Rekan-rekan sekalian yang baik,
Di dalam tradisi Jepang sejak dulu dibedakan antara ‘istri’ dan ‘simpanan’. Hubungan seksual dengan istri adalah untuk punya keturunan (creation) sedangkan hubungan seksual dengan simpanan adalah untuk kenikmatan/kesenangan (re-creation).
Pernikahan di Jepang seringkali dijodohkan bahkan masih berlangsung hingga sekarang. Jadi pernikahan di Jepang seringkali tidak melibatkan ‘cinta’ di dalamnya, tujuannya hanya untuk memperoleh keturunan. Believe it or not, angka perceraian di Jepang adalah yang paling rendah di dunia (hanya 1%). Perceraian adalah aib besar bagi masyarakat Jepang.
Dalam kasus ini, ada semacam trend tradisi yang diikuti mayoritas pria Jepang masa kini bahwa setelah istri melahirkan seorang anak maka istri itu tidak boleh lagi digauli. Istri itu sudah jadi ‘ibu’, yang dalam tradisi Jepang adalah ‘suci’. Karena itu tak aneh trend anak tunggal semakin marak di Jepang.
Lalu bagaimana para suami Jepang memenuhi kebutuhan seksualnya? Ya dengan ‘simpanan’ atau pelacur atau wanita siapa saja. Ini bisa menjelaskan mengapa pelecehan seksual di transportasi massal di Jepang sering terjadi sampai-sampai ada gerbong khusus wanita dalam kereta api Jepang dan polisi khusus dalam angkutan umum.
Ini juga bisa menjelaskan mengapa kasus pelacuran gadis di bawah umur marak terjadi di Jepang, selain industri pornografi yang juga marak di Jepang.
Pemerintah Jepang gencar memerangi pelacuran di bawah umur namun seperti sama sekali tak berdaya menghadapi industri pornografi yang mulai mucul pada dasawarsa 1980-an.
Mengapa? Karena industri pornografi di Jepang konon adalah yang terbesar di dunia dalam hal perputaran uang maupun kuantitas produksinya.
Bahkan pornografi di Jepang memiliki keunikan tersendiri yaitu adanya genre ‘siswi sekolah/schoolgirl’ atau ‘perawat/nurse’. Ini semua adalah fantasi seksual mayoritas pria Jepang yang merupakan ‘desperado’ dalam hubungan seksual.
Mayoritas pria Jepang memang menyedihkan (desperate) kalau tidak mau dikatakan putus asa (despair), atau lebih tepatnya sengsara-frustrasi-bengal-nekat (desperado) dalam kehidupan seksualnya.
Ini berbanding terbalik dengan suasana kehidupan seksual yang begitu bebas dan permisif di Jepang yang ditandai dengan maraknya pornografi sehingga anak umur 6 tahun pun sudah tahu mengenai hubungan seksual karena seringkali para ayah di kota-kota besar di Jepang memutar film porno di depan anak mereka tanpa malu-malu lagi.
Aneh tapi nyata, semakin tenggelam dalam mengkonsumsi pornografi maupun meniduri pelacur bukannya makin membahagiakan malah makin menyengsarakan.
Saya harap kita semua bisa mengambil pelajaran yang positif dari tradisi Jepang kontemporer ini bahwa segala seuatu yang BERLEBIHAN/EKSTREM, dalam kasus ini adalah pemanjaan indra melalui hubungan seksual yang belebihan, tidak akan memberikan kebahagiaan.
Saya tahu semua hal ini karena saya pernah studi mengenai tradisi Jepang. Mengapa? Karena ketika saya belajar Chan/Zen, mau tak mau saya juga sedikit banyak belajar mengenai tradisi Chinese dan tradisi Jepang, baik yang dulu maupun sekarang.
Zen di Jepang sedang mengalami KEHANCURAN. Itulah fakta yang menyedihkan ketika mayoritas orang Jepang mulai meninggalkan budaya Zen (yang langsung tak langsung membuat mereka inovatif-kreatif dan suka bekerja keras/workaholic) dan merangkul budaya Barat (yang sangat bebas dalam kehidupan seksualnya).
Ini makin membuat saya yakin dengan keampuhan Pancasila Buddhist bahwa untuk menjadi manusia yang modern dan beradab ada lima syarat (dalam kalimat positif dan kalimat negatif):
1) Penuh welas asih atau tidak berbuat kekerasan terhadap sesama MANUSIA dan hewan termasuk tidak membunuh atau mengkonsumsi HEWAN - dan penuh welas asih terhadap alam/TUMBUHAN atau tidak menggunduli hutan dan tindak kekerasan lain terhadap alam.
2) TRANSPARAN/TERBUKA dalam hal keuangan atau tidak korupsi - dan membatasi keinginan agar dapat puas dalam kehidupan yang hemat dan sederhana atau tidak terjerumus dalam pola hidup konsumtif dan materialistis (yang dapat mendorong tindak perampokan dan pencurian oleh mereka yang terpinggirkan).
3) Bertutur kata yang LEMBUT dan SOPAN atau tidak berkata-kata kasar yang menyakiti hati orang lain - dan JUJUR mengakui kesalahan dan bukan mencari kambing hitam atas kesalahan sendiri yang mengakibatkan fitnah, kebohongan, dll
4) SETIA kepada pasangan atau tidak terjerumus dalam seks bebas, pelacuran ataupun pornografi (yang semuanya itu hanya membawa kesenangan sesaat dan penderitaan abadi).
5) Selalu menjaga agar PIKIRAN dapat SELALU fokus, jernih dan tenang agar tindakan dan ucapan kita selalu membawa kebaikan bagi diri sendiri maupun orang lain atau menghindari segala sesuatu yang dapat MENGACAUKAN pikiran seperti mabuk dan madat serta kecanduan lainnya (mulai dari rokok, ganja sampai ekstasi, shabu, morfin).
Ini adalah salah satu contoh fleksibilitas Zen yang dapat saya berikan (walau tidak sempurna dan tidak terlalu detail) dalam menafsirkan Pancasila Buddhist agar sesuai dengan kemajuan/perkembangan zaman. Kata-katanya berbeda namun esensinya tetap terjaga.