebencian dan kebodohan batin lenyap maka tindakan itu ditinggalkan, terpotong di akarnya, dibuat gersang seperti tunggul pohon palma, terhapus sehingga tidak lagi bisa muncul di masa depan.14

Para bhikkhu, sama seperti benih-benih yang tidak rusak, tidak busuk, tidak lapuk karena angin dan matahari, yang mampu tumbuh dan ditaruh di ladang yang subur: jika seseorang membakarnya sehingga menjadi abu, kemudian menampi abu itu di angin yang kencang atau membiarkannya terbawa arus yang mengalir deras, maka benih-benih itu akan langsung hancur, lenyap sepenuhnya, dibuat tak mampu bertunas dan tidak lagi bisa muncul di masa depan.15
Demikian pula, para bhikkhu, tindakan yang dilakukan di dalam tanpa-keserakahan, tanpa-kebencian, tanpa-kebodohan-batin. Begitu keserakahan, kebencian dan kebodohan batin telah lenyap, tindakan tindakan ini ditinggalkan, terpotong di akarnya, dibuat gersang seperti tunggul pohon palma, terhapus sehingga tidak lagi bisa muncul di masa depan.


Para bhikkhu, inilah tiga penyebab lain bagi asal mula tindakan.

==================================================
apakah ALADAM itu tidak bisa menuju pembebasan?
Nah, ini juga sutta yang sangat baik.
Coba Bro ryu perhatikan, ketika keserakahan, kebencian, kebodohan bathin hilang, apakah perbuatan yang tanpa serakah, tanpa kebencian, tanpa kebodohan bathin berkembang atau menghilang? :)

Saya tidak yakin dengan nomornya, tetapi setahu saya itu Anguttara Nikaya III.34, Nidana Sutta.
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: tesla on 17 June 2010, 05:20:43 PM
oh ya bagaimana mengenai sutta ini :

Aṅguttara Nikāya III.33

Penyebab-penyebab Tindakan

Para bhikkhu, ada tiga penyebab asal mula tindakan. Apakah yang tiga itu? Keserakahan, kebencian dan kegelapan batin.12

Suatu tindakan yang dilakukan dengan keserakahan, terlahir dari keserakahan, disebabkan oleh keserakahan, muncul dari keserakahan, akan masak di manapun individu itu terlahir; dan di manapun tindakan itu masak, di sanalah individu itu mengalami buah dari tindakannya, tak peduli apakah di dalam kehidupan ini, atau di dalam kehidupan berikutnya, atau di dalam kehidupan-kehidupan mendatang selanjutnya.13

Suatu tindakan yang dilakukan dengan kebencian, terlahir dari kebencian, disebabkan oleh kebencian, muncul dari kebencian, akan masak di manapun individu itu terlahir; dan di manapun tindakan itu masak, di sanalah individu itu mengalami buah tindakannya, tak peduli apakah di dalam kehidupan ini, atau di dalam kehidupan berikutnya, atau di dalam kehidupan-kehidupan mendatang selanjutnya.

Suatu tindakan yang dilakukan dengan kebodohan batin, terlahir dari kebodohan batin, disebabkan oleh kebodohan batin, muncul dari kebodohan batin, akan masak di manapun individu itu terlahir; dan di manapun tindakan itu masak, di sanalah individu itu mengalami buah tindakannya, tak peduli apakah di dalam kehidupan ini, atau di dalam kehidupan berikutnya, atau di dalam kehidupan-kehidupan mendatang selanjutnya.

Para bhikkhu, sama seperti benih-benih yang tidak rusak, tidak busuk, tidak lapuk karena angin dan matahari, yang mampu tumbuh dan yang ditaruh di ladang subur, ditabur di tanah yang sudah dipersiapkan dengan baik: jika ada cukup hujan, benih-benih ini akan tumbuh, menjadi tinggi dan amat berkembang.

Demikian pula, O para bhikkhu, tindakan apapun yang dilakukan karena keserakahan, kebencian atau kebodohan batin... akan masak di mana pun individu itu terlahir; dan di manapun tindakan itu masak, di sanalah individu itu mengalami buah tindakannya, tak peduli apakah di dalam kehidupan ini, atau di dalam kehidupan berikutnya, atau di dalam kehidupan-kehidupan mendatang selanjutnya.

Para bhikkhu, inilah tiga penyebab asal mula tindakan.

Para bhikkhu, ada tiga penyebab lain untuk asal mula tindakan.

Apakah yang tiga itu? Tanpa-keserakahan, tanpa-kebencian, tanpa-kebodohan-batin.

Jika suatu tindakan dilakukan dengan tanpa-keserakahan, terlahir dari tanpa-keserakahan, disebabkan oleh tanpa-keserakahan, muncul dari tanpa-keserakahan... Jika suatu tindakan dilakukan dengan tanpa-kebencian... Jika suatu tindakan dilakukan dengan tanpa-kebodohan-batin, terlahir dari tanpa-kebodohan-batin, disebabkan oleh tanpa-kebodohan- batin, muncul dari tanpa-kebodohan-batin, begitu keserakahan, kebencian dan kebodohan batin lenyap maka tindakan itu ditinggalkan, terpotong di akarnya, dibuat gersang seperti tunggul pohon palma, terhapus sehingga tidak lagi bisa muncul di masa depan.14

Para bhikkhu, sama seperti benih-benih yang tidak rusak, tidak busuk, tidak lapuk karena angin dan matahari, yang mampu tumbuh dan ditaruh di ladang yang subur: jika seseorang membakarnya sehingga menjadi abu, kemudian menampi abu itu di angin yang kencang atau membiarkannya terbawa arus yang mengalir deras, maka benih-benih itu akan langsung hancur, lenyap sepenuhnya, dibuat tak mampu bertunas dan tidak lagi bisa muncul di masa depan.15
Demikian pula, para bhikkhu, tindakan yang dilakukan di dalam tanpa-keserakahan, tanpa-kebencian, tanpa-kebodohan-batin. Begitu keserakahan, kebencian dan kebodohan batin telah lenyap, tindakan tindakan ini ditinggalkan, terpotong di akarnya, dibuat gersang seperti tunggul pohon palma, terhapus sehingga tidak lagi bisa muncul di masa depan.


Para bhikkhu, inilah tiga penyebab lain bagi asal mula tindakan.

==================================================
apakah ALADAM itu tidak bisa menuju pembebasan?

sutta ini jika dibaca justru hanya ada 3 akar tindakan yg menghasilkan buah, yaitu: LDM.

ketika tindakan tanpa LDM (aL, aD, aM), pasti tindakan tsb tidak menghasilkan buah. yg ditegaskan di sini adalah: tindakan tanpa LDM tidak menghasilkan.
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: ryu on 17 June 2010, 05:27:23 PM
menurut saya sama seperti yang rekan tesla katakan.
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: K.K. on 17 June 2010, 05:44:19 PM
menurut saya sama seperti yang rekan tesla katakan.

Menurut saya berbeda.

Buddha mengatakan keduanya, baik LDM maupun a-LDM adalah asal dari perbuatan (kamma). Pertama disebutkan LDM:
Lobho nidānaṃ kammānaṃ samudayāya, doso nidānaṃ kammānaṃ samudayāya, moho nidānaṃ kammānaṃ samudayāya.

kemudian a-LDM dengan kalimat sama persis: 
Alobho nidānaṃ kammānaṃ samudayāya, adoso nidānaṃ kammānaṃ samudayāya, amoho nidānaṃ kammānaṃ samudayāya.

Dengan menghilangnya LDM, bukan hanya perbuatan yang lahir dari LDM, berakar dari LDM, timbul dari LDM yang hilang, namun perbuatan yang lahir dari a-LDM, berakar dari a-LDM, timbul dari a-LDM juga hilang. Perhatikan di sini:

alobhapakataṃ kammaṃ alobhajaṃ alobhanidānaṃ alobhasamudayaṃ, lobhevigate evaṃ taṃ kammaṃ pahīnaṃ hoti ucchinnamūlaṃ tālāvatthukataṃ anabhāvaṅkataṃ āyatiṃ anuppādadhammaṃ

Jadi bersamaan dengan hilangnya lobha, bukan hanya perbuatan yang lahir dari lobha, berakar dari lobha, timbul dari lobha yang hilang. Tetapi juga perbuatan yang lahir dari alobha, berakar dari alobha, dan timbul dari alobha. Demikian pula dengan dosa & moha.

Saya lihat ini sangat menunjukkan betapa dualitas tersebut hanya ada ketika LDM ada, dan tidak ada lagi ketika LDM itu hilang. 
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: tesla on 17 June 2010, 05:53:07 PM
menurut saya, tanpa LDM kamma tidak berbuah...

saya hanya bisa menelusuri sampai dg bahasa Inggriss... maaf Pali masih cupu

Quote
"Any action performed with non-greed — born of non-greed, caused by non-greed, originating from non-greed: When greed is gone, that action is thus abandoned, its root destroyed, made like a palmyra stump, deprived of the conditions of development, not destined for future arising.

"Any action performed with non-aversion — born of non-aversion, caused by non-aversion, originating from non-aversion: When aversion is gone, that action is thus abandoned, destroyed at the root, made like a palmyra stump, deprived of the conditions of development, not destined for future arising.

"Any action performed with non-delusion — born of non-delusion, caused by non-delusion, originating from non-delusion: When delusion is gone, that action is thus abandoned, its root destroyed, made like a palmyra stump, deprived of the conditions of development, not destined for future arising.
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: K.K. on 17 June 2010, 06:19:34 PM
menurut saya, tanpa LDM kamma tidak berbuah...

saya hanya bisa menelusuri sampai dg bahasa Inggriss... maaf Pali masih cupu

Quote
"Any action performed with non-greed — born of non-greed, caused by non-greed, originating from non-greed: When greed is gone, that action is thus abandoned, its root destroyed, made like a palmyra stump, deprived of the conditions of development, not destined for future arising.

"Any action performed with non-aversion — born of non-aversion, caused by non-aversion, originating from non-aversion: When aversion is gone, that action is thus abandoned, destroyed at the root, made like a palmyra stump, deprived of the conditions of development, not destined for future arising.

"Any action performed with non-delusion — born of non-delusion, caused by non-delusion, originating from non-delusion: When delusion is gone, that action is thus abandoned, its root destroyed, made like a palmyra stump, deprived of the conditions of development, not destined for future arising.

Jadi, sebelum LDM hilang, apakah A-LDM menghasilkan buah kamma?
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: fabian c on 17 June 2010, 06:42:45 PM
Quote
Sutta ini dikutipkan rekan lain kepada saya untuk ditunjukkan bahwa adanya satu usaha (penghancuran penghalang) dalam Satipatthana, yaitu di bagian:
"He discerns how there is the arising of unarisen sensual desire. And he discerns how there is the abandoning of sensual desire once it has arisen. And he discerns how there is no future arising of sensual desire that has been abandoned"
Saya tidak memahaminya demikian. Di situ hanya ada kata "discern" (melihat), tidak ada indikasi suatu usaha menghancurkan nivarana. Juga, setahu saya, nivarana dihancurkan dalam jhana, sebagaimana nafsu dihilangkan dengan konsentrasi, dan lainnya dihilangkan dengan mengembangkan faktor jhana lainnya. Demikianlah saya katakan tidak ada usaha benar dalam Satipatthana.

Bro Kainyn yang baik,
Boleh tahu dimanakah rujukannya "Jhana menghancurkan nivarana?"
Apakah yang terjadi pada Nivarana bila berlatih Satipatthana? Apakah hanya melihat? Kemudian apa yang terjadi dengan nivarana?

 _/\_
 
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: ryu on 17 June 2010, 11:15:40 PM
menurut saya sama seperti yang rekan tesla katakan.

Menurut saya berbeda.

Buddha mengatakan keduanya, baik LDM maupun a-LDM adalah asal dari perbuatan (kamma). Pertama disebutkan LDM:
Lobho nidānaṃ kammānaṃ samudayāya, doso nidānaṃ kammānaṃ samudayāya, moho nidānaṃ kammānaṃ samudayāya.

kemudian a-LDM dengan kalimat sama persis: 
Alobho nidānaṃ kammānaṃ samudayāya, adoso nidānaṃ kammānaṃ samudayāya, amoho nidānaṃ kammānaṃ samudayāya.

Dengan menghilangnya LDM, bukan hanya perbuatan yang lahir dari LDM, berakar dari LDM, timbul dari LDM yang hilang, namun perbuatan yang lahir dari a-LDM, berakar dari a-LDM, timbul dari a-LDM juga hilang. Perhatikan di sini:

alobhapakataṃ kammaṃ alobhajaṃ alobhanidānaṃ alobhasamudayaṃ, lobhevigate evaṃ taṃ kammaṃ pahīnaṃ hoti ucchinnamūlaṃ tālāvatthukataṃ anabhāvaṅkataṃ āyatiṃ anuppādadhammaṃ

Jadi bersamaan dengan hilangnya lobha, bukan hanya perbuatan yang lahir dari lobha, berakar dari lobha, timbul dari lobha yang hilang. Tetapi juga perbuatan yang lahir dari alobha, berakar dari alobha, dan timbul dari alobha. Demikian pula dengan dosa & moha.

Saya lihat ini sangat menunjukkan betapa dualitas tersebut hanya ada ketika LDM ada, dan tidak ada lagi ketika LDM itu hilang.
di sutta itu tertulis tiga penyebab asal mula tindakan. (LDM) menghasilkan karma

dan juga ada tiga penyebab lain untuk asal mula tindakan. (ALADAM) tidak muncul lagi di masa depan.
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: ryu on 17 June 2010, 11:27:24 PM
oh ya bagaimana mengenai sutta ini :

Aṅguttara Nikāya III.33

Penyebab-penyebab Tindakan

Para bhikkhu, ada tiga penyebab asal mula tindakan. Apakah yang tiga itu? Keserakahan, kebencian dan kegelapan batin.12

Suatu tindakan yang dilakukan dengan keserakahan, terlahir dari keserakahan, disebabkan oleh keserakahan, muncul dari keserakahan, akan masak di manapun individu itu terlahir; dan di manapun tindakan itu masak, di sanalah individu itu mengalami buah dari tindakannya, tak peduli apakah di dalam kehidupan ini, atau di dalam kehidupan berikutnya, atau di dalam kehidupan-kehidupan mendatang selanjutnya.13

Suatu tindakan yang dilakukan dengan kebencian, terlahir dari kebencian, disebabkan oleh kebencian, muncul dari kebencian, akan masak di manapun individu itu terlahir; dan di manapun tindakan itu masak, di sanalah individu itu mengalami buah tindakannya, tak peduli apakah di dalam kehidupan ini, atau di dalam kehidupan berikutnya, atau di dalam kehidupan-kehidupan mendatang selanjutnya.

Suatu tindakan yang dilakukan dengan kebodohan batin, terlahir dari kebodohan batin, disebabkan oleh kebodohan batin, muncul dari kebodohan batin, akan masak di manapun individu itu terlahir; dan di manapun tindakan itu masak, di sanalah individu itu mengalami buah tindakannya, tak peduli apakah di dalam kehidupan ini, atau di dalam kehidupan berikutnya, atau di dalam kehidupan-kehidupan mendatang selanjutnya.

Para bhikkhu, sama seperti benih-benih yang tidak rusak, tidak busuk, tidak lapuk karena angin dan matahari, yang mampu tumbuh dan yang ditaruh di ladang subur, ditabur di tanah yang sudah dipersiapkan dengan baik: jika ada cukup hujan, benih-benih ini akan tumbuh, menjadi tinggi dan amat berkembang.

Demikian pula, O para bhikkhu, tindakan apapun yang dilakukan karena keserakahan, kebencian atau kebodohan batin... akan masak di mana pun individu itu terlahir; dan di manapun tindakan itu masak, di sanalah individu itu mengalami buah tindakannya, tak peduli apakah di dalam kehidupan ini, atau di dalam kehidupan berikutnya, atau di dalam kehidupan-kehidupan mendatang selanjutnya.

Para bhikkhu, inilah tiga penyebab asal mula tindakan.

Para bhikkhu, ada tiga penyebab lain untuk asal mula tindakan.

Apakah yang tiga itu? Tanpa-keserakahan, tanpa-kebencian, tanpa-kebodohan-batin.

Jika suatu tindakan dilakukan dengan tanpa-keserakahan, terlahir dari tanpa-keserakahan, disebabkan oleh tanpa-keserakahan, muncul dari tanpa-keserakahan... Jika suatu tindakan dilakukan dengan tanpa-kebencian... Jika suatu tindakan dilakukan dengan tanpa-kebodohan-batin, terlahir dari tanpa-kebodohan-batin, disebabkan oleh tanpa-kebodohan- batin, muncul dari tanpa-kebodohan-batin, begitu keserakahan, kebencian dan kebodohan batin lenyap maka tindakan itu ditinggalkan, terpotong di akarnya, dibuat gersang seperti tunggul pohon palma, terhapus sehingga tidak lagi bisa muncul di masa depan.14

Para bhikkhu, sama seperti benih-benih yang tidak rusak, tidak busuk, tidak lapuk karena angin dan matahari, yang mampu tumbuh dan ditaruh di ladang yang subur: jika seseorang membakarnya sehingga menjadi abu, kemudian menampi abu itu di angin yang kencang atau membiarkannya terbawa arus yang mengalir deras, maka benih-benih itu akan langsung hancur, lenyap sepenuhnya, dibuat tak mampu bertunas dan tidak lagi bisa muncul di masa depan.15
Demikian pula, para bhikkhu, tindakan yang dilakukan di dalam tanpa-keserakahan, tanpa-kebencian, tanpa-kebodohan-batin. Begitu keserakahan, kebencian dan kebodohan batin telah lenyap, tindakan tindakan ini ditinggalkan, terpotong di akarnya, dibuat gersang seperti tunggul pohon palma, terhapus sehingga tidak lagi bisa muncul di masa depan.


Para bhikkhu, inilah tiga penyebab lain bagi asal mula tindakan.

==================================================
apakah ALADAM itu tidak bisa menuju pembebasan?
Nah, ini juga sutta yang sangat baik.
Coba Bro ryu perhatikan, ketika keserakahan, kebencian, kebodohan bathin hilang, apakah perbuatan yang tanpa serakah, tanpa kebencian, tanpa kebodohan bathin berkembang atau menghilang? :)

Saya tidak yakin dengan nomornya, tetapi setahu saya itu Anguttara Nikaya III.34, Nidana Sutta.

itu benar kok AN III.3 Nidana Sutta
http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/an/an03/an03.033.than.html
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: hendrako on 17 June 2010, 11:29:35 PM
dalam SABASAVA SUTTA buddha menjelaskan :
Dukkha dapat dihilangkan dengan melihat (dassana).
Dukkha dapat dihilangkan dengan pengendalikan diri (samvara).
Dukkha dapat dihilangkan dengan penggunaan (patisevana).
Dukkha dapat dihilangkan dengan penahanan (adhivasana).
Dukkha dapat dihilangkan dengan penghindaran (parivajjana).
Dukkha dapat dihilangkan dengan penghapusan (vinodana).
Dukkha dapat dihilangkan dengan pengembangkan (bhavana).

bagaimana pendapat bro :)

Dalam Sabbasava Sutta, yang dihilangkan tersebut adalah Asava atau nafsu keinginan, bukan Dukkha. Nafsu ini adalah bentukan-bentukan pikiran. Setelah melenyapkan asava dengan tujuh cara demikian, ia dikatakan memotong keinginan (acchecchi taṇhaṃ), melenyapkan belenggu (vivattayi saṃyojanaṃ), dan, dengan penembusan benar akan kesombongan (sammā mānābhisamayā), ia melenyapkan penderitaan.

Sabbasava itu adalah salah satu dari tujuh kereta yang dibicarakan Punna Mantaniputta, tetapi bukan metode pembebasan akhir itu sendiri. Itu pendapat saya. :)


Yang dibold biru di atas ^ :
Apakah Bro Ryu yang salah kutip, atau apa?

Menurut Bro Kay, metode pembebasan akhir itu apa?
Yang bold biru, sepertinya salah terjemahan. Sabbasava Sutta pertama yang saya baca sekitar 3 tahun lalu juga menulis "dukkha".

Metode pembebasan akhir adalah yang berkenaan langsung dengan Satipatthana. 


Berkenaan dengan metode Satipatthana,
Apakah seseorang dapat mencapai pembebasan dengan hanya melaksanakan metode ini?
Ataukah seseorang harus melakukan hal lainnya, seperti moralitas misalnya?
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: ryu on 17 June 2010, 11:38:38 PM
dalam SABASAVA SUTTA buddha menjelaskan :
Dukkha dapat dihilangkan dengan melihat (dassana).
Dukkha dapat dihilangkan dengan pengendalikan diri (samvara).
Dukkha dapat dihilangkan dengan penggunaan (patisevana).
Dukkha dapat dihilangkan dengan penahanan (adhivasana).
Dukkha dapat dihilangkan dengan penghindaran (parivajjana).
Dukkha dapat dihilangkan dengan penghapusan (vinodana).
Dukkha dapat dihilangkan dengan pengembangkan (bhavana).

bagaimana pendapat bro :)

Dalam Sabbasava Sutta, yang dihilangkan tersebut adalah Asava atau nafsu keinginan, bukan Dukkha. Nafsu ini adalah bentukan-bentukan pikiran. Setelah melenyapkan asava dengan tujuh cara demikian, ia dikatakan memotong keinginan (acchecchi taṇhaṃ), melenyapkan belenggu (vivattayi saṃyojanaṃ), dan, dengan penembusan benar akan kesombongan (sammā mānābhisamayā), ia melenyapkan penderitaan.

Sabbasava itu adalah salah satu dari tujuh kereta yang dibicarakan Punna Mantaniputta, tetapi bukan metode pembebasan akhir itu sendiri. Itu pendapat saya. :)


Yang dibold biru di atas ^ :
Apakah Bro Ryu yang salah kutip, atau apa?

Menurut Bro Kay, metode pembebasan akhir itu apa?
Yang bold biru, sepertinya salah terjemahan. Sabbasava Sutta pertama yang saya baca sekitar 3 tahun lalu juga menulis "dukkha".

Metode pembebasan akhir adalah yang berkenaan langsung dengan Satipatthana. 


Berkenaan dengan metode Satipatthana,
Apakah seseorang dapat mencapai pembebasan dengan hanya melaksanakan metode ini?
Ataukah seseorang harus melakukan hal lainnya, seperti moralitas misalnya?
dalam satipatthana Sutta sepertinya ada kok aturan JMB8
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: hendrako on 17 June 2010, 11:40:49 PM

Maafkan saya yg cupu ini.
Apakah rekan2 bisa memberikan contoh perbuatan yang A-LDM dalam kehidupan sehari-hari?
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: hendrako on 17 June 2010, 11:44:24 PM
Quote
Sutta ini dikutipkan rekan lain kepada saya untuk ditunjukkan bahwa adanya satu usaha (penghancuran penghalang) dalam Satipatthana, yaitu di bagian:
"He discerns how there is the arising of unarisen sensual desire. And he discerns how there is the abandoning of sensual desire once it has arisen. And he discerns how there is no future arising of sensual desire that has been abandoned"
Saya tidak memahaminya demikian. Di situ hanya ada kata "discern" (melihat), tidak ada indikasi suatu usaha menghancurkan nivarana. Juga, setahu saya, nivarana dihancurkan dalam jhana, sebagaimana nafsu dihilangkan dengan konsentrasi, dan lainnya dihilangkan dengan mengembangkan faktor jhana lainnya. Demikianlah saya katakan tidak ada usaha benar dalam Satipatthana.

Bro Kainyn yang baik,
Boleh tahu dimanakah rujukannya "Jhana menghancurkan nivarana?"
Apakah yang terjadi pada Nivarana bila berlatih Satipatthana? Apakah hanya melihat? Kemudian apa yang terjadi dengan nivarana?

 _/\_
 
Setahu saya nivarana hanya "mengendap" pada saat pencapaian jhana.
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: hendrako on 17 June 2010, 11:47:24 PM
dalam SABASAVA SUTTA buddha menjelaskan :
Dukkha dapat dihilangkan dengan melihat (dassana).
Dukkha dapat dihilangkan dengan pengendalikan diri (samvara).
Dukkha dapat dihilangkan dengan penggunaan (patisevana).
Dukkha dapat dihilangkan dengan penahanan (adhivasana).
Dukkha dapat dihilangkan dengan penghindaran (parivajjana).
Dukkha dapat dihilangkan dengan penghapusan (vinodana).
Dukkha dapat dihilangkan dengan pengembangkan (bhavana).

bagaimana pendapat bro :)

Dalam Sabbasava Sutta, yang dihilangkan tersebut adalah Asava atau nafsu keinginan, bukan Dukkha. Nafsu ini adalah bentukan-bentukan pikiran. Setelah melenyapkan asava dengan tujuh cara demikian, ia dikatakan memotong keinginan (acchecchi taṇhaṃ), melenyapkan belenggu (vivattayi saṃyojanaṃ), dan, dengan penembusan benar akan kesombongan (sammā mānābhisamayā), ia melenyapkan penderitaan.

Sabbasava itu adalah salah satu dari tujuh kereta yang dibicarakan Punna Mantaniputta, tetapi bukan metode pembebasan akhir itu sendiri. Itu pendapat saya. :)


Yang dibold biru di atas ^ :
Apakah Bro Ryu yang salah kutip, atau apa?

Menurut Bro Kay, metode pembebasan akhir itu apa?
Yang bold biru, sepertinya salah terjemahan. Sabbasava Sutta pertama yang saya baca sekitar 3 tahun lalu juga menulis "dukkha".

Metode pembebasan akhir adalah yang berkenaan langsung dengan Satipatthana. 


Berkenaan dengan metode Satipatthana,
Apakah seseorang dapat mencapai pembebasan dengan hanya melaksanakan metode ini?
Ataukah seseorang harus melakukan hal lainnya, seperti moralitas misalnya?
dalam satipatthana Sutta sepertinya ada kok aturan JMB8

Btw, kalau tidak salah mmd tidak mengakui Satipatthana sutta sebagai acuan vipassana yg benar?
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: ryu on 18 June 2010, 06:52:38 AM
dalam SABASAVA SUTTA buddha menjelaskan :
Dukkha dapat dihilangkan dengan melihat (dassana).
Dukkha dapat dihilangkan dengan pengendalikan diri (samvara).
Dukkha dapat dihilangkan dengan penggunaan (patisevana).
Dukkha dapat dihilangkan dengan penahanan (adhivasana).
Dukkha dapat dihilangkan dengan penghindaran (parivajjana).
Dukkha dapat dihilangkan dengan penghapusan (vinodana).
Dukkha dapat dihilangkan dengan pengembangkan (bhavana).

bagaimana pendapat bro :)

Dalam Sabbasava Sutta, yang dihilangkan tersebut adalah Asava atau nafsu keinginan, bukan Dukkha. Nafsu ini adalah bentukan-bentukan pikiran. Setelah melenyapkan asava dengan tujuh cara demikian, ia dikatakan memotong keinginan (acchecchi taṇhaṃ), melenyapkan belenggu (vivattayi saṃyojanaṃ), dan, dengan penembusan benar akan kesombongan (sammā mānābhisamayā), ia melenyapkan penderitaan.

Sabbasava itu adalah salah satu dari tujuh kereta yang dibicarakan Punna Mantaniputta, tetapi bukan metode pembebasan akhir itu sendiri. Itu pendapat saya. :)


Yang dibold biru di atas ^ :
Apakah Bro Ryu yang salah kutip, atau apa?

Menurut Bro Kay, metode pembebasan akhir itu apa?
Yang bold biru, sepertinya salah terjemahan. Sabbasava Sutta pertama yang saya baca sekitar 3 tahun lalu juga menulis "dukkha".

Metode pembebasan akhir adalah yang berkenaan langsung dengan Satipatthana. 


Berkenaan dengan metode Satipatthana,
Apakah seseorang dapat mencapai pembebasan dengan hanya melaksanakan metode ini?
Ataukah seseorang harus melakukan hal lainnya, seperti moralitas misalnya?
dalam satipatthana Sutta sepertinya ada kok aturan JMB8

Btw, kalau tidak salah mmd tidak mengakui Satipatthana sutta sebagai acuan vipassana yg benar?
Kalau dalam satipatthana tidak ada JMB8 maka di pakai sebagai acuan, kalau ada JMB8 maka tidak dipakai, itu saja ;D
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: tesla on 18 June 2010, 08:08:39 AM
menurut saya, tanpa LDM kamma tidak berbuah...

saya hanya bisa menelusuri sampai dg bahasa Inggriss... maaf Pali masih cupu

Quote
"Any action performed with non-greed — born of non-greed, caused by non-greed, originating from non-greed: When greed is gone, that action is thus abandoned, its root destroyed, made like a palmyra stump, deprived of the conditions of development, not destined for future arising.

"Any action performed with non-aversion — born of non-aversion, caused by non-aversion, originating from non-aversion: When aversion is gone, that action is thus abandoned, destroyed at the root, made like a palmyra stump, deprived of the conditions of development, not destined for future arising.

"Any action performed with non-delusion — born of non-delusion, caused by non-delusion, originating from non-delusion: When delusion is gone, that action is thus abandoned, its root destroyed, made like a palmyra stump, deprived of the conditions of development, not destined for future arising.

Jadi, sebelum LDM hilang, apakah A-LDM menghasilkan buah kamma?

sebelum LDM hilang, yah semua tindakan yg muncul berakar dari LDM. justru a-LDM hanya terjadi ketika LDM hilang dulu.
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: K.K. on 18 June 2010, 08:29:24 AM
Bro Kainyn yang baik,
Boleh tahu dimanakah rujukannya "Jhana menghancurkan nivarana?"
Apakah yang terjadi pada Nivarana bila berlatih Satipatthana? Apakah hanya melihat? Kemudian apa yang terjadi dengan nivarana?

 _/\_
Sorry, Bro fabian. Saya tidak ingat rujukannya. Seingat saya, Jhana menghancurkan nivarana tetapi bukan penyebab dari nivarana itu sendiri, sehingga bisa muncul lagi ketika kekuatan jhananya hilang.
Untuk nivarana pada yang berlatih satipatthana, saya tidak tahu karena jelas definisi satipatthana kita berbeda. Buat saya, benar hanya "melihat". Pada orang yang berhasil menyadari hal tersebut, maka ia tidak melekat lagi di sana, maka nivarana bukan dihancurkan dan hal lain dikembangkan. 

Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: K.K. on 18 June 2010, 08:42:27 AM
sebelum LDM hilang, yah semua tindakan yg muncul berakar dari LDM. justru a-LDM hanya terjadi ketika LDM hilang dulu.
Dalam Sutta itu tertulis ketika LDM hilang, A-LDM hilang. Tidak disebutkan A-LDM timbul ketika LDM hilang.
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: K.K. on 18 June 2010, 08:42:34 AM
di sutta itu tertulis tiga penyebab asal mula tindakan. (LDM) menghasilkan karma

dan juga ada tiga penyebab lain untuk asal mula tindakan. (ALADAM) tidak muncul lagi di masa depan.
Jadi A-LDM tidak menghasilkan kamma?
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: K.K. on 18 June 2010, 08:56:31 AM
Berkenaan dengan metode Satipatthana,
Apakah seseorang dapat mencapai pembebasan dengan hanya melaksanakan metode ini?
Ataukah seseorang harus melakukan hal lainnya, seperti moralitas misalnya?
Kutipan dari Maha-Satipatthana:

"Para bhikkhu, siapa saja yang melaksanakan Empat Landasan Kesadaran untuk tujuh tahun, salah satu dari dua pahala yang dapat diharapkan dalam penghidupan sekarang, yaitu tercapainya Pengetahuan Tertinggi 2) atau jika masih terlahir akan mencapai anagami.
Atau, jangankan tujuh tahun, para bhikkhu, siapa saja yang melaksanakan Empat Landasan Kesadaran ini hanya untuk enam tahun ..., untuk lima tahun ..., untuk empat tahun ...., untuk tiga tahun ..., untuk hanya dua tahun, dalam dirinya dapat diharapkan salah satu dari dua pahala ini, yaitu dalam kehidupan ini tercapainya Pengetahuan Tertinggi atau jika masih terlahir lagi akan mencapai anagami.
Atau, jangankan satu tahun, para bhikkhu, Empat Landasan Kesadaran ini untuk enam bulan, atau untuk lima bulan, atau untuk empat bulan, atau untuk tiga bulan, atau untuk dua bulan atau untuk satu bulan, atau hanya setengah bulan saja dalam dirinya dapat diharapkan salah satu dari pada dua pahala ini, yaitu tercapainya Pengetahuan Tertinggi atau jika masih terlahir lagi akan mencapai anagami.
Atau, jangankan setengah bulan, para bhikkhu, siapa saja yang melaksanakan Empat Landasan Kesadaran ini untuk tujuh hari, dalam dirinya dapat diharapkan salah satu dari pada dua pahala ini, yaitu dalam kehidupan ini tercapai Pengetahuan Tertinggi atau jika terlahir lagi akan mencapai anagami."

Apakah di situ disinggung moralitas atau hal lainnya?

Mungkin orang akan berkata, "oh, kalo gitu ga perlu sila & lainnya, donk?!"
Maka saya akan menjawab, "betul, tidak perlu, JIKA DAN HANYA JIKA anda bisa melakukan Satipatthana tersebut tanpa terputus selama seumur hidup."
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: K.K. on 18 June 2010, 09:09:45 AM

Maafkan saya yg cupu ini.
Apakah rekan2 bisa memberikan contoh perbuatan yang A-LDM dalam kehidupan sehari-hari?

Sepertinya ada perbedaan pendapat di sini.
A-LDM menurut saya adalah perbuatan baik kita sehari-hari yang kebalikan dari LDM, misalnya: mengasihi orang lain, berdana, menjalankan moralitas, dsb.

Perbuatan ini, sesuai Nidana Sutta itu, adalah menghasilkan kamma. Kemudian setelah LDM tidak ada (penembusan Arahata-phala), maka perbuatan A-LDM ini sudah tidak muncul lagi.

Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: ryu on 18 June 2010, 10:12:57 AM
di sutta itu tertulis tiga penyebab asal mula tindakan. (LDM) menghasilkan karma

dan juga ada tiga penyebab lain untuk asal mula tindakan. (ALADAM) tidak muncul lagi di masa depan.
Jadi A-LDM tidak menghasilkan kamma?
menurut komentar d sana sih begini :
14 Aspek positif dari tiga akar yang baik adalah: tidak adanya nafsu (meninggalkan keduniawian, tidak melekat), cinta kasih, dan kebijaksanaan. Di sini, tindakan yang muncul dari tanpa-keserakahan, tanpa-kebencian, dan tanpa-kebodohan-batin harus dipahami bukan sebagai tindakan bajik biasa melainkan sebagai "kamma yang bukannya gelap dan juga bukannya terang, dengan akibat yang bukan gelap dan juga bukan terang, dengan hasil yang bukan gelap dan bukan terang, yang membawa menuju hancurnya kamma" (Teks 90), yaitu, niat untuk mengembangkan Jalan Mulia Berunsur Delapan. Tindakan-tindakan duniawi yang muncul dari tiga akar yang baik ini tidak dapat digambarkan sebagai "tidak lagi bisa muncul di masa depan". Sebaliknya, tindakan-tindakan semacam itu, karena merupakan "kamma terang dengan hasil terang" (Teks 90), akan memberikan buah-buah yang menyenangkan dan menyebabkan kelahiran yang beruntung.

15 AA menjelaskan perumpamaan itu demikian: Benih-benih di sini mewakili kamma yang baik dan kamma yang tidak baik. Orang yang membakarnya dengan api mewakili meditator. Api itu mewakili pengetahuan tentang Jalan Mulia. Waktu ketika orang itu membakar benih-benih itu sama seperti waktu ketika meditator membakar kekotoran batin dengan pengetahuan tentang Sang Jalan. Waktu ketika benih itu telah dihancurkan sampai menjadi abu adalah waktu ketika penopang lima kandha terpotong akarnya (yaitu selama kehidupan arahat, ketika lima khanda tidak lagi ditopang oleh nafsu keinginan). Waktu ketika abu itu disebarkan oleh angin atau terbawa oleh arus dan tidak lagi dapat tumbuh adalah waktu ketika lima kandha itu berhenti sepenuhnya (dengan parinibbana arahat itu) dan tidak pernah lagi terwujud di dalam lingkaran dumadi.
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: K.K. on 18 June 2010, 11:16:05 AM
menurut komentar d sana sih begini :
14 Aspek positif dari tiga akar yang baik adalah: tidak adanya nafsu (meninggalkan keduniawian, tidak melekat), cinta kasih, dan kebijaksanaan. Di sini, tindakan yang muncul dari tanpa-keserakahan, tanpa-kebencian, dan tanpa-kebodohan-batin harus dipahami bukan sebagai tindakan bajik biasa melainkan sebagai "kamma yang bukannya gelap dan juga bukannya terang, dengan akibat yang bukan gelap dan juga bukan terang, dengan hasil yang bukan gelap dan bukan terang, yang membawa menuju hancurnya kamma" (Teks 90), yaitu, niat untuk mengembangkan Jalan Mulia Berunsur Delapan. Tindakan-tindakan duniawi yang muncul dari tiga akar yang baik ini tidak dapat digambarkan sebagai "tidak lagi bisa muncul di masa depan". Sebaliknya, tindakan-tindakan semacam itu, karena merupakan "kamma terang dengan hasil terang" (Teks 90), akan memberikan buah-buah yang menyenangkan dan menyebabkan kelahiran yang beruntung.

15 AA menjelaskan perumpamaan itu demikian: Benih-benih di sini mewakili kamma yang baik dan kamma yang tidak baik. Orang yang membakarnya dengan api mewakili meditator. Api itu mewakili pengetahuan tentang Jalan Mulia. Waktu ketika orang itu membakar benih-benih itu sama seperti waktu ketika meditator membakar kekotoran batin dengan pengetahuan tentang Sang Jalan. Waktu ketika benih itu telah dihancurkan sampai menjadi abu adalah waktu ketika penopang lima kandha terpotong akarnya (yaitu selama kehidupan arahat, ketika lima khanda tidak lagi ditopang oleh nafsu keinginan). Waktu ketika abu itu disebarkan oleh angin atau terbawa oleh arus dan tidak lagi dapat tumbuh adalah waktu ketika lima kandha itu berhenti sepenuhnya (dengan parinibbana arahat itu) dan tidak pernah lagi terwujud di dalam lingkaran dumadi.

Jadi Bro ryu setuju dengan Bro tesla atau dengan komentar tersebut?
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: tesla on 18 June 2010, 11:33:53 AM
sebelum LDM hilang, yah semua tindakan yg muncul berakar dari LDM. justru a-LDM hanya terjadi ketika LDM hilang dulu.
Dalam Sutta itu tertulis ketika LDM hilang, A-LDM hilang. Tidak disebutkan A-LDM timbul ketika LDM hilang.

mohon pentunjuk, saya ga nemuin ketika LDM hilang, A-LDM ikut hilang.

sedang kata saya ketika A-LDM muncul, LDM hilang adalah pengertian langsung, common sense saja.
dari kata non-delusion, non-greed, non-aversion. yg maknanya ketika itu tidak ada greed, aversion & delusion.

tapi kurang lebih saya menangkap maksud bro Kainyn sbb:
1. Any action performed with non-greed — born of non-greed, caused by non-greed, originating from non-greed:
2. When greed is gone, that action is thus abandoned, its root destroyed, made like a palmyra stump, deprived of the conditions of development, not destined for future arising.

bro Kainyn melihat ini sebagai #1 diikuti #2, sedang saya melihat sbg 1 kesatuan dimana kalimat #2 merupakan penjelasan thd kalimat #1, benar?
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: ryu on 18 June 2010, 11:41:37 AM
Jadi Bro ryu setuju dengan Bro tesla atau dengan komentar tersebut?
saya melihat ketika tindakan dilakukan dengan aLDM, terlahir dari aLDM, disebabkan oleh aLDM, muncul dari aLDM, kemudian LDM lenyap, LDM di tinggalkan, terpotong di akarnya, dibuat gersang seperti tunggul pohon palma, terhapus sehingga tidak lagi bisa muncul di masa depan.

kemudian sesuai dengan perumpamaan karena tindakan aLDM, maka tindakan tindakan LDM ditinggalkan, terpotong di akarnya, dibuat gersang seperti tunggul pohon palma, terhapus sehingga tidak lagi bisa muncul di masa depan.

Demikian.
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: ryu on 18 June 2010, 11:47:35 AM

Maafkan saya yg cupu ini.
Apakah rekan2 bisa memberikan contoh perbuatan yang A-LDM dalam kehidupan sehari-hari?
"Para bhikkhu, petapa kelana dari kelompok lain mungkin bertanya kepada kalian demikian: 'Sahabat, ada tiga sifat ini: nafsu,52  kebencian dan kebodohan batin. Sahabat, apakah perbedaan di antara tiga sifat ini, apakah ketidaksamaan dan kelainannya?' Jika ditanya demikian, para bhikkhu, bagaimanakah kalian akan menjawab petapa-petapa kelana dari sekte lain itu?"

"Bagi kami, Bhante, akar ajaran ada pada Yang Terberkati, dan Bhantelah pembimbing serta sumbernya. Adalah baik jika Bhante sendiri mau menjelaskan arti dari pernyataan ini. Setelah mendengarkan Bhante, para bhikkhu akan menyimpannya di pikiran."

"Kalau demikian, para bhikkhu, dengarkanlah dengan seksama. Aku akan berbicara."

"Baik, Bhante," jawab para bhikkhu. Sang Buddha mengatakan demikian:

"Jika para petapa kelana dari sekte lain menanyakan tentang perbedaan, ketidaksamaan, dan kelainan di antara tiga sifat ini, demikian ini kalian harus menjawab: 'Nafsu tidak amat tercela tetapi sulit dihilangkan. Kebencian lebih tercela tetapi lebih mudah dihilangkan. Kebodohan batin sangat tercela dan sulit dihilangkan.'53

"Jika mereka bertanya: 'Sahabat, apakah penyebab dan alasan bagi munculnya nafsu yang tadinya belum muncul, dan bagi meningkat serta menguatnya nafsu yang telah muncul?' Kalian harus menjawab: 'Objek yang indah: bagi orang yang memperhatikan objek yang indah secara tidak benar, maka nafsu yang tadinya belum muncul akan muncul dan nafsu yang telah muncul akan meningkat dan menjadi kuat.'54

"Jika mereka bertanya: 'Sahabat, apakah penyebab dan alasan bagi munculnya kebencian yang tadinya belum muncul, dan bagi meningkat serta menguatnya kebencian yang telah muncul?' Kalian harus menjawab: 'Objek yang menjijikkan: bagi orang yang memperhatikan objek yang menjijikkan secara tidak benar, maka kebencian yang tadinya belum muncul akan muncul dan kebencian yang telah muncul akan meningkat dan menjadi kuat.'

"Jika mereka bertanya: 'Sahabat, apakah penyebab dan alasan bagi munculnya kebodohan batin yang tadinya belum muncul, dan bagi meningkat serta menguatnya kebodohan batin yang telah muncul?' Kalian harus menjawab: 'Perhatian yang tidak benar: bagi orang yang memperhatikan hal-hal secara tidak benar, maka kebodohan batin yang tadinya belum muncul akan muncul dan kebodohan batin yang telah muncul akan meningkat dan menjadi kuat.'

"Jika mereka bertanya: 'Sahabat, apakah penyebab dan alasan bagi tidak munculnya nafsu yang belum muncul, dan bagi lenyapnya nafsu yang telah muncul?' Kalian harus menjawab: 'Objek yang menjijikkan: bagi orang yang memperhatikan objek yang menjijikkan secara benar, maka nafsu yang belum muncul tidak akan muncul dan nafsu yang telah muncul akan ditinggalkan.'

"Jika mereka bertanya: 'Sahabat, apakah penyebab dan alasan bagi tidak munculnya kebencian yang belum muncul, dan bagi lenyapnya kebencian yang telah muncul?' Kalian harus menjawab: 'Pembebasan pikiran oleh cinta kasih: bagi orang yang memperhatikan secara benar kebebasan pikiran oleh cinta kasih, maka kebencian yang belum muncul tidak akan muncul dan kebencian yang telah muncul akan ditinggalkan.'

"Jika mereka bertanya: 'Sahabat, apakah penyebab dan alasan bagi tidak munculnya kebodohan batin yang belum muncul, dan bagi lenyapnya kebodohan batin yang telah muncul?' Kalian harus menjawab: 'Perhatian yang benar: bagi orang yang memperhatikan hal-hal secara benar, maka kebodohan batin yang belum muncul tidak akan muncul dan kebodohan batin yang telah muncul akan lenyap."'
(AN III, 68)
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: K.K. on 18 June 2010, 12:21:55 PM
mohon pentunjuk, saya ga nemuin ketika LDM hilang, A-LDM ikut hilang.

sedang kata saya ketika A-LDM muncul, LDM hilang adalah pengertian langsung, common sense saja.
dari kata non-delusion, non-greed, non-aversion. yg maknanya ketika itu tidak ada greed, aversion & delusion.

tapi kurang lebih saya menangkap maksud bro Kainyn sbb:
1. Any action performed with non-greed — born of non-greed, caused by non-greed, originating from non-greed:
2. When greed is gone, that action is thus abandoned, its root destroyed, made like a palmyra stump, deprived of the conditions of development, not destined for future arising.

bro Kainyn melihat ini sebagai #1 diikuti #2, sedang saya melihat sbg 1 kesatuan dimana kalimat #2 merupakan penjelasan thd kalimat #1, benar?

Saya juga melihatnya satu kesatuan. Kata "that action" dalam frasa 2 merujuk pada "action performed with non-greed..." yang ketika padamnya lobha (lobhavigate), juga ditinggalkan seperti tunggul palmyra dst.

alobhapakataṃ kammaṃ alobhajaṃ alobhanidānaṃ alobhasamudayaṃ, lobhevigate evaṃ taṃ kammaṃ pahīnaṃ hoti ucchinnamūlaṃ tālāvatthukataṃ anabhāvaṅkataṃ āyatiṃ anuppādadhammaṃ


Perbuatan A-LDM di sini bukanlah kondisi di mana LDM padam, tetapi adalah "lawan/kebalikan dari LDM". Keduanya adalah penyebab kamma:
-Lobho nidānaṃ kammānaṃ samudayāya, doso nidānaṃ kammānaṃ samudayāya, moho nidānaṃ kammānaṃ samudayāya
-Alobho nidānaṃ kammānaṃ samudayāya, adoso nidānaṃ kammānaṃ samudayāya, amoho nidānaṃ kammānaṃ samudayāya.)

Di sini tidak dibahas mengenai vipaka, hanya pada kamma-nya saja. Ketika LDM hilang, maka tidak ada lagi pembentukan kamma karena sudah kehilangan penyebabnya, baik LDM maupun A-LDM.

Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: K.K. on 18 June 2010, 12:31:22 PM
Jadi Bro ryu setuju dengan Bro tesla atau dengan komentar tersebut?
saya melihat ketika tindakan dilakukan dengan aLDM, terlahir dari aLDM, disebabkan oleh aLDM, muncul dari aLDM, kemudian LDM lenyap, LDM di tinggalkan, terpotong di akarnya, dibuat gersang seperti tunggul pohon palma, terhapus sehingga tidak lagi bisa muncul di masa depan.

kemudian sesuai dengan perumpamaan karena tindakan aLDM, maka tindakan tindakan LDM ditinggalkan, terpotong di akarnya, dibuat gersang seperti tunggul pohon palma, terhapus sehingga tidak lagi bisa muncul di masa depan.

Demikian.
Dari yang saya lihat, sutta tersebut tidak menjelaskan metode penghilangan LDM, tetapi menjelaskan asal dari kamma yang adalah LDM & A-LDM.

LDM & A-LDM ini adalah dualitas yang tidak bisa dipisahkan selama seseorang masih dalam samsara, oleh karena itu mereka tidak dipisahkan dalam 2 kelompok. Mereka bukan 6, tetapi 3.
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: tesla on 18 June 2010, 12:45:01 PM
Quote
Perbuatan A-LDM di sini bukanlah kondisi di mana LDM padam, tetapi adalah "lawan/kebalikan dari LDM". Keduanya adalah penyebab kamma:
-Lobho nidānaṃ kammānaṃ samudayāya, doso nidānaṃ kammānaṃ samudayāya, moho nidānaṃ kammānaṃ samudayāya
-Alobho nidānaṃ kammānaṃ samudayāya, adoso nidānaṃ kammānaṃ samudayāya, amoho nidānaṃ kammānaṃ samudayāya.)

setuju, keduanya adalah penyebab kamma/action.
namun saya melihat disini, ketika tindakan aLDM, LDM tidak ada (sbg absennya LDM, bukan padam permanen).
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: ryu on 18 June 2010, 12:51:06 PM
menurut bro kain bagaimana, apakah LDM dan A-LDM Masalah atau tidak?
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: K.K. on 18 June 2010, 01:06:18 PM
setuju, keduanya adalah penyebab kamma/action.
namun saya melihat disini, ketika tindakan aLDM, LDM tidak ada (sbg absennya LDM, bukan padam permanen).

Bagi saya, sebelum penembusan Arahatta Phala, LDM selalu ada. Secara sederhana, saya gambarkan sebagai 1 titik (=LDM), apakah kita menjauhi (kamma A-LDM) atau mendekati (kamma LDM), LDM tersebut tetap ada. Walaupun kita menjauh sampai jarak tak hingga, sampai titik itu tidak kelihatan, tetap saja LDM itu ada, maka kamma tetap ada.

Ketika titik itu (atau kita sendiri) hilang, maka tidak ada lagi yang namanya menjauh atau mendekat.

Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: K.K. on 18 June 2010, 01:14:01 PM
menurut bro kain bagaimana, apakah LDM dan A-LDM Masalah atau tidak?
Kalau ditanyakan begitu, saya akan bertanya dalam konsep manakah yang dibicarakan.
Dalam konteks Satipatthana, LDM, A-LDM, atau fenomena apa pun, bukan dilihat sebagai masalah atau bukan masalah, tetapi dipahami sebagaimana adanya. Ketika pikiran "LDM bukan masalah" timbul, maka dilihat demikian. Ketika pikiran "LDM adalah masalah" timbul, juga dilihat demikian.

Dalam konteks di luar Satipatthana, ketika seorang mengetahui sebab-akibat dari LDM, tentu saja memiliki perhatian akan hal tersebut.

Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: tesla on 18 June 2010, 01:16:46 PM
setuju, keduanya adalah penyebab kamma/action.
namun saya melihat disini, ketika tindakan aLDM, LDM tidak ada (sbg absennya LDM, bukan padam permanen).

Bagi saya, sebelum penembusan Arahatta Phala, LDM selalu ada. Secara sederhana, saya gambarkan sebagai 1 titik (=LDM), apakah kita menjauhi (kamma A-LDM) atau mendekati (kamma LDM), LDM tersebut tetap ada. Walaupun kita menjauh sampai jarak tak hingga, sampai titik itu tidak kelihatan, tetap saja LDM itu ada, maka kamma tetap ada.

Ketika titik itu (atau kita sendiri) hilang, maka tidak ada lagi yang namanya menjauh atau mendekat.


setuju, hanya ketika Arahat, setiap aksi tidak menghasilkan lagi.
disisi lain, saya memang mengatakan, setiap aksi sebelum Arahat masih berakar LDM, tidak ada a-LDM.
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: Riky_dave on 18 June 2010, 01:31:48 PM
Bro Upasaka, saya mau tanya pendapatnya. Apakah Buddha mengajarkan Satipatthana: a. Ketika hal kusala muncul, kenali sebagai kusala; ketika hal akusala muncul, kenali sebagai akusala; ataukah b. ketika kusala muncul, kembangkan; ketika hal akusala muncul, lepaskan.
Ketika Sang Buddha mengajarkan Satipatthana, Sang Buddha mengajarkan untuk melihat bagimana fenomena di pancakkhandha ini timbul, berlangsung dan tenggelam kembali.
Jika timbul, diketahui sebagai timbul. Jika berlangsung diketahui berlangsung. Jika tenggelam diketahui tenggelam.

Demikianlah Sang Buddha tidak mengajarkan kalau yang baik tidak muncul, diusahakan muncul; jika yang baik sudah muncul dipertahankan muncul; jika yang buruk ada, diusahakan tenggelam; jika yang buruk belum muncul, ditahan agar tidak muncul.

Demikianlah tidak adanya relevansi antara Usaha Benar dalam Vipassana, yang otomatis tidak ada pengembangan dan penghancuran di sana.

Saya menyinggung A-LDM dengan Bro fabian untuk membahas bahwa A-LDM adalah juga tidak kekal/Anicca. Menghentikan kelahiran kembali adalah bukan dengan mengembangkan atau menghancurkan yang tidak kekal, tetapi dengan menyadari hakikat fenomena apa adanya yang adalah tidak kekal. Dengan menyadari hakikat fenomena tersebut, maka ia (khanda) tidak lagi berdiam di mana pun. Tidak lagi ditopang landasan mana pun. Itulah Nibbana menurut saya dari yang saya pelajari selama ini.


betul sekali, sy setuju apa yg disampaikan, krn logikanya memang begitu.

Sy juga tidak heran bahwa Bhante Panna juga menggunakan istilah Aku yg sama dengan istilah yg digunakan Pak Hud. Krn, tidak ada yg salah dengan pemikiran bahwa si Aku ini / ego lah yg menjadi sumber putaran samsara kita.

Namun, menyadari kebenaran ini, bukan berarti jalan yg ditawarkan juga PASTI betul, menjadi satu2nya cara dan jalan yg lain adalah konyol.

Apapun istilah yg digunakan untuk menggambarkan Nibbana: Padamnya LDM, Runtuhnya si Aku, Melihat sebagaimana adanya, Berhentinya Pikiran, dsbnya - hanyalah sekedar istilah. Karena kondisi mental tiap orang berbeda, sehingga membutuhkan pendekatan yg berbeda untuk dapat merealisasi Nibbana ini.

Itulah sebabnya mengapa Buddha tidak hanya mengajarkan satu jurus saja, namun bersusah payah berkeliling selama 45 tahun yg jika dihitung2 telah menelorkan 84.000 jurus.

Satu macam realisasi, namun beragam cara...

::

 

sayang,ada umat Buddha di forum ini yang hanya mengakui Hasta Ariya Magga sebagai "satu-satu"nya jalan dan tetap ngotot mengenai hal tersebut.. :D
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: K.K. on 18 June 2010, 01:34:00 PM
setuju, hanya ketika Arahat, setiap aksi tidak menghasilkan lagi.
disisi lain, saya memang mengatakan, setiap aksi sebelum Arahat masih berakar LDM, tidak ada a-LDM.
A-LDM menyebabkan kamma. Pada Arahat, tidak ada lagi kamma.
Jadi A-LDM yang masih menyebabkan kamma tersebut, bukanlah terjadi pada Arahat, tetapi pada yang belum terbebas.
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: Riky_dave on 18 June 2010, 01:36:48 PM
setuju, hanya ketika Arahat, setiap aksi tidak menghasilkan lagi.
disisi lain, saya memang mengatakan, setiap aksi sebelum Arahat masih berakar LDM, tidak ada a-LDM.
A-LDM menyebabkan kamma. Pada Arahat, tidak ada lagi kamma.
Jadi A-LDM yang masih menyebabkan kamma tersebut, bukanlah terjadi pada Arahat, tetapi pada yang belum terbebas.


Menurut Anda,setelah menyadari semua itu,apakah Para Arahatta telah memotong "kamma" mereka sendiri?seperti Kiriya Kamma,yang berati mereka tidak melakukan aksi apapun lagi yang bisa menimbulkan reaksi?
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: K.K. on 18 June 2010, 01:42:29 PM
Menurut Anda,setelah menyadari semua itu,apakah Para Arahatta telah memotong "kamma" mereka sendiri?seperti Kiriya Kamma,yang berati mereka tidak melakukan aksi apapun lagi yang bisa menimbulkan reaksi?
Menurut saya, para Arahatta bukan memotong kamma, namun hanya tidak lagi menimbulkan kamma baru.

Mengenai bagaimana kemudian mereka berpikir dan bereaksi, saya pikir sebaiknya tidak menspekulasikannya.

Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: Riky_dave on 18 June 2010, 01:44:18 PM
Menurut Anda,setelah menyadari semua itu,apakah Para Arahatta telah memotong "kamma" mereka sendiri?seperti Kiriya Kamma,yang berati mereka tidak melakukan aksi apapun lagi yang bisa menimbulkan reaksi?
Menurut saya, para Arahatta bukan memotong kamma, namun hanya tidak lagi menimbulkan kamma baru.

Mengenai bagaimana kemudian mereka berpikir dan bereaksi, saya pikir sebaiknya tidak menspekulasikannya.


Saya tertarik setelah membaca Aṅguttara Nikāya III.33,menurut Anda setelah melakukan A-LDM,maka LDM akan lenyap atau?
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: K.K. on 18 June 2010, 01:49:00 PM
Saya tertarik setelah membaca Aṅguttara Nikāya III.33,menurut Anda setelah melakukan A-LDM,maka LDM akan lenyap atau?
Bukan begitu. Setelah LDM lenyap, maka baik perbuatan (kamma) yang berasal dari LDM maupun A-LDM lenyap. Perbuatan Arahat tidak lagi memiliki akar LDM maupun A-LDM, maka mereka juga dikatakan tidak menanam kamma lagi.

Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: Riky_dave on 18 June 2010, 01:51:29 PM
Saya tertarik setelah membaca Aṅguttara Nikāya III.33,menurut Anda setelah melakukan A-LDM,maka LDM akan lenyap atau?
Bukan begitu. Setelah LDM lenyap, maka baik perbuatan (kamma) yang berasal dari LDM maupun A-LDM lenyap. Perbuatan Arahat tidak lagi memiliki akar LDM maupun A-LDM, maka mereka juga dikatakan tidak menanam kamma lagi.



Setuju,kalau LDMnya lenyap,kalau dilihat dari AN 3:33,saya ingin mengajukan pertanyaan berupa :

1.tidak melakukan LDM = ALDM,apakah dengan tidak melakukan LDM,menghindari LDM,mengembangkan ALDM terus menerus,maka LDMnya akan lenyap?

2.kalau jawaban ya,berati bagaimana dengan pendapat Anda sebelumnya soal penyebab kamma itu sendiri adalah LDM dan ALDM..

Terima kasih.. _/\_
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: K.K. on 18 June 2010, 02:09:26 PM
Setuju,kalau LDMnya lenyap,kalau dilihat dari AN 3:33,saya ingin mengajukan pertanyaan berupa :

1.tidak melakukan LDM = ALDM,apakah dengan tidak melakukan LDM,menghindari LDM,mengembangkan ALDM terus menerus,maka LDMnya akan lenyap?
Dalam sutta itu, hanya digeneralisasi LDM & A-LDM karena pembahasannya memang hanya asal dari perbuatan (kamma). Jika ingin membahas tentang perbuatan yang mengarah pada lenyapnya kamma, maka seperti yang dibahas oleh komentarnya, kamma digolongkan sebagai empat:
1. Kamma gelap berakibat gelap; 2. kamma terang berakibat terang; 3. kamma terang & gelap berakibat terang & gelap; 4 kamma bukan terang & bukan gelap yang mengarah pada lenyapnya kamma. Hal ini dibahas dalam Anguttara Nikaya IV.232, Vitthāra Sutta.

Kalau saya pribadi menggolongkan jenis kamma ke empat tersebut ke bukan LDM & bukan pula A-LDM. Kamma jenis tersebut hanya ada ketika seseorang melakukan perhatian murni (Satipatthana).

Jadi jawaban saya adalah tidak. Melakukan A-LDM (yang adalah berkondisi) tidak akan membawa orang pada pembebasan (lepasnya keterkondisian).


Quote
2.kalau jawaban ya,berati bagaimana dengan pendapat Anda sebelumnya soal penyebab kamma itu sendiri adalah LDM dan ALDM..

Terima kasih.. _/\_
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: pemula on 18 June 2010, 03:37:57 PM
 _/\_

BUKAN IA JUGA BUKAN TIDAK.

HANYA SEORANG YANG MENYELAMI HUKUM PATICCA SAMUPADA AKAN MELIHAT DENGAN JELASNYA>  :)

INI SAJA... TQ
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: ryu on 18 June 2010, 03:47:03 PM
setuju, hanya ketika Arahat, setiap aksi tidak menghasilkan lagi.
disisi lain, saya memang mengatakan, setiap aksi sebelum Arahat masih berakar LDM, tidak ada a-LDM.
A-LDM menyebabkan kamma. Pada Arahat, tidak ada lagi kamma.
Jadi A-LDM yang masih menyebabkan kamma tersebut, bukanlah terjadi pada Arahat, tetapi pada yang belum terbebas.

Aspek positif dari tiga akar yang baik adalah: tidak adanya nafsu (meninggalkan keduniawian, tidak melekat), cinta kasih, dan kebijaksanaan. Di sini, tindakan yang muncul dari tanpa-keserakahan, tanpa-kebencian, dan tanpa-kebodohan-batin harus dipahami bukan sebagai tindakan bajik biasa melainkan sebagai "kamma yang bukannya gelap dan juga bukannya terang, dengan akibat yang bukan gelap dan juga bukan terang, dengan hasil yang bukan gelap dan bukan terang, yang membawa menuju hancurnya kamma" (Teks 90), yaitu, niat untuk mengembangkan Jalan Mulia Berunsur Delapan.
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: K.K. on 18 June 2010, 04:00:57 PM
setuju, hanya ketika Arahat, setiap aksi tidak menghasilkan lagi.
disisi lain, saya memang mengatakan, setiap aksi sebelum Arahat masih berakar LDM, tidak ada a-LDM.
A-LDM menyebabkan kamma. Pada Arahat, tidak ada lagi kamma.
Jadi A-LDM yang masih menyebabkan kamma tersebut, bukanlah terjadi pada Arahat, tetapi pada yang belum terbebas.

Aspek positif dari tiga akar yang baik adalah: tidak adanya nafsu (meninggalkan keduniawian, tidak melekat), cinta kasih, dan kebijaksanaan. Di sini, tindakan yang muncul dari tanpa-keserakahan, tanpa-kebencian, dan tanpa-kebodohan-batin harus dipahami bukan sebagai tindakan bajik biasa melainkan sebagai "kamma yang bukannya gelap dan juga bukannya terang, dengan akibat yang bukan gelap dan juga bukan terang, dengan hasil yang bukan gelap dan bukan terang, yang membawa menuju hancurnya kamma" (Teks 90), yaitu, niat untuk mengembangkan Jalan Mulia Berunsur Delapan.

Ya, di situ pendapat saya berbeda dengan komentar. Secara umum saya setuju usaha2 untuk melepaskan diri dari dukkha dirangkum sebagai JMB 8. Tapi kalau dikatakan JMB 8 itu sendiri secara keseluruhan adalah kamma jenis ke empat, saya tidak setuju.

Selain itu, komentar juga tidak menjelaskan tindakan bajik biasa itu termasuk yang mana. Tidak mungkin termasuk LDM juga, bukan?
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: tesla on 18 June 2010, 04:47:03 PM
setuju, hanya ketika Arahat, setiap aksi tidak menghasilkan lagi.
disisi lain, saya memang mengatakan, setiap aksi sebelum Arahat masih berakar LDM, tidak ada a-LDM.
A-LDM menyebabkan kamma. Pada Arahat, tidak ada lagi kamma.
Jadi A-LDM yang masih menyebabkan kamma tersebut, bukanlah terjadi pada Arahat, tetapi pada yang belum terbebas.
disini, kamma adalah dalam arti tindakan / action, arahat & buddha masih bertindak (have action), bukan akar.
yg menjadi akar justru adalah LDM (dan a-LDM).

apa yg tidak ada pada arahat & buddha adalah akar dari tindakan yg berupa LDM.
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: ryu on 18 June 2010, 05:11:07 PM
setuju, hanya ketika Arahat, setiap aksi tidak menghasilkan lagi.
disisi lain, saya memang mengatakan, setiap aksi sebelum Arahat masih berakar LDM, tidak ada a-LDM.
A-LDM menyebabkan kamma. Pada Arahat, tidak ada lagi kamma.
Jadi A-LDM yang masih menyebabkan kamma tersebut, bukanlah terjadi pada Arahat, tetapi pada yang belum terbebas.

Aspek positif dari tiga akar yang baik adalah: tidak adanya nafsu (meninggalkan keduniawian, tidak melekat), cinta kasih, dan kebijaksanaan. Di sini, tindakan yang muncul dari tanpa-keserakahan, tanpa-kebencian, dan tanpa-kebodohan-batin harus dipahami bukan sebagai tindakan bajik biasa melainkan sebagai "kamma yang bukannya gelap dan juga bukannya terang, dengan akibat yang bukan gelap dan juga bukan terang, dengan hasil yang bukan gelap dan bukan terang, yang membawa menuju hancurnya kamma" (Teks 90), yaitu, niat untuk mengembangkan Jalan Mulia Berunsur Delapan.

Ya, di situ pendapat saya berbeda dengan komentar. Secara umum saya setuju usaha2 untuk melepaskan diri dari dukkha dirangkum sebagai JMB 8. Tapi kalau dikatakan JMB 8 itu sendiri secara keseluruhan adalah kamma jenis ke empat, saya tidak setuju.

Selain itu, komentar juga tidak menjelaskan tindakan bajik biasa itu termasuk yang mana. Tidak mungkin termasuk LDM juga, bukan?
tindakan bajik biasa ada di komentar selanjutnya yaitu :
Tindakan-tindakan duniawi yang muncul dari tiga akar yang baik ini tidak dapat digambarkan sebagai "tidak lagi bisa muncul di masa depan". Sebaliknya, tindakan-tindakan semacam itu, karena merupakan "kamma terang dengan hasil terang" (Teks 90), akan memberikan buah-buah yang menyenangkan dan menyebabkan kelahiran yang beruntung.
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: hendrako on 18 June 2010, 10:53:12 PM
Berkenaan dengan metode Satipatthana,
Apakah seseorang dapat mencapai pembebasan dengan hanya melaksanakan metode ini?
Ataukah seseorang harus melakukan hal lainnya, seperti moralitas misalnya?
Kutipan dari Maha-Satipatthana:

"Para bhikkhu, siapa saja yang melaksanakan Empat Landasan Kesadaran untuk tujuh tahun, salah satu dari dua pahala yang dapat diharapkan dalam penghidupan sekarang, yaitu tercapainya Pengetahuan Tertinggi 2) atau jika masih terlahir akan mencapai anagami.
Atau, jangankan tujuh tahun, para bhikkhu, siapa saja yang melaksanakan Empat Landasan Kesadaran ini hanya untuk enam tahun ..., untuk lima tahun ..., untuk empat tahun ...., untuk tiga tahun ..., untuk hanya dua tahun, dalam dirinya dapat diharapkan salah satu dari dua pahala ini, yaitu dalam kehidupan ini tercapainya Pengetahuan Tertinggi atau jika masih terlahir lagi akan mencapai anagami.
Atau, jangankan satu tahun, para bhikkhu, Empat Landasan Kesadaran ini untuk enam bulan, atau untuk lima bulan, atau untuk empat bulan, atau untuk tiga bulan, atau untuk dua bulan atau untuk satu bulan, atau hanya setengah bulan saja dalam dirinya dapat diharapkan salah satu dari pada dua pahala ini, yaitu tercapainya Pengetahuan Tertinggi atau jika masih terlahir lagi akan mencapai anagami.
Atau, jangankan setengah bulan, para bhikkhu, siapa saja yang melaksanakan Empat Landasan Kesadaran ini untuk tujuh hari, dalam dirinya dapat diharapkan salah satu dari pada dua pahala ini, yaitu dalam kehidupan ini tercapai Pengetahuan Tertinggi atau jika terlahir lagi akan mencapai anagami."

Apakah di situ disinggung moralitas atau hal lainnya?

Mungkin orang akan berkata, "oh, kalo gitu ga perlu sila & lainnya, donk?!"
Maka saya akan menjawab, "betul, tidak perlu, JIKA DAN HANYA JIKA anda bisa melakukan Satipatthana tersebut tanpa terputus selama seumur hidup."


Moralitas tidak disinggung karena topiknya adalah Satipatthana.
Pada saat membicarakan tentang moralitas, topiknya moralitas, sila misalnya, apakah satipatthana disinggung?

Kita berbeda pandangan, menurut saya, Satipatthana SAJA tanpa didukung dengan moralitas dan pemusatan pikiran tidak akan membawa pada pembebasan.

Buddha dikenal memiliki kemampuan luar biasa yang mengajar orang sesuai dengan tingkat batin orang yang diajar. Kepada orang yang telah memiliki tingkat moralitas dan konsentrasi yang tinggi, moralitas dan konsentrasi tidak perlu dibahas lagi.

Sila, samadhi dan panna adalah merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan. Hanya menekankan salah satu aspek ..... jalannya akan timpang.

Trima kasih atas tanggapannya.

 _/\_
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: hendrako on 18 June 2010, 10:59:51 PM
setuju, keduanya adalah penyebab kamma/action.
namun saya melihat disini, ketika tindakan aLDM, LDM tidak ada (sbg absennya LDM, bukan padam permanen).

Bagi saya, sebelum penembusan Arahatta Phala, LDM selalu ada. Secara sederhana, saya gambarkan sebagai 1 titik (=LDM), apakah kita menjauhi (kamma A-LDM) atau mendekati (kamma LDM), LDM tersebut tetap ada. Walaupun kita menjauh sampai jarak tak hingga, sampai titik itu tidak kelihatan, tetap saja LDM itu ada, maka kamma tetap ada.

Ketika titik itu (atau kita sendiri) hilang, maka tidak ada lagi yang namanya menjauh atau mendekat.



Dengan kata lain:
LDM dan A-LDM adalah dualitas
Masing2 menyebabkan keberadaan lawannya

Karena ada ini maka ada itu
Tidak ada ini maka tidak ada itu
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: K.K. on 19 June 2010, 08:28:58 AM
disini, kamma adalah dalam arti tindakan / action, arahat & buddha masih bertindak (have action), bukan akar.
yg menjadi akar justru adalah LDM (dan a-LDM).

apa yg tidak ada pada arahat & buddha adalah akar dari tindakan yg berupa LDM.
Bro tesla, kalau pendapat saya, Buddha tidak menyinggung adanya lagi "kamma" pada Arahat, juga tidak menyinggung "LDM" dan "A-LDM" pada perbuatan Arahat. Bagi mereka, semua perbuatan/kehendak hanya kiriya/fungsional yang adalah sisa dari bentukan keterkondisian lampau (vasana). LDM atau A-LDM tidak tepat menggambarkannya.

Saya beri contoh misalnya Pilinda Vaccha yang omongannya kasar, itu bagi orang biasa seperti "LDM", berdasarkan kesombongan "aku dari kasta tinggi". Tetapi Buddha tidak menyalahkan Pilinda Vaccha karena memang bagi yang terbebas, tidak ada lagi LDM & A-LDM. Kasus lain adalah seperti Pindola Bharadvaja yang seperti "show-off" kekuatan bathin, tampaknya seperti berlandaskan LDM juga. Tetapi Buddha pun tidak menyalahkannya dari sisi itu, tetapi dari sisi vinaya.

Jadi perbuatan para Arahat bisa tampak seperti berlandaskan LDM (dalam batas tertentu) atau A-LDM bagi orang lain. Tetapi sebetulnya kedua akar sudah tidak lagi relevan menggambarkannya.

Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: K.K. on 19 June 2010, 08:38:42 AM
tindakan bajik biasa ada di komentar selanjutnya yaitu :
Tindakan-tindakan duniawi yang muncul dari tiga akar yang baik ini tidak dapat digambarkan sebagai "tidak lagi bisa muncul di masa depan". Sebaliknya, tindakan-tindakan semacam itu, karena merupakan "kamma terang dengan hasil terang" (Teks 90), akan memberikan buah-buah yang menyenangkan dan menyebabkan kelahiran yang beruntung.
Dalam nidana sutta, dibagi menjadi 2 jenis: LDM & A-LDM.
Dalam Vitthara Sutta, kamma dibagi menjadi 4 jenis: 1. terang, 2. gelap, 3. terang & gelap, 4. bukan terang & bukan gelap.

Komentar tersebut menyebutkan A-LDM dalam nidana sutta adalah kamma jenis ke 4 dalam Vitthara Sutta, tetapi tidak menyebutkan 3 kamma yang lain itu masuk LDM atau A-LDM.

Pendapat saya adalah semua yang disebut terang dalam Vitthara Sutta adalah A-LDM, yang disebut gelap adalah LDM. Bukan terang & bukan gelap adalah bukan LDM, bukan A-LDM, itu yang menuju pada lenyapnya kamma. Setelah mencapai lenyapnya kamma (=pencapaian Arahatta-phala), kesemua jenis perbuatan tersebut hilang karena sebabnya sudah tidak ada.

Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: ryu on 19 June 2010, 08:50:49 AM
berarti menurut bro tindakan tanpa-keserakahan, kebencian, kebodohan batin akan mengakibatkan apa? seorang arahat apakah tindakannya memang tidak a-LDM?
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: K.K. on 19 June 2010, 09:05:42 AM
Moralitas tidak disinggung karena topiknya adalah Satipatthana.
Pada saat membicarakan tentang moralitas, topiknya moralitas, sila misalnya, apakah satipatthana disinggung?

Kita berbeda pandangan, menurut saya, Satipatthana SAJA tanpa didukung dengan moralitas dan pemusatan pikiran tidak akan membawa pada pembebasan.

Buddha dikenal memiliki kemampuan luar biasa yang mengajar orang sesuai dengan tingkat batin orang yang diajar. Kepada orang yang telah memiliki tingkat moralitas dan konsentrasi yang tinggi, moralitas dan konsentrasi tidak perlu dibahas lagi.

Sila, samadhi dan panna adalah merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan. Hanya menekankan salah satu aspek ..... jalannya akan timpang.

Trima kasih atas tanggapannya.

 _/\_
Betul topiknya Satipatthana, tetapi dikatakan hasilnya adalah orang mencapai pembebasan akhir. Dalam topik yang menyinggung moralitas dan HANYA moralitas, tidak ada disebut menghasilkan pembebasan akhir.
Misalnya Sigalovada yang hanya menyinggung moralitas, hasil yang diharapkan adalah (hanya sebatas) jalan ke surga.
Atau pun Tevijja Sutta yang menyinggung moralitas dan Samadhi, hal yang diharapkan adalah (sebatas) kelahiran kembali di alam Brahma.

Jadi dalam topik yang berkenaan dengan Satipatthana, walaupun tidak menyinggung moralitas atau jhana, tetap hasilnya bisa mencapai pembebasan akhir.
Dalam topik yang tidak menyinggung Satipatthana, tidak disebutkan pembebasan akhir.


Dengan kata lain:
LDM dan A-LDM adalah dualitas
Masing2 menyebabkan keberadaan lawannya

Karena ada ini maka ada itu
Tidak ada ini maka tidak ada itu
Betul, menurut pendapat saya begitu. Sama halnya perbuatan baik berdana vs perbuatan buruk mencuri. Karena adanya pikiran kepemilikan, maka ada yang namanya "seseorang mendanakan miliknya untuk orang lain," ada yang namanya "seseorang mengambil milik orang lain untuk dirinya."

Ketika sudah tidak ada lagi keserakahan, tidak muncul kepemilikan, apakah dalam pikirannya akan muncul "saya akan mengambil ini menjadi milik saya"? Ataukah muncul "saya akan danakan milik saya ini kepada orang lain"? Ia bisa mengambil dan bisa menerima, tetapi tidak lagi berdasarkan pikiran kepemilikan.

Setelah ilusi kepemilikan hilang, maka tidak ada mencuri, tidak ada berdana. Demikian juga setelah LDM hilang, tidak ada lagi baik/buruk, LDM/A-LDM, kusala/akusala.

Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: K.K. on 19 June 2010, 09:12:03 AM
berarti menurut bro tindakan tanpa-keserakahan, kebencian, kebodohan batin akan mengakibatkan apa? seorang arahat apakah tindakannya memang tidak a-LDM?
Seorang Arahat tindakannya tidak mengakibatkan apa pun. Buddha keliling 45 tahun demi banyak makhluk juga sudah tidak memberikan buah kamma apa-apa bagi Buddha.
Menurut saya, Patokan LDM/A-LDM dari orang yang belum bebas, tidak akan sesuai menggambarkannya.
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: hendrako on 19 June 2010, 09:15:25 AM
Saya kutipkan arti beberapa istilah dari Kamus Buddha Dhamma:

Kusala Mula: Akar kebaikan, atau akar dari perbuatan baik, adalah: tidak tamak atau dermawan (Alobha) tidak membenci, atau cinta kasih (Adosa), tidak dungu atau kebijaksanaan (Amoha)

Akusala Mula : tiga akar kejahatan, yaitu:
1. Lobha, secara etika berarti ketamakan,.........
2. Dosa, secara etika kebencian,.........
3. Moha, kegelapan batin atau kurang pengertian. Juga disebut Avijja.......

Kiriya-Citta: Kesadaran dari tindakan karma yang bebas, adalah sebutan untuk keadaan semacam itu, seperti tak ada tindakan karma yang baik maupun yang buruk, juga akibat karma, adalah berfungsi bebas dari karma.

Semoga bisa memperjelas diskusi.
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: ryu on 19 June 2010, 09:46:00 AM
berarti menurut bro tindakan tanpa-keserakahan, kebencian, kebodohan batin akan mengakibatkan apa? seorang arahat apakah tindakannya memang tidak a-LDM?
Seorang Arahat tindakannya tidak mengakibatkan apa pun. Buddha keliling 45 tahun demi banyak makhluk juga sudah tidak memberikan buah kamma apa-apa bagi Buddha.
Menurut saya, Patokan LDM/A-LDM dari orang yang belum bebas, tidak akan sesuai menggambarkannya.

jadi kalau orang biasa bagaimana? apakah orang biasa yang tindakannya misalnya selalu a-LDM akan mengakibatkan apa?
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: ryu on 19 June 2010, 09:53:20 AM
tindakan bajik biasa ada di komentar selanjutnya yaitu :
Tindakan-tindakan duniawi yang muncul dari tiga akar yang baik ini tidak dapat digambarkan sebagai "tidak lagi bisa muncul di masa depan". Sebaliknya, tindakan-tindakan semacam itu, karena merupakan "kamma terang dengan hasil terang" (Teks 90), akan memberikan buah-buah yang menyenangkan dan menyebabkan kelahiran yang beruntung.
Dalam nidana sutta, dibagi menjadi 2 jenis: LDM & A-LDM.
Dalam Vitthara Sutta, kamma dibagi menjadi 4 jenis: 1. terang, 2. gelap, 3. terang & gelap, 4. bukan terang & bukan gelap.

Komentar tersebut menyebutkan A-LDM dalam nidana sutta adalah kamma jenis ke 4 dalam Vitthara Sutta, tetapi tidak menyebutkan 3 kamma yang lain itu masuk LDM atau A-LDM.

Pendapat saya adalah semua yang disebut terang dalam Vitthara Sutta adalah A-LDM, yang disebut gelap adalah LDM. Bukan terang & bukan gelap adalah bukan LDM, bukan A-LDM, itu yang menuju pada lenyapnya kamma. Setelah mencapai lenyapnya kamma (=pencapaian Arahatta-phala), kesemua jenis perbuatan tersebut hilang karena sebabnya sudah tidak ada.


kalau soal pembagian bagaimana kalau begini :
1. terang, 2. gelap, 3. terang & gelap  = LDM
bukan terang dan gelap = a-LDM
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: K.K. on 19 June 2010, 09:57:37 AM
jadi kalau orang biasa bagaimana? apakah orang biasa yang tindakannya misalnya selalu a-LDM akan mengakibatkan apa?
Terlahir di alam surga/Brahma. Seandainya di alam manusia, hidupnya tidak banyak kesulitan.


kalau soal pembagian bagaimana kalau begini :
1. terang, 2. gelap, 3. terang & gelap  = LDM
bukan terang dan gelap = a-LDM
Maka saya akan menanyakan apakah mengembangkan Brahma-vihara sampai Jhana IV termasuk LDM?
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: ryu on 19 June 2010, 10:09:03 AM
jadi kalau orang biasa bagaimana? apakah orang biasa yang tindakannya misalnya selalu a-LDM akan mengakibatkan apa?
Terlahir di alam surga/Brahma. Seandainya di alam manusia, hidupnya tidak banyak kesulitan.


kalau soal pembagian bagaimana kalau begini :
1. terang, 2. gelap, 3. terang & gelap  = LDM
bukan terang dan gelap = a-LDM
Maka saya akan menanyakan apakah mengembangkan Brahma-vihara sampai Jhana IV termasuk LDM?
duh coba jangan terlalu banyak pakai istilah2 gitu, aye kaga ngerti =))

bukan terang dan bukan gelap itu seperti apa?
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: ryu on 19 June 2010, 10:13:17 AM
btw Vitthara Sutta kok ini? :

Vitthara Sutta: (Strengths) in Detail
translated from the Pali by
Thanissaro Bhikkhu
© 1998–2010

"Monks, there are these five strengths for one in training. Which five? Strength of conviction, strength of conscience, strength of concern, strength of persistence, & strength of discernment.

"And what is strength of conviction? There is the case where a monk, a disciple of the noble ones, has conviction, is convinced of the Tathagata's Awakening: 'Indeed, the Blessed One is worthy and rightly self-awakened, consummate in knowledge & conduct, well-gone, an expert with regard to the world, unexcelled as a trainer for those people fit to be tamed, the Teacher of divine & human beings, awakened, blessed.' This, monks, is called the strength of conviction.

"And what is the strength of conscience? There is the case where a disciple of the noble ones feels shame at [the thought of engaging in] bodily misconduct, verbal misconduct, mental misconduct. This is called the strength of conscience.

"And what is the strength of concern? There is the case where a disciple of the noble ones feels concern for [the suffering that results from] bodily misconduct, verbal misconduct, mental misconduct. This is called the strength of concern.

"And what is the strength of persistence? There is the case where a monk, a disciple of the noble ones, keeps his persistence aroused for abandoning unskillful mental qualities and taking on skillful mental qualities. He is steadfast, solid in his effort, not shirking his duties with regard to skillful mental qualities. This is called the strength of persistence.

"And what is the strength of discernment? There is the case where a monk, a disciple of the noble ones, is discerning, endowed with discernment of arising & passing away — noble, penetrating, leading to the right ending of stress. This is called the strength of discernment.

"These, monks, are the five strengths of one in training. Thus you should train yourselves, 'We will be endowed with the strength of conviction that is the strength of one in training; with the strength of conscience... the strength of concern... the strength of persistence... the strength of discernment that is the strength of one in training.' That's how you should train yourselves."


gak salah?
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: K.K. on 19 June 2010, 10:34:06 AM
Vitthara itu artinya "detail", jadi memang beberapa sutta disebut Vitthara Sutta. Yang saya maksud, ada di Anguttara Nikaya IV, Pancapannasaka, Kamma Vagga, Vitthara Sutta.

Saya kutipkan:
Bhikkhus, there are four actions by me known, realized and declared. What four?
Bhikkhus, there are dark actions with dark results, bright actions with bright results, there are dark and bright actions with dark and bright results and there are neither dark nor bright actions with neither dark nor bright results, which conduce to the destrution of actions.

Bhikkhus, what are dark actions with dark results?
Here, bhikkhus, a certain one puts forth internal troubled bodily activity, internal troubled verbal activity and internal troubled mental activity and is born in a world of troubles, and feels troubled feelings which are only unpleasant like what beings in the hell feel. Bhikkhus, these are dark actions with dark results.

Bhikkhus, what are bright actions with bright results?
Here, bhikkhus, a certain one puts forth internal untroubled bodily activity, internal untroubled verbal activity and internal untroubled mental activity and is born in a world without troubles, and feels untroubled feelings which are only pleasant like what the beings in the heaven of happiness feel. Bhikkhus, these are bright actions with bright results.

Bhikkhus, what are dark and bright actions with dark and bright results?
Here, bhikkhus, a certain one puts forth internal troubled and untroubled bodily activity, internal troubled and untroubled verbal activity and internal troubled and untroubled mental activity and is born to a world of troubles and non troubles, and feels troubled and untroubled feelings. And he feels a mixture of feelings unpleasant and pleasant, like beings born in the human world, sometimes godly and sometimes hellish. Bhikkhus, these are dark and bright actions with dark and bright results.

Bhikkhus, what are neither dark nor bright actions with neither dark nor bright results which conduces to the destruction of actions?
Here, bhikkhus, a certain one makes an intention to put an end to dark actions with dark results. Makes an intention to put an end to bright actions with bright results. Makes an intention to put an end to dark and biright actions with dark and bright results, which conduces to the destruction of actions Bhikkhus, these are the four actions by me known, realized and declared.
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: ryu on 19 June 2010, 10:43:49 AM
Vitthara itu artinya "detail", jadi memang beberapa sutta disebut Vitthara Sutta. Yang saya maksud, ada di Anguttara Nikaya IV, Pancapannasaka, Kamma Vagga, Vitthara Sutta.

Saya kutipkan:
Bhikkhus, there are four actions by me known, realized and declared. What four?
Bhikkhus, there are dark actions with dark results, bright actions with bright results, there are dark and bright actions with dark and bright results and there are neither dark nor bright actions with neither dark nor bright results, which conduce to the destrution of actions.

Bhikkhus, what are dark actions with dark results?
Here, bhikkhus, a certain one puts forth internal troubled bodily activity, internal troubled verbal activity and internal troubled mental activity and is born in a world of troubles, and feels troubled feelings which are only unpleasant like what beings in the hell feel. Bhikkhus, these are dark actions with dark results.

Bhikkhus, what are bright actions with bright results?
Here, bhikkhus, a certain one puts forth internal untroubled bodily activity, internal untroubled verbal activity and internal untroubled mental activity and is born in a world without troubles, and feels untroubled feelings which are only pleasant like what the beings in the heaven of happiness feel. Bhikkhus, these are bright actions with bright results.

Bhikkhus, what are dark and bright actions with dark and bright results?
Here, bhikkhus, a certain one puts forth internal troubled and untroubled bodily activity, internal troubled and untroubled verbal activity and internal troubled and untroubled mental activity and is born to a world of troubles and non troubles, and feels troubled and untroubled feelings. And he feels a mixture of feelings unpleasant and pleasant, like beings born in the human world, sometimes godly and sometimes hellish. Bhikkhus, these are dark and bright actions with dark and bright results.

Bhikkhus, what are neither dark nor bright actions with neither dark nor bright results which conduces to the destruction of actions?
Here, bhikkhus, a certain one makes an intention to put an end to dark actions with dark results. Makes an intention to put an end to bright actions with bright results. Makes an intention to put an end to dark and biright actions with dark and bright results, which conduces to the destruction of actions Bhikkhus, these are the four actions by me known, realized and declared.

kok beda beda ya ?
di Ariyamagga Sutta: The Noble Path :
"And what is kamma that is neither dark nor bright with neither dark nor bright result, leading to the ending of kamma? Right view, right resolve, right speech, right action, right livelihood, right effort, right mindfulness, right concentration. This is called kamma that is neither dark nor bright with neither dark nor bright result, leading to the ending of kamma.

"These, monks, are the four types of kamma directly realized, verified, & made known by me."

di Kukkuravatika Sutta: The Dog-duty Ascetic  :
12. "What is neither-dark-nor-bright kamma with neither-dark-nor-bright ripening that leads to the exhaustion of kamma? As to these (three kinds of kamma), any volition in abandoning the kind of kamma that is dark with dark ripening, any volition in abandoning the kind of kamma that is bright with bright ripening, and any volition in abandoning the kind of kamma that is dark-and bright with dark-and-bright ripening: this is called neither-dark-nor-bright kamma with neither-dark-nor-bright ripening.

"These are the four kinds of kamma proclaimed by me after realization myself with direct knowledge."



NB : berhubung aye inggrisnya jeblok, tolong dong ada yang mau terjemaahin? tar aye kasih GRP  ;D
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: K.K. on 19 June 2010, 10:54:07 AM
kok beda beda ya ?
di Ariyamagga Sutta: The Noble Path :
"And what is kamma that is neither dark nor bright with neither dark nor bright result, leading to the ending of kamma? Right view, right resolve, right speech, right action, right livelihood, right effort, right mindfulness, right concentration. This is called kamma that is neither dark nor bright with neither dark nor bright result, leading to the ending of kamma.

"These, monks, are the four types of kamma directly realized, verified, & made known by me."

di Kukkuravatika Sutta: The Dog-duty Ascetic  :
12. "What is neither-dark-nor-bright kamma with neither-dark-nor-bright ripening that leads to the exhaustion of kamma? As to these (three kinds of kamma), any volition in abandoning the kind of kamma that is dark with dark ripening, any volition in abandoning the kind of kamma that is bright with bright ripening, and any volition in abandoning the kind of kamma that is dark-and bright with dark-and-bright ripening: this is called neither-dark-nor-bright kamma with neither-dark-nor-bright ripening.

"These are the four kinds of kamma proclaimed by me after realization myself with direct knowledge."



NB : berhubung aye inggrisnya jeblok, tolong dong ada yang mau terjemaahin? tar aye kasih GRP  ;D
Tidak beda kok. Bahkan pada Vitthara Sutta & Kukkuravatika Sutta, boleh dibilang sama persis. Dalam Ariyamagga Sutta memang berbeda, disebutkan kamma tersebut adalah JMB 8. Ini memang membingungkan.

Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: ryu on 19 June 2010, 11:13:29 AM

Tidak beda kok. Bahkan pada Vitthara Sutta & Kukkuravatika Sutta, boleh dibilang sama persis. Dalam Ariyamagga Sutta memang berbeda, disebutkan kamma tersebut adalah JMB 8. Ini memang membingungkan.


kalau ga salah mengerti aye, dalam ariyamagga, yang leading to ending karma yaitu JMB8, artinya JMB8 itu tindakan a-LDM bukan?
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: tesla on 19 June 2010, 11:19:33 AM
disini, kamma adalah dalam arti tindakan / action, arahat & buddha masih bertindak (have action), bukan akar.
yg menjadi akar justru adalah LDM (dan a-LDM).

apa yg tidak ada pada arahat & buddha adalah akar dari tindakan yg berupa LDM.
Bro tesla, kalau pendapat saya, Buddha tidak menyinggung adanya lagi "kamma" pada Arahat, juga tidak menyinggung "LDM" dan "A-LDM" pada perbuatan Arahat. Bagi mereka, semua perbuatan/kehendak hanya kiriya/fungsional yang adalah sisa dari bentukan keterkondisian lampau (vasana). LDM atau A-LDM tidak tepat menggambarkannya.

Saya beri contoh misalnya Pilinda Vaccha yang omongannya kasar, itu bagi orang biasa seperti "LDM", berdasarkan kesombongan "aku dari kasta tinggi". Tetapi Buddha tidak menyalahkan Pilinda Vaccha karena memang bagi yang terbebas, tidak ada lagi LDM & A-LDM. Kasus lain adalah seperti Pindola Bharadvaja yang seperti "show-off" kekuatan bathin, tampaknya seperti berlandaskan LDM juga. Tetapi Buddha pun tidak menyalahkannya dari sisi itu, tetapi dari sisi vinaya.

Jadi perbuatan para Arahat bisa tampak seperti berlandaskan LDM (dalam batas tertentu) atau A-LDM bagi orang lain. Tetapi sebetulnya kedua akar sudah tidak lagi relevan menggambarkannya.


benar, namun konteks kata "kamma" memiliki beberapa definisi.

pertama, "kamma" berupa benih / akar yg akan berbuah di masa depan. dalam konteks ini, arahat tidak lagi menanam kamma, setiap tindakannya hanyalah fungsional/kiriya.

kedua, "kamma" dalam arti sebenarnya adalah tindakan. kamma sendiri bukanlah akar/benih. oleh karena itu di sutta niddana sutta dijelaskan, yg menjadi akar sebuah tindakan adalah LDM. disisi lain ada juga tindakan yg tanpa didasari oleh LDM.

penggunaan kamma dikenal sebagai benih/akar yg akan berbuah di masa depan sudah menjadi standar global dari masa sebelum Buddha (hingga skr), di mana sistem karma dikenal sebagai mana kita "bertindak", demikianlah kita akan menuai. di saat tertentu Buddha menggesernya menjadi, yg disebut karma olehnya adalah cetana, yg mana maknanya adalah yg menjadi akar/benih bukanlah tindakan seseorang, melainkan niat yg melandasi tindakan tsb.

di sutta ini, kata kamma saya terjemahkan sbg action/tindakan (sependapat dg bhikkhu Thanissaro).
jadi arahat tetap melakukan tindakan, namun yg mendasari tindakannya tidak ada LDM.
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: K.K. on 19 June 2010, 11:21:02 AM

Tidak beda kok. Bahkan pada Vitthara Sutta & Kukkuravatika Sutta, boleh dibilang sama persis. Dalam Ariyamagga Sutta memang berbeda, disebutkan kamma tersebut adalah JMB 8. Ini memang membingungkan.


kalau ga salah mengerti aye, dalam ariyamagga, yang leading to ending karma yaitu JMB8, artinya JMB8 itu tindakan a-LDM bukan?
Kalau menurut komentar, berarti itu A-LDM. Kalau menurut saya, seharusnya itu bukan LDM, bukan A-LDM.

Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: K.K. on 19 June 2010, 11:30:19 AM
benar, namun konteks kata "kamma" memiliki beberapa definisi.

pertama, "kamma" berupa benih / akar yg akan berbuah di masa depan. dalam konteks ini, arahat tidak lagi menanam kamma, setiap tindakannya hanyalah fungsional/kiriya.

kedua, "kamma" dalam arti sebenarnya adalah tindakan. kamma sendiri bukanlah akar/benih. oleh karena itu di sutta niddana sutta dijelaskan, yg menjadi akar sebuah tindakan adalah LDM. disisi lain ada juga tindakan yg tanpa didasari oleh LDM.

penggunaan kamma dikenal sebagai benih/akar yg akan berbuah di masa depan sudah menjadi standar global dari masa sebelum Buddha (hingga skr), di mana sistem karma dikenal sebagai mana kita "bertindak", demikianlah kita akan menuai. di saat tertentu Buddha menggesernya menjadi, yg disebut karma olehnya adalah cetana, yg mana maknanya adalah yg menjadi akar/benih bukanlah tindakan seseorang, melainkan niat yg melandasi tindakan tsb.

di sutta ini, kata kamma saya terjemahkan sbg action/tindakan (sependapat dg bhikkhu Thanissaro).
jadi arahat tetap melakukan tindakan, namun yg mendasari tindakannya tidak ada LDM.
Saya mau konfirmasi dulu.

"Any action performed with non-delusion — born of non-delusion, caused by non-delusion, originating from non-delusion(1): When delusion is gone, that action(2) is thus abandoned, its root destroyed, made like a palmyra stump, deprived of the conditions of development, not destined for future arising."

Apakah action(1) adalah yang dimaksud dalam action(2)?
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: tesla on 19 June 2010, 11:31:25 AM
kalau soal pembagian bagaimana kalau begini :
1. terang, 2. gelap, 3. terang & gelap  = LDM
bukan terang dan gelap = a-LDM
Maka saya akan menanyakan apakah mengembangkan Brahma-vihara sampai Jhana IV termasuk LDM?
setuju dg bro ryu :)

& sebagaimana penjelasan bro Kainyn:
Quote
Ketika sudah tidak ada lagi keserakahan, tidak muncul kepemilikan, apakah dalam pikirannya akan muncul "saya akan mengambil ini menjadi milik saya"? Ataukah muncul "saya akan danakan milik saya ini kepada orang lain"? Ia bisa mengambil dan bisa menerima, tetapi tidak lagi berdasarkan pikiran kepemilikan.
perbedaan pemahaman kita 'hanya', saya menyebut a-LDM sebagai absennya LDM, bukan tindakan kebaikan lawan dari LDM.
shg selagi masih ada pikiran "aku mengembangkan jhana" di sana setiap tindakan masih berdasar pada LDM, walau tindakannya adalah tindakan 'baik', tetap saja masih berdasar pada LDM. sebab semua dilakukan utk diri sendiri.
jadi tidak ada 2 macam a-LDM, yg mana a-LDM pertama adalah benih kebaikan, sedangkan a-LDM kedua adalah absennya LDM. yg ada hanya a-LDM sbg absennya LDM.
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: tesla on 19 June 2010, 11:33:56 AM
benar, namun konteks kata "kamma" memiliki beberapa definisi.

pertama, "kamma" berupa benih / akar yg akan berbuah di masa depan. dalam konteks ini, arahat tidak lagi menanam kamma, setiap tindakannya hanyalah fungsional/kiriya.

kedua, "kamma" dalam arti sebenarnya adalah tindakan. kamma sendiri bukanlah akar/benih. oleh karena itu di sutta niddana sutta dijelaskan, yg menjadi akar sebuah tindakan adalah LDM. disisi lain ada juga tindakan yg tanpa didasari oleh LDM.

penggunaan kamma dikenal sebagai benih/akar yg akan berbuah di masa depan sudah menjadi standar global dari masa sebelum Buddha (hingga skr), di mana sistem karma dikenal sebagai mana kita "bertindak", demikianlah kita akan menuai. di saat tertentu Buddha menggesernya menjadi, yg disebut karma olehnya adalah cetana, yg mana maknanya adalah yg menjadi akar/benih bukanlah tindakan seseorang, melainkan niat yg melandasi tindakan tsb.

di sutta ini, kata kamma saya terjemahkan sbg action/tindakan (sependapat dg bhikkhu Thanissaro).
jadi arahat tetap melakukan tindakan, namun yg mendasari tindakannya tidak ada LDM.
Saya mau konfirmasi dulu.

"Any action performed with non-delusion — born of non-delusion, caused by non-delusion, originating from non-delusion(1): When delusion is gone, that action(2) is thus abandoned, its root destroyed, made like a palmyra stump, deprived of the conditions of development, not destined for future arising."

Apakah action(1) adalah yang dimaksud dalam action(2)?
sama
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: K.K. on 19 June 2010, 11:39:44 AM
benar, namun konteks kata "kamma" memiliki beberapa definisi.

pertama, "kamma" berupa benih / akar yg akan berbuah di masa depan. dalam konteks ini, arahat tidak lagi menanam kamma, setiap tindakannya hanyalah fungsional/kiriya.

kedua, "kamma" dalam arti sebenarnya adalah tindakan. kamma sendiri bukanlah akar/benih. oleh karena itu di sutta niddana sutta dijelaskan, yg menjadi akar sebuah tindakan adalah LDM. disisi lain ada juga tindakan yg tanpa didasari oleh LDM.

penggunaan kamma dikenal sebagai benih/akar yg akan berbuah di masa depan sudah menjadi standar global dari masa sebelum Buddha (hingga skr), di mana sistem karma dikenal sebagai mana kita "bertindak", demikianlah kita akan menuai. di saat tertentu Buddha menggesernya menjadi, yg disebut karma olehnya adalah cetana, yg mana maknanya adalah yg menjadi akar/benih bukanlah tindakan seseorang, melainkan niat yg melandasi tindakan tsb.

di sutta ini, kata kamma saya terjemahkan sbg action/tindakan (sependapat dg bhikkhu Thanissaro).
jadi arahat tetap melakukan tindakan, namun yg mendasari tindakannya tidak ada LDM.
Saya mau konfirmasi dulu.

"Any action performed with non-delusion — born of non-delusion, caused by non-delusion, originating from non-delusion(1): When delusion is gone, that action(2) is thus abandoned, its root destroyed, made like a palmyra stump, deprived of the conditions of development, not destined for future arising."

Apakah action(1) adalah yang dimaksud dalam action(2)?
sama
Apakah "action" tersebut adalah kamma berupa benih (1) ataukah kamma berupa tindakan (2)?

Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: tesla on 19 June 2010, 11:41:27 AM
tindakan
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: K.K. on 19 June 2010, 11:49:19 AM
tindakan
Baik. Berarti itu adalah kamma dalam arti "tindakan", bukan "benih".

"Any action performed with non-delusion — born of non-delusion, caused by non-delusion, originating from non-delusion(1): When delusion is gone, that action is thus abandoned, its root destroyed, made like a palmyra stump, deprived of the conditions of development, not destined for future arising."

Bagaimana Bro tesla menjelaskan yang di-bold di atas: jika sebelum hilangnya LDM, bhikkhu melakukan metta-bhavana, apakah tindakan tersebut kemudian ditinggalkan dan tidak akan dilakukan lagi di kemudian hari setelah menjadi Arahat?
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: tesla on 19 June 2010, 11:59:10 AM
tindakan
Baik. Berarti itu adalah kamma dalam arti "tindakan", bukan "benih".

"Any action performed with non-delusion — born of non-delusion, caused by non-delusion, originating from non-delusion(1): When delusion is gone, that action is thus abandoned, its root destroyed, made like a palmyra stump, deprived of the conditions of development, not destined for future arising."

Bagaimana Bro tesla menjelaskan yang di-bold di atas: jika sebelum hilangnya LDM, bhikkhu melakukan metta-bhavana, apakah tindakan tersebut kemudian ditinggalkan dan tidak akan dilakukan lagi di kemudian hari setelah menjadi Arahat?


bukan bro... ini akan sulit dijelaskan secara tepat berhub saya bukan arahat & sulit dijelaskan dalam bahasa. jadi berdasarkan spekulasi & usaha saya saja. tindakan tsb ditinggalkan bukan berarti ia tidak terlihat melakukan tindakan yg sama seperti sebelumnya lagi. melainkan setiap tindakan arahat hanya begitu saja. tindakan tsb murni hanya tindakan itu saja & tidak berlanjut thd si pelaku tindakan. dg kata lain, tindakan seorang non-arahat, setelah tindakan itu ada yg berlanjut, lebih kurang seperti ada pelaku yg memiliki tindakan tsb.
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: K.K. on 19 June 2010, 12:03:25 PM
tindakan
Baik. Berarti itu adalah kamma dalam arti "tindakan", bukan "benih".

"Any action performed with non-delusion — born of non-delusion, caused by non-delusion, originating from non-delusion(1): When delusion is gone, that action is thus abandoned, its root destroyed, made like a palmyra stump, deprived of the conditions of development, not destined for future arising."

Bagaimana Bro tesla menjelaskan yang di-bold di atas: jika sebelum hilangnya LDM, bhikkhu melakukan metta-bhavana, apakah tindakan tersebut kemudian ditinggalkan dan tidak akan dilakukan lagi di kemudian hari setelah menjadi Arahat?


bukan bro... ini akan sulit dijelaskan secara tepat berhub saya bukan arahat & sulit dijelaskan dalam bahasa. jadi berdasarkan spekulasi & usaha saya saja. tindakan tsb ditinggalkan bukan berarti ia tidak terlihat melakukan tindakan yg sama seperti sebelumnya lagi. melainkan setiap tindakan arahat hanya begitu saja. tindakan tsb murni hanya tindakan itu saja & tidak berlanjut thd si pelaku tindakan. dg kata lain, tindakan seorang non-arahat, setelah tindakan itu ada yg berlanjut, lebih kurang seperti ada pelaku yg memiliki tindakan tsb.
OK. Saya tanya lagi. Ketika orang biasa yang masih diliputi LDM melakukan metta-bhavana, apakah itu tindakan berakar dari Dosa ataukah Adosa?
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: tesla on 19 June 2010, 12:10:44 PM
tindakan
Baik. Berarti itu adalah kamma dalam arti "tindakan", bukan "benih".

"Any action performed with non-delusion — born of non-delusion, caused by non-delusion, originating from non-delusion(1): When delusion is gone, that action is thus abandoned, its root destroyed, made like a palmyra stump, deprived of the conditions of development, not destined for future arising."

Bagaimana Bro tesla menjelaskan yang di-bold di atas: jika sebelum hilangnya LDM, bhikkhu melakukan metta-bhavana, apakah tindakan tersebut kemudian ditinggalkan dan tidak akan dilakukan lagi di kemudian hari setelah menjadi Arahat?


bukan bro... ini akan sulit dijelaskan secara tepat berhub saya bukan arahat & sulit dijelaskan dalam bahasa. jadi berdasarkan spekulasi & usaha saya saja. tindakan tsb ditinggalkan bukan berarti ia tidak terlihat melakukan tindakan yg sama seperti sebelumnya lagi. melainkan setiap tindakan arahat hanya begitu saja. tindakan tsb murni hanya tindakan itu saja & tidak berlanjut thd si pelaku tindakan. dg kata lain, tindakan seorang non-arahat, setelah tindakan itu ada yg berlanjut, lebih kurang seperti ada pelaku yg memiliki tindakan tsb.
OK. Saya tanya lagi. Ketika orang biasa yang masih diliputi LDM melakukan metta-bhavana, apakah itu tindakan berakar dari Dosa ataukah Adosa?
lebih tepatnya masih berdasar pada Moha dan Lobha. setiap orang biasa yg masih diliputi LDM, melakukan metta-bhavana masih dilandasi keinginan agar memperoleh sesuatu.
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: K.K. on 19 June 2010, 12:18:16 PM
lebih tepatnya masih berdasar pada Moha dan Lobha. setiap orang biasa yg masih diliputi LDM, melakukan metta-bhavana masih dilandasi keinginan agar memperoleh sesuatu.
Jika seseorang yang masih terikat LDM melakukan Brahma-vihara, mencapai jhana IV, tidak ada nafsu, tidak ada kebencian di sana, berarti juga tetap dikatakan sedang mengembangkan LDM?
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: tesla on 19 June 2010, 12:36:17 PM
lebih tepatnya masih berdasar pada Moha dan Lobha. setiap orang biasa yg masih diliputi LDM, melakukan metta-bhavana masih dilandasi keinginan agar memperoleh sesuatu.
Jika seseorang yang masih terikat LDM melakukan Brahma-vihara, mencapai jhana IV, tidak ada nafsu, tidak ada kebencian di sana, berarti juga tetap dikatakan sedang mengembangkan LDM?

bukan mengembangkan, tapi orang tsb melakukan brahma-vihara & mencapai jhana itu masih didasari oleh LDM. karena masih didasari LDM, jika masih ada kehidupan berikut, jhananya pun membuahkan hasil, mungkin kelahiran berikutnya di alam brahma.

mengenai batin orang tsb ketika dalam jhana, secara tepat saya tidak tau. batin dalam keadaan jhana adalah exceptional, menurut saya sudah berdekatan/bertetangga dg batin arahat namun tidak permanen.
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: ryu on 19 June 2010, 12:56:47 PM
 [at] kain, mengenai brahma vihara, bukannya dikomentar ada disebut sebagai karma terang mengakibatkan terang.
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: fabian c on 19 June 2010, 03:52:01 PM

Maafkan saya yg cupu ini.
Apakah rekan2 bisa memberikan contoh perbuatan yang A-LDM dalam kehidupan sehari-hari?

Maafkan saya yg cupu ini.
Apakah rekan2 bisa memberikan contoh perbuatan yang A-LDM dalam kehidupan sehari-hari?

Bro Hendrako yang baik, dalam keadaan nnormal beberapa kegiatan yang kita lakukan umumnya disertai A-LDM umpamanya naik tangga-turun tangga, meditasi, berdana tanpa pamrih dll.

 _/\_
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: fabian c on 19 June 2010, 04:24:46 PM
Teman-teman sekalian, menurut apa yang saya ketahui yang disebut A-LDM adalah perbuatan yang tanpa disertai LDM, tetapi bukan berarti yang melakukan perbuatan A-LDM itu sama sekali tidak memiliki LDM, pada puthujana LDMnya masih ada dan mengakar, bisa muncul sewaktu-waktu..

A-LDM dimiliki oleh Puthujana dan juga para Ariya. Mahluk yang terlahir dengan tiga akar A-LDM disebut tihetuka puggala, bila hanya dua akar maka disebut dvihetuka puggala (hetu = akar).

 _/\_
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: ryu on 20 June 2010, 06:41:57 AM
Teman-teman sekalian, menurut apa yang saya ketahui yang disebut A-LDM adalah perbuatan yang tanpa disertai LDM, tetapi bukan berarti yang melakukan perbuatan A-LDM itu sama sekali tidak memiliki LDM, pada puthujana LDMnya masih ada dan mengakar, bisa muncul sewaktu-waktu..

A-LDM dimiliki oleh Puthujana dan juga para Ariya. Mahluk yang terlahir dengan tiga akar A-LDM disebut tihetuka puggala, bila hanya dua akar maka disebut dvihetuka puggala (hetu = akar).

 _/\_
kalau menurut saya seseorang yang berusaha mengikis LDM akhirnya bisa mencapai a-LDM.
jadi misalnya seseorang mengikis lobha dan dosa tapi moha masih ada maka LDMnya belum sempurna terhapus. CMIIW
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: fabian c on 20 June 2010, 08:53:39 AM
Teman-teman sekalian, menurut apa yang saya ketahui yang disebut A-LDM adalah perbuatan yang tanpa disertai LDM, tetapi bukan berarti yang melakukan perbuatan A-LDM itu sama sekali tidak memiliki LDM, pada puthujana LDMnya masih ada dan mengakar, bisa muncul sewaktu-waktu..

A-LDM dimiliki oleh Puthujana dan juga para Ariya. Mahluk yang terlahir dengan tiga akar A-LDM disebut tihetuka puggala, bila hanya dua akar maka disebut dvihetuka puggala (hetu = akar).

 _/\_
kalau menurut saya seseorang yang berusaha mengikis LDM akhirnya bisa mencapai a-LDM.
jadi misalnya seseorang mengikis lobha dan dosa tapi moha masih ada maka LDMnya belum sempurna terhapus. CMIIW

Bro Ryu yang baik, menurut pengertian saya LDM bukan lenyap dengan cara dikikis, pengendalian diri seperti sila dsbnya hanya mengurangi frekuensi kemunculan LDM saja. LDM akan berkurang dengan sendirinya terpotong oleh wisdom (panna) yang muncul bersamaan dengan pencapaian Magga-Phala.

Mungkin saya sejalan dengan bro Ryu bahwa, penyebab lobha dan dosa juga adalah moha. Pencapaian Magga-Phala melenyapkan sebagian dari moha, sehingga otomatis mengurangi lobha dan dosa. Contohnya yang dilenyapkan adalah atta vipallasa, sehingga sakkaya ditthi lenyap, dengan lenyapnya sakkaya ditthi maka lobha dan dosa juga berkurang.

Kalau tidak salah menurut Abhidhamma A-LDM masih merupakan kondisi yang memungkinkan seseorang terlahir kembali, saya rasa seseorang yang memiliki A-LDM masih memiliki kemelekatan dan keinginan walaupun tidak diliputi oleh LDM, oleh karena itu masih akan terlahir kembali. Oleh karena itu, menurut saya hanya Arahat yang telah terbebas sepenuhnya dari LDM maupun A-LDM sesuai dengan Nidana sutta
 
_/\_

Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: Riky_dave on 20 June 2010, 12:39:06 PM
Use Indonesian Language please... :)

jadi terpotong-potong ini bacanya..
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: ryu on 21 June 2010, 07:38:07 AM
Teman-teman sekalian, menurut apa yang saya ketahui yang disebut A-LDM adalah perbuatan yang tanpa disertai LDM, tetapi bukan berarti yang melakukan perbuatan A-LDM itu sama sekali tidak memiliki LDM, pada puthujana LDMnya masih ada dan mengakar, bisa muncul sewaktu-waktu..

A-LDM dimiliki oleh Puthujana dan juga para Ariya. Mahluk yang terlahir dengan tiga akar A-LDM disebut tihetuka puggala, bila hanya dua akar maka disebut dvihetuka puggala (hetu = akar).

 _/\_
kalau menurut saya seseorang yang berusaha mengikis LDM akhirnya bisa mencapai a-LDM.
jadi misalnya seseorang mengikis lobha dan dosa tapi moha masih ada maka LDMnya belum sempurna terhapus. CMIIW

Bro Ryu yang baik, menurut pengertian saya LDM bukan lenyap dengan cara dikikis, pengendalian diri seperti sila dsbnya hanya mengurangi frekuensi kemunculan LDM saja. LDM akan berkurang dengan sendirinya terpotong oleh wisdom (panna) yang muncul bersamaan dengan pencapaian Magga-Phala.

Mungkin saya sejalan dengan bro Ryu bahwa, penyebab lobha dan dosa juga adalah moha. Pencapaian Magga-Phala melenyapkan sebagian dari moha, sehingga otomatis mengurangi lobha dan dosa. Contohnya yang dilenyapkan adalah atta vipallasa, sehingga sakkaya ditthi lenyap, dengan lenyapnya sakkaya ditthi maka lobha dan dosa juga berkurang.

Kalau tidak salah menurut Abhidhamma A-LDM masih merupakan kondisi yang memungkinkan seseorang terlahir kembali, saya rasa seseorang yang memiliki A-LDM masih memiliki kemelekatan dan keinginan walaupun tidak diliputi oleh LDM, oleh karena itu masih akan terlahir kembali. Oleh karena itu, menurut saya hanya Arahat yang telah terbebas sepenuhnya dari LDM maupun A-LDM sesuai dengan Nidana sutta
 
_/\_


kalau menurut saya, malah sejalan dengan LDM dipadamkan dengan JMB8 sehingga tercapai a-LDM maka dia tidak akan menghasilkan kamma lagi, di Ariyamagga Sutta: The Noble Path :
"And what is kamma that is neither dark nor bright with neither dark nor bright result, leading to the ending of kamma? Right view, right resolve, right speech, right action, right livelihood, right effort, right mindfulness, right concentration. This is called kamma that is neither dark nor bright with neither dark nor bright result, leading to the ending of kamma.

di nidana sutta bukannya a-LDM itu disebut tidak terlahir juga?
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: K.K. on 21 June 2010, 09:17:14 AM
 [at]  tesla

Saya mau tanya yang terakhir.

Bro tesla mengatakan tidak ada 2 A-LDM. A-LDM adalah absennya LDM. Dengan kata lain, LDM hilang, kondisi yang muncul adalah A-LDM.
[...]
jadi tidak ada 2 macam a-LDM, yg mana a-LDM pertama adalah benih kebaikan, sedangkan a-LDM kedua adalah absennya LDM. yg ada hanya a-LDM sbg absennya LDM.

Nidana Sutta mengatakan:
"Any action performed with non-delusion — born of non-delusion, caused by non-delusion, originating from non-delusion: When delusion is gone, that action is thus abandoned, its root destroyed, made like a palmyra stump, deprived of the conditions of development, not destined for future arising."

Jadi di sutta dikatakan ketika LDM hilang, bukan A-LDM yang muncul, namun A-LDM pun lenyap, ditinggalkan. Otomatis, itu mengartikan A-LDM ada sewaktu LDM masih ada.


Kemudian Bro tesla mengatakan Sutta itu menjelaskan kamma secara tindakan, bukan benih.
[...]
pertama, "kamma" berupa benih / akar yg akan berbuah di masa depan. dalam konteks ini, arahat tidak lagi menanam kamma, setiap tindakannya hanyalah fungsional/kiriya.

kedua, "kamma" dalam arti sebenarnya adalah tindakan. kamma sendiri bukanlah akar/benih. oleh karena itu di sutta niddana sutta dijelaskan, yg menjadi akar sebuah tindakan adalah LDM. disisi lain ada juga tindakan yg tanpa didasari oleh LDM.
[...]
Tetapi ketika saya singgung tentang tindakan yang sama, metta-bhavana yang sama, bro tesla menyinggung kamma dalam konteks benih, di mana tindakan masih ada, tidak ditinggalkan, namun tidak ada lagi "si pelaku" yang menanam kamma.

[...] melainkan setiap tindakan arahat hanya begitu saja. tindakan tsb murni hanya tindakan itu saja & tidak berlanjut thd si pelaku tindakan. dg kata lain, tindakan seorang non-arahat, setelah tindakan itu ada yg berlanjut, lebih kurang seperti ada pelaku yg memiliki tindakan tsb.
Maka saya melihat sebetulnya sutta itu tidak mungkin menyinggung secara tindakan, karena jika demikian, berarti semua tindakan adalah ditinggalkan oleh Arahat, termasuk misalnya metta bhavana. Saya yakin Bro tesla juga tidak menganggap begitu.

Kemudian jika sutta itu mengacu pada benih, maka dengan sendirinya definisi A-LDM sebagai absennya LDM tidak sesuai, sebab A-LDM dalam sutta itu dikatakan lenyap ketika LDM lenyap. Berarti sebelum LDM lenyap, A-LDM itu ada (dan menghasilkan benih).

Bagaimana menurut Bro tesla?
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: K.K. on 21 June 2010, 09:22:02 AM
[at] kain, mengenai brahma vihara, bukannya dikomentar ada disebut sebagai karma terang mengakibatkan terang.

Jadi Brahma-Vihara yang merupakan kamma terang dengan akibat terang, termasuk LDM atau A-LDM?

Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: hendrako on 21 June 2010, 09:42:44 AM
Saya setuju dengan Bro Kainyn tentang LDM dan A-LDM.

Selama masih ada LDM maka A-LDM masih ada
Selama masih ada A-LDM maka LDM masih ada
Pada saat LDM tidak ada maka A-LDM pun tidak ada
Pada saat A-LDM tidak ada maka LDM pun tidak ada

LDM dan A-LDM adalah "Binnary opposition"
Sama halnya dengan apabila ada yg disebut dengan terang, maka otomatis, dan harus ada yang namanya gelap. Apabila tidak ada yang namanya gelap, tidak ada juga yang dinamakan terang, dan sebaliknya.

Namun sejauh pengertian saya, A-LDM adalah jalan yang mengarah dan mendekati Nibbana, Namun A-LDM bukan Nibbana itu sendiri. Sebaliknya LDM adalah jalan yang menjauhi Nibbana. Jadi A-LDM diperlukan dalam proses menuju Nibbana.
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: ryu on 21 June 2010, 09:47:07 AM
[at] kain, mengenai brahma vihara, bukannya dikomentar ada disebut sebagai karma terang mengakibatkan terang.

Jadi Brahma-Vihara yang merupakan kamma terang dengan akibat terang, termasuk LDM atau A-LDM?


tergantung, selama ada LDM yang sekecil apapun sehingga timbulnya kelahiran baru maka masih di liputi LDM, ketika :
Berakhirnya kesadaran tumimbal lahir mengakibatkan berhentinya batin dan jasmani.

Berakhirnya batin dan jasmani mengakibatkan berhentinya enam landasan indria.

Berakhirnya enam landasan indria mengakibatkan berhentinya kontak.

Berakhirnya kontak mengakibatkan berhentinya perasaan.

Berakhirnya perasaan mengakibatkan berhentinya keinginan.

Berakhirnya nafsu keinginan mengakibatkan berhentinya nafsu kemelekatan.

Berakhirnya nafsu kemelekatan mengakibatkan berhentinya kamma.

Berakhirnya kamma mengakibatkan berhentinya kelahiran.

Berakhirnya kelahiran mengakibatkan berhentinya usia tua, kematian, kesedihan, keluh kesah, kesakitan, kesedihan dan ratap tangis.

Berakhirnya usia tua, kematian, kesedihan, keluh kesah, kesakitan, kesedihan dan ratap tangis maka berakhirlah tumimbal lahir.

Demikianlah seluruh rangkaian penderitaan berakhir.

itulah a-LDM   CMIIW
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: hendrako on 21 June 2010, 09:56:39 AM
[at] kain, mengenai brahma vihara, bukannya dikomentar ada disebut sebagai karma terang mengakibatkan terang.

Jadi Brahma-Vihara yang merupakan kamma terang dengan akibat terang, termasuk LDM atau A-LDM?


tergantung, selama ada LDM yang sekecil apapun sehingga timbulnya kelahiran baru maka masih di liputi LDM, ketika :
Berakhirnya kesadaran tumimbal lahir mengakibatkan berhentinya batin dan jasmani.

Berakhirnya batin dan jasmani mengakibatkan berhentinya enam landasan indria.

Berakhirnya enam landasan indria mengakibatkan berhentinya kontak.

Berakhirnya kontak mengakibatkan berhentinya perasaan.

Berakhirnya perasaan mengakibatkan berhentinya keinginan.

Berakhirnya nafsu keinginan mengakibatkan berhentinya nafsu kemelekatan.

Berakhirnya nafsu kemelekatan mengakibatkan berhentinya kamma.

Berakhirnya kamma mengakibatkan berhentinya kelahiran.

Berakhirnya kelahiran mengakibatkan berhentinya usia tua, kematian, kesedihan, keluh kesah, kesakitan, kesedihan dan ratap tangis.

Berakhirnya usia tua, kematian, kesedihan, keluh kesah, kesakitan, kesedihan dan ratap tangis maka berakhirlah tumimbal lahir.

Demikianlah seluruh rangkaian penderitaan berakhir.

itulah a-LDM   CMIIW


Yang di atas adalah Nibbana bukan A-LDM.

Kelihatannya yang jadi masalah dalam diskusi ini adalah pengertian A-LDM.
A-LDM adalah lawan dari LDM
Dana x Lobha
Metta karuna x Dosa
Vijja / Panna x Moha
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: ryu on 21 June 2010, 10:05:42 AM
[at] kain, mengenai brahma vihara, bukannya dikomentar ada disebut sebagai karma terang mengakibatkan terang.

Jadi Brahma-Vihara yang merupakan kamma terang dengan akibat terang, termasuk LDM atau A-LDM?


tergantung, selama ada LDM yang sekecil apapun sehingga timbulnya kelahiran baru maka masih di liputi LDM, ketika :
Berakhirnya kesadaran tumimbal lahir mengakibatkan berhentinya batin dan jasmani.

Berakhirnya batin dan jasmani mengakibatkan berhentinya enam landasan indria.

Berakhirnya enam landasan indria mengakibatkan berhentinya kontak.

Berakhirnya kontak mengakibatkan berhentinya perasaan.

Berakhirnya perasaan mengakibatkan berhentinya keinginan.

Berakhirnya nafsu keinginan mengakibatkan berhentinya nafsu kemelekatan.

Berakhirnya nafsu kemelekatan mengakibatkan berhentinya kamma.

Berakhirnya kamma mengakibatkan berhentinya kelahiran.

Berakhirnya kelahiran mengakibatkan berhentinya usia tua, kematian, kesedihan, keluh kesah, kesakitan, kesedihan dan ratap tangis.

Berakhirnya usia tua, kematian, kesedihan, keluh kesah, kesakitan, kesedihan dan ratap tangis maka berakhirlah tumimbal lahir.

Demikianlah seluruh rangkaian penderitaan berakhir.

itulah a-LDM   CMIIW


Yang di atas adalah Nibbana bukan A-LDM.

Kelihatannya yang jadi masalah dalam diskusi ini adalah pengertian A-LDM.
A-LDM adalah lawan dari LDM
Dana x Lobha
Metta karuna x Dosa
Vijja / Panna x Moha
yang sedang didiskusikan adalam LDM vs a-LDM
kamma gelap, terang, terang dan gelap, bukan terang dan bukan gelap.
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: K.K. on 21 June 2010, 10:49:02 AM
Saya setuju dengan Bro Kainyn tentang LDM dan A-LDM.

Selama masih ada LDM maka A-LDM masih ada
Selama masih ada A-LDM maka LDM masih ada
Pada saat LDM tidak ada maka A-LDM pun tidak ada
Pada saat A-LDM tidak ada maka LDM pun tidak ada

LDM dan A-LDM adalah "Binnary opposition"
Sama halnya dengan apabila ada yg disebut dengan terang, maka otomatis, dan harus ada yang namanya gelap. Apabila tidak ada yang namanya gelap, tidak ada juga yang dinamakan terang, dan sebaliknya.

Namun sejauh pengertian saya, A-LDM adalah jalan yang mengarah dan mendekati Nibbana, Namun A-LDM bukan Nibbana itu sendiri. Sebaliknya LDM adalah jalan yang menjauhi Nibbana. Jadi A-LDM diperlukan dalam proses menuju Nibbana.
Ya, betul. Pendapat saya sesuai dengan pendapat Bro hendrako. Mungkin sedikit perbedaan adalah menurut saya, baik LDM atau A-LDM tidak bisa dikatakan menjauhi/mendekati nibbana. Nibbana adalah di luar keterkondisian dua sisi koin tersebut.
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: K.K. on 21 June 2010, 10:54:24 AM
tergantung, selama ada LDM yang sekecil apapun sehingga timbulnya kelahiran baru maka masih di liputi LDM, ketika :
Berakhirnya kesadaran tumimbal lahir mengakibatkan berhentinya batin dan jasmani.

Berakhirnya batin dan jasmani mengakibatkan berhentinya enam landasan indria.

Berakhirnya enam landasan indria mengakibatkan berhentinya kontak.

Berakhirnya kontak mengakibatkan berhentinya perasaan.

Berakhirnya perasaan mengakibatkan berhentinya keinginan.

Berakhirnya nafsu keinginan mengakibatkan berhentinya nafsu kemelekatan.

Berakhirnya nafsu kemelekatan mengakibatkan berhentinya kamma.

Berakhirnya kamma mengakibatkan berhentinya kelahiran.

Berakhirnya kelahiran mengakibatkan berhentinya usia tua, kematian, kesedihan, keluh kesah, kesakitan, kesedihan dan ratap tangis.

Berakhirnya usia tua, kematian, kesedihan, keluh kesah, kesakitan, kesedihan dan ratap tangis maka berakhirlah tumimbal lahir.

Demikianlah seluruh rangkaian penderitaan berakhir.

itulah a-LDM   CMIIW

OK. Maka kembali lagi ke Nidana Sutta:

"Jika suatu tindakan dilakukan dengan tanpa-keserakahan, terlahir dari tanpa-keserakahan, disebabkan oleh tanpa-keserakahan, muncul dari tanpa-keserakahan... Jika suatu tindakan dilakukan dengan tanpa-kebencian... Jika suatu tindakan dilakukan dengan tanpa-kebodohan-batin, terlahir dari tanpa-kebodohan-batin, disebabkan oleh tanpa-kebodohan- batin, muncul dari tanpa-kebodohan-batin, begitu keserakahan, kebencian dan kebodohan batin lenyap maka tindakan itu ditinggalkan, terpotong di akarnya, dibuat gersang seperti tunggul pohon palma, terhapus sehingga tidak lagi bisa muncul di masa depan."

Seperti saya katakan sebelumnya, ketika LDM lenyap, bukan A-LDM timbul, namun A-LDM juga ditinggalkan.

Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: ryu on 21 June 2010, 11:14:46 AM
tergantung, selama ada LDM yang sekecil apapun sehingga timbulnya kelahiran baru maka masih di liputi LDM, ketika :
Berakhirnya kesadaran tumimbal lahir mengakibatkan berhentinya batin dan jasmani.

Berakhirnya batin dan jasmani mengakibatkan berhentinya enam landasan indria.

Berakhirnya enam landasan indria mengakibatkan berhentinya kontak.

Berakhirnya kontak mengakibatkan berhentinya perasaan.

Berakhirnya perasaan mengakibatkan berhentinya keinginan.

Berakhirnya nafsu keinginan mengakibatkan berhentinya nafsu kemelekatan.

Berakhirnya nafsu kemelekatan mengakibatkan berhentinya kamma.

Berakhirnya kamma mengakibatkan berhentinya kelahiran.

Berakhirnya kelahiran mengakibatkan berhentinya usia tua, kematian, kesedihan, keluh kesah, kesakitan, kesedihan dan ratap tangis.

Berakhirnya usia tua, kematian, kesedihan, keluh kesah, kesakitan, kesedihan dan ratap tangis maka berakhirlah tumimbal lahir.

Demikianlah seluruh rangkaian penderitaan berakhir.

itulah a-LDM   CMIIW

OK. Maka kembali lagi ke Nidana Sutta:

"Jika suatu tindakan dilakukan dengan tanpa-keserakahan, terlahir dari tanpa-keserakahan, disebabkan oleh tanpa-keserakahan, muncul dari tanpa-keserakahan... Jika suatu tindakan dilakukan dengan tanpa-kebencian... Jika suatu tindakan dilakukan dengan tanpa-kebodohan-batin, terlahir dari tanpa-kebodohan-batin, disebabkan oleh tanpa-kebodohan- batin, muncul dari tanpa-kebodohan-batin, begitu keserakahan, kebencian dan kebodohan batin lenyap maka tindakan itu ditinggalkan, terpotong di akarnya, dibuat gersang seperti tunggul pohon palma, terhapus sehingga tidak lagi bisa muncul di masa depan."

Seperti saya katakan sebelumnya, ketika LDM lenyap, bukan A-LDM timbul, namun A-LDM juga ditinggalkan.


bagaimana urutannya kalau begini :
LDM=>a-LDM=>Nibbana
LDM=>JMB8=>Nibbana

sesuai dengan CULAVEDALLA SUTTA :
# Demikianlah yang saya dengar.
Pada suatu waktu Sang Bhagava sedang berada di Jetavana, Kalandakanivapa, Rajagaha. Pada ketika itu upasaka Visakha pergi menemui Bhikkhuni Dhammadinna, sesudah memberi hormat kepadanya, ia duduk di tempat yang tersedia. Setelah duduk ia bertanya:

(Perwujudan)

# "Bhante, perwujudan, perwujudan telah dikatakan. Apakah sebenarnya yang dimaksud dengan perwujudan oleh Sang Bhagava?"
"Saudara Visakha, kemelekatan pada khandha-khandha (kelompok-kelompok) itu dinamakan perwujudan oleh Sang Buddha, yaitu: kemelekatan pada khandha jasmani (rupakhandha), kemelekatan pada khandha perasaan (vedanakhandha), kemelekatan pada khandha pencerapan (sannakhandha) kemelekatan pada khandha bentuk-bentuk pikiran (sankharakhandha) dan kemelekatan pada khandha kesadaran (vinnanakhandha). Kelima khandha yang dipengaruhi oleh kemelekatan ini disebut perwujudan oleh Sang Bhagava."
Dengan berkata: "Baik," upasika Visakha menjadi gembira karena kata-kata Bhikkhuni Dhammadinna itu, menyetujui kata-kata itu, selanjutnya ia bertanya:

# "Bhante, asal mula perwujudan, asal mula perwujudan telah dikatakan. Apa yang dimaksud dengan asal mula perwujudan oleh Sang Bhagava."
"Saudara Visakha, itu adalah keinginan untuk terlahir kembali yang disertai kesenangan dan nafsu indera, kesenangan di sini dan di sana, yaitu: keinginan nafsu indera (kamatanha), keinginan untuk menjadi (bhavatanha) dan keinginan untuk tak menjadi (vibhavatanha). Inilah yang dimaksud dengan asal mula perwujudan oleh Sang Bhagava."

# "Bhante, lenyapnya perwujudan, lenyapnya perwujudan telah dikatakan. Apakah yang dimaksud dengan lenyapnya perwujudan oleh Sang Bhagava?"
"Saudara Visakha, itu adalah sisa-sisa dari keinginan yang memudar, lenyap, dilepaskan, dibiarkan dan ditolak. Inilah yang dimaksud dengan lenyapnya perwujudan oleh Sang Bhagava."

# "Bhante, jalan menuju pelenyapan perwujudan, jalan menuju pelenyapan perwujudan, telah dikatakan. Apakah yang dimaksud dengan jalan menuju pelenyapan perwujudan oleh Sang Bhagava?"
"Saudara Visakha, itu adalah jalan berunsur delapan, yaitu: pandangan benar, pikiran benar, ucapan benar, perbuatan benar, mata pencaharian benar, usaha benar, perhatian benar dan konsentrasi benar."

# "Bhante, apakah kemelekatan itu sama dengan lima khandha yang dipengaruhi oleh kemelekatan, atau apakah kemelekatan itu adalah sesuatu yang terpisah dari lima khandha yang dipengaruhi oleh kemelekatan?"
"Saudara Visakha, kemelekatan itu adalah tidak sama dengan lima khandha yang dipengaruhi oleh kemelekatan, juga tidak merupakan sesuatu yang terpisah dari lima khandha unsur yang dipengaruhi oleh kemelekatan. Itu adalah keinginan dan nafsu indera yang terdapat dalam lima khandha ini dipengaruhi oleh kemelekatan itulah kemelekatan."

(Timbulnya perwujudan)

# "Bhante, bagaimana pandangan salah tentang adanya aku yang kekal (sakhayaditthi) terjadi?"
"Saudara Visakha, orang awam yang tidak belajar, tidak menghormat terhadap orang-orang mulia (ariya), tidak mempunyai pengetahuan dhamma dan tidak melaksanakan dhamma; tidak hormat kepada orang-orang benar (sappurisa), tidak mempunyai pengetahuan dengan dhamma mereka dan tidak melaksanakan dhamma mereka, melihat jasmani itu sebagai pribadi, pribadi memiliki jasmani, jasmani di dalam pribadi atau pribadi di dalam jasmani. Ia melihat perasaan sebagai pribadi, pribadi memiliki perasaan, perasaan ada dalam pribadi atau pribadi ada dalam perasaan. Ia melihat pencerapan sebagai pribadi, pribadi memiliki pencerapan, pencerapan di dalam pribadi atau pribadi di dalam pencerapan.
Ia melihat bentuk-bentuk pikiran sebagai pribadi, pribadi memiliki bentuk-bentuk pikiran, bentuk-bentuk pikiran di dalam pribadi atau pribadi di dalam bentuk-bentuk pikiran melihat kesadaran sebagai pribadi, pribadi memiliki kesadaran, kesadaran di dalam pribadi atau pribadi di dalam kesadaran.
Itulah bagaimana pandangan salah tentang adanya aku yang kekal (sakhayaditthi) terjadi."

# "Bhante, bagaimana agar pandangan salah tentang adanya aku yang kekal tidak terjadi?"
"Saudara Visakha, siswa ariya yang terpelajar, menghormat terhadap orang-orang mulia (ariya), mempunyai pengetahuan dhamma dan melaksanakan dhamma; menghormat kepada orang-orang benar (sappurisa), mempunyai pengetahuan dengan dhamma mereka dan melaksanakan dhamma mereka, tidak melihat jasmani itu sebagai pribadi, pribadi memiliki jasmani, jasmani di dalam pribadi atau pribadi di dalam jasmani. Ia tidak melihat perasaan sebagai pribadi, pribadi memiliki perasaan, perasaan ada dalam pribadi atau pribadi ada dalam perasaan. Ia tidak melihat pencerapan sebagai pribadi, pribadi memiliki pencerapan, pencerapan di dalam pribadi atau pribadi di dalam pencerapan. Ia tidak melihat bentuk-bentuk pikiran sebagai pribadi, pribadi memiliki bentuk-bentuk pikiran, bentuk-bentuk pikiran di dalam pribadi atau pribadi di dalam bentuk-bentuk pikiran. Ia tidak melihat kesadaran sebagai pribadi, pribadi memiliki kesadaran, kesadaran di dalam pribadi atau pribadi di dalam kesadaran. Itulah bagaimana pandangan salah tentang adanya aku yang kekal (sakhayaditthi) tidak terjadi."

(Delapan jalan mulia)

# "Bhante, apakah jalan mulia berunsur delapan?"
"Saudara Visakha, jalan mulia berunsur delapan adalah: pandangan benar, pikiran benar, ucapan benar, perbuatan benar, mata pencaharian benar, usaha benar, perhatian benar dan konsentrasi benar"

# "Bhante, apakah jalan mulia berunsur delapan berkondisi atau tidak berkondisi?"
"Saudara Visakha, jalan mulia berunsur delapan adalah berkondisi."

# "Bhante, apakah tiga kelompok dimasukkan oleh jalan mulia berunsur delapan, atau jalan mulia berunsur delapan dimasukkan oleh tiga kelompok?"
"Saudara Visakha, tiga kelompok tidak dimasukkan oleh jalan mulia berunsur delapan, tetapi jalan mulia berunsur delapan dimasukkan oleh tiga kelompok. Setiap ucapan benar, setiap perbuatan benar dan setiap mata pencaharian benar: dhamma-dhamma ini dimasukkan ke dalam kelompok Moral (Sila), setiap usaha benar, setiap kesadaran benar, setiap konsentrasi benar; dhamma-dhamma ini dimasukkan ke dalam kelompok Meditasi (Samadhi), setiap pandangan benar dan setiap pikiran benar: dhamma-dhamma ini dimasukkan ke dalam kelompok Kebijaksanaan (Panna)."

(Konsentrasi)

# "Bhante, apakah yang dimaksud dengan konsentrasi, apakah tanda meditasi, apa perlengkapan meditasi, bagaimana mengembangkan meditasi?"
"Saudara Visakha, suatu pemusatan pikiran adalah meditasi, empat dasar perhatian (satipatthana) adalah tanda meditasi, empat usaha benar (sammappadhana) adalah perlengkapan meditasi: pengulangan berulang-ulang kali, pengembangannya dan mengusahakan meditasi adalah yang dimaksud dengan mengembangkan meditasi (samadhibhavana)."

(Proses)

# "Bhante, ada beberapa banyak proses (sankhara) yang ada?"
"Saudara Visakha, ada tiga buah proses: proses jasmani/badan (kayasankhara), proses bicara/verbal (vacisankhara) dan proses berpikir."

# "Bhante, tetapi apa yang dimaksud dengan proses jasmani, proses bicara serta proses berpikir?"
"Saudara Visakha, menarik nafas dan mengeluarkan nafas adalah proses jasmani, usaha untuk mencari ide (vitakha) dan ide telah ada (vicara) adalah proses berbicara, sedangkan pencerapan (sanna) dan perasaan (vedana) adalah proses berpikir."

# "Bhante, tetapi mengapa menarik dan mengeluarkan nafas merupakan proses jasmani, mengapa usaha menangkap obyek dan obyek telah tertangkap merupakan proses berbicara, mengapa pencerapan dan perasaan merupakan proses berpikir?"
"Saudara Visakha, menarik dan mengeluarkan nafas itu menjadi bagian dari jasmani; ini adalah hal-hal yang terikat dengan jasmani, itulah sebabnya maka tarik dan keluar nafas merupakan proses jasmani. Setelah terlebih dahulu 'ide dicari' dan 'ide ada' merupakan proses berbicara. Pencerapan dan perasaan terikat pada pikiran, ini adalah hal-hal yang terikat dengan pikiran, itulah sebabnya mengapa pencerapan dan perasaan itu merupakan proses berpikir."

(Pencapaian pelenyapan)

# "Bhante, bagaimana lenyapnya pencerapan dan perasaan (sannavedaniyatanirodha) dapat terjadi?"
"Saudara Visakha, apabila seorang bhikkhu sedang mencapai pelenyapan pencerapan dan perasaan, tidak muncul pikiran 'saya akan mencapai pelenyapan pencerapan dan perasaan' atau 'saya sedang mencapai pelenyapan pencerapan dan perasaan'; 'saya telah mencapai pelenyapan pencerapan dan perasaan'; tetapi agaknya pikirannya sudah lebih dahulu dikembangkan begitu bijaksananya sehingga batinnya mengarah ke keadaan itu."

# "Bhante, ketika seorang bhikkhu sedang mencapai pelenyapan pencerapan dan perasaan, dhamma-dhamma manakah yang terjadi terlebih dahulu padanya: proses jasmani, proses berbicara atau proses berpikir?"
"Saudara Visakha, ketika seorang bhikkhu sedang dalam pencapaian pelenyapan pencerapan dan perasaan, yang pertama-tama lenyap adalah proses berbicara, lalu proses jasmani, akhirnya proses berpikir."

# "Bhante, bagaimana caranya bangun dari pelenyapan pencerapan, dan perasaan, terjadi?"
"Saudara Visakha, ketika seorang sedang bangun dari pencapaian pelenyapan pencerapan dan perasaan, tidak akan pikiran: 'Saya akan bangun dari pencapaian pelenyapan pencerapan dan perasaan' atau 'Saya bangun dari pencapaian pelenyapan pencerapan dan perasaan' atau 'Saya telah bangun dari pencapaian pelenyapan pencerapan dan perasaan'; tetapi agaknya pikirannya telah terlebih dahulu dikembangkan begitu bijaksananya sehingga mengarah ke keadaan itu."

# "Bhante, ketika seorang bhikkhu sedang bangun dari pencapaian pelenyapan pencerapan dan perasaan, hal-hal mana yang timbul pertama kali padanya: proses jasmani, proses berbicara atau proses berpikir?"
"Saudara Visakha, ketika seorang bhikkhu sedang bangun dari pencapaian pelenyapan pencerapan dan perasaan, pertama-tama yang timbul adalah proses berpikir, lalu proses jasmani, kemudian proses berbicara."

# "Bhante, ketika seorang bhikkhu telah bangun dari pencapaian pelenyapan pencerapan dan perasaan, ada berapa banyak jenis kontak yang menyentuhnya?"
"Saudara Visakha, ketika seorang bhikkhu telah bangun dari pencapaian pelenyapan pencerapan dan perasaan, ada tiga jenis kontak yang menyentuh padanya: kontak kosong (sunnato phassa), kontak tanpa tanda (animitta phassa) dan kontak tanpa keinginan (appanihita phassa)."

# "Bhante, ketika seorang bhikkhu telah bangun dari pencapaian pelenyapan pencerapan dan perasaan, kepada apakah pikirannya cenderung bersandar dan tertuju?"
"Saudara Visakha, ketika seorang bhikkhu telah bangun dari pencapaian pelenyapan pencerapan dan perasaan, pikirannya itu cenderung bersandar dan tertuju pada pengasingan."

(Perasaan)

# "Bhante, ada berapa banyak perasaan?"
"Saudara Visakha, ada tiga macam perasaan: perasaan menyenangkan, perasaan menyakitkan dan perasaan tidak menyakitkan maupun tidak menyenangkan.

# "Bhante, tetapi apa yang dinamakan perasaan menyenangkan, perasaan menyakitkan dan bukan perasaan menyenangkan maupun bukan menyakitkan?"
"Saudara Visakha, apa pun yang dirasakan badan maupun mental sebagai menyenangkan dan memuaskan adalah perasaan menyenangkan. Apa pun dirasakan oleh badani dan mental sangat menyakitkan dan melukai adalah perasaan menyakitkan. Apa pun yang dirasakan badan dan mental sebagai yang tidak memuaskan juga tidak atau melukai adalah perasaan bukan menyenangkan maupun bukan menyakitkan."

# "Bhante, apakah perasaan menyenangkan dari kebajikan menyenangkan dan dari kebajikan menyakitkan? Apakah perasaan menyakitkan dari kebajikan menyakitkan dan dari kebajikan menyenangkan? Apakah perasaan bukan menyenangkan maupun menyakitkan dari kebajikan menyenangkan dan dari kebajikan menyakitkan?"
"Saudara Visakha, perasaan menyenangkan adalah kebajikan menyenangkan karena keberadaannya dan kebajikan menyakitkan dari perubahan. Perasaan menyakitkan adalah menyakitkan dalam kebajikan karena keberadaannya dan kebajikan menyenangkan dari perubahan. Perasaan bukan menyenangkan maupun bukan menyakitkan adalah menyenangkan dalam kebajikan pengetahuan dan menyakitkan dalam kebajikan ingin pengetahuan."

(Kecenderungan Laten)

# "Bhante, kecenderungan laten (anusaya) apakah yang ada pada perasaan menyenangkan? Kecenderungan laten apakah yang ada pada perasaan menyakitkan? Kecenderungan laten apakah yang ada pada perasaan bukan menyakitkan maupun bukan menyenangkan?"
"Saudara Visakha, kecenderungan laten yang ada pada perasaan menyenangkan adalah keserakahan (lobha). Kecenderungan laten yang ada pada perasaan menyakitkan adalah ketidaksenangan (dosa). Kecenderungan laten yang ada pada perasaan bukan menyenangkan maupun bukan menyakitkan adalah kebodohan (moha)."

# "Bhante, apakah kecenderungan laten keserakahan mendasari dalam semua perasaan menyenangkan? Apakah kecenderungan laten ketidaksenangan mendasari dalam semua perasaan menyakitkan? Apakah kecenderungan laten kebodohan mendasari dalam semua perasaan bukan menyenangkan maupun bukan menyakitkan?"
"Saudara Visakha, kecenderungan laten keserakahan tidak mendasari dalam semua perasaan menyenangkan. Kecenderungan laten ketidaksenangan tidak mendasari semua perasaan menyakitkan. Kecenderungan laten kebodohan tidak mendasari dalam semua perasaan bukan menyenangkan maupun bukan menyakitkan."

# "Bhante, apakah yang dapat ditinggalkan sehubungan dengan perasaan menyenangkan ? Apa yang dapat ditinggalkan sehubungan dengan perasaan menyakitkan dan apa yang dapat ditinggalkan sehubungan dengan perasaan yang bukan menyakitkan maupun bukan menyenangkan?"
"Saudara Visakha, kecenderungan laten keserakahan dapat ditinggalkan sehubungan dengan perasaan menyenangkan. Kecenderungan laten ketidaksenangan dapat ditinggalkan sehubungan dengan perasaan menyenangkan. Kecenderungan laten kebodohan dapat ditinggalkan sehubungan dengan perasaan bukan menyakitkan maupun bukan menyenangkan."

# "Bhante, apakah kecenderungan laten keserakahan dapat ditinggalkan sehubungan dengan semua perasaan menyenangkan ? Apakah kecenderungan laten ketidaksenangan dapat ditinggalkan sehubungan dengan semua perasaan menyakitkan? Apakah kecenderungan laten kebodohan dapat ditinggalkan sehubungan dengan semua perasaan bukan menyakitkan maupun bukan menyenangkan?"
"Saudara Visakha, bukan berhubungan dengan semua perasaan menyenangkan, maka kecenderungan laten keserakahan dapat ditinggalkan, bukan berhubungan dengan semua perasaan menyakitkan maka kecenderungan laten ketidaksenangan dapat ditinggalkan, bukan berhubungan dengan semua perasaan bukan menyakitkan maupun bukan menyenangkan maka kecenderungan laten kebodohan dapat ditinggalkan. Seorang bhikkhu, jauh dari nafsu indera, jauh dari akusala dhamma, ia mencapai dan berada dalam Jhana I yang disertai vitakha usaha pikiran untuk menangkap obyek, vicara (obyek telah tertangkap oleh pikiran), kegiuran (piti) dan kebahagiaan (sukha) yang muncul karena ketenangan: dengan ini ia meninggalkan keserakahan dan kecenderungan laten keserakahan tidak ada. Seorang bhikkhu berpikir: 'Kapan saya akan masuk dan berada dalam keadaan yang telah dicapai dan ditinggali oleh para ariya ?' Maka dengan cara ini ia mengembangkan cinta-kasih untuk pembebasan tertinggi (anuttara vimokha), kesedihan muncul dengan cinta-kasih sebagai kondisinya: dengan itu ia meninggalkan ketidaksenangan dan kecenderungan laten ketidaksenangan tidak ada.
Dengan meninggalkan kesenangan dan kesedihan dengan lebih dahulu melenyapkan kesenangan dan duka cita mental, seorang bhikkhu mencapai dan berada dalam Jhana IV dengan 'bukan kesakitan maupun bukan menyenangkan', perhatian yang murni karena keseimbangan batin: dengan itu ia meninggalkan kebodohan, dan kecenderungan laten kebodohan tidak ada."

# "Bhante apa lawan dari perasaan menyenangkan?"
"Saudara Visakha, perasaan menyakitkan adalah lawan dari perasaan menyenangkan."
"Bhante, apa lawan dari perasaan menyakitkan."
"Saudara Visakha, perasaan menyenangkan adalah lawan dari perasaan menyakitkan."
"Bhante, apa lawan dari perasaan bukan menyenangkan maupun bukan menyakitkan?"
"Saudara Visakha, kebodohan adalah lawan dari perasaan bukan menyenangkan maupun bukan perasaan menyedihkan."
"Bhante, apa lawan dari kebodohan?"
"Saudara Visakha, pengetahuan benar adalah lawan dari kebodohan."
"Bhante, apa lawan dari pengetahuan sejati?"
"Saudara Visakha, pembebasan adalah lawan dari pengetahuan sejati."
"Bhante, apa lawan dari pembebasan?"
"Saudara Visakha, Nibbana adalah lawan dari pembebasan."
"Bhante, apa lawan dari Nibbana?"
"Saudara Visakha, anda telah bertanya terlalu jauh. Anda tak dapat menemukan kesimpulan rantai pertanyaan; karena kehidupan suci (brahmacari) yang menembus Nibbana, menuju Nibbana. Jika anda mau, anda dapat menemui Sang Bhagava dan tanyakan kepada Beliau arti dari hal ini. Ketika beliau menjawab, anda harus mengingatnya."
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: K.K. on 21 June 2010, 11:37:16 AM
bagaimana urutannya kalau begini :
LDM=>a-LDM=>Nibbana
LDM=>JMB8=>Nibbana

sesuai dengan CULAVEDALLA SUTTA :
# Demikianlah yang saya dengar.
Pada suatu waktu Sang Bhagava sedang berada di Jetavana, Kalandakanivapa, Rajagaha. Pada ketika itu upasaka Visakha pergi menemui Bhikkhuni Dhammadinna, sesudah memberi hormat kepadanya, ia duduk di tempat yang tersedia. Setelah duduk ia bertanya:

(Perwujudan)

# "Bhante, perwujudan, perwujudan telah dikatakan. Apakah sebenarnya yang dimaksud dengan perwujudan oleh Sang Bhagava?"
"Saudara Visakha, kemelekatan pada khandha-khandha (kelompok-kelompok) itu dinamakan perwujudan oleh Sang Buddha, yaitu: kemelekatan pada khandha jasmani (rupakhandha), kemelekatan pada khandha perasaan (vedanakhandha), kemelekatan pada khandha pencerapan (sannakhandha) kemelekatan pada khandha bentuk-bentuk pikiran (sankharakhandha) dan kemelekatan pada khandha kesadaran (vinnanakhandha). Kelima khandha yang dipengaruhi oleh kemelekatan ini disebut perwujudan oleh Sang Bhagava."
Dengan berkata: "Baik," upasika Visakha menjadi gembira karena kata-kata Bhikkhuni Dhammadinna itu, menyetujui kata-kata itu, selanjutnya ia bertanya:

# "Bhante, asal mula perwujudan, asal mula perwujudan telah dikatakan. Apa yang dimaksud dengan asal mula perwujudan oleh Sang Bhagava."
"Saudara Visakha, itu adalah keinginan untuk terlahir kembali yang disertai kesenangan dan nafsu indera, kesenangan di sini dan di sana, yaitu: keinginan nafsu indera (kamatanha), keinginan untuk menjadi (bhavatanha) dan keinginan untuk tak menjadi (vibhavatanha). Inilah yang dimaksud dengan asal mula perwujudan oleh Sang Bhagava."

# "Bhante, lenyapnya perwujudan, lenyapnya perwujudan telah dikatakan. Apakah yang dimaksud dengan lenyapnya perwujudan oleh Sang Bhagava?"
"Saudara Visakha, itu adalah sisa-sisa dari keinginan yang memudar, lenyap, dilepaskan, dibiarkan dan ditolak. Inilah yang dimaksud dengan lenyapnya perwujudan oleh Sang Bhagava."

# "Bhante, jalan menuju pelenyapan perwujudan, jalan menuju pelenyapan perwujudan, telah dikatakan. Apakah yang dimaksud dengan jalan menuju pelenyapan perwujudan oleh Sang Bhagava?"
"Saudara Visakha, itu adalah jalan berunsur delapan, yaitu: pandangan benar, pikiran benar, ucapan benar, perbuatan benar, mata pencaharian benar, usaha benar, perhatian benar dan konsentrasi benar."

# "Bhante, apakah kemelekatan itu sama dengan lima khandha yang dipengaruhi oleh kemelekatan, atau apakah kemelekatan itu adalah sesuatu yang terpisah dari lima khandha yang dipengaruhi oleh kemelekatan?"
"Saudara Visakha, kemelekatan itu adalah tidak sama dengan lima khandha yang dipengaruhi oleh kemelekatan, juga tidak merupakan sesuatu yang terpisah dari lima khandha unsur yang dipengaruhi oleh kemelekatan. Itu adalah keinginan dan nafsu indera yang terdapat dalam lima khandha ini dipengaruhi oleh kemelekatan itulah kemelekatan."

(Timbulnya perwujudan)

# "Bhante, bagaimana pandangan salah tentang adanya aku yang kekal (sakhayaditthi) terjadi?"
"Saudara Visakha, orang awam yang tidak belajar, tidak menghormat terhadap orang-orang mulia (ariya), tidak mempunyai pengetahuan dhamma dan tidak melaksanakan dhamma; tidak hormat kepada orang-orang benar (sappurisa), tidak mempunyai pengetahuan dengan dhamma mereka dan tidak melaksanakan dhamma mereka, melihat jasmani itu sebagai pribadi, pribadi memiliki jasmani, jasmani di dalam pribadi atau pribadi di dalam jasmani. Ia melihat perasaan sebagai pribadi, pribadi memiliki perasaan, perasaan ada dalam pribadi atau pribadi ada dalam perasaan. Ia melihat pencerapan sebagai pribadi, pribadi memiliki pencerapan, pencerapan di dalam pribadi atau pribadi di dalam pencerapan.
Ia melihat bentuk-bentuk pikiran sebagai pribadi, pribadi memiliki bentuk-bentuk pikiran, bentuk-bentuk pikiran di dalam pribadi atau pribadi di dalam bentuk-bentuk pikiran melihat kesadaran sebagai pribadi, pribadi memiliki kesadaran, kesadaran di dalam pribadi atau pribadi di dalam kesadaran.
Itulah bagaimana pandangan salah tentang adanya aku yang kekal (sakhayaditthi) terjadi."

# "Bhante, bagaimana agar pandangan salah tentang adanya aku yang kekal tidak terjadi?"
"Saudara Visakha, siswa ariya yang terpelajar, menghormat terhadap orang-orang mulia (ariya), mempunyai pengetahuan dhamma dan melaksanakan dhamma; menghormat kepada orang-orang benar (sappurisa), mempunyai pengetahuan dengan dhamma mereka dan melaksanakan dhamma mereka, tidak melihat jasmani itu sebagai pribadi, pribadi memiliki jasmani, jasmani di dalam pribadi atau pribadi di dalam jasmani. Ia tidak melihat perasaan sebagai pribadi, pribadi memiliki perasaan, perasaan ada dalam pribadi atau pribadi ada dalam perasaan. Ia tidak melihat pencerapan sebagai pribadi, pribadi memiliki pencerapan, pencerapan di dalam pribadi atau pribadi di dalam pencerapan. Ia tidak melihat bentuk-bentuk pikiran sebagai pribadi, pribadi memiliki bentuk-bentuk pikiran, bentuk-bentuk pikiran di dalam pribadi atau pribadi di dalam bentuk-bentuk pikiran. Ia tidak melihat kesadaran sebagai pribadi, pribadi memiliki kesadaran, kesadaran di dalam pribadi atau pribadi di dalam kesadaran. Itulah bagaimana pandangan salah tentang adanya aku yang kekal (sakhayaditthi) tidak terjadi."

(Delapan jalan mulia)

# "Bhante, apakah jalan mulia berunsur delapan?"
"Saudara Visakha, jalan mulia berunsur delapan adalah: pandangan benar, pikiran benar, ucapan benar, perbuatan benar, mata pencaharian benar, usaha benar, perhatian benar dan konsentrasi benar"

# "Bhante, apakah jalan mulia berunsur delapan berkondisi atau tidak berkondisi?"
"Saudara Visakha, jalan mulia berunsur delapan adalah berkondisi."

# "Bhante, apakah tiga kelompok dimasukkan oleh jalan mulia berunsur delapan, atau jalan mulia berunsur delapan dimasukkan oleh tiga kelompok?"
"Saudara Visakha, tiga kelompok tidak dimasukkan oleh jalan mulia berunsur delapan, tetapi jalan mulia berunsur delapan dimasukkan oleh tiga kelompok. Setiap ucapan benar, setiap perbuatan benar dan setiap mata pencaharian benar: dhamma-dhamma ini dimasukkan ke dalam kelompok Moral (Sila), setiap usaha benar, setiap kesadaran benar, setiap konsentrasi benar; dhamma-dhamma ini dimasukkan ke dalam kelompok Meditasi (Samadhi), setiap pandangan benar dan setiap pikiran benar: dhamma-dhamma ini dimasukkan ke dalam kelompok Kebijaksanaan (Panna)."

(Konsentrasi)

# "Bhante, apakah yang dimaksud dengan konsentrasi, apakah tanda meditasi, apa perlengkapan meditasi, bagaimana mengembangkan meditasi?"
"Saudara Visakha, suatu pemusatan pikiran adalah meditasi, empat dasar perhatian (satipatthana) adalah tanda meditasi, empat usaha benar (sammappadhana) adalah perlengkapan meditasi: pengulangan berulang-ulang kali, pengembangannya dan mengusahakan meditasi adalah yang dimaksud dengan mengembangkan meditasi (samadhibhavana)."

(Proses)

# "Bhante, ada beberapa banyak proses (sankhara) yang ada?"
"Saudara Visakha, ada tiga buah proses: proses jasmani/badan (kayasankhara), proses bicara/verbal (vacisankhara) dan proses berpikir."

# "Bhante, tetapi apa yang dimaksud dengan proses jasmani, proses bicara serta proses berpikir?"
"Saudara Visakha, menarik nafas dan mengeluarkan nafas adalah proses jasmani, usaha untuk mencari ide (vitakha) dan ide telah ada (vicara) adalah proses berbicara, sedangkan pencerapan (sanna) dan perasaan (vedana) adalah proses berpikir."

# "Bhante, tetapi mengapa menarik dan mengeluarkan nafas merupakan proses jasmani, mengapa usaha menangkap obyek dan obyek telah tertangkap merupakan proses berbicara, mengapa pencerapan dan perasaan merupakan proses berpikir?"
"Saudara Visakha, menarik dan mengeluarkan nafas itu menjadi bagian dari jasmani; ini adalah hal-hal yang terikat dengan jasmani, itulah sebabnya maka tarik dan keluar nafas merupakan proses jasmani. Setelah terlebih dahulu 'ide dicari' dan 'ide ada' merupakan proses berbicara. Pencerapan dan perasaan terikat pada pikiran, ini adalah hal-hal yang terikat dengan pikiran, itulah sebabnya mengapa pencerapan dan perasaan itu merupakan proses berpikir."

(Pencapaian pelenyapan)

# "Bhante, bagaimana lenyapnya pencerapan dan perasaan (sannavedaniyatanirodha) dapat terjadi?"
"Saudara Visakha, apabila seorang bhikkhu sedang mencapai pelenyapan pencerapan dan perasaan, tidak muncul pikiran 'saya akan mencapai pelenyapan pencerapan dan perasaan' atau 'saya sedang mencapai pelenyapan pencerapan dan perasaan'; 'saya telah mencapai pelenyapan pencerapan dan perasaan'; tetapi agaknya pikirannya sudah lebih dahulu dikembangkan begitu bijaksananya sehingga batinnya mengarah ke keadaan itu."

# "Bhante, ketika seorang bhikkhu sedang mencapai pelenyapan pencerapan dan perasaan, dhamma-dhamma manakah yang terjadi terlebih dahulu padanya: proses jasmani, proses berbicara atau proses berpikir?"
"Saudara Visakha, ketika seorang bhikkhu sedang dalam pencapaian pelenyapan pencerapan dan perasaan, yang pertama-tama lenyap adalah proses berbicara, lalu proses jasmani, akhirnya proses berpikir."

# "Bhante, bagaimana caranya bangun dari pelenyapan pencerapan, dan perasaan, terjadi?"
"Saudara Visakha, ketika seorang sedang bangun dari pencapaian pelenyapan pencerapan dan perasaan, tidak akan pikiran: 'Saya akan bangun dari pencapaian pelenyapan pencerapan dan perasaan' atau 'Saya bangun dari pencapaian pelenyapan pencerapan dan perasaan' atau 'Saya telah bangun dari pencapaian pelenyapan pencerapan dan perasaan'; tetapi agaknya pikirannya telah terlebih dahulu dikembangkan begitu bijaksananya sehingga mengarah ke keadaan itu."

# "Bhante, ketika seorang bhikkhu sedang bangun dari pencapaian pelenyapan pencerapan dan perasaan, hal-hal mana yang timbul pertama kali padanya: proses jasmani, proses berbicara atau proses berpikir?"
"Saudara Visakha, ketika seorang bhikkhu sedang bangun dari pencapaian pelenyapan pencerapan dan perasaan, pertama-tama yang timbul adalah proses berpikir, lalu proses jasmani, kemudian proses berbicara."

# "Bhante, ketika seorang bhikkhu telah bangun dari pencapaian pelenyapan pencerapan dan perasaan, ada berapa banyak jenis kontak yang menyentuhnya?"
"Saudara Visakha, ketika seorang bhikkhu telah bangun dari pencapaian pelenyapan pencerapan dan perasaan, ada tiga jenis kontak yang menyentuh padanya: kontak kosong (sunnato phassa), kontak tanpa tanda (animitta phassa) dan kontak tanpa keinginan (appanihita phassa)."

# "Bhante, ketika seorang bhikkhu telah bangun dari pencapaian pelenyapan pencerapan dan perasaan, kepada apakah pikirannya cenderung bersandar dan tertuju?"
"Saudara Visakha, ketika seorang bhikkhu telah bangun dari pencapaian pelenyapan pencerapan dan perasaan, pikirannya itu cenderung bersandar dan tertuju pada pengasingan."

(Perasaan)

# "Bhante, ada berapa banyak perasaan?"
"Saudara Visakha, ada tiga macam perasaan: perasaan menyenangkan, perasaan menyakitkan dan perasaan tidak menyakitkan maupun tidak menyenangkan.

# "Bhante, tetapi apa yang dinamakan perasaan menyenangkan, perasaan menyakitkan dan bukan perasaan menyenangkan maupun bukan menyakitkan?"
"Saudara Visakha, apa pun yang dirasakan badan maupun mental sebagai menyenangkan dan memuaskan adalah perasaan menyenangkan. Apa pun dirasakan oleh badani dan mental sangat menyakitkan dan melukai adalah perasaan menyakitkan. Apa pun yang dirasakan badan dan mental sebagai yang tidak memuaskan juga tidak atau melukai adalah perasaan bukan menyenangkan maupun bukan menyakitkan."

# "Bhante, apakah perasaan menyenangkan dari kebajikan menyenangkan dan dari kebajikan menyakitkan? Apakah perasaan menyakitkan dari kebajikan menyakitkan dan dari kebajikan menyenangkan? Apakah perasaan bukan menyenangkan maupun menyakitkan dari kebajikan menyenangkan dan dari kebajikan menyakitkan?"
"Saudara Visakha, perasaan menyenangkan adalah kebajikan menyenangkan karena keberadaannya dan kebajikan menyakitkan dari perubahan. Perasaan menyakitkan adalah menyakitkan dalam kebajikan karena keberadaannya dan kebajikan menyenangkan dari perubahan. Perasaan bukan menyenangkan maupun bukan menyakitkan adalah menyenangkan dalam kebajikan pengetahuan dan menyakitkan dalam kebajikan ingin pengetahuan."

(Kecenderungan Laten)

# "Bhante, kecenderungan laten (anusaya) apakah yang ada pada perasaan menyenangkan? Kecenderungan laten apakah yang ada pada perasaan menyakitkan? Kecenderungan laten apakah yang ada pada perasaan bukan menyakitkan maupun bukan menyenangkan?"
"Saudara Visakha, kecenderungan laten yang ada pada perasaan menyenangkan adalah keserakahan (lobha). Kecenderungan laten yang ada pada perasaan menyakitkan adalah ketidaksenangan (dosa). Kecenderungan laten yang ada pada perasaan bukan menyenangkan maupun bukan menyakitkan adalah kebodohan (moha)."

# "Bhante, apakah kecenderungan laten keserakahan mendasari dalam semua perasaan menyenangkan? Apakah kecenderungan laten ketidaksenangan mendasari dalam semua perasaan menyakitkan? Apakah kecenderungan laten kebodohan mendasari dalam semua perasaan bukan menyenangkan maupun bukan menyakitkan?"
"Saudara Visakha, kecenderungan laten keserakahan tidak mendasari dalam semua perasaan menyenangkan. Kecenderungan laten ketidaksenangan tidak mendasari semua perasaan menyakitkan. Kecenderungan laten kebodohan tidak mendasari dalam semua perasaan bukan menyenangkan maupun bukan menyakitkan."

# "Bhante, apakah yang dapat ditinggalkan sehubungan dengan perasaan menyenangkan ? Apa yang dapat ditinggalkan sehubungan dengan perasaan menyakitkan dan apa yang dapat ditinggalkan sehubungan dengan perasaan yang bukan menyakitkan maupun bukan menyenangkan?"
"Saudara Visakha, kecenderungan laten keserakahan dapat ditinggalkan sehubungan dengan perasaan menyenangkan. Kecenderungan laten ketidaksenangan dapat ditinggalkan sehubungan dengan perasaan menyenangkan. Kecenderungan laten kebodohan dapat ditinggalkan sehubungan dengan perasaan bukan menyakitkan maupun bukan menyenangkan."

# "Bhante, apakah kecenderungan laten keserakahan dapat ditinggalkan sehubungan dengan semua perasaan menyenangkan ? Apakah kecenderungan laten ketidaksenangan dapat ditinggalkan sehubungan dengan semua perasaan menyakitkan? Apakah kecenderungan laten kebodohan dapat ditinggalkan sehubungan dengan semua perasaan bukan menyakitkan maupun bukan menyenangkan?"
"Saudara Visakha, bukan berhubungan dengan semua perasaan menyenangkan, maka kecenderungan laten keserakahan dapat ditinggalkan, bukan berhubungan dengan semua perasaan menyakitkan maka kecenderungan laten ketidaksenangan dapat ditinggalkan, bukan berhubungan dengan semua perasaan bukan menyakitkan maupun bukan menyenangkan maka kecenderungan laten kebodohan dapat ditinggalkan. Seorang bhikkhu, jauh dari nafsu indera, jauh dari akusala dhamma, ia mencapai dan berada dalam Jhana I yang disertai vitakha usaha pikiran untuk menangkap obyek, vicara (obyek telah tertangkap oleh pikiran), kegiuran (piti) dan kebahagiaan (sukha) yang muncul karena ketenangan: dengan ini ia meninggalkan keserakahan dan kecenderungan laten keserakahan tidak ada. Seorang bhikkhu berpikir: 'Kapan saya akan masuk dan berada dalam keadaan yang telah dicapai dan ditinggali oleh para ariya ?' Maka dengan cara ini ia mengembangkan cinta-kasih untuk pembebasan tertinggi (anuttara vimokha), kesedihan muncul dengan cinta-kasih sebagai kondisinya: dengan itu ia meninggalkan ketidaksenangan dan kecenderungan laten ketidaksenangan tidak ada.
Dengan meninggalkan kesenangan dan kesedihan dengan lebih dahulu melenyapkan kesenangan dan duka cita mental, seorang bhikkhu mencapai dan berada dalam Jhana IV dengan 'bukan kesakitan maupun bukan menyenangkan', perhatian yang murni karena keseimbangan batin: dengan itu ia meninggalkan kebodohan, dan kecenderungan laten kebodohan tidak ada."

# "Bhante apa lawan dari perasaan menyenangkan?"
"Saudara Visakha, perasaan menyakitkan adalah lawan dari perasaan menyenangkan."
"Bhante, apa lawan dari perasaan menyakitkan."
"Saudara Visakha, perasaan menyenangkan adalah lawan dari perasaan menyakitkan."
"Bhante, apa lawan dari perasaan bukan menyenangkan maupun bukan menyakitkan?"
"Saudara Visakha, kebodohan adalah lawan dari perasaan bukan menyenangkan maupun bukan perasaan menyedihkan."
"Bhante, apa lawan dari kebodohan?"
"Saudara Visakha, pengetahuan benar adalah lawan dari kebodohan."
"Bhante, apa lawan dari pengetahuan sejati?"
"Saudara Visakha, pembebasan adalah lawan dari pengetahuan sejati."
"Bhante, apa lawan dari pembebasan?"
"Saudara Visakha, Nibbana adalah lawan dari pembebasan."
"Bhante, apa lawan dari Nibbana?"
"Saudara Visakha, anda telah bertanya terlalu jauh. Anda tak dapat menemukan kesimpulan rantai pertanyaan; karena kehidupan suci (brahmacari) yang menembus Nibbana, menuju Nibbana. Jika anda mau, anda dapat menemui Sang Bhagava dan tanyakan kepada Beliau arti dari hal ini. Ketika beliau menjawab, anda harus mengingatnya."
Menurut Bro ryu, bagian mana dari Cula-Vedalla Sutta yang menjelaskan LDM=> A-LDM => Nibbana atau pun LDM => JMB 8 => Nibbana?

Kalau menurut saya, tetap bukan LDM => A-LDM.
Keduanya adalah adalah keberadaan yang sama. Seorang yang belum mencapai kesucian, dari A-LDM juga bisa jatuh ke LDM lagi. Terus begitu tanpa henti.

Lalu kalau ke JMB8, saya pikir ini definisi setiap orang dan cara pandangnya berbeda, terlalu luas. Mungkin kita bahas di kesempatan lain saja.
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: ryu on 21 June 2010, 12:28:23 PM

Menurut Bro ryu, bagian mana dari Cula-Vedalla Sutta yang menjelaskan LDM=> A-LDM => Nibbana atau pun LDM => JMB 8 => Nibbana?

Kalau menurut saya, tetap bukan LDM => A-LDM.
Keduanya adalah adalah keberadaan yang sama. Seorang yang belum mencapai kesucian, dari A-LDM juga bisa jatuh ke LDM lagi. Terus begitu tanpa henti.

Lalu kalau ke JMB8, saya pikir ini definisi setiap orang dan cara pandangnya berbeda, terlalu luas. Mungkin kita bahas di kesempatan lain saja.

di bagian kecenderungan laten disebutkan kecenderungan2 yang mengakibatkan seseorang terlahir kembali, dan aye rasa itu termasuk LDM.
Seseorang yang telah terbebas dari LDM otomatis dia berada dalam a-LDM dan JMB8 adalah penuntunnya untuk mencapai nibbana. CMIIW
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: ryu on 21 June 2010, 12:31:34 PM
OK. Maka kembali lagi ke Nidana Sutta:

"Jika suatu tindakan dilakukan dengan tanpa-keserakahan, terlahir dari tanpa-keserakahan, disebabkan oleh tanpa-keserakahan, muncul dari tanpa-keserakahan... Jika suatu tindakan dilakukan dengan tanpa-kebencian... Jika suatu tindakan dilakukan dengan tanpa-kebodohan-batin, terlahir dari tanpa-kebodohan-batin, disebabkan oleh tanpa-kebodohan- batin, muncul dari tanpa-kebodohan-batin, begitu keserakahan, kebencian dan kebodohan batin lenyap maka tindakan itu ditinggalkan, terpotong di akarnya, dibuat gersang seperti tunggul pohon palma, terhapus sehingga tidak lagi bisa muncul di masa depan."

Seperti saya katakan sebelumnya, ketika LDM lenyap, bukan A-LDM timbul, namun A-LDM juga ditinggalkan.


kadang bingung, tindakan yang di tinggalkan itu apa LDM atau a-LDM atau dua2nya,

dan yang terpotong akarnya itu yang mana apa LDM atau a-LDM atau dua2nya
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: DragonHung on 21 June 2010, 12:40:04 PM
Lenyapnya lobha dosa dan moha adalah kebebasan.
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: tesla on 21 June 2010, 12:56:32 PM
[at]  tesla

Saya mau tanya yang terakhir.

Bro tesla mengatakan tidak ada 2 A-LDM. A-LDM adalah absennya LDM. Dengan kata lain, LDM hilang, kondisi yang muncul adalah A-LDM.
[...]
jadi tidak ada 2 macam a-LDM, yg mana a-LDM pertama adalah benih kebaikan, sedangkan a-LDM kedua adalah absennya LDM. yg ada hanya a-LDM sbg absennya LDM.

Nidana Sutta mengatakan:
"Any action performed with non-delusion — born of non-delusion, caused by non-delusion, originating from non-delusion: When delusion is gone, that action is thus abandoned, its root destroyed, made like a palmyra stump, deprived of the conditions of development, not destined for future arising."

Jadi di sutta dikatakan ketika LDM hilang, bukan A-LDM yang muncul, namun A-LDM pun lenyap, ditinggalkan. Otomatis, itu mengartikan A-LDM ada sewaktu LDM masih ada.
di sutta ini saya melihat, kalimat ke2 menjelaskan kalimat pertama. jadi bukan ada 2 jenis action di sini, hanya ada 1 action.
"when delusion is gone" memperjelas bahwa action that performed with non-delusion, delusion is gone here.
sedang pendapat bro Kainyn disini ada 2 tahapan:
1, action performed with non-delusion (but delusion is still here) ---> dilakukan oleh non-arahat
2, when delusion is gone, that action thus abadoned (delusion is gone here) ---> dilakukan oleh arahat

Quote
Kemudian Bro tesla mengatakan Sutta itu menjelaskan kamma secara tindakan, bukan benih.
[...]
pertama, "kamma" berupa benih / akar yg akan berbuah di masa depan. dalam konteks ini, arahat tidak lagi menanam kamma, setiap tindakannya hanyalah fungsional/kiriya.

kedua, "kamma" dalam arti sebenarnya adalah tindakan. kamma sendiri bukanlah akar/benih. oleh karena itu di sutta niddana sutta dijelaskan, yg menjadi akar sebuah tindakan adalah LDM. disisi lain ada juga tindakan yg tanpa didasari oleh LDM.
[...]
Tetapi ketika saya singgung tentang tindakan yang sama, metta-bhavana yang sama, bro tesla menyinggung kamma dalam konteks benih, di mana tindakan masih ada, tidak ditinggalkan, namun tidak ada lagi "si pelaku" yang menanam kamma.

metta bhavana adalah tindakannya, bukan benihnya. benih tidak dapat diukur dari tindakan yg tampak di permukaan.
ketika membahas arahat dg belum-arahat, tindakannya masih bisa terlihat sama. arahat maupun non-arahat sama2 dapat melakukan tindakan metta-bhavana. jadi saya melihat metta bhavana sebagai tindakan (bukan benih). penjelasan benih itu hanya memperjelas bahwa arahat tidak lagi melakukan dgn LDM, yg mana LDM itu adalah benihnya. jadi arahat tidak menanam benih lagi.

disini perbedaan pemahaman kita tentang sutta ini adalah di kata "that action is thus abandoned". jika bro Kainyn melihat arti kata tindakan itu ditinggalkan sbg tindakan itu tidak dilakukan (alias batal), sedangkan saya tidak demikian. menurut saya, tindakan tsb tetap dilakukan, namun hanya begitu saja.

Quote
[...] melainkan setiap tindakan arahat hanya begitu saja. tindakan tsb murni hanya tindakan itu saja & tidak berlanjut thd si pelaku tindakan. dg kata lain, tindakan seorang non-arahat, setelah tindakan itu ada yg berlanjut, lebih kurang seperti ada pelaku yg memiliki tindakan tsb.
Maka saya melihat sebetulnya sutta itu tidak mungkin menyinggung secara tindakan, karena jika demikian, berarti semua tindakan adalah ditinggalkan oleh Arahat, termasuk misalnya metta bhavana. Saya yakin Bro tesla juga tidak menganggap begitu.
tindakan tetap dilakukan, namun hanya sebatas tindakan itu. di sini yg saya katakan, ketika sebuah tindakan dilakukan oleh seorang arahat, tindakan tsb hanyalah tindakan, tidak ada pelaku yg memiliki tindakan tsb, sedang disisi lain, seorang non-arahat, ketika melakukan suatu tindakan , dirinya menjadi pemilik tindakan tsb.

Quote
Kemudian jika sutta itu mengacu pada benih, maka dengan sendirinya definisi A-LDM sebagai absennya LDM tidak sesuai, sebab A-LDM dalam sutta itu dikatakan lenyap ketika LDM lenyap. Berarti sebelum LDM lenyap, A-LDM itu ada (dan menghasilkan benih).

Bagaimana menurut Bro tesla?

saya sudah menjelaskan perbedaan pandangan kita, dan saya pun mengerti pandangan bro Kainyn. menurut saya perbedaan ini bukan hal yg fundamental krn hanya masalah definisi. kurang lebih saya rangkum sbg berikut

pendapat bro Kainyn (cmiiw):
1. non-arahat dpt melakukan tindakan berdasarkan LDM & a-LDM (namun masih dg ada LDM). di sini, baik tindakan LDM & aLDM akan memberikan akibat di masa depan
2. arahat melakukan tindakan berdasarkan a-LDM (dan sudah tidak ada LDM). di sini tindakan tsb tidak memberikan akibat di masa depan lagi.

pendapat tesla:
1. non-arahat melakukan tindakan berdasarkan LDM, tindakan baik seperti metta-bhavana dimana dilakukan dg masih adanya LDM saya kategorikan sbg tindakan berdasarkan LDM juga. oleh karenanya, baik tindakan yg baik maupun yg jahat selagi masih berdasarkan LDM akan menghasilkan akibat di masa depan.
2. setuju dg bro Kainyn.

menurut saya, yg paling sederhana saja, tindakan apapun, baik dan buruk, yg dilakukan dari orang biasa sampai dg anagami, pasti masih berdasarkan pada delusion (moha).
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: ryu on 21 June 2010, 01:04:52 PM
pendapat bro Kainyn (cmiiw):
1. non-arahat dpt melakukan tindakan berdasarkan LDM & a-LDM (namun masih dg ada LDM). di sini, baik tindakan LDM & aLDM akan memberikan akibat di masa depan
2. arahat melakukan tindakan berdasarkan a-LDM (dan sudah tidak ada LDM). di sini tindakan tsb tidak memberikan akibat di masa depan lagi.

pendapat tesla:
1. non-arahat melakukan tindakan berdasarkan LDM, tindakan baik seperti metta-bhavana dimana dilakukan dg masih adanya LDM saya kategorikan sbg tindakan berdasarkan LDM juga. oleh karenanya, baik tindakan yg baik maupun yg jahat selagi masih berdasarkan LDM akan menghasilkan akibat di masa depan.
2. setuju dg bro Kainyn.

menurut saya, yg paling sederhana saja, tindakan apapun, baik dan buruk, yg dilakukan dari orang biasa sampai dg anagami, pasti masih berdasarkan pada delusion (moha).
menurut aye, bro kainyn berpendapat arahat tidak ada LDM dan a-LDM (sudah meninggalkan keduanya karena itu merupakan dualitas)




menurut aye :
1. seseorang yang belum terbebas berarti masih ada LDM (kadang ada seseorang merasa telah masul dalam a-LDM padahal dia masih LDM)
2. seseorang yang sudah terbebas berarti dia a-LDM, telah lepas dari keinginan untuk terlahir kembali.
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: hendrako on 21 June 2010, 01:30:38 PM
Saya setuju dengan Bro Kainyn tentang LDM dan A-LDM.

Selama masih ada LDM maka A-LDM masih ada
Selama masih ada A-LDM maka LDM masih ada
Pada saat LDM tidak ada maka A-LDM pun tidak ada
Pada saat A-LDM tidak ada maka LDM pun tidak ada

LDM dan A-LDM adalah "Binnary opposition"
Sama halnya dengan apabila ada yg disebut dengan terang, maka otomatis, dan harus ada yang namanya gelap. Apabila tidak ada yang namanya gelap, tidak ada juga yang dinamakan terang, dan sebaliknya.

Namun sejauh pengertian saya, A-LDM adalah jalan yang mengarah dan mendekati Nibbana, Namun A-LDM bukan Nibbana itu sendiri. Sebaliknya LDM adalah jalan yang menjauhi Nibbana. Jadi A-LDM diperlukan dalam proses menuju Nibbana.
Ya, betul. Pendapat saya sesuai dengan pendapat Bro hendrako. Mungkin sedikit perbedaan adalah menurut saya, baik LDM atau A-LDM tidak bisa dikatakan menjauhi/mendekati nibbana. Nibbana adalah di luar keterkondisian dua sisi koin tersebut.


Benar, Nibbana adalah diluar dari dua sisi. JM-8 menurut saya adalah A-LDM oleh karena itulah saya sebut sebagai "dekat" dengan Nibbana bukan Nibbana itu sendiri.

Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: K.K. on 21 June 2010, 01:37:19 PM
di sutta ini saya melihat, kalimat ke2 menjelaskan kalimat pertama. jadi bukan ada 2 jenis action di sini, hanya ada 1 action.
"when delusion is gone" memperjelas bahwa action that performed with non-delusion, delusion is gone here.
sedang pendapat bro Kainyn disini ada 2 tahapan:
1, action performed with non-delusion (but delusion is still here) ---> dilakukan oleh non-arahat
2, when delusion is gone, that action thus abadoned (delusion is gone here) ---> dilakukan oleh arahat
Ya, betul. Perbedaannya di situ. Hanya memastikan saja. Jadi Bro tesla mengatakan A-LDM ada ketika LDM hilang, dan pada saat yang sama A-LDM juga ditinggalkan?



Quote
saya sudah menjelaskan perbedaan pandangan kita, dan saya pun mengerti pandangan bro Kainyn. menurut saya perbedaan ini bukan hal yg fundamental krn hanya masalah definisi. kurang lebih saya rangkum sbg berikut

pendapat bro Kainyn (cmiiw):
1. non-arahat dpt melakukan tindakan berdasarkan LDM & a-LDM (namun masih dg ada LDM). di sini, baik tindakan LDM & aLDM akan memberikan akibat di masa depan
2. arahat melakukan tindakan berdasarkan a-LDM (dan sudah tidak ada LDM). di sini tindakan tsb tidak memberikan akibat di masa depan lagi.

pendapat tesla:
1. non-arahat melakukan tindakan berdasarkan LDM, tindakan baik seperti metta-bhavana dimana dilakukan dg masih adanya LDM saya kategorikan sbg tindakan berdasarkan LDM juga. oleh karenanya, baik tindakan yg baik maupun yg jahat selagi masih berdasarkan LDM akan menghasilkan akibat di masa depan.
2. setuju dg bro Kainyn.

menurut saya, yg paling sederhana saja, tindakan apapun, baik dan buruk, yg dilakukan dari orang biasa sampai dg anagami, pasti masih berdasarkan pada delusion (moha).

Pendapat yang di-bold merah bukan begitu. Menurut saya, perbuatan Arahat sudah tidak bisa lagi diukur dengan ukuran LDM/A-LDM. Karena keterkondisan LDM, maka ada dualitas LDM/A-LDM seperti koin dengan 2 sisinya. Dengan adanya sisi kepala, otomatis ada sisi ekor.
Bagi Arahat, keterkondisian (koin) itu sudah tidak ada, maka tidak ada lagi dualitas (kepala/ekor; LDM/A-LDM).

Saya juga setuju memang ini juga bukan perbedaan yang fundamental, hanya persepsi masing-masing saja yang berbeda ketika membaca sutta. Jadi memang tidak terlalu pengaruh banyak kecuali pada penggunaan istilah saja. Kalau tidak mau dilanjutkan juga tidak apa.

Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: hendrako on 21 June 2010, 01:40:39 PM
OK. Maka kembali lagi ke Nidana Sutta:

"Jika suatu tindakan dilakukan dengan tanpa-keserakahan, terlahir dari tanpa-keserakahan, disebabkan oleh tanpa-keserakahan, muncul dari tanpa-keserakahan... Jika suatu tindakan dilakukan dengan tanpa-kebencian... Jika suatu tindakan dilakukan dengan tanpa-kebodohan-batin, terlahir dari tanpa-kebodohan-batin, disebabkan oleh tanpa-kebodohan- batin, muncul dari tanpa-kebodohan-batin, begitu keserakahan, kebencian dan kebodohan batin lenyap maka tindakan itu ditinggalkan, terpotong di akarnya, dibuat gersang seperti tunggul pohon palma, terhapus sehingga tidak lagi bisa muncul di masa depan."

Seperti saya katakan sebelumnya, ketika LDM lenyap, bukan A-LDM timbul, namun A-LDM juga ditinggalkan.


kadang bingung, tindakan yang di tinggalkan itu apa LDM atau a-LDM atau dua2nya,

dan yang terpotong akarnya itu yang mana apa LDM atau a-LDM atau dua2nya

A-LDM itu jalan menuju Nibbana
LDM itu jalan yang menjauhi Nibbana

Ibarat kita ingin pulang ke rumah, ada satu persimpangan jalan,
Anggap saja jalan yang menuju ke rumah itu arah kanan (A-LDM)
Sedangkan jalan yang berbeda itu (menjauhi rumah) adalah arah kiri (LDM)
Pada saat kita sudah sampai di Rumah (Nibbana)
Kita sudah tidak berada pada jalan, tapi kita berada di rumah (Nibbana)
Rumah bukanlah jalan (kiri ato kanan)

Selain itu, walaupun kita sudah mencapai di depan rumah
Yaitu masih di atas jalan arah kanan (A-LDM)
Kita tidak bisa dikatakan telah mencapai rumah, tetapi berada di tepian Rumah(Nibbana)
Setelah benar2 masuk ke dalam Rumah (Nibbana) maka kita baru benar2 telah sampai ke Rumah (Nibbana)
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: ryu on 21 June 2010, 02:12:41 PM
OK. Maka kembali lagi ke Nidana Sutta:

"Jika suatu tindakan dilakukan dengan tanpa-keserakahan, terlahir dari tanpa-keserakahan, disebabkan oleh tanpa-keserakahan, muncul dari tanpa-keserakahan... Jika suatu tindakan dilakukan dengan tanpa-kebencian... Jika suatu tindakan dilakukan dengan tanpa-kebodohan-batin, terlahir dari tanpa-kebodohan-batin, disebabkan oleh tanpa-kebodohan- batin, muncul dari tanpa-kebodohan-batin, begitu keserakahan, kebencian dan kebodohan batin lenyap maka tindakan itu ditinggalkan, terpotong di akarnya, dibuat gersang seperti tunggul pohon palma, terhapus sehingga tidak lagi bisa muncul di masa depan."

Seperti saya katakan sebelumnya, ketika LDM lenyap, bukan A-LDM timbul, namun A-LDM juga ditinggalkan.


kadang bingung, tindakan yang di tinggalkan itu apa LDM atau a-LDM atau dua2nya,

dan yang terpotong akarnya itu yang mana apa LDM atau a-LDM atau dua2nya

A-LDM itu jalan menuju Nibbana
LDM itu jalan yang menjauhi Nibbana

Ibarat kita ingin pulang ke rumah, ada satu persimpangan jalan,
Anggap saja jalan yang menuju ke rumah itu arah kanan (A-LDM)
Sedangkan jalan yang berbeda itu (menjauhi rumah) adalah arah kiri (LDM)
Pada saat kita sudah sampai di Rumah (Nibbana)
Kita sudah tidak berada pada jalan, tapi kita berada di rumah (Nibbana)
Rumah bukanlah jalan (kiri ato kanan)

Selain itu, walaupun kita sudah mencapai di depan rumah
Yaitu masih di atas jalan arah kanan (A-LDM)
Kita tidak bisa dikatakan telah mencapai rumah, tetapi berada di tepian Rumah(Nibbana)
Setelah benar2 masuk ke dalam Rumah (Nibbana) maka kita baru benar2 telah sampai ke Rumah (Nibbana)
begini di sutta itu disebutkan sesuatu yang terpotong akarnya, dibuat gersang seperti tunggul pohon palma, terhapus sehingga tidak lagi bisa muncul di masa depan.
apakah a-LDM dibuat gersang dengan cara meninggalkannya? apakah a-LDM terhapus?
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: hendrako on 21 June 2010, 02:23:20 PM
"Jika suatu tindakan dilakukan dengan tanpa-kebodohan-batin, terlahir dari tanpa-kebodohan-batin, disebabkan oleh tanpa-kebodohan- batin, muncul dari tanpa-kebodohan-batin, begitu keserakahan, kebencian dan kebodohan batin lenyap maka tindakan itu ditinggalkan, terpotong di akarnya, dibuat gersang seperti tunggul pohon palma, terhapus sehingga tidak lagi bisa muncul di masa depan."

Coba perhatikan kembali kalimat diatas baik2.
Bahasa lainnya menurut saya sesuai dengan bahasa diskusi yang ada adalah sbb:

Apabila kita melakukan A-LDM, begitu LDM lenyap, maka tindakan A-LDM itu sendiri lenyap.

Atau dengan bahasa lain:

Apabila kita melaksanakan JM8 (A-LDM), begitu LDM lenyap atau tercapainya Nibbana, maka JM8 itu sendiri sudah tidak ada lagi.  (bandingkan dengan perumpamaan dengan jalan dan rumah di post ane sebelumnya)
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: K.K. on 21 June 2010, 02:36:10 PM
di bagian kecenderungan laten disebutkan kecenderungan2 yang mengakibatkan seseorang terlahir kembali, dan aye rasa itu termasuk LDM.
Seseorang yang telah terbebas dari LDM otomatis dia berada dalam a-LDM dan JMB8 adalah penuntunnya untuk mencapai nibbana. CMIIW

Bro ryu, kalau saya lihat, Cula-Vedalla bagian kecenderungan laten itu membahas hubungan LDM dengan perasaan/vedana, tetapi bukan membahas akarnya.



kadang bingung, tindakan yang di tinggalkan itu apa LDM atau a-LDM atau dua2nya,

dan yang terpotong akarnya itu yang mana apa LDM atau a-LDM atau dua2nya
Seperti perumpamaan saya sebelumnya, jika seorang sudah meninggalkan pikiran kepemilikan dalam dirinya, apakah ia hanya meninggalkan "mencuri" tapi masih tetap "berdana"?
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: tesla on 21 June 2010, 02:42:01 PM
di sutta ini saya melihat, kalimat ke2 menjelaskan kalimat pertama. jadi bukan ada 2 jenis action di sini, hanya ada 1 action.
"when delusion is gone" memperjelas bahwa action that performed with non-delusion, delusion is gone here.
sedang pendapat bro Kainyn disini ada 2 tahapan:
1, action performed with non-delusion (but delusion is still here) ---> dilakukan oleh non-arahat
2, when delusion is gone, that action thus abadoned (delusion is gone here) ---> dilakukan oleh arahat
Ya, betul. Perbedaannya di situ. Hanya memastikan saja. Jadi Bro tesla mengatakan A-LDM ada ketika LDM hilang, dan pada saat yang sama A-LDM juga ditinggalkan?
sederhananya, bagi saya, aLobha, aDosa, aMoha hanya deskripsi absennya LDM.
ketika sudah tidak ada LDM, semua tindakan hanya tindakan.
absennya LDM tidak mungkin bisa ditinggalkan, krn hal tsb bukan kata benda, berbeda dg LDM.


Quote
Quote
saya sudah menjelaskan perbedaan pandangan kita, dan saya pun mengerti pandangan bro Kainyn. menurut saya perbedaan ini bukan hal yg fundamental krn hanya masalah definisi. kurang lebih saya rangkum sbg berikut

pendapat bro Kainyn (cmiiw):
1. non-arahat dpt melakukan tindakan berdasarkan LDM & a-LDM (namun masih dg ada LDM). di sini, baik tindakan LDM & aLDM akan memberikan akibat di masa depan
2. arahat melakukan tindakan berdasarkan a-LDM (dan sudah tidak ada LDM). di sini tindakan tsb tidak memberikan akibat di masa depan lagi.

pendapat tesla:
1. non-arahat melakukan tindakan berdasarkan LDM, tindakan baik seperti metta-bhavana dimana dilakukan dg masih adanya LDM saya kategorikan sbg tindakan berdasarkan LDM juga. oleh karenanya, baik tindakan yg baik maupun yg jahat selagi masih berdasarkan LDM akan menghasilkan akibat di masa depan.
2. setuju dg bro Kainyn.

menurut saya, yg paling sederhana saja, tindakan apapun, baik dan buruk, yg dilakukan dari orang biasa sampai dg anagami, pasti masih berdasarkan pada delusion (moha).

Pendapat yang di-bold merah bukan begitu. Menurut saya, perbuatan Arahat sudah tidak bisa lagi diukur dengan ukuran LDM/A-LDM. Karena keterkondisan LDM, maka ada dualitas LDM/A-LDM seperti koin dengan 2 sisinya. Dengan adanya sisi kepala, otomatis ada sisi ekor.
Bagi Arahat, keterkondisian (koin) itu sudah tidak ada, maka tidak ada lagi dualitas (kepala/ekor; LDM/A-LDM).
iya, bagi saya yg masih dalam dualitas adalah LDM. a-LDM sudah berada di luar dualitas. makanya saya katakan disini hanya ada perbedaan definisi:

1. LDM non-arahat (versi kainyn) saya juga menyebutnya sbg LDM
2. aLDM non-arahat (versi kainyn, mis yg menjadi dasar melakukan metta bhavana) saya menyebutnya sbg LDM jga
3. non-dualitas yg menjadi dasar tindakan arahat (versi kainyn), saya menyebutnya a-LDM

saya salah sebut krn tercampur dg penamaan saya hehe...
bagi saya a-LDM juga sudah diluar dualitas kok.
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: Riky_dave on 21 June 2010, 03:08:26 PM
di sutta ini saya melihat, kalimat ke2 menjelaskan kalimat pertama. jadi bukan ada 2 jenis action di sini, hanya ada 1 action.
"when delusion is gone" memperjelas bahwa action that performed with non-delusion, delusion is gone here.
sedang pendapat bro Kainyn disini ada 2 tahapan:
1, action performed with non-delusion (but delusion is still here) ---> dilakukan oleh non-arahat
2, when delusion is gone, that action thus abadoned (delusion is gone here) ---> dilakukan oleh arahat
Ya, betul. Perbedaannya di situ. Hanya memastikan saja. Jadi Bro tesla mengatakan A-LDM ada ketika LDM hilang, dan pada saat yang sama A-LDM juga ditinggalkan?
sederhananya, bagi saya, aLobha, aDosa, aMoha hanya deskripsi absennya LDM.
ketika sudah tidak ada LDM, semua tindakan hanya tindakan.
absennya LDM tidak mungkin bisa ditinggalkan, krn hal tsb bukan kata benda, berbeda dg LDM.


Quote
Quote
saya sudah menjelaskan perbedaan pandangan kita, dan saya pun mengerti pandangan bro Kainyn. menurut saya perbedaan ini bukan hal yg fundamental krn hanya masalah definisi. kurang lebih saya rangkum sbg berikut

pendapat bro Kainyn (cmiiw):
1. non-arahat dpt melakukan tindakan berdasarkan LDM & a-LDM (namun masih dg ada LDM). di sini, baik tindakan LDM & aLDM akan memberikan akibat di masa depan
2. arahat melakukan tindakan berdasarkan a-LDM (dan sudah tidak ada LDM). di sini tindakan tsb tidak memberikan akibat di masa depan lagi.

pendapat tesla:
1. non-arahat melakukan tindakan berdasarkan LDM, tindakan baik seperti metta-bhavana dimana dilakukan dg masih adanya LDM saya kategorikan sbg tindakan berdasarkan LDM juga. oleh karenanya, baik tindakan yg baik maupun yg jahat selagi masih berdasarkan LDM akan menghasilkan akibat di masa depan.
2. setuju dg bro Kainyn.

menurut saya, yg paling sederhana saja, tindakan apapun, baik dan buruk, yg dilakukan dari orang biasa sampai dg anagami, pasti masih berdasarkan pada delusion (moha).

Pendapat yang di-bold merah bukan begitu. Menurut saya, perbuatan Arahat sudah tidak bisa lagi diukur dengan ukuran LDM/A-LDM. Karena keterkondisan LDM, maka ada dualitas LDM/A-LDM seperti koin dengan 2 sisinya. Dengan adanya sisi kepala, otomatis ada sisi ekor.
Bagi Arahat, keterkondisian (koin) itu sudah tidak ada, maka tidak ada lagi dualitas (kepala/ekor; LDM/A-LDM).
iya, bagi saya yg masih dalam dualitas adalah LDM. a-LDM sudah berada di luar dualitas. makanya saya katakan disini hanya ada perbedaan definisi:

1. LDM non-arahat (versi kainyn) saya juga menyebutnya sbg LDM
2. aLDM non-arahat (versi kainyn, mis yg menjadi dasar melakukan metta bhavana) saya menyebutnya sbg LDM jga
3. non-dualitas yg menjadi dasar tindakan arahat (versi kainyn), saya menyebutnya a-LDM

saya salah sebut krn tercampur dg penamaan saya hehe...
bagi saya a-LDM juga sudah diluar dualitas kok.

nimbrung,dari mana ini ALDM disebut diluar dualitas?
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: pemula on 21 June 2010, 03:10:43 PM
aduhhh,,,, ONly conseps.....
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: Riky_dave on 21 June 2010, 03:16:33 PM
aduhhh,,,, ONly conseps.....

ya betul Only conseps,but you like it.. :D
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: tesla on 21 June 2010, 03:24:01 PM
nimbrung,dari mana ini ALDM disebut diluar dualitas?
aLDM disini bukan lawan dari LDM, melainkan dari absennya LDM.

misalnya, LDM dikatakan merah, hijau & biru

disini aLDM saya katakan sbg tidak ada merah, tidak ada hijau, tidak ada biru. disini saya mengatakan aLDM sbg di luar dualitas.

tapi seandainya aLDM dikategorikan sbg lawannya LDM, misalnya sebagai cyan, magenta, kuning, maka disini aLDM masih dalam dualitas juga.
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: Riky_dave on 21 June 2010, 03:28:51 PM
nimbrung,dari mana ini ALDM disebut diluar dualitas?
aLDM disini bukan lawan dari LDM, melainkan dari absennya LDM.

misalnya, LDM dikatakan merah, hijau & biru

disini aLDM saya katakan sbg tidak ada merah, tidak ada hijau, tidak ada biru. disini saya mengatakan aLDM sbg di luar dualitas.

tapi seandainya aLDM dikategorikan sbg lawannya LDM, misalnya sebagai cyan, magenta, kuning, maka disini aLDM masih dalam dualitas juga.

uw,ALDM yang terbebas dari LDM yaaachhh...understood!!

terus mau nanya ini...

mengapa dalam Hasta Ariya Magga sangat dekat kaitannya tentang pengembangan dan penghancuran ALDM maupun LDM?

apakah itu bisa membawa pada perealisasian nibbana?
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: tesla on 21 June 2010, 03:33:38 PM
mengapa dalam Hasta Ariya Magga sangat dekat kaitannya tentang pengembangan dan penghancuran ALDM maupun LDM?

apakah itu bisa membawa pada perealisasian nibbana?

:outoftopic: silahkan buka thread baru
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: ryu on 21 June 2010, 04:48:43 PM
"Jika suatu tindakan dilakukan dengan tanpa-kebodohan-batin, terlahir dari tanpa-kebodohan-batin, disebabkan oleh tanpa-kebodohan- batin, muncul dari tanpa-kebodohan-batin, begitu keserakahan, kebencian dan kebodohan batin lenyap maka tindakan itu ditinggalkan, terpotong di akarnya, dibuat gersang seperti tunggul pohon palma, terhapus sehingga tidak lagi bisa muncul di masa depan."

Coba perhatikan kembali kalimat diatas baik2.
Bahasa lainnya menurut saya sesuai dengan bahasa diskusi yang ada adalah sbb:

Apabila kita melakukan A-LDM, begitu LDM lenyap, maka tindakan A-LDM itu sendiri lenyap.

Atau dengan bahasa lain:

Apabila kita melaksanakan JM8 (A-LDM), begitu LDM lenyap atau tercapainya Nibbana, maka JM8 itu sendiri sudah tidak ada lagi.  (bandingkan dengan perumpamaan dengan jalan dan rumah di post ane sebelumnya)

pemahaman saya berbeda, Apabila kita melakukan A-LDM, begitu LDM lenyap, maka tindakan LDM itu sendiri lenyap.

Atau dengan bahasa lain:

Apabila kita melaksanakan JM8 (agar bisa menghapus LDM), begitu LDM lenyap maka tercapailah Nibbana, maka JM8 itu sendiri memang menuntun untuk menghapus LDM sehingga LDM tidak muncul lagi tercabut akarnya.
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: ryu on 21 June 2010, 04:55:27 PM
di bagian kecenderungan laten disebutkan kecenderungan2 yang mengakibatkan seseorang terlahir kembali, dan aye rasa itu termasuk LDM.
Seseorang yang telah terbebas dari LDM otomatis dia berada dalam a-LDM dan JMB8 adalah penuntunnya untuk mencapai nibbana. CMIIW

Bro ryu, kalau saya lihat, Cula-Vedalla bagian kecenderungan laten itu membahas hubungan LDM dengan perasaan/vedana, tetapi bukan membahas akarnya.



kadang bingung, tindakan yang di tinggalkan itu apa LDM atau a-LDM atau dua2nya,

dan yang terpotong akarnya itu yang mana apa LDM atau a-LDM atau dua2nya
Seperti perumpamaan saya sebelumnya, jika seorang sudah meninggalkan pikiran kepemilikan dalam dirinya, apakah ia hanya meninggalkan "mencuri" tapi masih tetap "berdana"?

kalau perumpamaan saya, seorang yang telah meninggalkan keakuan, apakah aku itu masih ada atau sudah ditinggalkan dan terpotong akarnya?

kalau perumpamaan bro kain sih, seorang yang telah meninggalkan keakuan, begitu telah meninggalkan keakuan dan meninggalkan "meninggalkan keakuan" maka keakuan telah terpotong akarnya.

agak aneh bro.

dan saya lebih setuju pendapat bro Tesla.
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: ryu on 21 June 2010, 05:04:19 PM
di sutta ini saya melihat, kalimat ke2 menjelaskan kalimat pertama. jadi bukan ada 2 jenis action di sini, hanya ada 1 action.
"when delusion is gone" memperjelas bahwa action that performed with non-delusion, delusion is gone here.
sedang pendapat bro Kainyn disini ada 2 tahapan:
1, action performed with non-delusion (but delusion is still here) ---> dilakukan oleh non-arahat
2, when delusion is gone, that action thus abadoned (delusion is gone here) ---> dilakukan oleh arahat
Ya, betul. Perbedaannya di situ. Hanya memastikan saja. Jadi Bro tesla mengatakan A-LDM ada ketika LDM hilang, dan pada saat yang sama A-LDM juga ditinggalkan?
sederhananya, bagi saya, aLobha, aDosa, aMoha hanya deskripsi absennya LDM.
ketika sudah tidak ada LDM, semua tindakan hanya tindakan.
absennya LDM tidak mungkin bisa ditinggalkan, krn hal tsb bukan kata benda, berbeda dg LDM.


Quote
Quote
saya sudah menjelaskan perbedaan pandangan kita, dan saya pun mengerti pandangan bro Kainyn. menurut saya perbedaan ini bukan hal yg fundamental krn hanya masalah definisi. kurang lebih saya rangkum sbg berikut

pendapat bro Kainyn (cmiiw):
1. non-arahat dpt melakukan tindakan berdasarkan LDM & a-LDM (namun masih dg ada LDM). di sini, baik tindakan LDM & aLDM akan memberikan akibat di masa depan
2. arahat melakukan tindakan berdasarkan a-LDM (dan sudah tidak ada LDM). di sini tindakan tsb tidak memberikan akibat di masa depan lagi.

pendapat tesla:
1. non-arahat melakukan tindakan berdasarkan LDM, tindakan baik seperti metta-bhavana dimana dilakukan dg masih adanya LDM saya kategorikan sbg tindakan berdasarkan LDM juga. oleh karenanya, baik tindakan yg baik maupun yg jahat selagi masih berdasarkan LDM akan menghasilkan akibat di masa depan.
2. setuju dg bro Kainyn.

menurut saya, yg paling sederhana saja, tindakan apapun, baik dan buruk, yg dilakukan dari orang biasa sampai dg anagami, pasti masih berdasarkan pada delusion (moha).

Pendapat yang di-bold merah bukan begitu. Menurut saya, perbuatan Arahat sudah tidak bisa lagi diukur dengan ukuran LDM/A-LDM. Karena keterkondisan LDM, maka ada dualitas LDM/A-LDM seperti koin dengan 2 sisinya. Dengan adanya sisi kepala, otomatis ada sisi ekor.
Bagi Arahat, keterkondisian (koin) itu sudah tidak ada, maka tidak ada lagi dualitas (kepala/ekor; LDM/A-LDM).
iya, bagi saya yg masih dalam dualitas adalah LDM. a-LDM sudah berada di luar dualitas. makanya saya katakan disini hanya ada perbedaan definisi:

1. LDM non-arahat (versi kainyn) saya juga menyebutnya sbg LDM
2. aLDM non-arahat (versi kainyn, mis yg menjadi dasar melakukan metta bhavana) saya menyebutnya sbg LDM jga
3. non-dualitas yg menjadi dasar tindakan arahat (versi kainyn), saya menyebutnya a-LDM

saya salah sebut krn tercampur dg penamaan saya hehe...
bagi saya a-LDM juga sudah diluar dualitas kok.
betul saya setuju. seseorang yang belum terbebas dia masih di liputi LDM karena dia masih terlahir kembali.
ketika dia sudah lepas dari LDM berarti a-LDM maka dia sudah menghapus LDM keakarnya dan tidak akan terlahir kembali.
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: K.K. on 21 June 2010, 05:27:06 PM
kalau perumpamaan saya, seorang yang telah meninggalkan keakuan, apakah aku itu masih ada atau sudah ditinggalkan dan terpotong akarnya?

kalau perumpamaan bro kain sih, seorang yang telah meninggalkan keakuan, begitu telah meninggalkan keakuan dan meninggalkan "meninggalkan keakuan" maka keakuan telah terpotong akarnya.

agak aneh bro.
Salah, bukan begitu. Dari perumpamaan saya, perbuatan yang menjauhi keakuan, ketika keakuan tidak ada, maka perbuatan menjauhi keakuan itu pun ditinggalkan, karena telah terpotong akarnya.

Saya beri perumpamaan terakhir.
Seandainya seseorang terjebak dalam ilusi "umat beragama", maka bagi dia muncul diskriminasi. Ada saudara sedhamma (seiman) atau saudara "bukan sedhamma".

Berdasarkan keterkondisian tersebut, maka ada tindakan yang mengembangkan diskriminasi, misalnya pemaksaan agama.

Berdasarkan keterkondisian tersebut pula, maka ada tindakan yang tidak mengembangkan diskriminasi, misalnya toleransi antar umat.

Ketika seorang lepas dari belenggu diskriminasi tersebut, selain dia tidak mungkin memaksakan agama sendiri, juga otomatis pikiran "toleransi antar umat pun hilang". Mengapa? Karena toleransi antar umat itu hanya ada ketika diskriminasi itu ada. Ketika ia tidak lagi membedakan manusia berdasar agamanya, maka tidak ada lagi baik pemaksaan agama maupun toleransi, karena ia telah kehilangan akarnya.


Quote
dan saya lebih setuju pendapat bro Tesla.
Tidak masalah. Setiap orang memiliki kecenderungan masing-masing.

Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: tesla on 21 June 2010, 05:42:34 PM
Quote
dan saya lebih setuju pendapat bro Tesla.
Tidak masalah. Setiap orang memiliki kecenderungan masing-masing.
back again, sebenarnya saya tidak begitu setuju JM8 dikategorikan sbg aLDM, karma bukan gelap, bukan terang. (walau ini tercantum dalam sutta)
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: K.K. on 21 June 2010, 05:56:55 PM
back again, sebenarnya saya tidak begitu setuju JM8 dikategorikan sbg aLDM, karma bukan gelap, bukan terang. (walau ini tercantum dalam sutta)
Kalau saya, bisa setuju, tetapi tidak secara langsung.
JMB8 yang dimulai dari pandangan benar yang melandasi unsur lainnya. Jika pandangan sudah benar, maka terwujud dalam segala aspek kehidupan. Mau dibagi jadi 8 unsur, 100 unsur, sama saja, semuanya bisa berupa kamma bukan gelap-bukan terang. Sebaliknya pun begitu, dengan pandangan salah, keseluruhannya pun bukan merupakan kamma bukan gelap-bukan terang, hanya kamma terang saja. 

Sedangkan kalau dikatakan JMB8 dibahas secara independen masing-masing unsurnya, maka terlihat jelas faktor-faktor tersebut hanya berkisar duniawi (lokiya) yang tentu saja berkenaan kamma terang yang menghindari kamma gelap(, dengan pengecualian pandangan benar dan perhatian benar, menurut saya).

Menjalankan moralitas dalam JMB8 sesempurna apa pun tanpa dilandasi pandangan benar, selamanya orang tidak akan mencapai pembebasan.
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: ryu on 21 June 2010, 06:01:46 PM
begini deh,
aku ada = LDM
aku tidak ada = a-LDM

atau

aku ada = LDM dan a-LDM
aku tidak ada = tidak ada LDM dan a-LDM

dan ketika a-LDM khan semua LDM Sudah hilang trus apa yang mau di hilangkan lagi bukankah "sudah tanpa" LDM, tanpa a-LDM itu seperti apa?
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: K.K. on 21 June 2010, 06:11:04 PM
begini deh,
aku ada = LDM
aku tidak ada = a-LDM

atau

aku ada = LDM dan a-LDM
aku tidak ada = tidak ada LDM dan a-LDM

dan ketika a-LDM khan semua LDM Sudah hilang trus apa yang mau di hilangkan lagi bukankah "sudah tanpa" LDM, tanpa a-LDM itu seperti apa?
Saya lebih cocok yang ke dua:

aku ada = LDM dan a-LDM
aku tidak ada = tidak ada LDM dan a-LDM

Dalam definisi saya, A-LDM adalah bukan padamnya LDM, tetapi sebuah bentuk dualitas dari LDM.
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: ryu on 21 June 2010, 06:30:02 PM
samsara=aku ada
nibbana=aku tdk ada

atau

samsara=aku ada dan aku tidak ada
nibbana=tidak ada "aku ada" dan tidak ada "aku tidak ada"?
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: Riky_dave on 21 June 2010, 07:38:44 PM
samsara=aku ada
nibbana=aku tdk ada

atau

samsara=aku ada dan aku tidak ada
nibbana=tidak ada "aku ada" dan tidak ada "aku tidak ada"?

paham yang sama seperti yang ditanyakan oleh Raja Pasendi dari Kosala kepada YM Bhikkhuni Khema dan Buddha Gotama... :D
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: ryu on 21 June 2010, 09:56:11 PM
begini deh,
aku ada = LDM
aku tidak ada = a-LDM

atau

aku ada = LDM dan a-LDM
aku tidak ada = tidak ada LDM dan a-LDM

dan ketika a-LDM khan semua LDM Sudah hilang trus apa yang mau di hilangkan lagi bukankah "sudah tanpa" LDM, tanpa a-LDM itu seperti apa?
Saya lebih cocok yang ke dua:

aku ada = LDM dan a-LDM
aku tidak ada = tidak ada LDM dan a-LDM

Dalam definisi saya, A-LDM adalah bukan padamnya LDM, tetapi sebuah bentuk dualitas dari LDM.

[at]  kain, sepertinya pemahaman aye yang bener deh, dalam sutta ini kalau saya tidak salah mengerti (soalnya aye kurang euy dalam inggrisnya, susah nyari yang b indo nya :P ) ini lebih jelas mengenai a-LDM :
Mula Sutta: Roots
translated from the Pali by
Thanissaro Bhikkhu
© 2005–2010

"Monks, there are these three roots of what is unskillful. Which three? Greed is a root of what is unskillful, aversion is a root of what is unskillful, delusion is a root of what is unskillful.

"Greed itself is unskillful. Whatever a greedy person fabricates by means of body, speech, or intellect, that too is unskillful. Whatever suffering a greedy person — his mind overcome with greed, his mind consumed — wrongly inflicts on another person through beating or imprisonment or confiscation or placing blame or banishment, [with the thought,] 'I have power. I want power,' that too is unskillful. Thus it is that many evil, unskillful qualities/events — born of greed, caused by greed, originated through greed, conditioned by greed — come into play.

"Aversion itself is unskillful. Whatever an aversive person fabricates by means of body, speech, or intellect, that too is unskillful. Whatever suffering an aversive person — his mind overcome with aversion, his mind consumed — wrongly inflicts on another person through beating or imprisonment or confiscation or placing blame or banishment, [with the thought,] 'I have power. I want power,' that too is unskillful. Thus it is that many evil, unskillful qualities — born of aversion, caused by aversion, originated through aversion, conditioned by aversion — come into play.

"Delusion itself is unskillful. Whatever a deluded person fabricates by means of body, speech, or intellect, that too is unskillful. Whatever suffering a deluded person — his mind overcome with delusion, his mind consumed — wrongly inflicts on another person through beating or imprisonment or confiscation or placing blame or banishment, [with the thought,] 'I have power. I want power,' that too is unskillful. Thus it is that many evil, unskillful qualities — born of delusion, caused by delusion, originated through delusion, conditioned by delusion — come into play.

"And a person like this is called one who speaks at the wrong time, speaks what is unfactual, speaks what is irrelevant, speaks contrary to the Dhamma, speaks contrary to the Vinaya. Why...? Because of having wrongly inflicted suffering on another person through beating or imprisonment or confiscation or placing blame or banishment, [with the thought,] 'I have power. I want power.' When told what is factual, he denies it and doesn't acknowledge it. When told what is unfactual, he doesn't make an ardent effort to untangle it [to see], 'This is unfactual. This is baseless.' That's why a person like this is called one who speaks at the wrong time, speaks what is unfactual, speaks what is irrelevant, speaks contrary to the Dhamma, speaks contrary to the Vinaya.

"A person like this — his mind overcome with evil, unskillful qualities born of greed... born of aversion... born of delusion, his mind consumed — dwells in suffering right in the here-&-now — feeling threatened, turbulent, feverish — and at the break-up of the body, after death, can expect a bad destination.

"Just as a sal tree, a birch, or an aspen, when smothered & surrounded by three parasitic vines, falls into misfortune, falls into disaster, falls into misfortune & disaster, in the same way, a person like this — his mind overcome with evil, unskillful qualities born of greed... born of aversion... born of delusion, his mind consumed — dwells in suffering right in the here-&-now — feeling threatened, turbulent, feverish — and at the break-up of the body, after death, can expect a bad destination.

"These are the three roots of what is unskillful.

"Now, there are these three roots of what is skillful. Which three? Lack of greed is a root of what is skillful, lack of aversion is a root of what is skillful, lack of delusion is a root of what is skillful.

"Lack of greed itself is skillful. Whatever an ungreedy person fabricates by means of body, speech, or intellect, that too is skillful. Whatever suffering an ungreedy person — his mind not overcome with greed, his mind not consumed — does not wrongly inflict on another person through beating or imprisonment or confiscation or placing blame or banishment, [with the thought,] 'I have power. I want power,' that too is skillful. Thus it is that many skillful qualities — born of lack of greed, caused by lack of greed, originated through lack of greed, conditioned by lack of greed — come into play.

"Lack of aversion itself is skillful...

"Lack of delusion itself is skillful. Whatever an undeluded person fabricates by means of body, speech, or intellect, that too is skillful. Whatever suffering an undeluded person — his mind not overcome with delusion, his mind not consumed — does not wrongly inflict on another person through beating or imprisonment or confiscation or placing blame or banishment, [with the thought,] 'I have power. I want power,' that too is skillful. Thus it is that many skillful qualities — born of lack of delusion, caused by lack of delusion, originated through lack of delusion, conditioned by lack of delusion — come into play.

"And a person like this is called one who speaks at the right time, speaks what is factual, speaks what is relevant, speaks in line with the Dhamma, speaks in line with the Vinaya. Why...? Because of not having wrongly inflicted suffering on another person through beating or imprisonment or confiscation or placing blame or banishment, [with the thought,] 'I have power. I want power.' When told what is factual, he acknowledges it and does not deny it. When told what is unfactual, he makes an ardent effort to untangle it [to see], 'This is unfactual. This is baseless.' That's why a person like this is called one who speaks at the right time, speaks what is factual, speaks what is relevant, speaks in line with the Dhamma, speaks in line with the Vinaya.

"In a person like this, evil, unskillful qualities born of greed... born of aversion... born of delusion have been abandoned, their root destroyed, made like a palmyra stump, deprived of the conditions of development, not destined for future arising. He dwells in ease right in the here-&-now — feeling unthreatened, placid, unfeverish — and is unbound right in the here-&-now.

"Just as if there were a sal tree, a birch, or an aspen, smothered & surrounded by three parasitic vines. A man would come along, carrying a spade & a basket. He would cut the vines at the root and, having cut them at the root, would dig around them. Having dug around them, he would pull them out, even down to the rootlets. He would cut the stalks of the vines. Having cut them, he would slice them into splinters. Having sliced them into splinters, he would pound them into bits. Having pounded them into bits, he would dry them in the wind & sun. Having dried them in the wind & sun, he would burn them in a fire. Having burned them in a fire, he would reduce them to powdered ash. Having reduced them to powdered ash, he would winnow them before a high wind or let them be washed away in a swift-flowing stream. In that way the parasitic vines would have their root destroyed, made like a palmyra stump, deprived of the conditions of development, not destined for future arising.

"In the same way, in a person like this, evil, unskillful qualities born of greed... born of aversion... born of delusion have been abandoned, their root destroyed, made like a palmyra stump, deprived of the conditions of development, not destined for future arising. He dwells in ease right in the here-&-now — feeling unthreatened, placid, unfeverish — and is unbound right in the here-&-now.

"These are the three roots of what is skillful."
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 21 June 2010, 10:06:33 PM
setahu saya 3 akar a-ldm yang menentukan kelahiran kembali. kalo yang berbakat jadi ariya biasanya punya 3 akar ini. setahu saya juga kalo udah ariya maka bukan ldm bukan a-ldm.
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 21 June 2010, 10:08:36 PM
selengkapnya lihat tihetuka kusala citta.
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: ryu on 21 June 2010, 10:16:41 PM
selengkapnya lihat tihetuka kusala citta.
kaga ngerti, jelasin donggggggg.
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: fabian c on 21 June 2010, 11:37:45 PM
Teman-teman sekalian, sebelum meneruskan topik ini saya ingin bertanya: menurut teman-teman sekalian, apakah bernamaskara kepada bhikkhu atau Buddharupam adalah tindakan yang berlandaskan LDM atau A_LDM?

 _/\_
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 21 June 2010, 11:39:10 PM
menurut aye sih tergantung niatnya om.
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: fabian c on 21 June 2010, 11:48:02 PM
menurut aye sih tergantung niatnya om.

Bro Sunkmanitu yang baik, bagaimana bila namaskara itu murni disebabkan rasa hormat kepada Sang Buddha? Anggaplah mungkin timbul dari rasa terima kasih. Apakah LDM atau A-LDM?

 _/\_

Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 21 June 2010, 11:49:05 PM
seharusnya sih a-ldm yak.
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: fabian c on 21 June 2010, 11:53:28 PM
seharusnya sih a-ldm yak.

Bro Sunkmanitu yang baik, memang benar saya setuju, seharusnya A-LDM. Pertanyaan selanjutnya, apakah dalam perbuatan ini masih ada kemelekatan atau tidak?

 _/\_
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: fabian c on 21 June 2010, 11:59:01 PM
begini deh,
aku ada = LDM
aku tidak ada = a-LDM

atau

aku ada = LDM dan a-LDM
aku tidak ada = tidak ada LDM dan a-LDM

dan ketika a-LDM khan semua LDM Sudah hilang trus apa yang mau di hilangkan lagi bukankah "sudah tanpa" LDM, tanpa a-LDM itu seperti apa?


Bro Ryu yang baik, tanya jawab saya dengan bro Sunkmanitu mungkin bisa menjadi bahan pemikiran bro Ryu. Mengenai hubungan aku dan LDM/A-LDM saya nggak ada yang cocok tuh.

Menurut saya: aku tak ada = mungkin LDM bisa juga A-LDM, atau tidak keduanya, jadi dalam keadaan apapun tak ada aku.

Perlu di cerna disini bahwa A-LDM hadir bukan berarti kemelekatan hilang. Kemelekatan itulah penyebab kelahiran kembali. LDM maupun A-LDM juga masih diliputi kemelekatan.

Untuk bro Sunkmanitu, rasanya kita sejalan kan? Tanya jawab itu saya lakukan karena pendapat saya sejalan dengan pendapat bro.

Quote
setahu saya 3 akar a-ldm yang menentukan kelahiran kembali. kalo yang berbakat jadi ariya biasanya punya 3 akar ini. setahu saya juga kalo udah ariya maka bukan ldm bukan a-ldm.

_/\_
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: tesla on 22 June 2010, 06:02:18 AM
back again, sebenarnya saya tidak begitu setuju JM8 dikategorikan sbg aLDM, karma bukan gelap, bukan terang. (walau ini tercantum dalam sutta)
Kalau saya, bisa setuju, tetapi tidak secara langsung.
JMB8 yang dimulai dari pandangan benar yang melandasi unsur lainnya. Jika pandangan sudah benar, maka terwujud dalam segala aspek kehidupan. Mau dibagi jadi 8 unsur, 100 unsur, sama saja, semuanya bisa berupa kamma bukan gelap-bukan terang. Sebaliknya pun begitu, dengan pandangan salah, keseluruhannya pun bukan merupakan kamma bukan gelap-bukan terang, hanya kamma terang saja. 

Sedangkan kalau dikatakan JMB8 dibahas secara independen masing-masing unsurnya, maka terlihat jelas faktor-faktor tersebut hanya berkisar duniawi (lokiya) yang tentu saja berkenaan kamma terang yang menghindari kamma gelap(, dengan pengecualian pandangan benar dan perhatian benar, menurut saya).

Menjalankan moralitas dalam JMB8 sesempurna apa pun tanpa dilandasi pandangan benar, selamanya orang tidak akan mencapai pembebasan.


JM8 adalah Sang Jalan, bukan hasilnya, dg demikian merupakan 'latihan' yg tidak terlepas dari hal duniawi (lokiya). mengenai jenis kamma ke 4, mungkin masih cocok. tapi dikatakan melaksanakan JM8 adalah tanpa LDM, saya kurang setuju. bagi saya, usaha merealisasikan pencerahan pun didasari oleh LDM. namun walau didasari LDM, hal ini bukan masalah dan memang diperlukan. seperti ilustrasi Ajahn Chah, bahwa bila kita ingin membeli air kelapa, kita harus membeli bersama cangkangnya terlebih dahulu, tidak masalah selagi kita menyadarinya dan tidak melekati (cangkangnya).
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: tesla on 22 June 2010, 06:18:51 AM
Perlu di cerna disini bahwa A-LDM hadir bukan berarti kemelekatan hilang. Kemelekatan itulah penyebab kelahiran kembali. LDM maupun A-LDM juga masih diliputi kemelekatan.
oleh karena itu tergantung definisi a-LDM itu sendiri.
jika a-LDM dikatakan sebagai absennya LDM, maka a-LDM itu sendiri sudah menandakan tidak adanya LDM,
jika statementnya seperti yg dikatakan bro fabian, yg mana a-LDM masih diliputi jg oleh kemelekatan, maka disini a-LDM yg dimaksud adalah akar kebaikan, yg mana terdeskripsi secara lengkap di abhidhamma yaitu: kemurah hatian (lawan dari keserakahan), cinta kasih (lawan dari kebencian) & berpengetahuan (lawan dari kebodohan batin).
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: fabian c on 22 June 2010, 07:21:14 AM
Quote
setahu saya 3 akar a-ldm yang menentukan kelahiran kembali. kalo yang berbakat jadi ariya biasanya punya 3 akar ini. setahu saya juga kalo udah ariya maka bukan ldm bukan a-ldm.

Wah maaf kemarin malam kurang teliti, saya hanya setuju yang dibold tebal, seorang Ariya 
masih memiliki LDM, kecuali telah mencapai tingkat kesucian Arahat.

 _/\_
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: ryu on 22 June 2010, 07:32:52 AM
Teman-teman sekalian, sebelum meneruskan topik ini saya ingin bertanya: menurut teman-teman sekalian, apakah bernamaskara kepada bhikkhu atau Buddharupam adalah tindakan yang berlandaskan LDM atau A_LDM?

 _/\_
begini deh,
aku ada = LDM
aku tidak ada = a-LDM

atau

aku ada = LDM dan a-LDM
aku tidak ada = tidak ada LDM dan a-LDM

dan ketika a-LDM khan semua LDM Sudah hilang trus apa yang mau di hilangkan lagi bukankah "sudah tanpa" LDM, tanpa a-LDM itu seperti apa?


Bro Ryu yang baik, tanya jawab saya dengan bro Sunkmanitu mungkin bisa menjadi bahan pemikiran bro Ryu. Mengenai hubungan aku dan LDM/A-LDM saya nggak ada yang cocok tuh.

Menurut saya: aku tak ada = mungkin LDM bisa juga A-LDM, atau tidak keduanya, jadi dalam keadaan apapun tak ada aku.

Perlu di cerna disini bahwa A-LDM hadir bukan berarti kemelekatan hilang. Kemelekatan itulah penyebab kelahiran kembali. LDM maupun A-LDM juga masih diliputi kemelekatan.

Untuk bro Sunkmanitu, rasanya kita sejalan kan? Tanya jawab itu saya lakukan karena pendapat saya sejalan dengan pendapat bro.

Quote
setahu saya 3 akar a-ldm yang menentukan kelahiran kembali. kalo yang berbakat jadi ariya biasanya punya 3 akar ini. setahu saya juga kalo udah ariya maka bukan ldm bukan a-ldm.

_/\_
ko Fabian yang baik, kalau seseorang sudah melakukan tindakan tanpa keserakahan, tanpa kebencian, tanpa kebodohan batin apakah dia masih akan terlahir kembali? apakah dia masih ada kemelekatan? bukankah akar LDM nya sudah terpotong sehingga tidak akan tumbuh lagi di masa depan/artinya tidak akan menanam karma baru?
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: K.K. on 22 June 2010, 09:05:46 AM
JM8 adalah Sang Jalan, bukan hasilnya, dg demikian merupakan 'latihan' yg tidak terlepas dari hal duniawi (lokiya). mengenai jenis kamma ke 4, mungkin masih cocok. tapi dikatakan melaksanakan JM8 adalah tanpa LDM, saya kurang setuju. bagi saya, usaha merealisasikan pencerahan pun didasari oleh LDM. namun walau didasari LDM, hal ini bukan masalah dan memang diperlukan. seperti ilustrasi Ajahn Chah, bahwa bila kita ingin membeli air kelapa, kita harus membeli bersama cangkangnya terlebih dahulu, tidak masalah selagi kita menyadarinya dan tidak melekati (cangkangnya).
Sepertinya melaksanakan JMB8 tidak disinggung dari sisi LDM/A-LDM, tetapi hanya dari sudut pandang kamma terang-gelap itu. Ini yang saya kurang bisa setuju. JMB8 dimulai dari pandangan benar. Lupakan dulu yang lain. Selama orang memang benar memiliki pandangan benar, maka apapun yang dia lakukan adalah dengan niat mengakhiri kamma (=jenis kamma 4). Ini cocok. Sebelum memiliki pandangan benar, apa pun yang dilakukan tetap berputar pada jenis kamma 1,2,&3.

Yang jadi masalah, kalau kita menguraikan masing-masing unsur, lalu kita mengatakan semua moralitas dalam JMB8 adalah kamma jenis ke 4. Ini bermasalah karena jenis kamma ke 4 itu bukan ditentukan oleh objek moralitas, tetapi justru dari subjek yang menjalankannya.
Seseorang bisa jadi tidak berkata bohong, tidak berkata kasar, tidak begossip, dsb. Tetapi itu pun belum tentu ucapan benar, kalau tidak dilandasi pandangan benar.

Kalau mengenai jalan dan hasil, JMB8 tentu bukan hasil akhir. Tetapi JMB8 merupakan hasil dan jalan yang terus berproses. Pandangan melandasi perbuatan & konsentrasi. Perbuatan & konsentrasi juga memperbaharui pandangan. Terus begitu sampai benar seseorang memiliki pandangan benar yang benar (minimal sotapatti-magga).   

Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 22 June 2010, 10:04:20 AM
iye, masih ada terusannya, ariya...hat :)
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: ryu on 22 June 2010, 10:11:52 AM
iye, masih ada terusannya, ariya...hat :)
:hammer: :hammer: :hammer: :hammer: :hammer:
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: hendrako on 22 June 2010, 10:24:17 AM
back again, sebenarnya saya tidak begitu setuju JM8 dikategorikan sbg aLDM, karma bukan gelap, bukan terang. (walau ini tercantum dalam sutta)
Kalau saya, bisa setuju, tetapi tidak secara langsung.
JMB8 yang dimulai dari pandangan benar yang melandasi unsur lainnya. Jika pandangan sudah benar, maka terwujud dalam segala aspek kehidupan. Mau dibagi jadi 8 unsur, 100 unsur, sama saja, semuanya bisa berupa kamma bukan gelap-bukan terang. Sebaliknya pun begitu, dengan pandangan salah, keseluruhannya pun bukan merupakan kamma bukan gelap-bukan terang, hanya kamma terang saja. 

Sedangkan kalau dikatakan JMB8 dibahas secara independen masing-masing unsurnya, maka terlihat jelas faktor-faktor tersebut hanya berkisar duniawi (lokiya) yang tentu saja berkenaan kamma terang yang menghindari kamma gelap(, dengan pengecualian pandangan benar dan perhatian benar, menurut saya).

Menjalankan moralitas dalam JMB8 sesempurna apa pun tanpa dilandasi pandangan benar, selamanya orang tidak akan mencapai pembebasan.


JM8 adalah Sang Jalan, bukan hasilnya, dg demikian merupakan 'latihan' yg tidak terlepas dari hal duniawi (lokiya). mengenai jenis kamma ke 4, mungkin masih cocok. tapi dikatakan melaksanakan JM8 adalah tanpa LDM, saya kurang setuju. bagi saya, usaha merealisasikan pencerahan pun didasari oleh LDM. namun walau didasari LDM, hal ini bukan masalah dan memang diperlukan. seperti ilustrasi Ajahn Chah, bahwa bila kita ingin membeli air kelapa, kita harus membeli bersama cangkangnya terlebih dahulu, tidak masalah selagi kita menyadarinya dan tidak melekati (cangkangnya).

Nah, itu dia, buah kelapa.
LDM adalah kulitnya dan A-LDM adalah isinya.
LDM dan A-LDM adalah satu kesatuan sebagaimana halnya  kulit dan isi kelapa.
Tanpa ada kulit tidak mungkin ada isi dan sebaliknya

Sebagaimana contoh bahwa
Kita harus membeli kelapa dengan kulitnya
walaupun kita tidak ingin memakan kulitnya
karena memang kulit dan isinya adalah buah kelapa

Sebenarnya yang ada hanyalah buah kelapa
Kitalah yang memisahkan menjadi kulit dan isi kelapa
Setelah kulit dibuang dan isinya dimakan/minum
Apakah masih ada yang disebut dengan "buah kelapa"

Note: Akar perbuatan                       = buah kelapa            = kesatuan
          LDM  (akar perbuatan jahat)  = kulit buah kelapa     = salah satu bagian
          A-LDM  (akar perbuatan baik  = isi    buah kelapa     = salah satu bagian
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: hendrako on 22 June 2010, 10:36:13 AM
iye, masih ada terusannya, ariya...hat :)
:hammer: :hammer: :hammer: :hammer: :hammer:

:))
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: ryu on 22 June 2010, 10:45:06 AM
logikanya begini, serakah => tidak serakah (artinya dia tidak melakukan keserakahan lagi)
ketika dia tidak serakah apa yang harus di lepas lagi? ketidak serakahannya itu? bukan kah keserakahan sudah hilang mau di apakan lagi?

keakuan=>tanpa keakuan (apakah tanpa keakuan akan di hilangkan juga?)
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: hendrako on 22 June 2010, 10:59:49 AM
logikanya begini, serakah => tidak serakah (artinya dia tidak melakukan keserakahan lagi)
ketika dia tidak serakah apa yang harus di lepas lagi? ketidak serakahannya itu? bukan kah keserakahan sudah hilang mau di apakan lagi?

keakuan=>tanpa keakuan (apakah tanpa keakuan akan di hilangkan juga?)

Orang melakukan ke-tidakserakah-an karena ada yang disebut dengan serakah kan? >> belum bebas
Apabila tidak ada serakah, tidak perlu lagi melakukan ke-tidakserakah-an. >> Bebas

Bagi orang yang bebas, karena bebas, tidak ada lagi serakah atau tidak serakah, yang ada adalah kebebasan.

Begitu juga dengan aku dan tanpa aku.
Tanpa aku ada karena ada aku
Kalau aku sudah tidak ada
bagaimana tanpa aku bisa ada?

Apabila sejak awal sudah tidak ada yang namanya "aku"
Maka apa yang disebut "tanpa aku" sejak awal juga tidak ada
Berhubung ada yang disebut dengan "aku"
Maka ada yang disebut dengan "tanpa aku"

Bagi orang yang bebas sudah tidak ada "aku" dan "tanpa aku"
Namun mengapa Buddha mengajarkan Anatta
Karena kita masih melekat pada "aku"
Anatta mengantar pada kebebasan dari aku

Setelah aku lenyap, tanpa aku pun lenyap
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: tesla on 22 June 2010, 11:11:03 AM
JM8 adalah Sang Jalan, bukan hasilnya, dg demikian merupakan 'latihan' yg tidak terlepas dari hal duniawi (lokiya). mengenai jenis kamma ke 4, mungkin masih cocok. tapi dikatakan melaksanakan JM8 adalah tanpa LDM, saya kurang setuju. bagi saya, usaha merealisasikan pencerahan pun didasari oleh LDM. namun walau didasari LDM, hal ini bukan masalah dan memang diperlukan. seperti ilustrasi Ajahn Chah, bahwa bila kita ingin membeli air kelapa, kita harus membeli bersama cangkangnya terlebih dahulu, tidak masalah selagi kita menyadarinya dan tidak melekati (cangkangnya).
Sepertinya melaksanakan JMB8 tidak disinggung dari sisi LDM/A-LDM, tetapi hanya dari sudut pandang kamma terang-gelap itu. Ini yang saya kurang bisa setuju. JMB8 dimulai dari pandangan benar. Lupakan dulu yang lain. Selama orang memang benar memiliki pandangan benar, maka apapun yang dia lakukan adalah dengan niat mengakhiri kamma (=jenis kamma 4). Ini cocok. Sebelum memiliki pandangan benar, apa pun yang dilakukan tetap berputar pada jenis kamma 1,2,&3.

Yang jadi masalah, kalau kita menguraikan masing-masing unsur, lalu kita mengatakan semua moralitas dalam JMB8 adalah kamma jenis ke 4. Ini bermasalah karena jenis kamma ke 4 itu bukan ditentukan oleh objek moralitas, tetapi justru dari subjek yang menjalankannya.
Seseorang bisa jadi tidak berkata bohong, tidak berkata kasar, tidak begossip, dsb. Tetapi itu pun belum tentu ucapan benar, kalau tidak dilandasi pandangan benar.

Kalau mengenai jalan dan hasil, JMB8 tentu bukan hasil akhir. Tetapi JMB8 merupakan hasil dan jalan yang terus berproses. Pandangan melandasi perbuatan & konsentrasi. Perbuatan & konsentrasi juga memperbaharui pandangan. Terus begitu sampai benar seseorang memiliki pandangan benar yang benar (minimal sotapatti-magga).   



maksud saya komentar ini:

Aspek positif dari tiga akar yang baik adalah: tidak adanya nafsu (meninggalkan keduniawian, tidak melekat), cinta kasih, dan kebijaksanaan. Di sini, tindakan yang muncul dari tanpa-keserakahan, tanpa-kebencian, dan tanpa-kebodohan-batin harus dipahami bukan sebagai tindakan bajik biasa melainkan sebagai  "kamma yang bukannya gelap dan juga bukannya terang, dengan akibat yang bukan gelap dan juga bukan terang, dengan hasil yang bukan gelap dan bukan terang, yang membawa menuju hancurnya kamma" (Teks 90), yaitu, niat untuk mengembangkan Jalan Mulia Berunsur Delapan.
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: hendrako on 22 June 2010, 11:33:53 AM
JM8 adalah Sang Jalan, bukan hasilnya, dg demikian merupakan 'latihan' yg tidak terlepas dari hal duniawi (lokiya). mengenai jenis kamma ke 4, mungkin masih cocok. tapi dikatakan melaksanakan JM8 adalah tanpa LDM, saya kurang setuju. bagi saya, usaha merealisasikan pencerahan pun didasari oleh LDM. namun walau didasari LDM, hal ini bukan masalah dan memang diperlukan. seperti ilustrasi Ajahn Chah, bahwa bila kita ingin membeli air kelapa, kita harus membeli bersama cangkangnya terlebih dahulu, tidak masalah selagi kita menyadarinya dan tidak melekati (cangkangnya).
Sepertinya melaksanakan JMB8 tidak disinggung dari sisi LDM/A-LDM, tetapi hanya dari sudut pandang kamma terang-gelap itu. Ini yang saya kurang bisa setuju. JMB8 dimulai dari pandangan benar. Lupakan dulu yang lain. Selama orang memang benar memiliki pandangan benar, maka apapun yang dia lakukan adalah dengan niat mengakhiri kamma (=jenis kamma 4). Ini cocok. Sebelum memiliki pandangan benar, apa pun yang dilakukan tetap berputar pada jenis kamma 1,2,&3.

Yang jadi masalah, kalau kita menguraikan masing-masing unsur, lalu kita mengatakan semua moralitas dalam JMB8 adalah kamma jenis ke 4. Ini bermasalah karena jenis kamma ke 4 itu bukan ditentukan oleh objek moralitas, tetapi justru dari subjek yang menjalankannya.
Seseorang bisa jadi tidak berkata bohong, tidak berkata kasar, tidak begossip, dsb. Tetapi itu pun belum tentu ucapan benar, kalau tidak dilandasi pandangan benar.

Kalau mengenai jalan dan hasil, JMB8 tentu bukan hasil akhir. Tetapi JMB8 merupakan hasil dan jalan yang terus berproses. Pandangan melandasi perbuatan & konsentrasi. Perbuatan & konsentrasi juga memperbaharui pandangan. Terus begitu sampai benar seseorang memiliki pandangan benar yang benar (minimal sotapatti-magga).   



maksud saya komentar ini:

Aspek positif dari tiga akar yang baik adalah: tidak adanya nafsu (meninggalkan keduniawian, tidak melekat), cinta kasih, dan kebijaksanaan. Di sini, tindakan yang muncul dari tanpa-keserakahan, tanpa-kebencian, dan tanpa-kebodohan-batin harus dipahami bukan sebagai tindakan bajik biasa melainkan sebagai  "kamma yang bukannya gelap dan juga bukannya terang, dengan akibat yang bukan gelap dan juga bukan terang, dengan hasil yang bukan gelap dan bukan terang, yang membawa menuju hancurnya kamma" (Teks 90), yaitu, niat untuk mengembangkan Jalan Mulia Berunsur Delapan.


Melaksanakan JM8 masih dalam kategori melakukan "kebajikan".
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: Riky_dave on 22 June 2010, 11:44:30 AM
JM8 adalah Sang Jalan, bukan hasilnya, dg demikian merupakan 'latihan' yg tidak terlepas dari hal duniawi (lokiya). mengenai jenis kamma ke 4, mungkin masih cocok. tapi dikatakan melaksanakan JM8 adalah tanpa LDM, saya kurang setuju. bagi saya, usaha merealisasikan pencerahan pun didasari oleh LDM. namun walau didasari LDM, hal ini bukan masalah dan memang diperlukan. seperti ilustrasi Ajahn Chah, bahwa bila kita ingin membeli air kelapa, kita harus membeli bersama cangkangnya terlebih dahulu, tidak masalah selagi kita menyadarinya dan tidak melekati (cangkangnya).
Sepertinya melaksanakan JMB8 tidak disinggung dari sisi LDM/A-LDM, tetapi hanya dari sudut pandang kamma terang-gelap itu. Ini yang saya kurang bisa setuju. JMB8 dimulai dari pandangan benar. Lupakan dulu yang lain. Selama orang memang benar memiliki pandangan benar, maka apapun yang dia lakukan adalah dengan niat mengakhiri kamma (=jenis kamma 4). Ini cocok. Sebelum memiliki pandangan benar, apa pun yang dilakukan tetap berputar pada jenis kamma 1,2,&3.

Yang jadi masalah, kalau kita menguraikan masing-masing unsur, lalu kita mengatakan semua moralitas dalam JMB8 adalah kamma jenis ke 4. Ini bermasalah karena jenis kamma ke 4 itu bukan ditentukan oleh objek moralitas, tetapi justru dari subjek yang menjalankannya.
Seseorang bisa jadi tidak berkata bohong, tidak berkata kasar, tidak begossip, dsb. Tetapi itu pun belum tentu ucapan benar, kalau tidak dilandasi pandangan benar.

Kalau mengenai jalan dan hasil, JMB8 tentu bukan hasil akhir. Tetapi JMB8 merupakan hasil dan jalan yang terus berproses. Pandangan melandasi perbuatan & konsentrasi. Perbuatan & konsentrasi juga memperbaharui pandangan. Terus begitu sampai benar seseorang memiliki pandangan benar yang benar (minimal sotapatti-magga).   



maksud saya komentar ini:

Aspek positif dari tiga akar yang baik adalah: tidak adanya nafsu (meninggalkan keduniawian, tidak melekat), cinta kasih, dan kebijaksanaan. Di sini, tindakan yang muncul dari tanpa-keserakahan, tanpa-kebencian, dan tanpa-kebodohan-batin harus dipahami bukan sebagai tindakan bajik biasa melainkan sebagai  "kamma yang bukannya gelap dan juga bukannya terang, dengan akibat yang bukan gelap dan juga bukan terang, dengan hasil yang bukan gelap dan bukan terang, yang membawa menuju hancurnya kamma" (Teks 90), yaitu, niat untuk mengembangkan Jalan Mulia Berunsur Delapan.


Melaksanakan JM8 masih dalam kategori melakukan "kebajikan".


sama saja ini dengan pengembangan kebajikan dan penghancuran ketidakbajikan,so apa yang didapatkan?kelahiran yang lebih bagus?
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: hendrako on 22 June 2010, 11:51:28 AM
JM8 adalah Sang Jalan, bukan hasilnya, dg demikian merupakan 'latihan' yg tidak terlepas dari hal duniawi (lokiya). mengenai jenis kamma ke 4, mungkin masih cocok. tapi dikatakan melaksanakan JM8 adalah tanpa LDM, saya kurang setuju. bagi saya, usaha merealisasikan pencerahan pun didasari oleh LDM. namun walau didasari LDM, hal ini bukan masalah dan memang diperlukan. seperti ilustrasi Ajahn Chah, bahwa bila kita ingin membeli air kelapa, kita harus membeli bersama cangkangnya terlebih dahulu, tidak masalah selagi kita menyadarinya dan tidak melekati (cangkangnya).
Sepertinya melaksanakan JMB8 tidak disinggung dari sisi LDM/A-LDM, tetapi hanya dari sudut pandang kamma terang-gelap itu. Ini yang saya kurang bisa setuju. JMB8 dimulai dari pandangan benar. Lupakan dulu yang lain. Selama orang memang benar memiliki pandangan benar, maka apapun yang dia lakukan adalah dengan niat mengakhiri kamma (=jenis kamma 4). Ini cocok. Sebelum memiliki pandangan benar, apa pun yang dilakukan tetap berputar pada jenis kamma 1,2,&3.

Yang jadi masalah, kalau kita menguraikan masing-masing unsur, lalu kita mengatakan semua moralitas dalam JMB8 adalah kamma jenis ke 4. Ini bermasalah karena jenis kamma ke 4 itu bukan ditentukan oleh objek moralitas, tetapi justru dari subjek yang menjalankannya.
Seseorang bisa jadi tidak berkata bohong, tidak berkata kasar, tidak begossip, dsb. Tetapi itu pun belum tentu ucapan benar, kalau tidak dilandasi pandangan benar.

Kalau mengenai jalan dan hasil, JMB8 tentu bukan hasil akhir. Tetapi JMB8 merupakan hasil dan jalan yang terus berproses. Pandangan melandasi perbuatan & konsentrasi. Perbuatan & konsentrasi juga memperbaharui pandangan. Terus begitu sampai benar seseorang memiliki pandangan benar yang benar (minimal sotapatti-magga).   



maksud saya komentar ini:

Aspek positif dari tiga akar yang baik adalah: tidak adanya nafsu (meninggalkan keduniawian, tidak melekat), cinta kasih, dan kebijaksanaan. Di sini, tindakan yang muncul dari tanpa-keserakahan, tanpa-kebencian, dan tanpa-kebodohan-batin harus dipahami bukan sebagai tindakan bajik biasa melainkan sebagai  "kamma yang bukannya gelap dan juga bukannya terang, dengan akibat yang bukan gelap dan juga bukan terang, dengan hasil yang bukan gelap dan bukan terang, yang membawa menuju hancurnya kamma" (Teks 90), yaitu, niat untuk mengembangkan Jalan Mulia Berunsur Delapan.


Melaksanakan JM8 masih dalam kategori melakukan "kebajikan".


sama saja ini dengan pengembangan kebajikan dan penghancuran ketidakbajikan,so apa yang didapatkan?kelahiran yang lebih bagus?

Apabila di dalam mengembangkan kebajikan, ketidakbajikan hancur sepenuhnya, hasilnya adalah kebebasan
Apabila di dalam mengembangkan kebajikan, ketidakbajikan belum hancur sepenuhnya, hasilnya adalah kelahiran yang lebih bagus dari sebelumnya
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: Riky_dave on 22 June 2010, 11:53:44 AM
JM8 adalah Sang Jalan, bukan hasilnya, dg demikian merupakan 'latihan' yg tidak terlepas dari hal duniawi (lokiya). mengenai jenis kamma ke 4, mungkin masih cocok. tapi dikatakan melaksanakan JM8 adalah tanpa LDM, saya kurang setuju. bagi saya, usaha merealisasikan pencerahan pun didasari oleh LDM. namun walau didasari LDM, hal ini bukan masalah dan memang diperlukan. seperti ilustrasi Ajahn Chah, bahwa bila kita ingin membeli air kelapa, kita harus membeli bersama cangkangnya terlebih dahulu, tidak masalah selagi kita menyadarinya dan tidak melekati (cangkangnya).
Sepertinya melaksanakan JMB8 tidak disinggung dari sisi LDM/A-LDM, tetapi hanya dari sudut pandang kamma terang-gelap itu. Ini yang saya kurang bisa setuju. JMB8 dimulai dari pandangan benar. Lupakan dulu yang lain. Selama orang memang benar memiliki pandangan benar, maka apapun yang dia lakukan adalah dengan niat mengakhiri kamma (=jenis kamma 4). Ini cocok. Sebelum memiliki pandangan benar, apa pun yang dilakukan tetap berputar pada jenis kamma 1,2,&3.

Yang jadi masalah, kalau kita menguraikan masing-masing unsur, lalu kita mengatakan semua moralitas dalam JMB8 adalah kamma jenis ke 4. Ini bermasalah karena jenis kamma ke 4 itu bukan ditentukan oleh objek moralitas, tetapi justru dari subjek yang menjalankannya.
Seseorang bisa jadi tidak berkata bohong, tidak berkata kasar, tidak begossip, dsb. Tetapi itu pun belum tentu ucapan benar, kalau tidak dilandasi pandangan benar.

Kalau mengenai jalan dan hasil, JMB8 tentu bukan hasil akhir. Tetapi JMB8 merupakan hasil dan jalan yang terus berproses. Pandangan melandasi perbuatan & konsentrasi. Perbuatan & konsentrasi juga memperbaharui pandangan. Terus begitu sampai benar seseorang memiliki pandangan benar yang benar (minimal sotapatti-magga).   



maksud saya komentar ini:

Aspek positif dari tiga akar yang baik adalah: tidak adanya nafsu (meninggalkan keduniawian, tidak melekat), cinta kasih, dan kebijaksanaan. Di sini, tindakan yang muncul dari tanpa-keserakahan, tanpa-kebencian, dan tanpa-kebodohan-batin harus dipahami bukan sebagai tindakan bajik biasa melainkan sebagai  "kamma yang bukannya gelap dan juga bukannya terang, dengan akibat yang bukan gelap dan juga bukan terang, dengan hasil yang bukan gelap dan bukan terang, yang membawa menuju hancurnya kamma" (Teks 90), yaitu, niat untuk mengembangkan Jalan Mulia Berunsur Delapan.


Melaksanakan JM8 masih dalam kategori melakukan "kebajikan".


sama saja ini dengan pengembangan kebajikan dan penghancuran ketidakbajikan,so apa yang didapatkan?kelahiran yang lebih bagus?

Apabila di dalam mengembangkan kebajikan, ketidakbajikan hancur sepenuhnya, hasilnya adalah kebebasan
Apabila di dalam mengembangkan kebajikan, ketidakbajikan belum hancur sepenuhnya, hasilnya adalah kelahiran yang lebih bagus dari sebelumnya

yang di bold,apakah pengembangan kebajikan bisa menghancurkan/melenyapkan ketidakbajikan dan membawa pada padamnya nafsu keinginan?

serakah vs berdana = nibbana?

serakah mengecil mengecil mengecil,dana kembang kembang kembang ,menurut Anda bisa membawa pada lenyapnya "keserahkahan" dan menimbulkan pembebasan?
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: hendrako on 22 June 2010, 12:05:58 PM
JM8 adalah Sang Jalan, bukan hasilnya, dg demikian merupakan 'latihan' yg tidak terlepas dari hal duniawi (lokiya). mengenai jenis kamma ke 4, mungkin masih cocok. tapi dikatakan melaksanakan JM8 adalah tanpa LDM, saya kurang setuju. bagi saya, usaha merealisasikan pencerahan pun didasari oleh LDM. namun walau didasari LDM, hal ini bukan masalah dan memang diperlukan. seperti ilustrasi Ajahn Chah, bahwa bila kita ingin membeli air kelapa, kita harus membeli bersama cangkangnya terlebih dahulu, tidak masalah selagi kita menyadarinya dan tidak melekati (cangkangnya).
Sepertinya melaksanakan JMB8 tidak disinggung dari sisi LDM/A-LDM, tetapi hanya dari sudut pandang kamma terang-gelap itu. Ini yang saya kurang bisa setuju. JMB8 dimulai dari pandangan benar. Lupakan dulu yang lain. Selama orang memang benar memiliki pandangan benar, maka apapun yang dia lakukan adalah dengan niat mengakhiri kamma (=jenis kamma 4). Ini cocok. Sebelum memiliki pandangan benar, apa pun yang dilakukan tetap berputar pada jenis kamma 1,2,&3.

Yang jadi masalah, kalau kita menguraikan masing-masing unsur, lalu kita mengatakan semua moralitas dalam JMB8 adalah kamma jenis ke 4. Ini bermasalah karena jenis kamma ke 4 itu bukan ditentukan oleh objek moralitas, tetapi justru dari subjek yang menjalankannya.
Seseorang bisa jadi tidak berkata bohong, tidak berkata kasar, tidak begossip, dsb. Tetapi itu pun belum tentu ucapan benar, kalau tidak dilandasi pandangan benar.

Kalau mengenai jalan dan hasil, JMB8 tentu bukan hasil akhir. Tetapi JMB8 merupakan hasil dan jalan yang terus berproses. Pandangan melandasi perbuatan & konsentrasi. Perbuatan & konsentrasi juga memperbaharui pandangan. Terus begitu sampai benar seseorang memiliki pandangan benar yang benar (minimal sotapatti-magga).   



maksud saya komentar ini:

Aspek positif dari tiga akar yang baik adalah: tidak adanya nafsu (meninggalkan keduniawian, tidak melekat), cinta kasih, dan kebijaksanaan. Di sini, tindakan yang muncul dari tanpa-keserakahan, tanpa-kebencian, dan tanpa-kebodohan-batin harus dipahami bukan sebagai tindakan bajik biasa melainkan sebagai  "kamma yang bukannya gelap dan juga bukannya terang, dengan akibat yang bukan gelap dan juga bukan terang, dengan hasil yang bukan gelap dan bukan terang, yang membawa menuju hancurnya kamma" (Teks 90), yaitu, niat untuk mengembangkan Jalan Mulia Berunsur Delapan.


Melaksanakan JM8 masih dalam kategori melakukan "kebajikan".


sama saja ini dengan pengembangan kebajikan dan penghancuran ketidakbajikan,so apa yang didapatkan?kelahiran yang lebih bagus?

Apabila di dalam mengembangkan kebajikan, ketidakbajikan hancur sepenuhnya, hasilnya adalah kebebasan
Apabila di dalam mengembangkan kebajikan, ketidakbajikan belum hancur sepenuhnya, hasilnya adalah kelahiran yang lebih bagus dari sebelumnya

yang di bold,apakah pengembangan kebajikan bisa menghancurkan/melenyapkan ketidakbajikan dan membawa pada padamnya nafsu keinginan?

serakah vs berdana = nibbana?

serakah mengecil mengecil mengecil,dana kembang kembang kembang ,menurut Anda bisa membawa pada lenyapnya "keserahkahan" dan menimbulkan pembebasan?

Setahu saya JM8 adalah Sila, Samadhi, Panna. Dana tidak termasuk di dalamnya.
Tetapi Dana adalah latihan awal yang sangat membantu dan mendukung Sila, Samadhi, dan Panna.
Dana sebagaimana Sila, Samadhi, dan Panna sama2 bersifat melepas.

Sila, Samadhi, dan Panna membawa pada pelepasan.
Apabila melepaskan dengan sempurna hasilnya adalah Nibbana.
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: tesla on 22 June 2010, 12:07:11 PM
JM8 adalah Sang Jalan, bukan hasilnya, dg demikian merupakan 'latihan' yg tidak terlepas dari hal duniawi (lokiya). mengenai jenis kamma ke 4, mungkin masih cocok. tapi dikatakan melaksanakan JM8 adalah tanpa LDM, saya kurang setuju. bagi saya, usaha merealisasikan pencerahan pun didasari oleh LDM. namun walau didasari LDM, hal ini bukan masalah dan memang diperlukan. seperti ilustrasi Ajahn Chah, bahwa bila kita ingin membeli air kelapa, kita harus membeli bersama cangkangnya terlebih dahulu, tidak masalah selagi kita menyadarinya dan tidak melekati (cangkangnya).
Sepertinya melaksanakan JMB8 tidak disinggung dari sisi LDM/A-LDM, tetapi hanya dari sudut pandang kamma terang-gelap itu. Ini yang saya kurang bisa setuju. JMB8 dimulai dari pandangan benar. Lupakan dulu yang lain. Selama orang memang benar memiliki pandangan benar, maka apapun yang dia lakukan adalah dengan niat mengakhiri kamma (=jenis kamma 4). Ini cocok. Sebelum memiliki pandangan benar, apa pun yang dilakukan tetap berputar pada jenis kamma 1,2,&3.

Yang jadi masalah, kalau kita menguraikan masing-masing unsur, lalu kita mengatakan semua moralitas dalam JMB8 adalah kamma jenis ke 4. Ini bermasalah karena jenis kamma ke 4 itu bukan ditentukan oleh objek moralitas, tetapi justru dari subjek yang menjalankannya.
Seseorang bisa jadi tidak berkata bohong, tidak berkata kasar, tidak begossip, dsb. Tetapi itu pun belum tentu ucapan benar, kalau tidak dilandasi pandangan benar.

Kalau mengenai jalan dan hasil, JMB8 tentu bukan hasil akhir. Tetapi JMB8 merupakan hasil dan jalan yang terus berproses. Pandangan melandasi perbuatan & konsentrasi. Perbuatan & konsentrasi juga memperbaharui pandangan. Terus begitu sampai benar seseorang memiliki pandangan benar yang benar (minimal sotapatti-magga).   



maksud saya komentar ini:

Aspek positif dari tiga akar yang baik adalah: tidak adanya nafsu (meninggalkan keduniawian, tidak melekat), cinta kasih, dan kebijaksanaan. Di sini, tindakan yang muncul dari tanpa-keserakahan, tanpa-kebencian, dan tanpa-kebodohan-batin harus dipahami bukan sebagai tindakan bajik biasa melainkan sebagai  "kamma yang bukannya gelap dan juga bukannya terang, dengan akibat yang bukan gelap dan juga bukan terang, dengan hasil yang bukan gelap dan bukan terang, yang membawa menuju hancurnya kamma" (Teks 90), yaitu, niat untuk mengembangkan Jalan Mulia Berunsur Delapan.


Melaksanakan JM8 masih dalam kategori melakukan "kebajikan".

bukan, pelaksanaan JM8 dikatakan masuk pada kategori karma ke 4 (bukan gelap, bukan terang, yg membawa pada berakhirnya karma)
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: Riky_dave on 22 June 2010, 12:07:34 PM
JM8 adalah Sang Jalan, bukan hasilnya, dg demikian merupakan 'latihan' yg tidak terlepas dari hal duniawi (lokiya). mengenai jenis kamma ke 4, mungkin masih cocok. tapi dikatakan melaksanakan JM8 adalah tanpa LDM, saya kurang setuju. bagi saya, usaha merealisasikan pencerahan pun didasari oleh LDM. namun walau didasari LDM, hal ini bukan masalah dan memang diperlukan. seperti ilustrasi Ajahn Chah, bahwa bila kita ingin membeli air kelapa, kita harus membeli bersama cangkangnya terlebih dahulu, tidak masalah selagi kita menyadarinya dan tidak melekati (cangkangnya).
Sepertinya melaksanakan JMB8 tidak disinggung dari sisi LDM/A-LDM, tetapi hanya dari sudut pandang kamma terang-gelap itu. Ini yang saya kurang bisa setuju. JMB8 dimulai dari pandangan benar. Lupakan dulu yang lain. Selama orang memang benar memiliki pandangan benar, maka apapun yang dia lakukan adalah dengan niat mengakhiri kamma (=jenis kamma 4). Ini cocok. Sebelum memiliki pandangan benar, apa pun yang dilakukan tetap berputar pada jenis kamma 1,2,&3.

Yang jadi masalah, kalau kita menguraikan masing-masing unsur, lalu kita mengatakan semua moralitas dalam JMB8 adalah kamma jenis ke 4. Ini bermasalah karena jenis kamma ke 4 itu bukan ditentukan oleh objek moralitas, tetapi justru dari subjek yang menjalankannya.
Seseorang bisa jadi tidak berkata bohong, tidak berkata kasar, tidak begossip, dsb. Tetapi itu pun belum tentu ucapan benar, kalau tidak dilandasi pandangan benar.

Kalau mengenai jalan dan hasil, JMB8 tentu bukan hasil akhir. Tetapi JMB8 merupakan hasil dan jalan yang terus berproses. Pandangan melandasi perbuatan & konsentrasi. Perbuatan & konsentrasi juga memperbaharui pandangan. Terus begitu sampai benar seseorang memiliki pandangan benar yang benar (minimal sotapatti-magga).   



maksud saya komentar ini:

Aspek positif dari tiga akar yang baik adalah: tidak adanya nafsu (meninggalkan keduniawian, tidak melekat), cinta kasih, dan kebijaksanaan. Di sini, tindakan yang muncul dari tanpa-keserakahan, tanpa-kebencian, dan tanpa-kebodohan-batin harus dipahami bukan sebagai tindakan bajik biasa melainkan sebagai  "kamma yang bukannya gelap dan juga bukannya terang, dengan akibat yang bukan gelap dan juga bukan terang, dengan hasil yang bukan gelap dan bukan terang, yang membawa menuju hancurnya kamma" (Teks 90), yaitu, niat untuk mengembangkan Jalan Mulia Berunsur Delapan.


Melaksanakan JM8 masih dalam kategori melakukan "kebajikan".


sama saja ini dengan pengembangan kebajikan dan penghancuran ketidakbajikan,so apa yang didapatkan?kelahiran yang lebih bagus?

Apabila di dalam mengembangkan kebajikan, ketidakbajikan hancur sepenuhnya, hasilnya adalah kebebasan
Apabila di dalam mengembangkan kebajikan, ketidakbajikan belum hancur sepenuhnya, hasilnya adalah kelahiran yang lebih bagus dari sebelumnya

yang di bold,apakah pengembangan kebajikan bisa menghancurkan/melenyapkan ketidakbajikan dan membawa pada padamnya nafsu keinginan?

serakah vs berdana = nibbana?

serakah mengecil mengecil mengecil,dana kembang kembang kembang ,menurut Anda bisa membawa pada lenyapnya "keserahkahan" dan menimbulkan pembebasan?

Setahu saya JM8 adalah Sila, Samadhi, Panna. Dana tidak termasuk di dalamnya.
Tetapi Dana adalah latihan awal yang sangat membantu dan mendukung Sila, Samadhi, dan Panna.
Dana sebagaimana Sila, Samadhi, dan Panna sama2 bersifat melepas.

Sila, Samadhi, dan Panna membawa pada pelepasan.
Apabila melepaskan dengan sempurna hasilnya adalah Nibbana.

Bagaimana ceritanya "sila" bisa membawa pada pelepasan,boleh dilampirkan sedikit penjelasan beserta contohnya? :)
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: Riky_dave on 22 June 2010, 12:08:35 PM
JM8 adalah Sang Jalan, bukan hasilnya, dg demikian merupakan 'latihan' yg tidak terlepas dari hal duniawi (lokiya). mengenai jenis kamma ke 4, mungkin masih cocok. tapi dikatakan melaksanakan JM8 adalah tanpa LDM, saya kurang setuju. bagi saya, usaha merealisasikan pencerahan pun didasari oleh LDM. namun walau didasari LDM, hal ini bukan masalah dan memang diperlukan. seperti ilustrasi Ajahn Chah, bahwa bila kita ingin membeli air kelapa, kita harus membeli bersama cangkangnya terlebih dahulu, tidak masalah selagi kita menyadarinya dan tidak melekati (cangkangnya).
Sepertinya melaksanakan JMB8 tidak disinggung dari sisi LDM/A-LDM, tetapi hanya dari sudut pandang kamma terang-gelap itu. Ini yang saya kurang bisa setuju. JMB8 dimulai dari pandangan benar. Lupakan dulu yang lain. Selama orang memang benar memiliki pandangan benar, maka apapun yang dia lakukan adalah dengan niat mengakhiri kamma (=jenis kamma 4). Ini cocok. Sebelum memiliki pandangan benar, apa pun yang dilakukan tetap berputar pada jenis kamma 1,2,&3.

Yang jadi masalah, kalau kita menguraikan masing-masing unsur, lalu kita mengatakan semua moralitas dalam JMB8 adalah kamma jenis ke 4. Ini bermasalah karena jenis kamma ke 4 itu bukan ditentukan oleh objek moralitas, tetapi justru dari subjek yang menjalankannya.
Seseorang bisa jadi tidak berkata bohong, tidak berkata kasar, tidak begossip, dsb. Tetapi itu pun belum tentu ucapan benar, kalau tidak dilandasi pandangan benar.

Kalau mengenai jalan dan hasil, JMB8 tentu bukan hasil akhir. Tetapi JMB8 merupakan hasil dan jalan yang terus berproses. Pandangan melandasi perbuatan & konsentrasi. Perbuatan & konsentrasi juga memperbaharui pandangan. Terus begitu sampai benar seseorang memiliki pandangan benar yang benar (minimal sotapatti-magga).   



maksud saya komentar ini:

Aspek positif dari tiga akar yang baik adalah: tidak adanya nafsu (meninggalkan keduniawian, tidak melekat), cinta kasih, dan kebijaksanaan. Di sini, tindakan yang muncul dari tanpa-keserakahan, tanpa-kebencian, dan tanpa-kebodohan-batin harus dipahami bukan sebagai tindakan bajik biasa melainkan sebagai  "kamma yang bukannya gelap dan juga bukannya terang, dengan akibat yang bukan gelap dan juga bukan terang, dengan hasil yang bukan gelap dan bukan terang, yang membawa menuju hancurnya kamma" (Teks 90), yaitu, niat untuk mengembangkan Jalan Mulia Berunsur Delapan.


Melaksanakan JM8 masih dalam kategori melakukan "kebajikan".

bukan, pelaksanaan JM8 dikatakan masuk pada kategori karma ke 4 (bukan gelap, bukan terang, yg membawa pada berakhirnya karma)

bro Tesla,saya bingung...Apakah seorang Buddha masih memiliki 3 aspek akar positif?
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: tesla on 22 June 2010, 12:14:55 PM
JM8 adalah Sang Jalan, bukan hasilnya, dg demikian merupakan 'latihan' yg tidak terlepas dari hal duniawi (lokiya). mengenai jenis kamma ke 4, mungkin masih cocok. tapi dikatakan melaksanakan JM8 adalah tanpa LDM, saya kurang setuju. bagi saya, usaha merealisasikan pencerahan pun didasari oleh LDM. namun walau didasari LDM, hal ini bukan masalah dan memang diperlukan. seperti ilustrasi Ajahn Chah, bahwa bila kita ingin membeli air kelapa, kita harus membeli bersama cangkangnya terlebih dahulu, tidak masalah selagi kita menyadarinya dan tidak melekati (cangkangnya).
Sepertinya melaksanakan JMB8 tidak disinggung dari sisi LDM/A-LDM, tetapi hanya dari sudut pandang kamma terang-gelap itu. Ini yang saya kurang bisa setuju. JMB8 dimulai dari pandangan benar. Lupakan dulu yang lain. Selama orang memang benar memiliki pandangan benar, maka apapun yang dia lakukan adalah dengan niat mengakhiri kamma (=jenis kamma 4). Ini cocok. Sebelum memiliki pandangan benar, apa pun yang dilakukan tetap berputar pada jenis kamma 1,2,&3.

Yang jadi masalah, kalau kita menguraikan masing-masing unsur, lalu kita mengatakan semua moralitas dalam JMB8 adalah kamma jenis ke 4. Ini bermasalah karena jenis kamma ke 4 itu bukan ditentukan oleh objek moralitas, tetapi justru dari subjek yang menjalankannya.
Seseorang bisa jadi tidak berkata bohong, tidak berkata kasar, tidak begossip, dsb. Tetapi itu pun belum tentu ucapan benar, kalau tidak dilandasi pandangan benar.

Kalau mengenai jalan dan hasil, JMB8 tentu bukan hasil akhir. Tetapi JMB8 merupakan hasil dan jalan yang terus berproses. Pandangan melandasi perbuatan & konsentrasi. Perbuatan & konsentrasi juga memperbaharui pandangan. Terus begitu sampai benar seseorang memiliki pandangan benar yang benar (minimal sotapatti-magga).   



maksud saya komentar ini:

Aspek positif dari tiga akar yang baik adalah: tidak adanya nafsu (meninggalkan keduniawian, tidak melekat), cinta kasih, dan kebijaksanaan. Di sini, tindakan yang muncul dari tanpa-keserakahan, tanpa-kebencian, dan tanpa-kebodohan-batin harus dipahami bukan sebagai tindakan bajik biasa melainkan sebagai  "kamma yang bukannya gelap dan juga bukannya terang, dengan akibat yang bukan gelap dan juga bukan terang, dengan hasil yang bukan gelap dan bukan terang, yang membawa menuju hancurnya kamma" (Teks 90), yaitu, niat untuk mengembangkan Jalan Mulia Berunsur Delapan.


Melaksanakan JM8 masih dalam kategori melakukan "kebajikan".

bukan, pelaksanaan JM8 dikatakan masuk pada kategori karma ke 4 (bukan gelap, bukan terang, yg membawa pada berakhirnya karma)

bro Tesla,saya bingung...Apakah seorang Buddha masih memiliki 3 aspek akar positif?

seorang Arahat/Buddha telah berhenti "memiliki" maupun "menjadi"
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: Riky_dave on 22 June 2010, 12:16:05 PM
JM8 adalah Sang Jalan, bukan hasilnya, dg demikian merupakan 'latihan' yg tidak terlepas dari hal duniawi (lokiya). mengenai jenis kamma ke 4, mungkin masih cocok. tapi dikatakan melaksanakan JM8 adalah tanpa LDM, saya kurang setuju. bagi saya, usaha merealisasikan pencerahan pun didasari oleh LDM. namun walau didasari LDM, hal ini bukan masalah dan memang diperlukan. seperti ilustrasi Ajahn Chah, bahwa bila kita ingin membeli air kelapa, kita harus membeli bersama cangkangnya terlebih dahulu, tidak masalah selagi kita menyadarinya dan tidak melekati (cangkangnya).
Sepertinya melaksanakan JMB8 tidak disinggung dari sisi LDM/A-LDM, tetapi hanya dari sudut pandang kamma terang-gelap itu. Ini yang saya kurang bisa setuju. JMB8 dimulai dari pandangan benar. Lupakan dulu yang lain. Selama orang memang benar memiliki pandangan benar, maka apapun yang dia lakukan adalah dengan niat mengakhiri kamma (=jenis kamma 4). Ini cocok. Sebelum memiliki pandangan benar, apa pun yang dilakukan tetap berputar pada jenis kamma 1,2,&3.

Yang jadi masalah, kalau kita menguraikan masing-masing unsur, lalu kita mengatakan semua moralitas dalam JMB8 adalah kamma jenis ke 4. Ini bermasalah karena jenis kamma ke 4 itu bukan ditentukan oleh objek moralitas, tetapi justru dari subjek yang menjalankannya.
Seseorang bisa jadi tidak berkata bohong, tidak berkata kasar, tidak begossip, dsb. Tetapi itu pun belum tentu ucapan benar, kalau tidak dilandasi pandangan benar.

Kalau mengenai jalan dan hasil, JMB8 tentu bukan hasil akhir. Tetapi JMB8 merupakan hasil dan jalan yang terus berproses. Pandangan melandasi perbuatan & konsentrasi. Perbuatan & konsentrasi juga memperbaharui pandangan. Terus begitu sampai benar seseorang memiliki pandangan benar yang benar (minimal sotapatti-magga).   



maksud saya komentar ini:

Aspek positif dari tiga akar yang baik adalah: tidak adanya nafsu (meninggalkan keduniawian, tidak melekat), cinta kasih, dan kebijaksanaan. Di sini, tindakan yang muncul dari tanpa-keserakahan, tanpa-kebencian, dan tanpa-kebodohan-batin harus dipahami bukan sebagai tindakan bajik biasa melainkan sebagai  "kamma yang bukannya gelap dan juga bukannya terang, dengan akibat yang bukan gelap dan juga bukan terang, dengan hasil yang bukan gelap dan bukan terang, yang membawa menuju hancurnya kamma" (Teks 90), yaitu, niat untuk mengembangkan Jalan Mulia Berunsur Delapan.


Melaksanakan JM8 masih dalam kategori melakukan "kebajikan".

bukan, pelaksanaan JM8 dikatakan masuk pada kategori karma ke 4 (bukan gelap, bukan terang, yg membawa pada berakhirnya karma)

bro Tesla,saya bingung...Apakah seorang Buddha masih memiliki 3 aspek akar positif?

seorang Arahat/Buddha telah berhenti "memiliki" maupun "menjadi"

Aspek positif dari tiga akar yang baik adalah: tidak adanya nafsu (meninggalkan keduniawian, tidak melekat), cinta kasih, dan kebijaksanaan. Di sini, tindakan yang muncul dari tanpa-keserakahan, tanpa-kebencian, dan tanpa-kebodohan-batin harus dipahami bukan sebagai tindakan bajik biasa melainkan sebagai  "kamma yang bukannya gelap dan juga bukannya terang, dengan akibat yang bukan gelap dan juga bukan terang, dengan hasil yang bukan gelap dan bukan terang, yang membawa menuju hancurnya kamma" (Teks 90), yaitu, niat untuk mengembangkan Jalan Mulia Berunsur Delapan.

apa maksud dari bold tersebut?
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: hendrako on 22 June 2010, 12:16:27 PM

Bagaimana ceritanya "sila" bisa membawa pada pelepasan,boleh dilampirkan sedikit penjelasan beserta contohnya? :)

Contohnya:
Pada saat anda melatih diri dari menghindari pembunuhan, anda melepaskan diri dari tindakan membunuh.
Sederhana sekali........
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: Riky_dave on 22 June 2010, 12:20:02 PM

Bagaimana ceritanya "sila" bisa membawa pada pelepasan,boleh dilampirkan sedikit penjelasan beserta contohnya? :)

Contohnya:
Pada saat anda melatih diri dari menghindari pembunuhan, anda melepaskan diri dari tindakan membunuh.
Sederhana sekali........


"melepaskan diri dari tindakan membunuh" = saya tidak membunuh,karena dulunya saya membunuh,apakah ini bisa disetarakan dengan konsep dualisme,antara membunuh vs tidak membunuh?


Orang melakukan ke-tidakserakah-an karena ada yang disebut dengan serakah kan? >> belum bebas
Apabila tidak ada serakah, tidak perlu lagi melakukan ke-tidakserakah-an. >> Bebas

Bagi orang yang bebas, karena bebas, tidak ada lagi serakah atau tidak serakah, yang ada adalah kebebasan.

Begitu juga dengan aku dan tanpa aku.
Tanpa aku ada karena ada aku
Kalau aku sudah tidak ada
bagaimana tanpa aku bisa ada?

Apabila sejak awal sudah tidak ada yang namanya "aku"
Maka apa yang disebut "tanpa aku" sejak awal juga tidak ada
Berhubung ada yang disebut dengan "aku"
Maka ada yang disebut dengan "tanpa aku"

Bagi orang yang bebas sudah tidak ada "aku" dan "tanpa aku"
Namun mengapa Buddha mengajarkan Anatta
Karena kita masih melekat pada "aku"
Anatta mengantar pada kebebasan dari aku

Setelah aku lenyap, tanpa aku pun lenyap
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: tesla on 22 June 2010, 12:22:33 PM
JM8 adalah Sang Jalan, bukan hasilnya, dg demikian merupakan 'latihan' yg tidak terlepas dari hal duniawi (lokiya). mengenai jenis kamma ke 4, mungkin masih cocok. tapi dikatakan melaksanakan JM8 adalah tanpa LDM, saya kurang setuju. bagi saya, usaha merealisasikan pencerahan pun didasari oleh LDM. namun walau didasari LDM, hal ini bukan masalah dan memang diperlukan. seperti ilustrasi Ajahn Chah, bahwa bila kita ingin membeli air kelapa, kita harus membeli bersama cangkangnya terlebih dahulu, tidak masalah selagi kita menyadarinya dan tidak melekati (cangkangnya).
Sepertinya melaksanakan JMB8 tidak disinggung dari sisi LDM/A-LDM, tetapi hanya dari sudut pandang kamma terang-gelap itu. Ini yang saya kurang bisa setuju. JMB8 dimulai dari pandangan benar. Lupakan dulu yang lain. Selama orang memang benar memiliki pandangan benar, maka apapun yang dia lakukan adalah dengan niat mengakhiri kamma (=jenis kamma 4). Ini cocok. Sebelum memiliki pandangan benar, apa pun yang dilakukan tetap berputar pada jenis kamma 1,2,&3.

Yang jadi masalah, kalau kita menguraikan masing-masing unsur, lalu kita mengatakan semua moralitas dalam JMB8 adalah kamma jenis ke 4. Ini bermasalah karena jenis kamma ke 4 itu bukan ditentukan oleh objek moralitas, tetapi justru dari subjek yang menjalankannya.
Seseorang bisa jadi tidak berkata bohong, tidak berkata kasar, tidak begossip, dsb. Tetapi itu pun belum tentu ucapan benar, kalau tidak dilandasi pandangan benar.

Kalau mengenai jalan dan hasil, JMB8 tentu bukan hasil akhir. Tetapi JMB8 merupakan hasil dan jalan yang terus berproses. Pandangan melandasi perbuatan & konsentrasi. Perbuatan & konsentrasi juga memperbaharui pandangan. Terus begitu sampai benar seseorang memiliki pandangan benar yang benar (minimal sotapatti-magga).   



maksud saya komentar ini:

Aspek positif dari tiga akar yang baik adalah: tidak adanya nafsu (meninggalkan keduniawian, tidak melekat), cinta kasih, dan kebijaksanaan. Di sini, tindakan yang muncul dari tanpa-keserakahan, tanpa-kebencian, dan tanpa-kebodohan-batin harus dipahami bukan sebagai tindakan bajik biasa melainkan sebagai  "kamma yang bukannya gelap dan juga bukannya terang, dengan akibat yang bukan gelap dan juga bukan terang, dengan hasil yang bukan gelap dan bukan terang, yang membawa menuju hancurnya kamma" (Teks 90), yaitu, niat untuk mengembangkan Jalan Mulia Berunsur Delapan.


Melaksanakan JM8 masih dalam kategori melakukan "kebajikan".

bukan, pelaksanaan JM8 dikatakan masuk pada kategori karma ke 4 (bukan gelap, bukan terang, yg membawa pada berakhirnya karma)

bro Tesla,saya bingung...Apakah seorang Buddha masih memiliki 3 aspek akar positif?

seorang Arahat/Buddha telah berhenti "memiliki" maupun "menjadi"

Aspek positif dari tiga akar yang baik adalah: tidak adanya nafsu (meninggalkan keduniawian, tidak melekat), cinta kasih, dan kebijaksanaan. Di sini, tindakan yang muncul dari tanpa-keserakahan, tanpa-kebencian, dan tanpa-kebodohan-batin harus dipahami bukan sebagai tindakan bajik biasa melainkan sebagai  "kamma yang bukannya gelap dan juga bukannya terang, dengan akibat yang bukan gelap dan juga bukan terang, dengan hasil yang bukan gelap dan bukan terang, yang membawa menuju hancurnya kamma" (Teks 90), yaitu, niat untuk mengembangkan Jalan Mulia Berunsur Delapan.

apa maksud dari bold tersebut?
itu adalah komentar 'Niddana Sutta' (bukan komentar saya). saya sendiri tidak setuju dimana dikatakan pelaksanaan JM8 adalah tanpa-keserakahan, tanpa-kebencian, dan tanpa-kebodohan-batin.
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: hendrako on 22 June 2010, 12:23:48 PM

Bagaimana ceritanya "sila" bisa membawa pada pelepasan,boleh dilampirkan sedikit penjelasan beserta contohnya? :)

Contohnya:
Pada saat anda melatih diri dari menghindari pembunuhan, anda melepaskan diri dari tindakan membunuh.
Sederhana sekali........


"melepaskan diri dari tindakan membunuh" = saya tidak membunuh,karena dulunya saya membunuh,apakah ini bisa disetarakan dengan konsep dualisme,antara membunuh vs tidak membunuh?


Orang melakukan ke-tidakserakah-an karena ada yang disebut dengan serakah kan? >> belum bebas
Apabila tidak ada serakah, tidak perlu lagi melakukan ke-tidakserakah-an. >> Bebas

Bagi orang yang bebas, karena bebas, tidak ada lagi serakah atau tidak serakah, yang ada adalah kebebasan.

Begitu juga dengan aku dan tanpa aku.
Tanpa aku ada karena ada aku
Kalau aku sudah tidak ada
bagaimana tanpa aku bisa ada?

Apabila sejak awal sudah tidak ada yang namanya "aku"
Maka apa yang disebut "tanpa aku" sejak awal juga tidak ada
Berhubung ada yang disebut dengan "aku"
Maka ada yang disebut dengan "tanpa aku"

Bagi orang yang bebas sudah tidak ada "aku" dan "tanpa aku"
Namun mengapa Buddha mengajarkan Anatta
Karena kita masih melekat pada "aku"
Anatta mengantar pada kebebasan dari aku

Setelah aku lenyap, tanpa aku pun lenyap


Masih dalam dualisme, so......??
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: Riky_dave on 22 June 2010, 12:24:50 PM

Bagaimana ceritanya "sila" bisa membawa pada pelepasan,boleh dilampirkan sedikit penjelasan beserta contohnya? :)

Contohnya:
Pada saat anda melatih diri dari menghindari pembunuhan, anda melepaskan diri dari tindakan membunuh.
Sederhana sekali........


"melepaskan diri dari tindakan membunuh" = saya tidak membunuh,karena dulunya saya membunuh,apakah ini bisa disetarakan dengan konsep dualisme,antara membunuh vs tidak membunuh?


Orang melakukan ke-tidakserakah-an karena ada yang disebut dengan serakah kan? >> belum bebas
Apabila tidak ada serakah, tidak perlu lagi melakukan ke-tidakserakah-an. >> Bebas

Bagi orang yang bebas, karena bebas, tidak ada lagi serakah atau tidak serakah, yang ada adalah kebebasan.

Begitu juga dengan aku dan tanpa aku.
Tanpa aku ada karena ada aku
Kalau aku sudah tidak ada
bagaimana tanpa aku bisa ada?

Apabila sejak awal sudah tidak ada yang namanya "aku"
Maka apa yang disebut "tanpa aku" sejak awal juga tidak ada
Berhubung ada yang disebut dengan "aku"
Maka ada yang disebut dengan "tanpa aku"

Bagi orang yang bebas sudah tidak ada "aku" dan "tanpa aku"
Namun mengapa Buddha mengajarkan Anatta
Karena kita masih melekat pada "aku"
Anatta mengantar pada kebebasan dari aku

Setelah aku lenyap, tanpa aku pun lenyap


Masih dalam dualisme, so......??

Karena masih dalam dualisme,bagaimana caranya bisa membebaskan diri dari dualisme sendiri?
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: Riky_dave on 22 June 2010, 12:25:24 PM
JM8 adalah Sang Jalan, bukan hasilnya, dg demikian merupakan 'latihan' yg tidak terlepas dari hal duniawi (lokiya). mengenai jenis kamma ke 4, mungkin masih cocok. tapi dikatakan melaksanakan JM8 adalah tanpa LDM, saya kurang setuju. bagi saya, usaha merealisasikan pencerahan pun didasari oleh LDM. namun walau didasari LDM, hal ini bukan masalah dan memang diperlukan. seperti ilustrasi Ajahn Chah, bahwa bila kita ingin membeli air kelapa, kita harus membeli bersama cangkangnya terlebih dahulu, tidak masalah selagi kita menyadarinya dan tidak melekati (cangkangnya).
Sepertinya melaksanakan JMB8 tidak disinggung dari sisi LDM/A-LDM, tetapi hanya dari sudut pandang kamma terang-gelap itu. Ini yang saya kurang bisa setuju. JMB8 dimulai dari pandangan benar. Lupakan dulu yang lain. Selama orang memang benar memiliki pandangan benar, maka apapun yang dia lakukan adalah dengan niat mengakhiri kamma (=jenis kamma 4). Ini cocok. Sebelum memiliki pandangan benar, apa pun yang dilakukan tetap berputar pada jenis kamma 1,2,&3.

Yang jadi masalah, kalau kita menguraikan masing-masing unsur, lalu kita mengatakan semua moralitas dalam JMB8 adalah kamma jenis ke 4. Ini bermasalah karena jenis kamma ke 4 itu bukan ditentukan oleh objek moralitas, tetapi justru dari subjek yang menjalankannya.
Seseorang bisa jadi tidak berkata bohong, tidak berkata kasar, tidak begossip, dsb. Tetapi itu pun belum tentu ucapan benar, kalau tidak dilandasi pandangan benar.

Kalau mengenai jalan dan hasil, JMB8 tentu bukan hasil akhir. Tetapi JMB8 merupakan hasil dan jalan yang terus berproses. Pandangan melandasi perbuatan & konsentrasi. Perbuatan & konsentrasi juga memperbaharui pandangan. Terus begitu sampai benar seseorang memiliki pandangan benar yang benar (minimal sotapatti-magga).   



maksud saya komentar ini:

Aspek positif dari tiga akar yang baik adalah: tidak adanya nafsu (meninggalkan keduniawian, tidak melekat), cinta kasih, dan kebijaksanaan. Di sini, tindakan yang muncul dari tanpa-keserakahan, tanpa-kebencian, dan tanpa-kebodohan-batin harus dipahami bukan sebagai tindakan bajik biasa melainkan sebagai  "kamma yang bukannya gelap dan juga bukannya terang, dengan akibat yang bukan gelap dan juga bukan terang, dengan hasil yang bukan gelap dan bukan terang, yang membawa menuju hancurnya kamma" (Teks 90), yaitu, niat untuk mengembangkan Jalan Mulia Berunsur Delapan.


Melaksanakan JM8 masih dalam kategori melakukan "kebajikan".

bukan, pelaksanaan JM8 dikatakan masuk pada kategori karma ke 4 (bukan gelap, bukan terang, yg membawa pada berakhirnya karma)

bro Tesla,saya bingung...Apakah seorang Buddha masih memiliki 3 aspek akar positif?

seorang Arahat/Buddha telah berhenti "memiliki" maupun "menjadi"

Aspek positif dari tiga akar yang baik adalah: tidak adanya nafsu (meninggalkan keduniawian, tidak melekat), cinta kasih, dan kebijaksanaan. Di sini, tindakan yang muncul dari tanpa-keserakahan, tanpa-kebencian, dan tanpa-kebodohan-batin harus dipahami bukan sebagai tindakan bajik biasa melainkan sebagai  "kamma yang bukannya gelap dan juga bukannya terang, dengan akibat yang bukan gelap dan juga bukan terang, dengan hasil yang bukan gelap dan bukan terang, yang membawa menuju hancurnya kamma" (Teks 90), yaitu, niat untuk mengembangkan Jalan Mulia Berunsur Delapan.

apa maksud dari bold tersebut?
itu adalah komentar 'Niddana Sutta' (bukan komentar saya). saya sendiri tidak setuju dimana dikatakan pelaksanaan JM8 adalah tanpa-keserakahan, tanpa-kebencian, dan tanpa-kebodohan-batin.

OK,saya pikir dari komentar yang Anda setujui.. Terima Kasih
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: Riky_dave on 22 June 2010, 12:27:14 PM
 [at] Hendrako

oleh karena itu sila /moralitas tidak bisa membawa pada pembebasan akhir,tetapi hanya mentok pada pengembangan dan penghancuran,yang membawa pada kelahiran yang lebih baik,setuju?
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: ryu on 22 June 2010, 12:27:33 PM
itu adalah komentar 'Niddana Sutta' (bukan komentar saya). saya sendiri tidak setuju dimana dikatakan pelaksanaan JM8 adalah tanpa-keserakahan, tanpa-kebencian, dan tanpa-kebodohan-batin.
tapi jmb8 adalah neither dark nor bright with neither dark nor bright result lho menurut :
http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/an/an04/an04.235.than.html
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: Riky_dave on 22 June 2010, 12:28:44 PM
itu adalah komentar 'Niddana Sutta' (bukan komentar saya). saya sendiri tidak setuju dimana dikatakan pelaksanaan JM8 adalah tanpa-keserakahan, tanpa-kebencian, dan tanpa-kebodohan-batin.
tapi jmb8 adalah neither dark nor bright with neither dark nor bright result lho menurut :
http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/an/an04/an04.235.than.html

gampangnya saja,kenapa disebut neither dark nor bright with neither dark nor bright result?
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: hendrako on 22 June 2010, 12:31:20 PM

Bagaimana ceritanya "sila" bisa membawa pada pelepasan,boleh dilampirkan sedikit penjelasan beserta contohnya? :)

Contohnya:
Pada saat anda melatih diri dari menghindari pembunuhan, anda melepaskan diri dari tindakan membunuh.
Sederhana sekali........


"melepaskan diri dari tindakan membunuh" = saya tidak membunuh,karena dulunya saya membunuh,apakah ini bisa disetarakan dengan konsep dualisme,antara membunuh vs tidak membunuh?


Orang melakukan ke-tidakserakah-an karena ada yang disebut dengan serakah kan? >> belum bebas
Apabila tidak ada serakah, tidak perlu lagi melakukan ke-tidakserakah-an. >> Bebas

Bagi orang yang bebas, karena bebas, tidak ada lagi serakah atau tidak serakah, yang ada adalah kebebasan.

Begitu juga dengan aku dan tanpa aku.
Tanpa aku ada karena ada aku
Kalau aku sudah tidak ada
bagaimana tanpa aku bisa ada?

Apabila sejak awal sudah tidak ada yang namanya "aku"
Maka apa yang disebut "tanpa aku" sejak awal juga tidak ada
Berhubung ada yang disebut dengan "aku"
Maka ada yang disebut dengan "tanpa aku"

Bagi orang yang bebas sudah tidak ada "aku" dan "tanpa aku"
Namun mengapa Buddha mengajarkan Anatta
Karena kita masih melekat pada "aku"
Anatta mengantar pada kebebasan dari aku

Setelah aku lenyap, tanpa aku pun lenyap


Masih dalam dualisme, so......??

Karena masih dalam dualisme,bagaimana caranya bisa membebaskan diri dari dualisme sendiri?

Anda harus pintar2 menggunakan dualisme untuk bebas dari dualisme itu sendiri.  :)
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: tesla on 22 June 2010, 12:36:54 PM
itu adalah komentar 'Niddana Sutta' (bukan komentar saya). saya sendiri tidak setuju dimana dikatakan pelaksanaan JM8 adalah tanpa-keserakahan, tanpa-kebencian, dan tanpa-kebodohan-batin.
tapi jmb8 adalah neither dark nor bright with neither dark nor bright result lho menurut :
http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/an/an04/an04.235.than.html

jm8 adalah neither dark nor bright ---> oke

yg rancu bagi saya adalah dimana dikatakan jm8 adalah contoh tindakan yg tanpa keserakahan, kebencian & kebodohan bathin.
menurut saya, pelaksanaan jm8, atau usaha apapun yg mengarah ke kesadaran diri, pencerahan maupun kebebasan, sepanjang masih dalam jalan itu (belum sampai tujuan), belum terlepas dari keserakahan, kebencian & kebodohan bathin.
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: Riky_dave on 22 June 2010, 12:37:57 PM

Bagaimana ceritanya "sila" bisa membawa pada pelepasan,boleh dilampirkan sedikit penjelasan beserta contohnya? :)

Contohnya:
Pada saat anda melatih diri dari menghindari pembunuhan, anda melepaskan diri dari tindakan membunuh.
Sederhana sekali........


"melepaskan diri dari tindakan membunuh" = saya tidak membunuh,karena dulunya saya membunuh,apakah ini bisa disetarakan dengan konsep dualisme,antara membunuh vs tidak membunuh?


Orang melakukan ke-tidakserakah-an karena ada yang disebut dengan serakah kan? >> belum bebas
Apabila tidak ada serakah, tidak perlu lagi melakukan ke-tidakserakah-an. >> Bebas

Bagi orang yang bebas, karena bebas, tidak ada lagi serakah atau tidak serakah, yang ada adalah kebebasan.

Begitu juga dengan aku dan tanpa aku.
Tanpa aku ada karena ada aku
Kalau aku sudah tidak ada
bagaimana tanpa aku bisa ada?

Apabila sejak awal sudah tidak ada yang namanya "aku"
Maka apa yang disebut "tanpa aku" sejak awal juga tidak ada
Berhubung ada yang disebut dengan "aku"
Maka ada yang disebut dengan "tanpa aku"

Bagi orang yang bebas sudah tidak ada "aku" dan "tanpa aku"
Namun mengapa Buddha mengajarkan Anatta
Karena kita masih melekat pada "aku"
Anatta mengantar pada kebebasan dari aku

Setelah aku lenyap, tanpa aku pun lenyap


Masih dalam dualisme, so......??

Karena masih dalam dualisme,bagaimana caranya bisa membebaskan diri dari dualisme sendiri?

Anda harus pintar2 menggunakan dualisme untuk bebas dari dualisme itu sendiri.  :)

hanya dengan melepas dari dualisme tersebut... :)

adakah cara lain?seperti pengembangan moralitas,sila dan penghancuran akusala kamma dan seterusnya,bisa membawa pada penghancuran dualisme atau sebaliknya mempertebal dualisme antara yang kusala vs akusala?
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: Riky_dave on 22 June 2010, 12:38:42 PM
itu adalah komentar 'Niddana Sutta' (bukan komentar saya). saya sendiri tidak setuju dimana dikatakan pelaksanaan JM8 adalah tanpa-keserakahan, tanpa-kebencian, dan tanpa-kebodohan-batin.
tapi jmb8 adalah neither dark nor bright with neither dark nor bright result lho menurut :
http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/an/an04/an04.235.than.html

jm8 adalah neither dark nor bright ---> oke

yg rancu bagi saya adalah dimana dikatakan jm8 adalah contoh tindakan yg tanpa keserakahan, kebencian & kebodohan bathin.
menurut saya, pelaksanaan jm8, atau usaha apapun yg mengarah ke kesadaran diri, pencerahan maupun kebebasan, sepanjang masih dalam jalan itu (belum sampai tujuan), belum terlepas dari keserakahan, kebencian & kebodohan bathin.

dan pelaksanaan JM8 bisa membawa pada pembebasan akhir?atau hanya merupakan jalan belaka,sehingga JM8 tersebut juga harus ditinggalkan?
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: tesla on 22 June 2010, 12:48:05 PM
itu adalah komentar 'Niddana Sutta' (bukan komentar saya). saya sendiri tidak setuju dimana dikatakan pelaksanaan JM8 adalah tanpa-keserakahan, tanpa-kebencian, dan tanpa-kebodohan-batin.
tapi jmb8 adalah neither dark nor bright with neither dark nor bright result lho menurut :
http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/an/an04/an04.235.than.html

jm8 adalah neither dark nor bright ---> oke

yg rancu bagi saya adalah dimana dikatakan jm8 adalah contoh tindakan yg tanpa keserakahan, kebencian & kebodohan bathin.
menurut saya, pelaksanaan jm8, atau usaha apapun yg mengarah ke kesadaran diri, pencerahan maupun kebebasan, sepanjang masih dalam jalan itu (belum sampai tujuan), belum terlepas dari keserakahan, kebencian & kebodohan bathin.

dan pelaksanaan JM8 bisa membawa pada pembebasan akhir?atau hanya merupakan jalan belaka,sehingga JM8 tersebut juga harus ditinggalkan?

saya mengutip jawaban Sang Buddha kepada Magandiya:

Sang Buddha: Aku tidak mengatakan bahwa manusia mencapai 'kesucian' lewat pandangan, tradisi, pengetahuan, moralitas atau ritual. Kesucian tidak juga dapat dicapai tanpa pandangan, tradisi, pengetahuan, moralitas atau ritual. Pencapaian kesucian hanya menggunakan faktor-faktor ini sebagai sarana namun tidak melekatinya sebagai tujuan. Hanya dengan cara itulah manusia mencapai kesucian dan tidak merindukan tumimbal lahir.

demikian juga halnya dg JM8. JM8 adalah faktor/sarana/sang jalan, namun bukan utk dilekati sbg tujuan. :)
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: Riky_dave on 22 June 2010, 12:48:56 PM
itu adalah komentar 'Niddana Sutta' (bukan komentar saya). saya sendiri tidak setuju dimana dikatakan pelaksanaan JM8 adalah tanpa-keserakahan, tanpa-kebencian, dan tanpa-kebodohan-batin.
tapi jmb8 adalah neither dark nor bright with neither dark nor bright result lho menurut :
http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/an/an04/an04.235.than.html

jm8 adalah neither dark nor bright ---> oke

yg rancu bagi saya adalah dimana dikatakan jm8 adalah contoh tindakan yg tanpa keserakahan, kebencian & kebodohan bathin.
menurut saya, pelaksanaan jm8, atau usaha apapun yg mengarah ke kesadaran diri, pencerahan maupun kebebasan, sepanjang masih dalam jalan itu (belum sampai tujuan), belum terlepas dari keserakahan, kebencian & kebodohan bathin.

dan pelaksanaan JM8 bisa membawa pada pembebasan akhir?atau hanya merupakan jalan belaka,sehingga JM8 tersebut juga harus ditinggalkan?

saya mengutip jawaban Sang Buddha kepada Magandiya:

Sang Buddha: Aku tidak mengatakan bahwa manusia mencapai 'kesucian' lewat pandangan, tradisi, pengetahuan, moralitas atau ritual. Kesucian tidak juga dapat dicapai tanpa pandangan, tradisi, pengetahuan, moralitas atau ritual. Pencapaian kesucian hanya menggunakan faktor-faktor ini sebagai sarana namun tidak melekatinya sebagai tujuan. Hanya dengan cara itulah manusia mencapai kesucian dan tidak merindukan tumimbal lahir.

demikian juga halnya dg JM8. JM8 adalah faktor/sarana/sang jalan, namun bukan utk dilekati sbg tujuan. :)

faktor-faktor ini = faktor mana yang dimaksudkan oleh Bhagava?
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: Riky_dave on 22 June 2010, 12:51:42 PM
Quote
Sang Buddha: Aku tidak mengatakan bahwa manusia mencapai 'kesucian' lewat pandangan, tradisi, pengetahuan, moralitas atau ritual. Kesucian tidak juga dapat dicapai tanpa pandangan, tradisi, pengetahuan, moralitas atau ritual. Pencapaian kesucian hanya menggunakan faktor-faktor ini sebagai sarana namun tidak melekatinya sebagai tujuan. Hanya dengan cara itulah manusia mencapai kesucian dan tidak merindukan tumimbal lahir.

hanya menggunakan faktor-faktor ini sebagai sarana,maksudnya apa ya?

mengembangkan moralitas,sila = sarana?
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: tesla on 22 June 2010, 12:52:15 PM
^ pandangan, tradisi, pengetahuan, moralitas / ritual.
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: Riky_dave on 22 June 2010, 12:54:02 PM
^ pandangan, tradisi, pengetahuan, moralitas / ritual.

apapun itu?pandangan apapun,tradisi apapun,pengetahuan apapun,moralitas / ritual apapun,atau ada yang ekslusif disadbakan oleh Bhagava?seperti JM8 sebagai satu-satunya jalan[DN 16],dll
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: tesla on 22 June 2010, 12:56:38 PM
^ pandangan, tradisi, pengetahuan, moralitas / ritual.

apapun itu?pandangan apapun,tradisi apapun,pengetahuan apapun,moralitas / ritual apapun,atau ada yang ekslusif disadbakan oleh Bhagava?seperti JM8 sebagai satu-satunya jalan[DN 16],dll

ketika itu, yg dikatakan adalah pandangan, tradisi, pengetahuan, moralitas/ritual secara umum. jadi tidak ada pengkhususan hanya pada JM8. ketika itu, Buddha tidak memilah mana yg bisa atau mana yg tidak bisa sampai.

tentang JM8 adalah satu2nya Jalan ada di sutta lain yg tidak berhub. dg sutta ini...
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: Riky_dave on 22 June 2010, 12:57:22 PM
^ pandangan, tradisi, pengetahuan, moralitas / ritual.

apapun itu?pandangan apapun,tradisi apapun,pengetahuan apapun,moralitas / ritual apapun,atau ada yang ekslusif disadbakan oleh Bhagava?seperti JM8 sebagai satu-satunya jalan[DN 16],dll

ketika itu, yg dikatakan adalah pandangan, tradisi, pengetahuan, moralitas/ritual secara umum. jadi tidak ada pengkhususan hanya pada JM8.

tentang JM8 adalah satu2nya Jalan ada di sutta lain yg tidak berhub. dg sutta ini...

bisa di contohkan maksud secara umum?
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: tesla on 22 June 2010, 01:00:24 PM
^ pandangan, tradisi, pengetahuan, moralitas / ritual.

apapun itu?pandangan apapun,tradisi apapun,pengetahuan apapun,moralitas / ritual apapun,atau ada yang ekslusif disadbakan oleh Bhagava?seperti JM8 sebagai satu-satunya jalan[DN 16],dll

ketika itu, yg dikatakan adalah pandangan, tradisi, pengetahuan, moralitas/ritual secara umum. jadi tidak ada pengkhususan hanya pada JM8.

tentang JM8 adalah satu2nya Jalan ada di sutta lain yg tidak berhub. dg sutta ini...

bisa di contohkan maksud secara umum?

mis:
riky membahas bagaimana dari Medan ke Jakarta,
saya menjawab secara umum, dg bisa menggunakan sarana kapal laut, kapal udara, bus, mobil pribadi, dll...
itu contoh jawaban umum, bukan spesifik.
sebab tidak semua sarana tsb memiliki rute Medan ke Jakarta pula.
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: hendrako on 22 June 2010, 01:00:52 PM

Bagaimana ceritanya "sila" bisa membawa pada pelepasan,boleh dilampirkan sedikit penjelasan beserta contohnya? :)

Contohnya:
Pada saat anda melatih diri dari menghindari pembunuhan, anda melepaskan diri dari tindakan membunuh.
Sederhana sekali........


"melepaskan diri dari tindakan membunuh" = saya tidak membunuh,karena dulunya saya membunuh,apakah ini bisa disetarakan dengan konsep dualisme,antara membunuh vs tidak membunuh?


Orang melakukan ke-tidakserakah-an karena ada yang disebut dengan serakah kan? >> belum bebas
Apabila tidak ada serakah, tidak perlu lagi melakukan ke-tidakserakah-an. >> Bebas

Bagi orang yang bebas, karena bebas, tidak ada lagi serakah atau tidak serakah, yang ada adalah kebebasan.

Begitu juga dengan aku dan tanpa aku.
Tanpa aku ada karena ada aku
Kalau aku sudah tidak ada
bagaimana tanpa aku bisa ada?

Apabila sejak awal sudah tidak ada yang namanya "aku"
Maka apa yang disebut "tanpa aku" sejak awal juga tidak ada
Berhubung ada yang disebut dengan "aku"
Maka ada yang disebut dengan "tanpa aku"

Bagi orang yang bebas sudah tidak ada "aku" dan "tanpa aku"
Namun mengapa Buddha mengajarkan Anatta
Karena kita masih melekat pada "aku"
Anatta mengantar pada kebebasan dari aku

Setelah aku lenyap, tanpa aku pun lenyap


Masih dalam dualisme, so......??

Karena masih dalam dualisme,bagaimana caranya bisa membebaskan diri dari dualisme sendiri?

Anda harus pintar2 menggunakan dualisme untuk bebas dari dualisme itu sendiri.  :)

hanya dengan melepas dari dualisme tersebut... :)

adakah cara lain?seperti pengembangan moralitas,sila dan penghancuran akusala kamma dan seterusnya,bisa membawa pada penghancuran dualisme atau sebaliknya mempertebal dualisme antara yang kusala vs akusala?

Seperti pada pendapat saya pada post2 sebelumnya. Melakukan kusala kamma adalah salah satu jalan menuju kebebasan dari dualisme.
JM8 adalah strategi yang luar biasa dari Buddha untuk keluar dari dualisme dengan menggunakan dualisme itu sendiri sebagai kunci pembebasan.
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: hendrako on 22 June 2010, 01:06:43 PM
Sori, repost, soalnya ada yg mau diedit dikit, Kepada Mod. minta tolong dihapus:

Seperti pada pendapat saya pada post2 sebelumnya. Melakukan kusala kamma adalah salah satu faktor dari jalan menuju kebebasan dari dualisme.
JM8 adalah strategi yang luar biasa dari Buddha untuk keluar dari dualisme dengan menggunakan dualisme itu sendiri sebagai kunci pembebasan.

Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: K.K. on 22 June 2010, 01:16:54 PM
maksud saya komentar ini:
Aspek positif dari tiga akar yang baik adalah: tidak adanya nafsu (meninggalkan keduniawian, tidak melekat), cinta kasih, dan kebijaksanaan. Di sini, tindakan yang muncul dari tanpa-keserakahan, tanpa-kebencian, dan tanpa-kebodohan-batin harus dipahami bukan sebagai tindakan bajik biasa melainkan sebagai  "kamma yang bukannya gelap dan juga bukannya terang, dengan akibat yang bukan gelap dan juga bukan terang, dengan hasil yang bukan gelap dan bukan terang, yang membawa menuju hancurnya kamma" (Teks 90), yaitu, niat untuk mengembangkan Jalan Mulia Berunsur Delapan.
Karena itulah saya katakan A-LDM yang dimaksud adalah sisi lain dari LDM, masih terkondisi LDM, bukan keadaan bebas dari LDM (nibbana).
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: fabian c on 22 June 2010, 01:18:27 PM
Teman-teman sekalian, sebelum meneruskan topik ini saya ingin bertanya: menurut teman-teman sekalian, apakah bernamaskara kepada bhikkhu atau Buddharupam adalah tindakan yang berlandaskan LDM atau A_LDM?

 _/\_
begini deh,
aku ada = LDM
aku tidak ada = a-LDM

atau

aku ada = LDM dan a-LDM
aku tidak ada = tidak ada LDM dan a-LDM

dan ketika a-LDM khan semua LDM Sudah hilang trus apa yang mau di hilangkan lagi bukankah "sudah tanpa" LDM, tanpa a-LDM itu seperti apa?


Bro Ryu yang baik, tanya jawab saya dengan bro Sunkmanitu mungkin bisa menjadi bahan pemikiran bro Ryu. Mengenai hubungan aku dan LDM/A-LDM saya nggak ada yang cocok tuh.

Menurut saya: aku tak ada = mungkin LDM bisa juga A-LDM, atau tidak keduanya, jadi dalam keadaan apapun tak ada aku.

Perlu di cerna disini bahwa A-LDM hadir bukan berarti kemelekatan hilang. Kemelekatan itulah penyebab kelahiran kembali. LDM maupun A-LDM juga masih diliputi kemelekatan.

Untuk bro Sunkmanitu, rasanya kita sejalan kan? Tanya jawab itu saya lakukan karena pendapat saya sejalan dengan pendapat bro.

Quote
setahu saya 3 akar a-ldm yang menentukan kelahiran kembali. kalo yang berbakat jadi ariya biasanya punya 3 akar ini. setahu saya juga kalo udah ariya maka bukan ldm bukan a-ldm.

_/\_
ko Fabian yang baik, kalau seseorang sudah melakukan tindakan tanpa keserakahan, tanpa kebencian, tanpa kebodohan batin apakah dia masih akan terlahir kembali? apakah dia masih ada kemelekatan? bukankah akar LDM nya sudah terpotong sehingga tidak akan tumbuh lagi di masa depan/artinya tidak akan menanam karma baru?


Bro Ryu yang baik, Menurut saya masih tetap terlahir kembali, selama LDM belum dicabut ke akar-akarnya, setiap bentuk keinginan dari mereka yang belum terbebas sepenuhnya adalah kemelekatan dan masih berkondisi. Sehingga menyebabkan kelahiran kembali. Um

Contohnya bermeditasi, pencapaian Jhana akan mengakibatkan terlahir di alam Brahma. Apakah Jhana bersifat LDM atau A-LDM? Kenyataannya meditator terlahir di Alam Brahma disebabkan pencapaian Jhana yang A_LDM.

Sebenarnya LDM adalah akar, bila telah bangun dan menguat akan menyebabkan seseorang terlahir kembali di alam-alam rendah, tetapi LDM tidak muncul setiap saat (karena LDM juga anicca), tetapi walaupun tak muncul tetap bisa muncul sewaktu-waktu. Bila pada seseorang LDM jarang muncul dan bila muncul tidak kuat, maka kita sebut A-LDM
 
_/\_
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: tesla on 22 June 2010, 01:33:30 PM
maksud saya komentar ini:
Aspek positif dari tiga akar yang baik adalah: tidak adanya nafsu (meninggalkan keduniawian, tidak melekat), cinta kasih, dan kebijaksanaan. Di sini, tindakan yang muncul dari tanpa-keserakahan, tanpa-kebencian, dan tanpa-kebodohan-batin harus dipahami bukan sebagai tindakan bajik biasa melainkan sebagai  "kamma yang bukannya gelap dan juga bukannya terang, dengan akibat yang bukan gelap dan juga bukan terang, dengan hasil yang bukan gelap dan bukan terang, yang membawa menuju hancurnya kamma" (Teks 90), yaitu, niat untuk mengembangkan Jalan Mulia Berunsur Delapan.
Karena itulah saya katakan A-LDM yang dimaksud adalah sisi lain dari LDM, masih terkondisi LDM, bukan keadaan bebas dari LDM (nibbana).


intinya, apakah alobha (tanpa keserakahan) bisa disejajarkan dg murah hati, adosa dapat disejajarkan dg cinta kasih & amoha dapat disejajarkan dg kebijaksanaan?
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: hendrako on 22 June 2010, 02:01:21 PM
maksud saya komentar ini:
Aspek positif dari tiga akar yang baik adalah: tidak adanya nafsu (meninggalkan keduniawian, tidak melekat), cinta kasih, dan kebijaksanaan. Di sini, tindakan yang muncul dari tanpa-keserakahan, tanpa-kebencian, dan tanpa-kebodohan-batin harus dipahami bukan sebagai tindakan bajik biasa melainkan sebagai  "kamma yang bukannya gelap dan juga bukannya terang, dengan akibat yang bukan gelap dan juga bukan terang, dengan hasil yang bukan gelap dan bukan terang, yang membawa menuju hancurnya kamma" (Teks 90), yaitu, niat untuk mengembangkan Jalan Mulia Berunsur Delapan.
Karena itulah saya katakan A-LDM yang dimaksud adalah sisi lain dari LDM, masih terkondisi LDM, bukan keadaan bebas dari LDM (nibbana).


intinya, apakah alobha (tanpa keserakahan) bisa disejajarkan dg murah hati, adosa dapat disejajarkan dg cinta kasih & amoha dapat disejajarkan dg kebijaksanaan?
Dalam Putthujana:
KUSALA MULA =
Akar kebaikan atau akar dari perbuatan baik, adalah
1. tidak tamak atau dermawan (Alobha)
2. tidak membenci atau cinta kasih (Adosa)
3. tidak dungu atau kebijaksanaan (Amoha)

AKUSALA MULA =
Akar kejahatan atau akar perbuatan jahat adalah,
1. Lobha, secara etika berarti ketamakan, tetapi secara psikologis berarti terikatnya pikiran pada obyek-obyek. ........
2. Dosa secara etika berarti kebencian, tetapi secara psikologis berarti pukulan yang berat dari pikiran terhadap obyek, yaitu pertentangan atau konflik................
3. Moha, berarti kegelapan batin tau kurang pengertian. Juga disebut Avijja (ketidaktahuan) atau Annana (tidak berpengetahuan) atau Adassana (tidak nampak/ tidak mengerti)

Kalau Arahat:
KIRIYA CITTA:
Kesadaran dari tindakan karma, yang bebas: adalah sebutan untuk kesadaran semacam itu, seperti tak ada tindakan karma yang baik maupun yang buruk, juga akibat karma, adalah berfungsi bebas dari karma

Sumber: Kamus baru Buddha Dhamma
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: Riky_dave on 22 June 2010, 02:39:28 PM
^ pandangan, tradisi, pengetahuan, moralitas / ritual.

apapun itu?pandangan apapun,tradisi apapun,pengetahuan apapun,moralitas / ritual apapun,atau ada yang ekslusif disadbakan oleh Bhagava?seperti JM8 sebagai satu-satunya jalan[DN 16],dll

ketika itu, yg dikatakan adalah pandangan, tradisi, pengetahuan, moralitas/ritual secara umum. jadi tidak ada pengkhususan hanya pada JM8.

tentang JM8 adalah satu2nya Jalan ada di sutta lain yg tidak berhub. dg sutta ini...

bisa di contohkan maksud secara umum?

mis:
riky membahas bagaimana dari Medan ke Jakarta,
saya menjawab secara umum, dg bisa menggunakan sarana kapal laut, kapal udara, bus, mobil pribadi, dll...
itu contoh jawaban umum, bukan spesifik.
sebab tidak semua sarana tsb memiliki rute Medan ke Jakarta pula.

oke get the point,jadi DN 16 Mahaparinibbana sutta ,dinyatakan "gugur" sebagai sutta otentik Buddha,karena tidak ada jawaban spesifik atau ekslusif Buddha soal jalan menuju pembebasan akhir..Terima Kasih
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: K.K. on 22 June 2010, 02:47:22 PM
intinya, apakah alobha (tanpa keserakahan) bisa disejajarkan dg murah hati, adosa dapat disejajarkan dg cinta kasih & amoha dapat disejajarkan dg kebijaksanaan?
Tepat seperti yang dipost Bro hendrako.

LDM maupun A-LDM, disebut akar dari perbuatan.

Dalam Akusalamula Sutta (AN 3.70, menurut penomoran yang saya punya) yang dipost Bro ryu (page 15), dikatakan di bagian akusalamula:
lobhajā lobhanidānā lobhasamudayā lobhapaccayā aneke pāpakā akusalā dhammā sambhavanti
Lahir dari lobha, disebabkan lobha, muncul dari lobha, terkondisi oleh lobha, akusala dhamma timbul.
(Diulang untuk Dosa & Moha)

Begitu juga bagian kusalamula:
alobhajā alobhanidānā alobhasamudayā alobhapaccayā aneke kusalā dhammā sambhavanti.
Lahir dari alobha, disebabkan alobha, muncul dari alobha, terkondisi oleh alobha, kusala dhamma timbul.
(Diulang untuk Adosa & Amoha)

Dari kedua perbuatan itu, keduanya lahir, disebabkan, muncul dan terkondisi oleh sesuatu. Kita tahu bahwa yang lahir, disebabkan, muncul dan terkondisi adalah tidak kekal, hanyalah fenomena (dhamma). Karena itulah saya menyimpulkan perbuatan tersebut (baik kusala dhamma, apalagi akusala dhamma) BUKAN ada pada Arahat.

Kemudian yang saya tangkap pada sutta itu adalah bahwa seseorang bisa mencapai pembebasan tentu bukan dengan mengembangkan yang akusala, tetapi mengembangkan yang kusala.
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: K.K. on 22 June 2010, 02:48:42 PM
oke get the point,jadi DN 16 Mahaparinibbana sutta ,dinyatakan "gugur" sebagai sutta otentik Buddha,karena tidak ada jawaban spesifik atau ekslusif Buddha soal jalan menuju pembebasan akhir..Terima Kasih
Itu tidak relevan.
Banyak sutta yang memang tidak membahas pembebasan akhir, tetapi tidaklah tepat kalau lalu kita sebut "tidak otentik".
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: Riky_dave on 22 June 2010, 03:01:03 PM
oke get the point,jadi DN 16 Mahaparinibbana sutta ,dinyatakan "gugur" sebagai sutta otentik Buddha,karena tidak ada jawaban spesifik atau ekslusif Buddha soal jalan menuju pembebasan akhir..Terima Kasih
Itu tidak relevan.
Banyak sutta yang memang tidak membahas pembebasan akhir, tetapi tidaklah tepat kalau lalu kita sebut "tidak otentik".

toh JM8 dianggap sebagai "satu-satu"nya jalan menuju pembebasan,padahal memang tidak dibahas soal pembebasan itu sendiri...ada pendapat lain?
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: Riky_dave on 22 June 2010, 03:18:14 PM
nimbrung tambahan...

apakah para Buddha dan Arahatta sudah terbebas dari "keterkondisian"?
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: ryu on 22 June 2010, 04:45:32 PM
sepertinya harus di tutup threadnya nih ;D

sebagai penutup saya kutip sutta penutup dari saya ;D :


SAMMADITTHI SUTTA (9)

Sumber : Sutta Pitaka Majjhima Nikaya I,
Oleh : Tim Penterjemah Kitab Suci Agama Buddha,
Penerbit : Proyek Sarana Keagamaan Buddha Departemen Agama RI, 1993

Demikianlah yang saya dengar.
Pada suatu ketika Sang Bhagava berada di Jetavana, Anathapindika Arama, Savatthi. Bhikkhu Sariputta menyapa para bhikkhu: "Para bhikkhu."
"Avuso," jawab mereka. Bhikkhu Sariputta berkata:
"Para avuso mengatakan, 'Seseorang berpandangan benar'. Dalam cara apa siswa ariya berpandangan benar, berpandangan lurus dan memiliki keyakinan yang sempurna pada Dhamma serta hidup sesuai dengan dhamma."
"Memang, kami datang dari jauh untuk belajar dari Bhikkhu Sariputta. Setelah mendengarkan Dhamma ini, para bhikkhu akan mengingatnya."
"Para avuso, dengar dan perhatikanlah baik-baik apa yang akan saya sampaikan."
Para bhikkhu menjawab: "Baiklah avuso." Selanjutnya Bhikkhu Sariputta berkata:
"Sedapat mungkin seorang siswa ariya mengerti hal-hal yang tidak bermanfaat (akusala), akar dari hal-hal yang tidak bermanfaat, hal-hal yang bermanfaat (kusala), akar dari hal-hal yang bermanfaat. Melalui cara ini, dia adalah orang yang berpandangan benar, berpandangan lurus dan memiliki keyakinan yang sempurna pada dhamma. Inilah keyakinan benar yang ia miliki.
Apakah hal-hal yang tidak membawa manfaat, akar dari hal-hal yang tidak membawa manfaat; apakah hal-hal yang membawa manfaat, akar dari hal-hal yang membawa manfaat? Hal-hal yang tidak membawa manfaat itu adalah:
Membunuh makhluk-makhluk (panatipata)
Mengambil apa yang tidak diberikan (adinadana)
Melakukan pemuasan nafsu dengan cara yang salah (kamesumicha cara)
Berdusta (musavada)
Menfitnah (pisunavaca)
Mengucapkan kata-kata kasar (pharusavaca)
Pergunjingan (samphappalapa)
Keserakahan (abhijjha)
Kebencian (byapada)
Berpandangan salah (micchaditthi)
Inilah hal-hal yang tidak membawa manfaat (akusala).
Apakah akar dari hal yang tidak membawa manfaat (akusalamula)? Keserakahan (lobha), kebencian (dosa) dan kebodohan (moha) adalah akar hal-hal yang tidak bermanfaat. Inilah akar dari hal yang tidak membawa manfaat (akusala).
Apakah hal yang membawa manfaat (kusala)? Hal yang membawa manfaat (menguntungkan) adalah:
Tidak membunuh makhluk-makhluk hidup
Tidak mengambil apa yang tidak diberikan
Tidak memuaskan nafsu dengah cara yang salah
Tidak berdusta
Tidak menfitnah
Tidak berkata kasar
Tidak bergunjing
Tidak serakah
Tidak membenci
Tidak memiliki pandangan salah
Inilah hal-hal yang membawa manfaat (kusala).
Apakah akar dari perbuatan yang membawa manfaat (keuntungan)? Tidak serakah (alobha), Tidak membenci (adosa), kebijaksanaan (amoha) adalah akar dari hal-hal yang bermanfaat (kusala).
Setelah siswa ariya telah mengerti sepenuhnya hal-hal yang tidak bermanfaat (akusala) serta akarnya dan hal-hal yang bermanfaat (kusala) serta akarnya, dia telah melenyapkan sepenuhnya sebab utama dari kecenderungan nafsu-nafsu, menolak, membasmi pandangan dan konsep tentang diri (atta). Dengan melenyapkan kegelapan batin (avijja) dan mengembangkan pengetahuan benar (vijja), maka dengan ini ia mengakhiri penderitaan (dukkha nirodha). Melalui cara ini, seorang siswa ariya berpandangan benar, berpandangan lurus dan memiliki keyakinan yang sempurna pada dhamma. Inilah keyakinan benar yang ia miliki."
"Sungguh baik, avuso," kata para bhikkhu dengan perasaan puas dan gembira setelah mendengarkan uraian Bhikkhu Sariputta. Kemudian mereka bertanya lagi: "Avuso, tetapi adakah cara lain bagi seorang siswa ariya berpandangan benar, berpandangan lurus dan memiliki keyakinan yang sempurna pada dhamma. Inilah keyakinan benar yang ia miliki."
"Ada," jawab Bhikkhu Sariputta.
"Sedapat mungkin seorang siswa ariya mengerti tentang makanan yang menunjang kehidupan (ahara), munculnya, lenyapnya, jalan untuk melenyapkan ahara. Dengan cara ini, ia berpandangan benar, berpandangan lurus, memiliki keyakinan yang sempurna pada dhamma. Inilah keyakinan benar yang ia miliki.
Apakah makanan (ahara) yang menunjang kehidupan, sumbernya, lenyapnya dan jalan untuk melenyapkannya?
Ada 4 (empat) jenis makanan yang menunjang kehidupan (cattaro ahara) untuk memelihara dan menunjang kelangsungan hidup makhluk-makhluk dan bagi mereka yang mencari pembaruan dalam kehidupan. Apakah keempat hal itu?
Keempat hal itu adalah:

   1. Makanan jasmani (Kabalimkarahara)
   2. Kesan-kesan (Phassahara)
   3. Kehendak pikiran (Manosancetana Ahara)
   4. Kesadaran (Vinnana Ahara)

Dengan munculnya keinginan (tanha), maka muncullah ahara. Dengan lenyapnya keinginan (tanha), maka lenyaplah ahara. Jalan utama untuk melenyapkan ahara hanyalah Jalan Mulia Berunsur Delapan (Ariya Atthangika Magga), yaitu:

   1. Pandangan Benar (Samma Ditthi)
   2. Pikiran Benar (Samma Sankappa)
   3. Ucapan Benar (Samma Vaca)
   4. Perbuatan Benar (Samma Kammanta)
   5. Penghidupan Benar (Samma Ajiva)
   6. Usaha Benar (Samma Vayama)
   7. Perhitungan Benar (Samma Sati)
   8. Konsentrasi Benar (Samma Samadhi)

Setelah siswa ariya mengerti sepenuhnya tentang apa yang menunjang kehidupan (ahara), dia telah melenyapkan sepenuhnya sebab utama (dukkha). Melalui cara ini, ia berpandangan benar... Inilah keyakinan benar yang ia miliki."
"Sungguh baik, avuso," kata para bhikkhu dengan perasaan puas dan gembira setelah mendengarkan uraian Bhikkhu Sariputta. Kemudian mereka bertanya lagi: "Avuso, tetapi adakah cara lain bagi seorang siswa ariya berpandangan benar, berpandangan lurus, memiliki keyakinan yang sempurna pada dhamma. Inilah keyakinan benar yang ia miliki."
"Sedapat mungkin seorang siswa ariya mengerti tentang penderitaan (dukkha), sumber dari penderitaan (dukkha samudaya), lenyapnya penderitaan (dukkha nirodha) dan jalan untuk melenyapkan penderitaan (dukkha nirodha gaminipatipada). Dengan cara ini, ia berpandangan benar, berpandangan lurus, berkeyakinan teguh pada dhamma. Inilah keyakinan benar yang ia miliki.
Apakah penderitaan (dukkha), sumber dari penderitaan, lenyapnya penderitaan, jalan untuk melenyapkan penderitaan, kelahiran, usia tua, kesakitan, kematian, duka cita, ratap tangis, sakit, susah hati, putus asa, tidak mendapatkan apa yang diinginkan adalah penderitaan. Singkatnya, melekat pada lima kelompok kehidupan (pancakkhanda) adalah penderitaan. Inilah apa yang dinamakan penderitaan (dukkha).
Apakah sumber dari penderitaan? Keinginan (tanha) yang tiada hentinya, dan disertai kegembiraan dan nafsu menyukai ini dan itu, inilah yang dinamakan:

   1. Keinginan terhadap nafsu indra (kama tanha)
   2. Keinginan untuk menjadi kembali (bhava tanha)
   3. Keinginan untuk tidak menjadi kembali (vibhava tanha)

Inilah asal mula dari penderitaan (dukkha samudaya).
Apakah yang dimaksud lenyapnya penderitaan? Menyingkirkan, menghilangkan sedikit demi sedikit dan menghentikan, menyerahkan, melepaskan, membiarkan pergi dan menolak nafsu-nafsu keinginan (tanha). Inilah yang dinamakan penderitaan (dukkha nirodha).
Apakah Jalan untuk melenyapkan penderitaan? Jalan untuk melenyapkan penderitaan adalah Jalan Mulia berunsur Delapan (Ariya Atthangika Magga), yaitu: pandangan benar ... konsentrasi benar.
Setelah siswa ariya mengerti ... dia adalah orang yang berpandangan benar ... Inilah keyakinan benar yang ia miliki."
"Sungguh baik, avuso," kata para bhikkhu dengan perasaan puas dan gembira terhadap uraian Bhikkhu Sariputta. Kemudian mereka bertanya kembali: "Avuso, tetapi apakah ada cara lain bagi seorang siswa ariya berpandangan benar .... Inilah keyakinan benar yang ia miliki."
"Ada," jawab Bhikkhu Sariputta.
"Sedapat mungkin seorang siswa ariya mengerti usia tua (jara) dan kematian (marana), sebabnya, lenyapnya dan jalan untuk melenyapkan usia tua dan kematian. Dengan cara ini, ia berpandangan benar .... Inilah keyakinan benar yang ia miliki.
Tetapi apakah usia tua dan kematian, sumbernya, lenyapnya dan jalan untuk melenyapkan usia tua dan kematian? Dalam berbagai proses dari makhluk-makhluk, usia tua (jara), gigi yang patah (danta), rambut yang memutih (kesa), keriput, tua renta dan lemah tak berdaya -- inilah yang dinamakan usia tua.
Dalam berbagai proses dari makhluk-makhluk, mati kematian, meninggal dunia, perpisahan, kehilangan, ditinggalkan, berakhirnya waktu kehidupan, khandha-khandha terpisah -- inilah yang dinamakan kematian.
Jadi, inilah usia tua dan kematian yang disebut jara marana. Dengan adanya kelahiran, maka muncul usia tua dan kematian. Dengan tidak adanya kelahiran, maka tidak ada usia tua dan kematian. Jalan untuk mengakhiri usia tua dan kematian hanyalah Jalan Mulia Berunsur Delapan (Ariya Atthangika Magga) yaitu: pandangan benar, ..., konsentrasi benar.
Setelah siswa ariya mengerti akan hal ini ..."
"Avuso, sungguh baik," kata para bhikkhu dengan perasaan puas dan gembira setelah mendengarkan uraian Bhikkhu Sariputta. Kemudian mereka bertanya lagi: "Tetapi, avuso adakah cara lain bagi seorang siswa ariya berpandangan benar, berpandangan lurus .... Inilah keyakinan benar yang ia miliki.":
Sedapat mungkin seorang siswa ariya mengerti tentang kelahiran (jati), sebabnya, dan jalan untuk menghentikan kelahiran. Dengan cara ini, ia berpandangan benar .... Inilah keyakinan benar yang ia miliki.
Apakah kelahiran, sebab dari kelahiran, lenyapnya dan jalan untuk menghentikan kelahiran?
Dalam proses kehidupan setiap mahluk, kelahiran makhluk-makhluk, mereka terlahir, keguguran, penerus, perwujudan dari kelompok kehidupan (khanda), indera memiliki kesan. Inilah yang dinamakan kelahiran (jati). Dengan timbulnya penjadian (bhava) maka timbullah kelahiran (jati). Dengan lenyapnya bhava, maka lenyaplah kelahiran (jati). Jalan utama untuk menghentikan kelahiran hanyalah Jalan Mulia Berunsur Delapan (Ariya Athangika Magga) yaitu: pandangan benar, ... konsentrasi benar.
Setelah siswa yang mulia mengerti hal ini ..."
"Avuso, sungguh baik," kata para bhikkhu dengan perasaan puas dan gembira setelah mendengarkan uraian Bhikkhu Sariputta. Kemudian mereka bertanya lagi: "Avuso, tetapi adakah cara lain bagi siswa ariya yang berpandangan benar .... Inilah keyakinan benar yang ia miliki."
"Ada," jawab Bhikkhu Sariputta.
"Sedapat mungkin seorang siswa yang mulia mengerti tentang penjadian (bhava), sebabnya, lenyapnya dan jalan untuk melenyapkannya. Melalui cara ini, ia berpandangan benar ... Inilah keyakinan-benar yang ia miliki. Apakah penjadian (bhava), sebabnya, lenyapnya dan jalan untuk melenyapkannya?
Ada tiga jenis dari penjadian (bhava), yaitu:

   1. Penjadian di alam yang penuh nafsu (Kama Bhava)
   2. Penjadian di alam Rupa Brahma (Rupa Bhava)
   3. Penjadian di alam Arupa Brahma (Arupa Bhava)

Dengan timbulnya kemelekatan (upadana) maka timbul penjadian (bhava). Dengan lenyapnya upadana, maka lenyap pula bhava. Jalan untuk melenyapkannya hanyalah Ariya Atthangika Magga, yaitu: pandangan benar, ... konsentrasi benar.
Setelah siswa yang mulia mengerti hal ini ..."
"Sungguh baik, avuso," kata para bhikkhu dengan perasaan puas dan gembira setelah mendengarkan uraian Bhikkhu Sariputta. Kemudian mereka bertanya lagi: "Tetapi, sahabat adakah cara lain bagi siswa ariya yang berpandangan benar ... Inilah keyakinan benar yang ia miliki."
"Ada," jawab Bhikkhu Sariputta.
"Sedapat mungkin seorang siswa ariya mengerti tentang kemelekatan (upadana), sebabnya, lenyapnya dan jalan untuk melenyapkannya. Melalui cara ini, ia berpandangan benar .... Inilah keyakinan benar yang ia miliki.
Apakah kemelekatan, apakah sebabnya dari kemelekatan, apakah lenyapnya kemelekatan, apakah jalan untuk melenyapkan kemelekatan? Ada 4 (empat) jenis kemelekatan, yaitu:

   1. Kemelekatan terhadap nafsu indera (Kamupadana)
   2. Kemelekatan terhadap pandangan salah (Ditthupadana)
   3. Kemelekatan terhadap upacara-upacara agama (Silabbatupadana)
   4. Kemelekatan terhadap adanya diri (atta) yang kekal (Attavadupadana).

Dengan munculnya keinginan (tanha), maka muncullah kemelekatan (upadana).
Jalan untuk melenyapkan kemelekatan (upadana) hanyalah Ariya Atthangika Magga, yaitu: pandangan benar, ... konsentrasi benar.

Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: ryu on 22 June 2010, 04:46:07 PM
Setelah siswa yang mulia mengerti hal ini ..."
"Sungguh baik, avuso," kata para bhikkhu dengan perasaan puas dan gembira setelah mendengarkan uraian Bhikkhu Sariputta. Kemudian mereka bertanya lagi: "Tetapi, sahabat adakah cara lain bagi siswa ariya berpandangan benar .... Inilah keyakinan benar yang ia miliki."
"Ada," jawab Bhikkhu Sariputta.
"Sedapat mungkin seorang siswa ariya mengerti tentang keinginan untuk mengulangi lagi (tanha), sebab lenyapnya dan jalan untuk melenyapkannya. Melalui cara ini, ia berpandangan benar ... Inilah keyakinan benar yang ia miliki.
Apakah keinginan (tanha), apakah yang melenyapkan tanha, apakah jalan untuk melenyapkan tanha?
Ada enam jenis tanha, yaitu:

   1. Keinginan akan bentuk-bentuk (Rupa Tanha)
   2. Keinginan akan suara (Sabda Tanha)
   3. Keinginan akan aroma / bau (Gandha Tanha)
   4. Keinginan akan rasa / kecapan (Rasa Tanha)
   5. Keinginan akan sentuhan (photthabba Tanha)
   6. Keinginan akan obyek-obyek pikiran (Dhamma Tanha)

Dengan timbulnya perasaan (vedana), maka timbullah keinginan (tanha). Jalan untuk melenyapkan tanha hanyalah Ariya Atthangika Magga, yaitu: pandangan benar, ..., konsentrasi benar.
Setelah siswa yang mulia mengerti hal ini ..."
"Sungguh baik, avuso," kata para bhikkhu dengan perasaan puas dan gembira setelah mendengarkan uraian Bhikkhu Sariputta. Kemudian mereka bertanya lagi: "Avuso, tetapi adakah cara lain di mana siswa yang mulia berpandangan benar ... Inilah keyakinan benar yang harus ia miliki."
"Ada," jawab Bhikkhu Sariputta.
"Sedapat mungkin seorang siswa ariya mengerti tentang perasaan (vedana), sebabnya, lenyapnya dan jalan untuk melenyapkannya. Melalui cara ini, ia berpandangan benar .... Inilah keyakinan benar yang ia miliki.
Apakah perasaan (vedana), sebabnya, lenyapnya dan jalan untuk melenyapkannya?
Ada enam macam yang mengakibatkan timbulnya perasaan yaitu:

   1. Perasaan yang timbul karena mata melihat (Cakkhu samphasajja vedana)
   2. Perasaan yang timbul karena telinga mendengar (sota samphasajja vedana)
   3. Perasaan yang timbul karena hidung mencium (Ghana samphasajja vedana)
   4. Perasaan yang timbul karena lidah mengecap (Jivha samphasajja vedana)
   5. Perasaan yang timbul karena jasmani menyentuh (Kayasamphasajja vedana)
   6. Perasaan yang timbul karena pikiran (Manosamphasajja vedana)

Dengan timbulnya sentuhan (phassa), maka timbullah perasaan (vedana). Dengan lenyapnya kesan-kesan (phassa), maka lenyaplah perasaan (vedana). Jalan untuk melenyapkan perasaan hanyalah Ariya Atthangika Magga, yaitu: pandangan benar, ..., konsentrasi benar.
Setelah siswa yang mulia mengerti hal ini ..."
"Sungguh baik, avuso," kata para bhikkhu dengan perasaan puas dan gembira setelah mendengarkan uraian Bhikkhu Sariputta. Kemudian mereka bertanya lagi: "Tetapi, sahabat adakah cara lain dimana siswa ariya berpandangan benar .... Inilah keyakinan benar yang ia miliki."
"Ada," jawab Bhikkhu Sariputta.
"Sedapat mungkin seorang siswa ariya mengerti tentang kesan-kesan (phasa), sebabnya, lenyapnya dan jalan untuk melenyapkannya. Melalui cara ini, ia berpandangan benar .... Inilah keyakinan benar yang ia miliki.
Ada enam hal yang menyebabkan sentuhan (phassa), yaitu:

   1. Mata melihat (cakkhusamphassa)
   2. Telinga mendengar (Sotasamphassa)
   3. Hidung mencium (Ghanasamphassa)
   4. Lidah mengecap (Jivhasamphassa)
   5. Jasmani menyentuh (Kayasamphassa)
   6. Pikiran berpikir (Manosamphassa)

Setelah siswa yang mulia mengerti hal ini ..."
"Sungguh baik, avuso," kata para bhikkhu dengan perasaan puas dan gembira setelah mendengarkan uraian Bhikkhu Sariputta. Kemudian mereka bertanya lagi: "Avuso, tetapi adakah cara lain bagi siswa ariya berpandangan benar .... Inilah keyakinan benar yang ia miliki."
"Ada," jawab Bhikkhu Sariputta.
"Sedapat mungkin seorang siswa ariya mengerti tentang enam landasan indera (salayatana), sebabnya, lenyapnya dan jalan untuk melenyapkannya. Melalui cara ini, ia berpandangan benar .... Inilah keyakinan benar yang ia miliki.
Apakah enam landasan indera (salayatana), sumbernya, lenyapnya dan jalan untuk melenyapkannya? Ada enam landasan yang mengakibatkan timbulnya enam landasan indera, yaitu:

   1. Landasan mata (Cakkhayatana)
   2. Landasan telinga (Sotayatana)
   3. Landasan mencium (Ghanayatana)
   4. Landasan lidah (Jivhayatana)
   5. Landasan menyentuh (Kayayatana)
   6. Landasan pikiran (Manayatana)

Dengan timbulnya jasmani dan batin (nama rupa), maka timbullah enam landasan indera (salayatana). Dengan lenyapnya jasmani dan batin, maka lenyaplah enam landasan indera (salayatana). Jalan untuk melenyapkan enam landasan indera hanyalah Ariya Atthangika Magga, yaitu : pandangan benar,..., konsentrasi benar.
Setelah siswa yang mulia mengerti hal ini...
"Sungguh baik, avuso," kata para bhikkhu dengan perasan puas dan gembira setelah mendengarkan uraian Bhikkhu Sariputta. Kemudian mereka bertanya lagi: "Avuso, tetapi adakah cara lain bagi siswa ariya berpandangan benar .... Inilah keyakinan benar yang ia miliki."
"Ada," jawab Bhikkhu Sariputta.
"Sedapat mungkin seorang siswa ariya mengerti tentang jasmani dan batin (nama rupa), sumbernya, lenyapnya dan jalan untuk melenyapkannya. Melalui cara ini, ia berpandangan benar .... Inilah keyakinan benar yang ia miliki.
Apakah jasmani dan batin (nama rupa), sebabnya, lenyapnya dan jalan untuk melenyapkannya? Perasaan (vedana), pencerapan (sanna), kehendak (cetana), sentuhan (phassa) dan perhatian (manasikara), inilah yang dinamakan batin (nama).
Empat unsur (catu dhatu) dan bentuk yang berasal dari empat unsur utama (mahabhuta rupa) inilah yang dinamakan batin (rupa).
Dengan timbulnya kesadaran (vinnana), maka timbullah jasmani dan batin (nama rupa). Dengan lenyapnya kesadaran (vinnana), maka lenyaplah jasmani dan batin. Jalan untuk melenyapkan jasmani dan batin hanyalah Ariya Atthangika Magga, yaitu: pandangan benar ... konsentrasi benar.
Setelah siswa yang mulia mengerti hal ini ..."
"Sungguh baik, avuso," kata para bhikkhu dengan perasaan puas dan gembira setelah mendengarkan uraian Bhikkhu Sariputta. Kemudian mereka bertanya lagi: "Avuso, tetapi adakah cara lain bagi siswa ariya berpandangan benar .... Inilah keyakinan benar yang ia miliki."
"Ada," jawab Bhikkhu Sariputta.
"Sedapat mungkin seorang siswa ariya mengerti tentang kesadaran (vinnana), sebabnya, lenyapnya dan jalan untuk melenyapkannya. Melalui cara ini, ia adalah berpandangan benar ... Inilah keyakinan benar yang ia miliki.
Apakah kesadaran (vinnana), sebabnya, lenyapnya dan jalan untuk melenyapkannya? Ada enam macam yang mengakibatkan timbulnya kesadaran, yaitu:

   1. Kesadaran yang timbul karena mata melihat (cakkhu vinnana).
   2. Kesadaran yang timbul karena telinga mendengar (sota vinana).
   3. Kesadaran yang timbul karena hidung mencium (ghana vinana).
   4. Kesadaran yang timbul karena lidah mengecap (jivha vinana).
   5. Kesadaran yang timbul karena jasmani menyentuh (kaya vinnana).
   6. Kesadaran yang timbul karena pikiran berpikir (mano vinnana).

Dengan timbulnya bentuk-bentuk kamma (sankhara), maka timbullah kesadaran (vinnana). Dengan lenyapnya bentuk-bentuk kamma (sankhara), maka lenyaplah kesadaran (vinnana). Jalan untuk melenyapkan kesadaran hanyalah Ariya Atthangika Magga, yaitu: pandangan benar, ... dan konsentrasi benar.
Setelah siswa yang mulia mengerti hal ini ..."
"Sungguh baik, avuso," kata para bhikkhu dengan perasaan puas dan gembira setelah mendengar uraian Bhikkhu Sariputta. Kemudian mereka bertanya lagi: "Avuso, tetapi adakah cara lain bagi siswa ariya berpandangan benar .... Inilah keyakinan benar yang ia miliki."
"Ada," jawab Bhikkhu Sariputta.
"Sedapat mungkin seorang siswa yang mulia mengerti tentang bentuk-bentuk kamma (sankhara), sebabnya, lenyapnya dan jalan untuk melenyapkannya. Melalui cara ini, ia berpandangan benar .... Inilah keyakinan benar yang ia miliki.
Apakah bentuk-bentuk kamma (sankhara), sebabnya, lenyapnya dan jalan untuk melenyapkannya?
Ada tiga macam yang mengakibatkan timbulnya bentuk-bentuk kamma (sankhara), yaitu :

   1. Pembentukan badan jasmani (kaya sankhara)
   2. Pembentukan kata-kata (vaci sankhara)
   3. Pembentukan pikiran (citta sankhara)

Dengan timbulnya kegelapan batin (avijja), maka timbullah bentuk-bentuk kamma (sankhara). Dengan lenyapnya kegelapan batin (avijja), maka lenyaplah bentuk-bentuk kamma (sankhara). Jalan untuk melenyapkan bentuk-bentuk kamma hanyalah Ariya Atthangika Magga, yaitu: pandangan benar, ... dan konsentrasi benar.
Setelah siswa yang mulia mengerti hal ini ... "
"Sungguh baik, avuso," kata para bhikkhu dengan perasaan puas dan gembira setelah mendengarkan uraian Bhikkhu Sariputta. Kemudian mereka bertanya lagi: "Tetapi, sahabat adakah cara lain di mana siswa ariya berpandangan benar .... Inilah keyakinan benar yang ia miliki."
"Ada," jawab Bhikkhu Sariputta.
"Sedapat mungkin seorang siswa ariya mengerti tentang kegelapan batin (avijja) sebabnya, lenyapnya dan jalan untuk melenyapkannya. Melalui cara ini, ia berpandangan benar .... Inilah keyakinan benar yang ia miliki.
Apakah kegelapan batin (avijja), sebabnya, lenyapnya dan jalan untuk melenyapkannya?
Tidak mengetahui adanya penderitaan (dukkha), sebab penderitaan, lenyapnya penderitaan, jalan untuk melenyapkan penderitaan. Dengan timbulnya noda (asava), maka timbullah kegelapan batin (avijja). Dengan lenyapnya noda (asava), maka lenyaplah kegelapan batin (avijja). Jalan untuk melenyapkan kegelapan batin hanyalah Ariya Atthangika Magga, yaitu: pandangan benar ... dan konsentrasi benar.
Setelah siswa yang mulia mengerti hal ini..."
"Sungguh baik, avuso," kata para bhikkhu dengan perasaan puas dan gembira setelah mendengarkan uraian Bhikkhu Sariputta. Kemudian mereka bertanya lagi: "Tetapi, sahabat adakah cara lain bagi siswa ariya berpandangan benar ... Inilah keyakinan benar yang ia miliki."
"Ada," jawab Bhikkhu Sariputta.
"Sedapat mungkin seorang siswa ariya mengerti tentang kekotoran batin (asava), sebabnya, lenyapnya dan jalan untuk melenyapkannya. Melalui cara ini, ia berpandangan benar ... Inilah keyakinan benar yang ia miliki.
Apakah kekotoran batin (asava), sebabnya, lenyapnya dan jalan untuk melenyapkan kekotoran batin (asava) ?
Ada 3 (tiga) jenis kekotoran batin (asava), yaitu:

   1. Noda dari keinginan memuaskan nafsu indera (Kamasava).
   2. Noda dari keinginan untuk menjadi (Bhavasava).
   3. Noda dari ketidaktahuan (Avijjasava).

Dengan timbulnya kegelapan batin (avijja), maka timbullah kekotoran batin (asava). Dengan lenyapnya kegelapan batin (avijja), maka lenyaplah kekotoran batin (asava). Jalan untuk melenyapkan kekotoran batin hanyalah Ariya Atthangika Magga, yaitu: pandangan benar, ... dan konsentrasi benar.
Setelah siswa ariya mengerti sepenuhnya tentang kekotoran batin, kekotoran batin serta akarnya, dia telah melenyapkan sepenuhnya sebab utama dari kecenderungan nafsu-nafsu, menolak, membasmi pandangan dan konsep tentang diri (atta). Dengan melenyapkan kegelapan batin (avijja) dan menumbuhkan pengetahuan benar (vijja), maka di sinilah ia mengakhiri penderitaan (dukkha nirodha). Melalui cara ini, seorang siswa ariya berpandangan benar, berpandangan lurus, memiliki keyakinan yang sempurna pada Dhamma. Inilah keyakinan benar yang ia miliki."
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: ryu on 22 June 2010, 05:02:14 PM
kalau ada yang mau melanjutkan silahkan, aye mundur dari diskusinya ya ;D
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: tesla on 22 June 2010, 05:29:57 PM
LDM maupun A-LDM, disebut akar dari perbuatan.

Dalam Akusalamula Sutta (AN 3.70, menurut penomoran yang saya punya) yang dipost Bro ryu (page 15), dikatakan di bagian akusalamula:
lobhajā lobhanidānā lobhasamudayā lobhapaccayā aneke pāpakā akusalā dhammā sambhavanti
Lahir dari lobha, disebabkan lobha, muncul dari lobha, terkondisi oleh lobha, akusala dhamma timbul.
(Diulang untuk Dosa & Moha)

Begitu juga bagian kusalamula:
alobhajā alobhanidānā alobhasamudayā alobhapaccayā aneke kusalā dhammā sambhavanti.
Lahir dari alobha, disebabkan alobha, muncul dari alobha, terkondisi oleh alobha, kusala dhamma timbul.
(Diulang untuk Adosa & Amoha)

Dari kedua perbuatan itu, keduanya lahir, disebabkan, muncul dan terkondisi oleh sesuatu. Kita tahu bahwa yang lahir, disebabkan, muncul dan terkondisi adalah tidak kekal, hanyalah fenomena (dhamma). Karena itulah saya menyimpulkan perbuatan tersebut (baik kusala dhamma, apalagi akusala dhamma) BUKAN ada pada Arahat.
ralat, Mula Sutta... (An 3.70 adalah MulaUposattha Sutta)

ini sama aja dg niddana sutta, kalau saya sih melihat disana alobha, adosa & amoha tidak dapat disejajarkan dg akar kebaikan... lanjutannya menurut saya juga mengindikasi itu adalah tindakan pada arahat

"In a person like this, evil, unskillful qualities born of greed... born of aversion... born of delusion have been abandoned, their root destroyed, made like a palmyra stump, deprived of the conditions of development, not destined for future arising. He dwells in ease right in the here-&-now — feeling unthreatened, placid, unfeverish — and is unbound right in the here-&-now.
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: tesla on 22 June 2010, 05:33:31 PM
Dari kedua perbuatan itu, keduanya lahir, disebabkan, muncul dan terkondisi oleh sesuatu. Kita tahu bahwa yang lahir, disebabkan, muncul dan terkondisi adalah tidak kekal, hanyalah fenomena (dhamma). Karena itulah saya menyimpulkan perbuatan tersebut (baik kusala dhamma, apalagi akusala dhamma) BUKAN ada pada Arahat.
oh ya, mengenai tindakan seorang arahat jg adalah sesuatu yg terkondisi. terkondisi karena tindakan tsb dilakukan dg alobha, adosa, amoha (yg terkondisi adalah tindakannya). hanya saja tidak ada definisi lain lagi apa itu alobha, adosa, amoha (demikian saya melihatnya), disini akar perbuatan arahat hanya bisa dijelaskan tidak ada keserakahan, kebencian & kebodohan bathin. apakah itu tidak terdefinisikan lagi di kotbah Buddha manapun.
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: tesla on 22 June 2010, 05:41:29 PM
^ pandangan, tradisi, pengetahuan, moralitas / ritual.

apapun itu?pandangan apapun,tradisi apapun,pengetahuan apapun,moralitas / ritual apapun,atau ada yang ekslusif disadbakan oleh Bhagava?seperti JM8 sebagai satu-satunya jalan[DN 16],dll

ketika itu, yg dikatakan adalah pandangan, tradisi, pengetahuan, moralitas/ritual secara umum. jadi tidak ada pengkhususan hanya pada JM8.

tentang JM8 adalah satu2nya Jalan ada di sutta lain yg tidak berhub. dg sutta ini...

bisa di contohkan maksud secara umum?

mis:
riky membahas bagaimana dari Medan ke Jakarta,
saya menjawab secara umum, dg bisa menggunakan sarana kapal laut, kapal udara, bus, mobil pribadi, dll...
itu contoh jawaban umum, bukan spesifik.
sebab tidak semua sarana tsb memiliki rute Medan ke Jakarta pula.

oke get the point,jadi DN 16 Mahaparinibbana sutta ,dinyatakan "gugur" sebagai sutta otentik Buddha,karena tidak ada jawaban spesifik atau ekslusif Buddha soal jalan menuju pembebasan akhir..Terima Kasih

justru di Mahaparinibbana Sutta lah dikatakan JM8 adalah "satu-satunya" jalan.
walau tidak ada sutta lain yg mendukung pernyataan ini bukan berarti sutta ini tidak otentik.

menurut saya justru tergantung pandangan masing2.
jika seseorang berpikir ada jalan lain selain JM8, maka sutta ini dianggap tidak otentik.
sebaliknya jika seseorang berpikir memang JM8 adalah satu2nya jalan, maka sutta ini adalah otentik.

saya sendiri tidak sanggup melibatkan diri dalam pembahasan "apakah JM8 adalah satu-satunya jalan."
jadi tidak bisa berkomentar mengenai sutta ini :)
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: K.K. on 22 June 2010, 05:45:02 PM
ralat, Mula Sutta... (An 3.70 adalah MulaUposattha Sutta)

ini sama aja dg niddana sutta, kalau saya sih melihat disana alobha, adosa & amoha tidak dapat disejajarkan dg akar kebaikan... lanjutannya menurut saya juga mengindikasi itu adalah tindakan pada arahat

"In a person like this, evil, unskillful qualities born of greed... born of aversion... born of delusion have been abandoned, their root destroyed, made like a palmyra stump, deprived of the conditions of development, not destined for future arising. He dwells in ease right in the here-&-now — feeling unthreatened, placid, unfeverish — and is unbound right in the here-&-now.
Memang dari kemarin2, hal itu yang menjadi perbedaan pendapat kita.
Saya tidak setuju kalau tindakan Arahat memiliki "mula/akar". Mereka bertindak tanpa akar (sudah dicabut), hanya fungsional (kiriya) berdasarkan kecenderungan lampau (vasana). Sedangkan pembahasan A-LDM di kedua sutta tetap adalah "mula/akar" yang adalah muncul dan berkondisi dari satu sebab, yang berarti bukan perbuatan Arahat. 


oh ya, mengenai tindakan seorang arahat jg adalah sesuatu yg terkondisi. terkondisi karena tindakan tsb dilakukan dg alobha, adosa, amoha (yg terkondisi adalah tindakannya). hanya saja tidak ada definisi lain lagi apa itu alobha, adosa, amoha (demikian saya melihatnya), disini akar perbuatan arahat hanya bisa dijelaskan tidak ada keserakahan, kebencian & kebodohan bathin. apakah itu tidak terdefinisikan lagi di kotbah Buddha manapun.
Juga telah saya singgung sebelumnya, jika A-LDM hanyalah milik para Arahat, berarti perbuatan non Arahat seberapa pun baiknya (e.g. Jhana IV) juga adalah perbuatan yang berdasarkan akar LDM. Saya tidak melihat di sutta mana pun Jhana disebut sebagai Akusala yang membawa orang pada penderitaan. Oleh karena itu, saya mengatakan semua kebaikan yang menyebabkan orang berbahagia sebagai perbuatan berakar A-LDM. Namun selama masih berakar, masih berkondisi.


Mengenai penomoran sutta, khusus di Anguttara Nikaya III, penomoran di sutta saya nomornya lebih besar 1. Mungkin ada sutta yang dipisah. 3.69 di sutta yang saya punya adalah Aññatitthiya Sutta.
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: ryu on 22 June 2010, 07:12:18 PM
oh iya ada beberapa sutta juga sebagai bahan perenungan :

ANANGANA SUTTA (5)
Sumber : Sutta Pitaka Majjhima Nikaya II
Oleh : Tim Penterjemah Kitab Suci Agama Buddha
Penerbit : Hanuman Sakti, Jakarta, 1997

Demikianlah yang saya dengar:

   1. Demikianlah yang saya dengar:
      Pada suatu waktu Sang Bhagava berada di Jetavana, milik Anathapindika, di Savatthi. Sementara Beliau berada di sana, Bhikkhu Sariputta berkata kepada para bhikkhu: "Para bhikkhu", Para bhikkhu menjawab: "Ya, bhante". Selanjutnya bhikkhu Sariputta berkata:

   2. "Avuso, ada empat macam orang di dunia; apakah mereka? Avuso, di dunia ini ada orang yang 'bermental ternoda' (angana) dan yang tidak mengetahui dengan benar: "Saya bermental ternoda". Ada orang yang bermental ternoda dan mengetahui dengan benar: "Saya bermental ternoda". Ada orang tidak bermental ternoda dan tidak mengetahui dengan benar: "Saya tidak bermental ternoda". Ada orang tidak bermental ternoda dan mengetahui dengan benar: "Saya tidak bermental ternoda".

   3. Avuso, di antara mereka, dua macam orang yang bermental ternoda, ia yang bermental ternoda dan tidak mengetahui dengan benar: "Saya bermental ternoda", adalah disebut inferior.

      Avuso, di antara mereka, dua macam orang yang bermental ternoda, ia yang bermental ternoda dan mengetahui dengan benar: "Saya bermental ternoda", adalah disebut superior.

      Avuso, di antara mereka, dua macam orang yang tidak bermental ternoda, ia yang tidak bermental ternoda dan tidak mengetahui dengan benar: "Saya tidak bermental ternoda", adalah disebut inferior.

      Avuso, di antara mereka, dua macam orang yang tidak bermental ternoda, ia yang tidak bermental ternoda dan mengetahui dengan benar: "Saya tidak bermental ternoda," adalah disebut superior."

   4. Setelah hal ini dikatakan, maka Bhikkhu Mahamoggallana bertanya kepada Bhikkhu Sariputta:
      "Avuso Sariputta! Dari dua macam orang yang bermental ternoda, seorang disebut inferior dan yang lain disebut superior. Apakah alasan dan apa sebabnya?
      "Avuso Sariputta! Dari dua macam orang yang tidak bermental ternoda, seorang disebut inferior dan yang lain disebut superior. Apakah alasan dan sebabnya?"

   5. "Avuso, di antara dua macam orang, orang yang bermental ternoda dan tidak mengetahui dengan benar: "Saya bermental ternoda", tidak akan memunculkan keinginan, tidak berusaha, atau tidak mengembangkan semangat untuk melenyapkan noda mental itu. Ia akan meninggal dunia dengan batin dipenuhi kemelekatan, kemarahan, kebodohan, noda-noda mental dan ketidaksucian. Pasti, inilah yang akan terjadi padanya.

      Avuso, sebagai contoh sebuah "wadah perunggu" (kamsapati) yang baru dibeli dari toko atau tukang perunggu, yang diliputi oleh abu dan kotoran, yang mungkin dibiarkan tidak digunakan oleh pemiliknya, tidak dibersihkan dan dibiarkan dipenuhi debu. Avuso, bukankah setelah berselang beberapa waktu patta perunggu itu akan lebih ternoda dan kotor oleh kotoran?"

      "Ya, avuso."

      "Avuso, dengan cara yang sama, orang yang bermental ternoda dan tidak mengetahui dengan benar: "Saya bermental ternoda", tidak akan memunculkan keinginan, tidak berusaha, atau tidak mengembangkan semangat untuk melenyapkan noda mental itu. Ia akan meninggal dunia dengan batin dipenuhi kemelekatan, kemarahan, kebodohan, noda-noda mental dan ketidaksucian. Pasti, inilah yang akan terjadi padanya.

   6. Avuso, di antara mereka, orang bermental ternoda dan mengetahui dengan benar: "Saya bermental ternoda", akan memunculkan keinginan, berusaha atau mengembangkan semangat untuk melenyapkan noda mental itu. Akan meninggal dunia dengan pikiran tanpa kemelekatan, tanpa kebencian, tanpa kebodohan, tanpa noda-noda mental dan tanpa ketidaksucian. Pasti, inilah yang akan terjadi padanya.

      Avuso, sebagai contoh, sebuah "wadah perunggu" (kamsapati) yang baru dibeli dari toko atau tukang perunggu, yang diliputi oleh debu dan kotoran, yang mungkin dibersihkan oleh pemiliknya, tidak dibiarkan diliputi debu. Avuso, bukankah setelah berselang beberapa waktu patta perunggu itu menjadi bersih dan tanpa noda?"

      "Ya, avuso."

      "Avuso, sama halnya, orang yang bermental ternoda dan mengetahui dengan benar: "Saya bermental ternoda", akan memunculkan keinginan, berusaha atau mengembangkan semangat untuk melenyapkan noda mental itu. Akan meninggal dunia dengan pikiran tanpa kemelekatan, tanpa kebencian, tanpa kebodohan, tanpa noda-noda mental dan tanpa ketidaksucian. Pasti, hal inilah yang akan terjadi padanya.

   7. Avuso, di antara mereka, orang yang tidak bermental ternoda dan tidak mengetahui dengan benar: "Saya tidak bermental ternoda" akan tertarik pada hal-hal yang menyenangkan, karena tertarik pada hal-hal menyenangkan, maka batinnya akan ternoda karena kemelekatan, kebencian, kebodohan, noda-noda mental dan ketidaksucian. Pasti, inilah yang akan terjadi padanya.

      Avuso, sebagai contoh, sebuah wadah perunggu yang baru dibeli dari toko atau tukang perunggu, yang agak bersih dan tidak ternoda, tetapi yang mungkin tidak digunakan dan tidak dibersihkan oleh pemiliknya dan dibiarkan di tempat berdebu. Avuso, bukankah setelah berselang beberapa waktu patta perunggu itu ternoda dan kotor oleh kotoran?"

      "Ya, avuso."

      "Avuso, sama halnya orang yang tidak bermental ternoda tetapi tidak mengetahui dengan benar: "Saya tidak bermental ternoda", akan tertarik pada hal-hal yang menyenangkan, karena tertarik pada hal-hal menyenangkan, maka batinnya akan ternoda oleh kemelekatan. Ia akan meninggal dunia dengan batin diliputi kemelekatan, kebencian, kebodohan, noda-noda mental dan ketidaksucian. Pasti, inilah yang akan terjadi padanya.

   8. Avuso, di antara mereka, orang yang tidak bermental ternoda dan mengetahui dengan benar: "Saya tidak bermental ternoda" tidak akan tertarik pada hal-hal menyenangkan, karena tidak tertarik pada hal-hal menyenangkan, maka batinnya tidak akan ternoda oleh kemelekatan. Ia akan meninggal dunia dengan batin tidak diliputi kemelekatan, kebencian, kebodohan, noda-noda mental dan ketidaksucian. Pasti, inilah yang akan terjadi padanya.

      Avuso, sebagai contoh, sebuah wadah perunggu yang baru dibeli dari toko atau tukang perunggu, yang agak bersih dan agak tidak ternoda, tetapi yang mungkin digunakan dan dibersihkan oleh pemiliknya dan tidak dibiarkan di tempat berdebu. Avuso, bukankah setelah berselang beberapa waktu patta perunggu itu menjadi lebih bersih dan tidak ternoda?"

      "Ya, avuso."

      "Avuso, sama halnya, orang yang tidak bermental ternoda dan mengetahui dengan benar: "Saya tidak bermental ternoda" tidak akan tertarik pada hal-hal menyenangkan, karena tidak tertarik pada hal-hal menyenangkan, maka batinnya tidak akan ternoda oleh kemelekatan. Ia akan meninggal dunia dengan batin tanpa kemelekatan, kebencian, kebodohan, noda-noda mental dan ketidak sucian. Pasti, inilah yang akan terjadi padanya.

   9. Avuso Moggallana! Inilah alasan dan sebab dari pernyataan bahwa dari dua macam yang bermental ternoda, seorang disebut inferior dan orang yang lain disebut superior.

      Avuso Moggallana! Inilah alasan dan sebab dari pernyataan bahwa dari dua macam orang yang tidak bermental ternoda, seorang disebut inferior dan orang yang lain disebut superior.

  10. "Avuso, telah tersebut: 'Noda, noda.' Apa yang dimaksud dengan 'noda'?

      Avuso, 'noda' ini adalah sebutan untuk faktor-faktor jahat (papakanam) yang muncul dari 'keinginan-keinginan buruk' (akusalaiccha).

      Avuso, berdasarkan keadaan ini, mungkin ada bhikkhu berkeinginan: "Saya akan melakukan pelanggaran peraturan (apatti), mungkin para bhikkhu tidak mengetahui perbuatanku." Kemudian bhikkhu itu berpikir, "Para bhikkhu tahu bahwa saya telah melakukan apatti", lalu ia marah dan tidak senang. Avuso, marah dan ketidaksenangan adalah noda-noda batin.

      Avuso, berdasarkan keadaan ini, mungkin ada bhikkhu berkeinginan: "Saya akan melakukan apatti, mungkin para bhikkhu akan menuduhku secara pribadi dan tidak di tengah-tengah sangha." Avuso, tetapi mungkin para bhikkhu menuduhnya di tengah-tengah sangha dan bukan secara pribadi. Kemudian bhikkhu itu berpikir, "Para bhikkhu menuduhku di tengah-tengah sangha, bukan secara pribadi," lalu ia marah dan tidak senang. Avuso, marah dan ketidaksenangan adalah noda-noda batin.

  11. Avuso, berdasarkan keadaan ini, mungkin ada bhikkhu berkeinginan: "Saya akan melakukan apatti, mungkin saya akan dituduh oleh teman (yang telah melakukan apatti) dan bukan oleh 'bukan temanku' (yang tidak melakukan apatti)." Avuso, mungkin bahwa ia tidak dituduh oleh temannya, tetapi oleh bukan temannya. Bhikkhu itu berpikir, "Saya dituduh oleh 'bukan temanku', namun bukan oleh temanku," lalu ia marah dan tidak senang. Avuso, marah dan ketidaksenangan adalah noda-noda batin.

      Avuso, berdasarkan keadaan ini, mungkin ada bhikkhu berkeinginan: "Sangat baik bila Guru (sattha) membabarkan dhamma kepada para bhikkhu, hanya bertanya kepada saya dan bukan kepada bhikkhu lain." Avuso, tetapi mungkin Guru membabarkan dhamma kepada para bhikkhu dan bertanya kepada bhikkhu lain dan tidak bertanya kepada bhikkhu itu. Bhikkhu itu berpikir, "Guru mengajar dhamma kepada para bhikkhu dan bertanya kepada bhikkhu lain, tetapi tidak kepadaku," lalu ia marah dan tidak senang. Avuso, marah dan ketidaksenangan adalah noda-noda batin.

  12. Avuso, berdasarkan keadaan ini, mungkin ada bhikkhu berkeinginan: "Sungguh baik bila para bhikkhu memasuki desa untuk menerima makanan dengan saya selalu sebagai pemimpin dan bukan bhikkhu lain yang memimpin." Avuso, tetapi mungkin para bhikkhu memasuki desa untuk menerima makanan dengan dipimpin oleh bhikkhu lain dan bukan bhikkhu itu yang memimpin. Bhikkhu itu berpikir, "Para bhikkhu memasuki desa untuk menerima makanan dengan dipimpin oleh bhikkhu lain dan bukan saya yang selalu memimpin," lalu ia marah dan tidak senang. Avuso, marah dan ketidaksenangan adalah noda-noda batin.

      Avuso, berdasarkan keadaan ini, mungkin ada bhikkhu berkeinginan: "Sungguh baik bila saya sendiri mendapat tempat yang terbaik, air terbaik dan dana-makanan terbaik di tempat makan yang ditentukan, sedangkan bhikkhu yang lain tidak mendapat hal-hal itu." Avuso, tetapi mungkin bhikkhu yang lain mendapat tempat terbaik, air terbaik dan dana-makanan terbaik di tempat makan yang ditentukan, sedangkan bhikkhu itu tidak mendapat hal-hal itu. Bhikkhu itu berpikir, "Para bhikkhu mendapat tempat terbaik, air terbaik dan dana-makanan terbaik di tempat makan yang ditentukan, sedangkan saya tidak mendapat hal-hal itu," lalu ia marah dan tidak senang. Avuso, marah dan ketidaksenangan adalah noda-noda batin.
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: ryu on 22 June 2010, 07:12:28 PM
  13. Avuso, berdasarkan keadaan ini, mungkin ada bhikkhu berkeinginan: "Sungguh baik bila saya sendiri membabarkan dhamma sebagai pernyataan 'anumodana' (membabar dhamma setelah menerima dana), setelah makan dana-makanan, di tempat makan yang ditentukan, sedangkan bhikkhu lain tidak melakukannya. Avuso, tetapi mungkin bhikkhu lain membabarkan dhamma setelah makan dana-makanan di tempat makan yang ditentukan, sedangkan bhikkhu itu tidak melakukannya. Bhikkhu itu berpikir, "Bhikkhu lain membabarkan dhamma setelah makan dana-makanan di tempat makan yang ditentukan, sedangkan saya tidak melakukannya," lalu ia marah dan tidak senang. Avuso, marah dan ketidaksenangan adalah noda-noda batin.

      Avuso, berdasarkan keadaan ini, mungkin ada bhikkhu berkeinginan: "Sungguh baik bila saya sendiri yang membabarkan dhamma kepada para bhikkhu yang mengunjungi vihara dan tidak ada bhikkhu lain yang melakukannya." Avuso, tetapi mungkin bhikkhu lain yang membabarkan dhamma kepada para bhikkhu yang mengunjungi vihara, sedangkan bhikkhu itu tidak melakukannya. Bhikkhu itu berpikir, "Bhikkhu lain membabarkan dhamma kepada para bhikkhu yang mengunjungi vihara, sedangkan saya tidak melakukannya," lalu ia marah dan tidak senang. Avuso, marah dan ketidaksenangan adalah noda-noda batin.

  14. Avuso, berdasarkan keadaan ini, mungkin ada bhikkhu berkeinginan: "Sungguh baik bila saya sendiri yang membabarkan dhamma kepada para bhikkhuni ... dst .. ... kepada upasaka yang mengunjungi vihara... dst .. ... kepada para upasika yang mengunjungi vihara, sedangkan bhikkhu lain tidak melakukannya." Avuso, tetapi mungkin bhikkhu lain yang membabarkan dhamma kepada para upasika yang mengunjungi vihara, sedangkan bhikkhu itu tidak melakukannya. Bhikkhu itu berpikir, "Bhikkhu lain membabarkan dhamma kepada para upasika yang mengunjungi vihara, sedangkan saya tidak melakukannya," lalu ia marah dan tidak senang. Avuso, marah dan ketidaksenangan adalah noda-noda batin.

      Avuso, berdasarkan keadaan ini, mungkin ada bhikkhu berkeinginan: "Sungguh baik bila para bhikkhu menghormat, memuja, memuji dan menghargai saya sendiri, sedangkan para bhikkhu tidak menghormati, memuja, memuji atau menghargai bhikkhu lain." Avuso, tetapi mungkin para bhikkhu menghormat, memuja, memuji dan menghargai bhikkhu lain, sedangkan para bhikkhu tidak menghormat, memuja, memuji dan menghargai bhikkhu itu. Bhikkhu itu berpikir: "Para bhikkhu menghormat, memuja, memuji dan menghargai bhikkhu lain, sedangkan saya tidak dihormat, dipuja, dipuji dan dihormati oleh para bhikkhu," lalu ia marah dan tidak senang. Avuso, marah dan ketidaksenangan adalah noda-noda batin.

  15. Avuso, berdasarkan keadaan ini, mungkin ada bhikkhu berkeinginan: "Sungguh baik bila para bhikkhuni ... para upasaka sendiri, sedangkan para upasika tidak menghormat, memuja, memuji atau menghargai bhikkhu lain." Avuso, tetapi mungkin para upasika menghormat, memuja, memuji dan menghargai bhikkhu lain, sedangkan para upasika tidak menghormat, memuja, memuji dan menghargai bhikkhu itu. Bhikkhu itu berpikir: "Para upasika menghormat, memuja, memuji dan menghargai bhikkhu lain, sedangkan saya tidak dihormat, dipuja, dipuji dan dihormati oleh para upasika," lalu ia marah dan tidak senang. Avuso, marah dan ketidaksenangan adalah noda-noda batin.

      Avuso, berdasarkan keadaan ini, mungkin ada bhikkhu berkeinginan: "Sungguh baik bila hanya saya sendiri menerima jubah yang bagus, sedangkan bhikkhu lain tidak menerima jubah yang bagus." Avuso, tetapi mungkin bhikkhu lain menerima jubah yang bagus, sedangkan bhikkhu itu tidak menerima jubah yang bagus. Bhikkhu itu berpikir: "Bhikkhu lain menerima jubah yang bagus, sedangkan saya tidak menerima jubah yang bagus," lalu ia marah dan tidak senang. Avuso, marah dan tidaksenangan adalah noda-noda batin.

  16. Avuso, berdasarkan keadaan ini, mungkin ada bhikkhu berkeinginan: "Sungguh baik bila hanya saya sendiri menerima dana-makanan yang baik ... tempat tinggal saya bagus ... obat-obatan yang bagus dan kebutuhan pengobatan yang digunakan dalam keadaan sakit, sedangkan bhikkhu yang lain tidak menerima hal-hal itu." Avuso, tetapi mungkin bhikkhu lain menerima obat-obatan dan kebutuhan pengobatan yang digunakan dalam keadaan sakit, sedangkan bhikkhu itu tidak menerima hal-hal itu. Bhikkhu itu berpikir, "Bhikkhu lain menerima obat-obatan yang bagus dan kebutuhan pengobatan yang digunakan dalam keadaan sakit, sedangkan saya tidak menerima hal-hal itu," lalu ia marah dan tidak senang. Avuso, marah dan ketidaksenangan adalah noda-noda batin.

      Avuso, 'noda' ini adalah sebutan untuk faktor-faktor buruk yang muncul dari keinginan-keinginan jahat.

  17. Avuso, bilamana seorang bhikkhu dilihat atau didengar oleh seseorang bahwa bhikkhu itu tidak melenyapkan faktor-faktor buruk yang muncul dari keinginan-keinginan jahat walaupun bhikkhu itu melakukan 'praktik keras', seperti, 'tinggal dihutan' (arannako) atau 'tempat terpencil' (pantasenasano), menerima dana-makanan (pindapatiko) atau 'menerima makanan dari rumah-rumah' (sapadanacari), mengenakan jubah yang dibuat dari kain bekas pembungkus mayat' (pamsukuliko) atau jubah yang dibuat dari kain-kain kasar yang kurang berharga' (lukhacivara), ia tidak akan dihormati, dipuja, dipuji atau dihargai oleh rekan-rekannya yang 'melaksanakan penghidupan suci' (sabrahmacari). Apa alasannya? Karena melihat atau mendengar bahwa bhikkhu itu belum melenyapkan faktor-faktor buruk yang muncul dari keinginan-keinginan jahat.

      Avuso, sebagai contoh, sebuah 'wadah perunggu' (kamsapati) bersih dan tidak ternoda yang dibeli dari toko atau tukang perunggu dan pemiliknya pergi ke pasar mengisinya dengan (potongan) bangkai ular membusuk, bangkai anjing atau potongan mayat manusia dan menutupi wadah itu dengan wadah perunggu lain. Orang-orang yang melihat wadah perunggu itu, mungkin berkata: "Kawan, mengapa anda membawa hadiah bagus ini?" bangkit dari duduk, membukanya dan melihat ke dalamnya. Namun, segera setelah mereka melihat isinya, mereka akan merasa mau muntah, jijik dan muak, sehingga orang yang lapar pun tidak berkeinginan untuk makan, apalagi mereka yang kenyang.

      Avuso, begitu pula halnya, bilamana seorang bhikkhu dilihat atau didengar oleh seseorang bahwa bhikkhu itu tidak melenyapkan faktor-faktor buruk yang muncul dari keinginan-keinginan jahat walaupun bhikkhu itu melakukan 'praktik keras', seperti, 'tinggal dihutan' (arannako) atau 'tempat terpencil' (pantasenasano), menerima dana makanan (pindapatiko) atau 'menerima makanan dari rumah-rumah' (sapadanacari), mengenakan jubah yang dibuat dari kain pembungkus mayat (pamsukuliko) atau jubah yang dibuat dari kain-kain kasar yang kurang berharga (lukhacivara), ia tidak akan dihormati, dipuja, dipuji atau dihargai oleh rekan-rekannya yang 'melaksanakan penghidupan suci' (sabrahmacari). Apa alasannya? Karena mereka melihat atau mendengar bahwa bhikkhu itu belum melenyapkan faktor-faktor buruk yang muncul dari keinginan-keinginan jahat.

  18. Avuso, bilamana seorang bhikkhu dilihat atau didengar oleh seseorang bahwa bhikkhu itu telah melenyapkan faktor-faktor buruk yang muncul dari keinginan-keinginan jahat walaupun ia menetap di sebuah vihara desa, menerima dana-makanan dari mereka yang mengundangnya dan mengenakan jubah yang didanakan para umat, ia akan dihormati, dipuja, dipuji dan dihargai oleh para rekannya yang melaksanakan penghidupan suci. Apakah alasannya? Karena mereka melihat atau mendengar bahwa bhikkhu itu telah melenyapkan faktor-faktor buruk yang muncul dari keinginan-keinginan jahat.

      Avuso, sebagai contoh, sebuah wadah perunggu bersih dan tak ternoda yang dibeli dari toko atau tukang perunggu, lalu pemiliknya pergi ke pasar, mengisinya dengan nasi matang yang bagus, tanpa bijian hitam, bersama banyak kari kacang, daging dan ikan, setelah itu menutupinya dengan wadah perunggu lain. Orang-orang yang melihat wadah perunggu itu, mungkin berkata: "Kawan! Mengapa anda membawa hadiah bagus ini?" bangkit dari duduk, membukanya dan melihat ke dalamnya. Namun, segera setelah mereka melihat isinya, mereka akan merasa gembira, tanpa merasa muak atau jijik. Sehingga orang yang telah kenyang pun berkeinginan untuk makan, apalagi mereka yang lapar.

      Avuso, begitu pula halnya, bilamana seorang bhikkhu dilihat atau didengar oleh seseorang bahwa bhikkhu itu telah melenyapkan faktor-faktor buruk yang muncul dari keinginan-keinginan jahat walaupun menetap di sebuah vihara desa, menerima dana-makanan dari mereka yang mengundangnya dan mengenakan jubah yang didanakan para umat, ia akan dihormati, dipuja, dipuji dan dihargai oleh para rekannya yang melaksanakan penghidupan suci. Apakah alasannya? Karena mereka melihat atau mendengar bahwa bhikkhu itu telah melenyapkan faktor-faktor buruk yang muncul dari keinginan-keinginan jahat.

  19. Setelah hal ini dikatakan, lalu Bhikkhu Moggallana berkata kepada Bhikkhu Sariputta: "Avuso Sariputta, sebuah perumpamaan muncul dalam pikiranku."

      "Avuso Moggallana, ungkapkanlah perumpamaan itu."

      "Avuso, saya pernah menetap di Giribbaje, dekat kota Rajagaha. Pada suatu pagi, setelah saya mengenakan jubah dan membawa patta serta civara, pergi ke Rajagaha untuk pindapata (menerima makanan). Ketika itu, Samiti, putra pembuat kereta, sedang membentuk bagian sisi roda kereta, sedangkan petapa telanjang (ajiviko) bernama Panduputta, mantan pembuat kereta, sedang berdiri di dekatnya.

      Avuso, kemudian muncul ide pada petapa telanjang Panduputta: "Akan baik bila Samiti memperbaiki lengkungan, bagian yang bengkok dan kerusakan dari bagian sisi roda kereta. Dengan demikian maka bagian sisi roda kereta akan tanpa lengkungan, bagian yang bengkok dan rusak, maka bagian sisi roda kereta akan tanpa cacad dan bagus.

      Avuso, Samiti memperbaiki lengkungan, bagian yang bengkok dan yang rusak, sesuai dengan ide petapa telanjang Panduputta. Kemudian petapa telanjang Panduputta gembira, dengan mengucapkan teriakan kegembiraan: "Nampaknya ia melakukan perbaikan (bagian luar dari roda) bagaikan ia, melalui pikirannya, mengetahui pikiran orang lain."

      Avuso, begitu pula halnya, orang-orang yang tanpa keyakinan (Tiratana), meninggalkan kehidupan berumah-tangga menjadi petapa yang bukan karena berdasarkan pada kepercayaan (pada hukum kamma), tetapi sebagai mata pencaharian. Mereka licik, penipu, pemalsu, bingung, arogan, keji, pesolek dan cerewet; mereka tidak menjaga indera-indera, makan tidak sederhana (bhojane amattannuta), tidak selalu waspada (jagariya ananuyutta), tidak berkehidupan samana dengan baik (samane anapekhavanto), tidak melaksanakan peraturan dengan baik (sikkhaya na tibbagarava), ingin hidup mewah, lalai, kemauan baik menurun, tak bertanggung jawab dalam usaha untuk melenyapkan dukkha (nibbana), malas, kurang bersemangat, tidak berperhatian, tidak berpengertian, tidak menenangkan pikiran, pikiran tidak tetap, pikiran tak terkendali, tidak bijak dan pikiran tumpul. Nampaknya seperti ayasma (saudara) Sariputta mengetahui pikiran mereka melalui pikiran yang mengatur (membentuk) pikiran mereka dengan uraian Dhamma.

      Tetapi, ada pula orang-orang dengan keyakinan meninggalkan kehidupan berumah tangga menjadi petapa, yang tidak licik, tidak menipu, bukan memalsu, tidak bingung, tidak arogan, tidak keji, tidak pesolek dan tidak cerewet; menjaga indera-indera, makan sederhana, selalu waspada, berkehidupan samana dengan baik, melaksanakan peraturan dengan baik, hidup sederhana, bersemangat, berkemauan baik, berusaha untuk melenyapkan dukkha, rajin, berperhatian, berpengertian, pikiran tenang, pikiran tetap, pikiran terkendali, bijak dan pintar. Setelah mereka mendengar uraian dhamma dari Ayasma Sariputta, bagaikan mereka minum (saripati) ungkapannya dan makan maknanya, dengan berkata: "Baik sekali! Ayasma Sariputta telah menyebabkan rekan brahmacari-nya meninggalkan hal-hal buruk (akusala) dan mengembangkan hal-hal yang baik (kusala).

      Avuso, seperti seorang wanita atau pria, remaja dan berusia muda yang biasa merias diri, mandi, mengambil bunga teratai, melati, akasia dan membawanya dengan kedua tangan atau menaruh itu di kepala, begitu pula orang-orang itu dengan keyakinan meninggalkan kehidupan berumah tangga menjadi petapa, yang tidak licik, tidak menipu, bukan memalsu, tidak bingung, tidak arogan, tidak keji, tidak pesolek dan tidak cerewat; menjaga indera-indera, makan sederhana, selalu waspada, berkehidupan samana dengan baik, melaksanakan peraturan dengan baik, hidup sederhana, bersemangat, berkemauan baik, berusaha untuk melenyapkan dukkha, rajin, berperhatian, berpengertian, pikiran tenang, pikiran tetap, pikiran terkendali, bijak dan pintar. Setelah mereka mendengar uraian dhamma dari Ayasma Sariputta, bagaikan mereka minum (saripati) ungkapannya dan makan maknanya, dengan berkata: "Baik sekali! Ayasma Sariputta telah menyebabkan rekan brahmacarinya meninggalkan hal-hal buruk (akusala) dan mengembangkan hal-hal yang baik (kusala).

      Dengan cara ini kedua maha arahat (mahanaga) gembira dalam pembicaraan mereka.
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: ryu on 23 June 2010, 11:23:42 AM
satu lagi ding :D :

Salha Sutta: To Salha
translated from the Pali by
Ñanamoli Thera
© 1994–2010

Thus I heard. On one occasion the venerable Nandaka was living at Savatthi in the Eastern Monastery, Migara's Mother's Palace. Then Migara's grandson, Salha, and Pekhuniya's grandson, Rohana, went to the venerable Nandaka, and after salutation they sat down at one side. When they had done so the venerable Nandaka said to Migara's grandson Salha:

"Come, Salha, do not be satisfied with hearsay or with tradition or with legendary lore or with what has come down in scriptures or with conjecture or with logical inference or with weighing evidence or with a liking for a view after pondering it or with someone else's ability or with the thought 'The monk is our teacher.' When you know in yourself 'These things are unprofitable, liable to censure, condemned by the wise, being adopted and put into effect, they lead to harm and suffering,' then you should abandon them. What do you think? Is there greed?" — "Yes, venerable sir." — "Covetousness is the meaning of that, I say. Through greed a covetous man kills breathing things, takes what is not given, commits adultery, and utters falsehood, and he gets another to do likewise. Will that be long for his harm and suffering?" — "Yes, venerable sir." — "What do you think, is there hate?" — "Yes, venerable sir." — "Ill-will is the meaning of that, I say. Through hate a malevolent man kills breathing things... Will that be long for his harm and suffering?" — "Yes, venerable sir." — "What do you think? Is there delusion?" — "Yes, venerable sir." — "Ignorance is the meaning of that, I say. Through ignorance a deluded man kills breathing things... Will that be long for his harm and suffering?" — "Yes, venerable sir."

"What do you think? Are these things profitable or unprofitable?" — "Unprofitable, venerable sir." — "Reprehensible or blameless?" — "Reprehensible, venerable sir." — "Condemned or commended by the wise?" — "Condemned by the wise, venerable sir." — "Being adopted and put into effect, do they lead to harm and suffering, or do they not, or how does it appear to you in this case?" — "Being adopted and put into effect, venerable sir, they lead to harm and suffering. So it appears in this case." — "Now that was the reason why I told you 'Come Salha, do not be satisfied with hearsay... When you know in yourself "These things are unprofitable," then you should abandon them.'

"Come Salha, do not be satisfied with hearsay... or with the thought, 'The monk is our teacher.' When you know in yourself: 'These things are profitable, blameless, commended by the wise, being adopted and put into effect they lead to welfare and happiness,' then you should practice them and abide in them. What do you think? Is there non-greed?" — "Yes, venerable sir." — "Uncovetousness is the meaning of that, I say. Through non-greed an uncovetous man does not kill breathing things or take what is not given or commit adultery or utter falsehood, and he gets another to do likewise. Will that be long for his welfare and happiness?" — "Yes, venerable sir." — "What do you think? Is there non-hate?" — "Yes, venerable sir." — "Non ill-will is the meaning of that, I say. Through non ill-will an unmalevolent man does not kill breathing things... Will that be long for his welfare and happiness?" — "Yes, venerable sir." — "What do you think? Is there non-delusion?" — "Yes, venerable sir." — "True knowledge is the meaning of that, I say. Through non-delusion a man with true knowledge does not kill breathing things... Will that be long for his welfare and happiness?" — "Yes, venerable sir."

"What do you think? Are these things profitable or unprofitable?" — "Profitable, venerable sir." — "Reprehensible or blameless?" — "Blameless, venerable sir." — "Condemned or commended by the wise?" — "Commended by the wise, venerable sir." — "Being adopted and put into effect, do they lead to welfare and happiness, or do they not, or how does it appear to you in this case?" — "Being adopted and put into effect, venerable sir, they lead to welfare and happiness. So it appears to us in this case." — "Now that was the reason why I told you 'Come Salha, do not be satisfied with hearsay... when you know in yourself "These things are profitable..." then you should practice them and abide in them.'

"Now a disciple who is ennobled [by reaching the Noble Path], who has rid himself in this way of covetousness and ill-will and is undeluded, abides with his heart imbued with loving-kindness extending over one quarter, likewise the second quarter, likewise the third quarter, likewise the fourth quarter, and so above, below, around, and everywhere, and to all as to himself; he abides with his heart abundant, exalted, measureless in loving-kindness without hostility or ill-will extending over the all-encompassing world. He abides with his heart imbued with compassion... gladness... equanimity extending over the all-encompassing world. Now he understands this state of contemplation in this way: 'There is this [state of Divine Abiding in he who has entered the Stream]. There is what has been abandoned [which is the amount of greed, hate and delusion exhausted by the stream-entry Path]. There is a superior goal [which is arahantship]. And there is an ultimate escape from this whole field of perception.'

"When he knows and sees in this way, his heart is liberated from the taint of sensual desire, from the taint of being, and from the taint of ignorance. When liberated [by reaching the arahant Path], there comes thereafter the knowledge that it is liberated. He knows that birth is ended, that the Divine Life has been lived out, that what had to be done is done, and that there is no more of this to come. He understands thus: 'Formerly there was greed which was bad, and now there is none, which is good. Formerly there was hate, which was bad, and now there is none, which is good. Formerly there was delusion, which was bad, and now there is none, which is good.' So here and now in this very life he is parched no more [by the fever of craving's thirst], his fires of greed, hate and delusion are extinguished and cooled out; experiencing bliss, he abides [for the remainder of his last life-span] divinely pure in himself."
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: ryu on 23 June 2010, 11:29:39 AM
Kesimpulan saya :
Semoga thread ini dibaca oleh semua umat MMD yg sampai sekarang terus berkutat dengan berhentinya pikiran dan tanpa usaha, tanpa manyadari atau menghiraukan bahwa keakuan itu bersumber dari LDM.

Bahkan setelah berlatih MMD tanpa menyadari LDM yg halus, merasa keakuannya telah berhenti, pada hakikatnya adalah moha (kebodohan batin) yg halus, berasal dari aku/diri/atta, sehingga tidak mencapai apapun sehingga terus diliputi LDM.
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: Riky_dave on 23 June 2010, 11:59:23 AM
Kesimpulan saya :
Semoga thread ini dibaca oleh semua umat MMD yg sampai sekarang terus berkutat dengan berhentinya pikiran dan tanpa usaha, tanpa manyadari atau menghiraukan bahwa keakuan itu bersumber dari LDM.

Bahkan setelah berlatih MMD tanpa menyadari LDM yg halus, merasa keakuannya telah berhenti, pada hakikatnya adalah moha (kebodohan batin) yg halus, berasal dari aku/diri/atta, sehingga tidak mencapai apapun sehingga terus diliputi LDM.

kesimpulan saya,jangan menggunakan bahasa di luar Bahasa Indonesia,karena akan runyam diterjemahkan oleh pembaca..Terima Kasih
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: K.K. on 23 June 2010, 12:04:59 PM
Kesimpulan saya: perkataan Tathagata memang tepat.

Na hi verena verāni, sammantīdha kudācanaṃ;
Averena ca sammanti, esa dhammo sanantano.

(Dengan permusuhan, permusuhan tidak pernah berhenti;
Tanpa permusuhan, ia berhenti, itu adalah dhamma yang kekal)

Jadi silahkan diteruskan.
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: Riky_dave on 23 June 2010, 12:09:10 PM
lagi-lagi tidak menghasilkan jawaban,palingan hanya menghasilkan jawaban yang "diinginkan"
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: ryu on 23 June 2010, 12:15:37 PM
Kesimpulan saya: perkataan Tathagata memang tepat.

Na hi verena verāni, sammantīdha kudācanaṃ;
Averena ca sammanti, esa dhammo sanantano.

(Dengan permusuhan, permusuhan tidak pernah berhenti;
Tanpa permusuhan, ia berhenti, itu adalah dhamma yang kekal)

Jadi silahkan diteruskan.
karena ada ini maka timbulah itu, setelah ini tidak ada maka itupun tidak ada ;D

_/\_
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: Riky_dave on 23 June 2010, 12:20:16 PM
Kesimpulan saya: perkataan Tathagata memang tepat.

Na hi verena verāni, sammantīdha kudācanaṃ;
Averena ca sammanti, esa dhammo sanantano.

(Dengan permusuhan, permusuhan tidak pernah berhenti;
Tanpa permusuhan, ia berhenti, itu adalah dhamma yang kekal)

Jadi silahkan diteruskan.
karena ada ini maka timbulah itu, setelah ini tidak ada maka itupun tidak ada ;D

_/\_

mana ada ini dan itu :P
Title: Re: Baru sadar bahwa Lobha, Dosa, Moha bukan masalah!
Post by: ryu on 23 June 2010, 12:46:20 PM
LOCK ah ;D