//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging  (Read 26906 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline wang ai lie

  • Sebelumnya: anggia.gunawan
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.204
  • Reputasi: 72
  • Gender: Male
  • Terpujilah Sang Bhagava,Guru para Dewa dan Manusia
Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging
« on: 23 June 2011, 05:46:38 PM »
BHIKKHU DHAMMAVUDDHO MAHA THERA
 
Namo Tassa Bhagavato Arahato Samma Sambuddhassa
 
PENDAHULUAN
Makan daging merupakan topik yang sangat sensitif. Ada beragam pandangan tentang makan daging
dan setiap pandangan mungkin benar pada batas tertentu, tetapi pandangan-pandangan tersebut
mungkin saja tidak bijaksana. Dalam hal ini, kita harus mengesampingkan pandangan pribadi kita dan
bersikap lebih terbuka untuk melihat pandangan Sang Buddha. Hal ini penting sekali karena Beliau
adalah Tathagata yang mengetahui dan melihat.
Sutta dan Vinaya akan menjadi sumber referensi kita karena di AN 4.180, Sang Buddha
berkata bahwa jika bhikkhu tertentu mengatakan sesuatu, yang diklaim sebagai sabda Sang Buddha,
maka perkataan tersebut haruslah dibandingkan dengan Sutta (kumpulan khotbah) dan Vinaya
(disiplin kebhikkhuan). Jika perkataan tersebut sesuai dengan Sutta dan Vinaya, maka kita dapat
menerimanya sebagai sabda Sang Buddha.
Pertimbangan selanjutnya adalah Sutta dan Vinaya mana yang menjadi acuan kita? Walaupun
berbagai mazhab Buddhis mempunyai penafsiran yang berbeda tentang ajaran Sang Buddha,
umumnya semua setuju bahwa empat Nikaya (Kumpulan-kumpulan), yaitu, Digha Nikaya, Majjhima
Nikaya, Samyutta Nikaya, dan Anguttara Nikaya, dan beberapa buku dari Khuddhaka Nikaya, adalah
khotbah-khotbah tertua otentik Sang Buddha. Lebih lanjut, buku-buku kumpulan tertua ini konsisten
secara keseluruhannya, mengandung rasa pembebasan, sementara buku-buku belakangan terkadang
berisikan ajaran yang kontradiktif.
Buku-buku Vinaya dari berbagai mazhab Buddhis semuanya cukup serupa dengan Vinaya
Theravada. Untuk alasan ini, Sutta-sutta kumpulan tertua dan Vinaya Theravada akan menjadi sumber
referensi kita.
REFERENSI SUTTA
Majjhima Nikaya 55
Khotbah ini penting sekali karena disini Sang Buddha menyatakan dengan jelas pendapat Beliau
tentang makan daging.
Tabib Raja, Jivaka Komarabhacca, datang mengunjungi Sang Buddha. Setelah memberi
penghormatan, dia berkata: “Yang Mulia, saya telah mendengar hal ini: ‘Mereka menyembelih
makhluk hidup untuk Samana Gotama (yaitu Sang Buddha); Samana Gotama dengan sadar memakan
daging yang dipersiapkan kepadanya dari binatang yang dibunuh untuk dirinya’…”; dan bertanya
apakah hal ini memang benar.
Sang Buddha menyangkali hal ini, menambahkan “Jivaka, saya nyatakan bahwa dalam tiga hal daging
tidak diijinkankan untuk dimakan: apabila dilihat, didengar atau dicurigai (bahwa makhluk hidup
tersebut telah secara khusus disembelih untuk dirinya) … Saya nyatakan bahwa dalam tiga hal daging
diijinkan untuk dimakan: ketika tidak dilihat, didengar, atau dicurigai (bahwa makhluk hidup tersebut
telah secara khusus disembelih untuk dirinya) ….”
Lebih lanjut, Sang Buddha menambahkan: “Jika seseorang menyembelih suatu makhluk hidup
untuk Tathagata (yaitu Sang Buddha) atau para siswanya, dia menimbun banyak kamma buruk dalam
lima hal … (i) Ketika dia berkata: ‘Pergi dan giring makhluk hidup itu’ ... (ii) Ketika makhluk hidup
itu menderita kesakitan dan kesedihan ketika dijerat dengan lehernya yang terikat … (iii) Ketika dia
berkata: ‘Pergi dan sembelihlah makhluk hidup itu’ … (iv) Ketika makhluk hidup itu mengalami
kesakitan dan kesedihan karena disembelih … (v) Ketika dia mempersembahkan kepada Tathagata
atau para siswanya dengan makanan yang tidak diijinkan …. ”
Jadi kita dapat menyimpulkan bahwa Sang Buddha membedakan antara daging yang diijinkan1 dengan
tiga kondisi dan daging yang tidak diijinkan. Ini adalah kriteria yang paling penting sehubungan
dengan makan daging.
Anguttara Nikaya 8.12
Jendral Siha, seorang pengikut Nigantha, beralih ke ajaran Buddha setelah dia belajar Dhamma dari
Sang Buddha.
Dia mengundang Sang Buddha dan rombongan bhikkhu ke rumahnya hari berikutnya untuk
bersantap, dan menyediakan daging dan makanan lainnya. Para Nigantha, yang cemburu karena
seorang umat awam yang terkemuka dan berpengaruh telah pergi ke perkemahan Buddha,
menyebarkan rumor bahwa Jendral Siha telah membunuh seekor binatang besar dan memasaknya
untuk samana Gotama, “… dan samana Gotama akan memakan daging tersebut, mengetahui bahwa
daging itu memang dimaksudkan untuk dirinya, perbuatan itu dilakukan untuk kepentingannya.’
Ketika berita ini sampai ke telinga Jendral, dia menolak tuduhan mereka, berkata: “ … Sudah
lama tuan–tuan yang terhormat ini (Nigantha) sudah berniat untuk meremehkan Buddha … Dhamma
… Sangha: tetapi mereka tidak dapat mengganggu Yang Terberkahi dengan fitnahan kejam, kosong,
bohong, yang tak benar. Tidaklah demi menopang hidup, kita dengan sengaja merampas hidup
makhluk manapun.
Ini adalah salah satu khotbah yang dengan jelas menunjukkan bahwa Sang Buddha dan
bhikkhunya makan daging. Juga, kita lihat bahwa daging dari binatang yang sudah mati ketika dibeli,
diijinkan untuk dimakan, tetapi tidak diijinkan apabila binatangnya masih hidup.
Anguttara Nikaya 5.44
Ini tentang seorang umat awam, Ugga, yang mempersembahkan beberapa pilihan makanan yang baik
untuk Sang Buddha: di antaranya adalah daging babi yang dimasak dengan buah jujube yang diterima
oleh Sang Buddha. Sekali lagi, ini jelas bahwa Sang Buddha dan para siswanya makan daging.
Sutta Nipata 2.2
Disini Sang Buddha mengingat kembali suatu peristiwa pada kehidupannya yang lampau pada masa
Buddha Kassapa. Buddha Kassapa adalah gurunya saat itu.
Pada suatu ketika saat seorang petapa sekte luar bertemu dengan Buddha Kassapa dan
mencacinya karena makan daging, yang dikatakannya sebagai noda dibandingkan dengan konsumsi
makanan vegetarian.
Buddha Kassapa membalas: “Membunuh … melukai …. mencuri, berbohong, menipu …
berzinah; inilah noda. Bukan makan daging.
… Mereka yang kasar, sombong, memfitnah, curang, jahat … kikir … inilah noda. Bukan
makan daging.
… Kemarahan, keangkuhan, sifat keras kepala, kebencian, penipuan, keirihatian, pembualan
… inilah noda. Bukan makan daging.
… Mereka yang bermoral buruk, …. dengki … congkak … menjadi orang yang paling keji,
melakukan perbuatan demikian, inilah noda. Bukan makan daging.”
REFERENSI VINAYA
Patimokkha: Pacittiya 39
Dalam disiplin kebhikkhuan, seorang bhikkhu tidak diijinkan untuk meminta makanan khusus tertentu.
Tetapi, sebuah pengecualian diijinkan di Patimokkha (peraturan kebhikkhuan) ketika bhikkhu itu sakit.
Dalam keadaan ini, bhikkhu diijinkan untuk meminta produk dari susu, minyak makan, madu, gula,
ikan, daging … Dengan jelas, ikan dan daging diijinkan untuk para bhikkhu.
Buku Kedisiplinan: Buku Keempat2
Dalam Mahavagga, sepuluh jenis daging dilarang bagi para bhikkhu: manusia, gajah, kuda, anjing,
hyena, ular, beruang, singa, harimau, dan macan tutul. Kita dapat menyimpulkan dari sini bahwa
daging dari binatang lain diijinkan, dengan terpenuhinya tiga kondisi untuk ‘daging yang diijinkan’,
misalnya daging babi, daging sapi, ayam, dan lain sebagainya.
Buku Kedisiplinan : Buku Keempat3
Sup daging yang jernih diijinkan bagi bhikhhu yang sakit.
Buku Kedisiplinan : Buku Pertama4
Beberapa bhikkhu menuruni lereng dari Puncak Burung Nasar. Mereka melihat sisa hewan yang mati
terbunuh oleh singa, menyuruh umat memasaknya dan memakannya. Di lain waktu, bhikkhu yang lain
melihat sisa hewan yang mati terbunuh oleh harimau … sisa hewan yang mati terbunuh oleh macan
tutul … dan lain sebagainya … menyuruh umat memasaknya dan memakannya.
Kemudian para bhikkhu ragu apakah itu sudah termasuk mencuri. Sang Buddha memberikan
pengecualian kepada mereka dengan mengatakan tidak ada pelanggaran dalam mengambil apa yang
menjadi milik binatang. Sekali lagi, di sini kita melihat bahwa para bhikkhu makan daging dan Sang
Buddha tidak mengkritik atau melarang hal itu.
Buku Kedisiplinan : Buku Kedua
Ini adalah kejadian ketika Arahat bhikkhuni Uppalavanna ditawarkan sebagian daging matang.
Keesokan paginya, setelah mempersiapkan daging di biara wanita, dia pergi ketempat dimana Sang
Buddha sedang tinggal untuk mempersembahkan kepadanya. Seorang bhikkhu, mewakili Sang
Buddha, menerima persembahan itu dan mengatakan bahwa Uppalavanna telah menyenangkan Sang
Buddha.
Jelaslah bahwa Sang Buddha memakan daging; apabila tidak, Arahat bhikkhuni Uppalavanna
tidak akan mempersembahkannya.
Buku Kedisiplinan : Buku Kelima6
Bhikkhu Devadatta merencanakan untuk memecah-belah komunitas para bhikkhu dengan meminta
Sang Buddha untuk menetapkan lima aturan, salah satunya adalah para bhikkhu tidak diijinkan makan
ikan dan daging.
Sang Buddha menolak, dengan berkata : “Ikan dan daging sepenuhnya murni berdasarkan tiga
hal: jika tidak dilihat, didengar atau dicurigai (telah dibunuh secara khusus untuk seseorang).”
Sang Buddha bersabda bahwa seorang bhikkhu harus mudah disokong. Jika seorang bhikkhu
menolak untuk memakan jenis makanan tertentu (baik daging maupun sayuran) maka dia tidak mudah
disokong.


Namo Mahakarunikaya Avalokitesvaraya, Semoga dengan cepat saya mengetahui semua ajaran Dharma,berada dalam perahu Prajna,mencapai Sila, Samadhi, dan Prajna,berada dalam kediaman tanpa perbuatan,bersatu dengan Tubuh Agung Dharma

Offline wang ai lie

  • Sebelumnya: anggia.gunawan
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.204
  • Reputasi: 72
  • Gender: Male
  • Terpujilah Sang Bhagava,Guru para Dewa dan Manusia
Re: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging
« Reply #1 on: 23 June 2011, 05:47:17 PM »
BERBAGAI ALASAN SANG BUDDHA MENGIJINKAN MAKAN DAGING
Tidak Ada Kamma Langsung dari Pembunuhan
Sang Buddha berkata: “Ikan dan daging sepenuhnya murni (parisuddha) ….”7 artinya tidak ada
kamma langsung8 (perbuatan yang disertai kehendak) dari pembunuhan jika binatang itu tidak dilihat,
didengar atau dicurigai telah dibunuh secara khusus untuk seseorang.
Tanpa tiga kondisi ini, ada unsur kamma tak bajik dan, oleh karenanya, daging jenis itu tidak
diijinkan.
Walaupun Sang Buddha mengijinkan makan daging, Beliau berkata di AN 4.261 bahwa kita
menciptakan kamma tak bajik jika kita secara langsung mendorong terjadinya pembunuhan,
menyetujui dan berbicara dengan bangga akan hal itu. Karena itu di AN 5.177 Sang Buddha berkata
bahwa seorang umat awam tidak boleh berdagang daging, yang dijelaskan di kitab komentar sebagai
pengembangbiakan dan menjual babi, ternak, ayam dan lain sebagainya untuk disembelih. Demikian
pula, tidak diijinkan untuk memesan, misalnya sepuluh ekor ayam untuk keesokan harinya jika
sejumlah binatang tersebut dimaksudkan disembelih untuk seseorang.
Vegetarian Tidak Cocok dengan Cara Hidup Para Bhikkhu Buddhis
Seorang bhikkhu seyogianya pergi meminta sedekah (mengemis) untuk makanannya kecuali dia (i)
diundang untuk bersantap, (ii) makanan itu dibawa ke Vihara, atau (iii) makanan itu dimasak di
Vihara. Dia tidak diijinkan untuk memasak makanan, menyimpan makanan untuk keesokan harinya,
atau melibatkan diri dalam kegiatan bercocok tanam untuk menyokong dirinya sendiri. Dengan begitu,
mengemis adalah salah satu dari dasar /landasan dari cara hidup para bhikkhu Buddhis.
Hal ini dapat dilihat di suatu negara Buddhis (misalnya Thailand) dimana seorang bhikkhu
mempunyai kebebasan dan dukungan untuk sepenuhnya berlatih sesuai dengan ajaran Sang Buddha.
Di sana kita melihat bukan hanya para bhikkhu tradisi kehutanan yang pergi meminta sedekah tetapi
juga para bhikkhu dari kota kecil dan besar mengemis makanan setiap hari.
Karena seorang pengemis tidak pantas memilih-milih, seperti yang sudah disebutkan
sebelumnya, vegetarianisme tidak cocok dengan cara hidup para bhikkhu Buddhis - - yang mungkin
merupakan alasan lain mengapa Sang Buddha menolak permintaan Devadatta seperti yang disebutkan
sebelumnya.
Argumentasi Permintaan dan Penyediaan
Beberapa orang beragumen bahwa walaupun dengan tiga kondisi yang disebutkan sebelumnya,
seseorang pantas dicela karena makan daging menyebabkan adanya permintaan yang harus diimbangi
dengan penyediaan dengan pembunuhan binatang. Dengan kata lain, makan daging dalam keadaan
apapun mendorong pembunuhan binatang.
Kita harus paham bahwa ada dua jenis sebab dan akibat : (i) sebab dan akibat duniawi, di mana
kehendak tidak dilibatkan, dan (ii) kamma-vipaka Buddhis, atau tindakan yang disertai
kehendak/kesengajaan dan akibatnya. Makan daging yang diijinkan dengan tiga kondisi melibatkan
hanya sebab dan akibat duniawi, dan tidak ada kamma dari membunuh. Makan daging yang tidak
diijinkan melibatkan kamma tak bajik dan, karenanya, juga vipakanya. Oleh karena itu, makan daging
harus dibagi dengan jelas menjadi dua bagian.
Argumentasi permintaan dan penyediaan tidaklah berlaku. Di bumi ini, sejumlah besar
manusia9 dan binatang-binatang yang tidak terhitung jumlahnya terbunuh oleh kendaraan bermotor
setiap hari. Hanya dengan mengendarai kendaraan atau bahkan duduk di atasnya, kita mendorong
industri motor untuk membuat lebih banyak kendaraan bermotor. Jika kita menggunakan argumentasi
permintaan dan penyediaan, maka hanya dengan menggunakan kendaraan bermotor kita mendukung
pembunuhan binatang-binatang yang tak terhitung jumlahnya dan sejumlah besar manusia di jalanan
setiap hari - - yang lebih buruk daripada makan daging!
Memang benar bahwa kita secara tidak langsung terlibat dalam pembunuhan binatang-binatang
tetapi, seperti yang dijelaskan sebelumnya, tidak ada kamma-vipaka dari membunuh. Keterlibatan
tidak langsung dalam pembunuhan adalah benar, jika kita makan daging maupun tidak, dan
merupakan sesuatu yang tidak terelakkan. Kita akan mendiskusikannya dibawah.
Vegetarianisme juga Mendorong Pembunuhan.
Kita mendorong pembunuhan walau sekalipun kita berpola makan vegetarian. Setiap hari monyet,
tupai, rubah, kumbang, dan hama perusak lainnya dibunuh karena mereka makan dari pohon buah
yang ditanam petani. Petani sayuran juga membunuh ulat bulu, keong, cacing, belalang, semut, dan
serangga lainnya, dll.. Seperti di Australia contohnya, kangguru dan kelinci dibunuh setiap hari
karena mereka memakan hasil panen.
Banyak barang yang umumnya dimanfaatkan setiap orang dengan mengorbankan nyawa
berbagai makhluk hidup. Sebagai contoh, sutera dibuat dengan pengorbanan ulat sutera yang tidak
terhitung jumlahnya, dan lapisan lak putih10 dari serangga lak yang tidak terhitung jumlahnya.
Kosmetik mengandung sejumlah besar unsur pokok hewani. Banyak zat tambahan makanan,
seperti: pewarna, penyedap, pemanis, juga menggunakan unsur pokok hewani. Produk keju
menggunakan dadih susu yang diekstrak dari perut anak sapi untuk mengentalkan susu.
Produk kulit dan bulu tentunya terbuat dari kulit binatang yang dibunuh untuk tujuan ini. Film
fotografis menggunakan gelatin yang diperoleh dengan mendidihkan kulit, urat daging dan tulang dari
binatang.
Bahkan pupuk untuk sayur-sayuran dan pohon buah sering menggunakan tulang ikan kering
yang digiling, dan sisa potongan ikan lainnya. Penggunaan susu sapi dan madu juga melibatkan
banyak kekejaman terhadap binatang dan serangga terkait.
Semua ini menunjukkan bahwa sungguh sulit untuk tidak terlibat dalam satu cara atau yang
lain dalam kekejaman yang terjadi pada binatang-binatang.
Jadi seandainya seseorang menjadi vegetarian, seseorang hendaknya merenungi hal di atas dan
menghindari kritik yang berlebihan terhadap mereka yang makan daging.
Binatang Tetaplah Dibunuh Walaupun Semua Manusia Menjadi Vegetarian.
Walaupun semua manusia menjadi vegetarian, binatang masih saja akan dibunuh. Ini karena binatang
berkembang biak sangat cepat daripada manusia sehingga mereka dengan mudah menjadi ancaman
bagi kelangsungan hidup manusia.
Sebagai contoh beberapa tahun yang lalu, dibeberapa daerah Afrika, gajah adalah binatang
yang dilindungi. Akan tetapi, sekarang mereka telah berkembang-biak dengan cepat dan menjadi
ancaman, dan hukum perlindungan harus dilonggarkan untuk mengurangi jumlah mereka.
Di beberapa negara, anjing yang tidak terdaftar dibunuh agar tidak menjadi rabies dan
menyerang manusia. Bahkan kelompok perlindungan terhadap kekejaman binatang membunuh jutaan
anjing dan kucing dalam kandang setiap tahun karena akomodasi yang tidak memadai. – di Amerika
Serikat, setiap tahunnya 14 juta dibinasakan dalam waktu seminggu setelah diselamatkan oleh
kelompok kemanusiaan.
Pada akhirnya, pendapat bahwa vegetarianisme mencegah pembunuhan binatang adalah tidak
benar. Meskipun demikian, adalah terpuji untuk berlatih vegetarianisme atas belas kasih, tetapi tidak
sampai menjadi ekstrim akan hal itu.
Setiap Orang secara Tidak Langsung Terlibat dalam Pembunuhan Binatang
Apakah kita vegetarian atau sebaliknya, kita semua secara tidak langsung terlibat dalam pembunuhan
binatang.
Area hutan yang luas harus digunduli untuk perumahan karena kita ingin tinggal di dalam
rumah. Ini mengakibatkan kematian sejumlah besar binatang. Karena kita ingin menggunakan
peralatan rumah tangga dan peralatan serba canggih lainnya, lagi, area hutan yang luas digunduli
untuk lokasi-lokasi pabrik dan industri. Karena kita ingin menggunakan listrik, sungai-sungai
dibendung untuk pemanfaatan listrik tenaga air. Ini mengakibatkan banjir di area hutan yang luas
dengan mengorbankan hidup binatang.
Karena kita mengendarai kendaraan bermotor, binatang yang tak terhitung jumlahnya dan
sejumlah besar manusia terbunuh di jalanan setiap harinya.
Lagi, demi keselamatan kita, anjing liar dibunuh agar tidak menjadi rabies. Dalam produksi
berbagai produk yang kita gunakan setiap hari, seperti: makanan, obat-obatan, sutera, kosmetik, film,
dan lain sebagainya., unsur pokok hewani digunakan dengan mengorbankan hidup binatang.
Jika kita menggunakan argumentasi permintaan dan penyediaan seperti yang dijelaskan
sebelumnya maka kita tidak seharusnya tinggal dalam rumah, atau menggunakan barang-barang
rumah tangga yang diproduksi pabrik, atau menggunakan tenaga listrik, atau mengendarai mobil,
dsbnya.
Perumpamaan Pembunuhan Berseri
Andaikan ada kasus pembunuhan berseri di suatu kota, dengan adanya sejumlah wanita yang telah
diperkosa kemudian dibunuh sehingga tidak ada wanita yang berani mengambil resiko keluar malam.
Seisi kota gempar dan penduduk menuntut agar pihak berwenang menjalankan tugas mereka dan
menangkap pembunuhnya. Jadi polisi, setelah beberapa bulan berusaha keras, akhirnya menangkap
dalangnya. Setelah pemeriksaan panjang, hakim menjatuhkan hukuman mati pada dirinya. Pada hari
yang ditentukan, pembunuh dibawa ke ruang eksekusi dimana petugas eksekusi menarik pengungkil
untuk menghabisi nyawa si pembunuh.
Cerita ini menimbulkan pertanyaan: “Siapa yang terlibat dalam kamma buruk dari
pembunuhan manusia (yakni si pembunuh berseri)?” Menurut hukum kamma-vipaka, petugas
eksekusi melakukan pelanggaran yang paling berat karena dia secara sengaja melakukan pembunuhan.
Berikutnya adalah hakim yang mengumumkan hukuman mati. Kedua orang ini secara langsung
terlibat dalam kamma pembunuhan atas eksekusi dari pembunuh berseri. Polisi hanya terlibat secaratidak langsung dan tidak bertanggung jawab atas eksekusinya. Bagaimana dengan penduduk? Pada
dasarnya pembunuh berseri dieksekusi untuk melindungi penduduk, yakni dieksekusi atas kebaikan
penduduk, atau dengan kata lain, penduduk adalah orang-orang yang diuntungkan atas eksekusi
tersebut. Jadi apakah penduduk bertanggung jawab atas keterlibatan kamma pembunuhan? Tidak,
karena mereka tidak meminta eksekusi atas pembunuh berseri. Tetapi mereka turut terlibat apabila
mereka meminta si pembunuh untuk dieksekusi.
Skenario di atas serupa dengan penyembelihan binatang untuk makanan. Orang yang
menyembelih binatang tersebut menanggung kamma pembunuhan yang paling berat. Orang yang
membiakkan binatang untuk disembelih juga terlibat dalam kamma pembunuhan. Mereka serupa
dengan hakim yang menjatuhkan hukuman pada orang tersebut untuk dieksekusi. Tetapi orang yang
membeli daging dari binatang yang sudah disembelih tidak terlibat dalam kamma pembunuhan
walaupun, serupa dengan penduduk kota diatas, mereka adalah orang-orang yang diuntungkan. Akan
tetapi jika seseorang memesan daging dari binatang yang hidup untuk disembelih, maka ada
keterlibatan dalam pembunuhan.
’Chi Zhai’, bukan ’Chi Su’
Banyak umat Buddhis Tionghoa beranggapan salah bahwa Buddhisme Mahayana mengajari praktik
vegetarian, dan bingung akan ’Chi Su’ (Vegetarianisme) dengan ’Chi Zai’ (tidak makan setelah petang
hari sampai keesokan subuh). Dalam Sutta kumpulan tertua, ’Chi Su’ disebutkan sebagai praktek
petapa sekte luar yang tidak bermanfaat. ’Chi Su’ dijalankan oleh Han Chuan (Buddhisme Tionghoa),
bukan Bei Chuan (Buddhisme Mahayana), karena Buddhisme di Tibet dan di Jepang bukan
vegetarian. Kaisar Liang Wu Di memerintahkan bhikshu dan bhikshuni Buddhis untuk berpola makan
vegetarian.
Kata ’Zhai’ berarti tidak makan pada jam-jam tertentu, yakni berpuasa. Itu sebabnya bulan
puasa umat Muslim disebut ’Kai Zhai’. Sang Buddha mengajari muridnya untuk ’Chi Zai’, yakni tidak
makan (dengan pengecualian obat-obatan) setelah petang sampai keesokan subuh (jam 1 siang sampai
7 pagi di Malaysia). Di Han Chuan, makna dari ’Chi Zhai’ ini menjadi sinonim dengan ’Chi Su’.
KESIMPULAN
Sang Buddha tidak mendorong kita untuk makan daging atau menjadi vegetarian. Pilihan ini
sepenuhnya tergantung kepada kita. Pokok pentingnya adalah memperhatikan dengan baik petunjuk
dari Sang Buddha dalam MN 55 atas tiga kondisi untuk daging yang tidak diijinkan dan yang
diijinkan.
Seorang Bhikkhu tidak diijinkan untuk memasak dan harus sepenuhnya tergantung pada
persembahan dari para penyokong (umat awam). Bhikkhu juga diharuskan agar mudah disokong dan
dirawat. Karena bhikkhu tidak diijinkan untuk meminta makanan tertentu (kecuali selama ia sakit),
maka bhikkhu tidak dapat memilih makanannya. Dia harus menerima apapun yang dipersembahkan.
Umat awam mempunyai lebih banyak kebebasan untuk memilih makanan mereka, dan untuk
umat awam adalah sepenuhnya tergantung pada pilihan pribadi masing-masing untuk makan daging
atau menjadi vegetarian. Untuk alasan-alasan yang sudah dijelaskan sebelumnya, adalah penting untuk
tidak terlalu kritis terhadap orang lain terkait dengan apapun yang menjadi pilihan kita.
Cara yang paling efektif untuk mengurangi pembunuhan dan kekejaman di dunia adalah
pemahaman akan ajaran Sang Buddha. Pada akhirnya, penderitaan (dukkha) adalah karateristik dari
kehidupan, dan cara untuk mengakhiri penderitaan adalah dengan melatih Jalan Mulia Berunsur
Delapan ajaran Sang Buddha untuk keluar dari lingkaran kelahiran kembali.
 
SELESAI

sumber :
Namo Mahakarunikaya Avalokitesvaraya, Semoga dengan cepat saya mengetahui semua ajaran Dharma,berada dalam perahu Prajna,mencapai Sila, Samadhi, dan Prajna,berada dalam kediaman tanpa perbuatan,bersatu dengan Tubuh Agung Dharma

Offline Sumedho

  • Kebetulan
  • Administrator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 12.406
  • Reputasi: 423
  • Gender: Male
  • not self
There is no place like 127.0.0.1

Offline wang ai lie

  • Sebelumnya: anggia.gunawan
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.204
  • Reputasi: 72
  • Gender: Male
  • Terpujilah Sang Bhagava,Guru para Dewa dan Manusia
Re: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging
« Reply #3 on: 23 June 2011, 06:18:38 PM »
astaga, sumbernya dari sini donk

http://dhammacitta.org/perpustakaan/pandangan-sang-buddha-tentang-makan-daging/
wah maaf tuhan, cuma lihat di sebelah bagus ya saya ambil soalnya tidak di cantumin referensi nya ;D , coba nanti saya tanya yang posting di sana  ^:)^ ^:)^ ^:)^
« Last Edit: 23 June 2011, 06:20:52 PM by wang ai lie »
Namo Mahakarunikaya Avalokitesvaraya, Semoga dengan cepat saya mengetahui semua ajaran Dharma,berada dalam perahu Prajna,mencapai Sila, Samadhi, dan Prajna,berada dalam kediaman tanpa perbuatan,bersatu dengan Tubuh Agung Dharma

Offline Sumedho

  • Kebetulan
  • Administrator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 12.406
  • Reputasi: 423
  • Gender: Male
  • not self
Re: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging
« Reply #4 on: 23 June 2011, 06:51:35 PM »
no worries. itu bukan milik dc koq. sebentar, ta' siapkan yg versi dcpedia-nya jg
There is no place like 127.0.0.1

Offline wang ai lie

  • Sebelumnya: anggia.gunawan
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.204
  • Reputasi: 72
  • Gender: Male
  • Terpujilah Sang Bhagava,Guru para Dewa dan Manusia
Re: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging
« Reply #5 on: 23 June 2011, 06:56:19 PM »
sekalian minta ijin tuhan buat share koleksi DC untuk umat lain  _/\_

Namo Mahakarunikaya Avalokitesvaraya, Semoga dengan cepat saya mengetahui semua ajaran Dharma,berada dalam perahu Prajna,mencapai Sila, Samadhi, dan Prajna,berada dalam kediaman tanpa perbuatan,bersatu dengan Tubuh Agung Dharma

Offline M14ka

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.821
  • Reputasi: 94
  • Gender: Female
  • Live your best life!! ^^
Re: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging
« Reply #6 on: 23 June 2011, 07:07:44 PM »
Gmn dgn pandangan ada permintaan maka ada penawaran, makin banyak yg makan daging maka hewan yg dijagal makin banyak?

Offline Sumedho

  • Kebetulan
  • Administrator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 12.406
  • Reputasi: 423
  • Gender: Male
  • not self
There is no place like 127.0.0.1

Offline wang ai lie

  • Sebelumnya: anggia.gunawan
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.204
  • Reputasi: 72
  • Gender: Male
  • Terpujilah Sang Bhagava,Guru para Dewa dan Manusia
Re: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging
« Reply #8 on: 23 June 2011, 07:17:46 PM »
Gmn dgn pandangan ada permintaan maka ada penawaran, makin banyak yg makan daging maka hewan yg dijagal makin banyak?
jawabannya ada disini dd
Quote
Binatang Tetaplah Dibunuh Walaupun Semua Manusia Menjadi Vegetarian.
Walaupun semua manusia menjadi vegetarian, binatang masih saja akan dibunuh. Ini karena binatang berkembang biak sangat cepat daripada manusia sehingga mereka dengan mudah menjadi ancaman bagi kelangsungan hidup manusia.
Sebagai contoh beberapa tahun yang lalu, dibeberapa daerah Afrika, gajah adalah binatang yang dilindungi. Akan tetapi, sekarang mereka telah berkembang-biak dengan cepat dan menjadi ancaman, dan hukum perlindungan harus dilonggarkan untuk mengurangi jumlah mereka.
Di beberapa negara, anjing yang tidak terdaftar dibunuh agar tidak menjadi rabies dan menyerang manusia. Bahkan kelompok perlindungan terhadap kekejaman binatang membunuh jutaan anjing dan kucing dalam kandang setiap tahun karena akomodasi yang tidak memadai. – di Amerika Serikat, setiap tahunnya 14 juta dibinasakan dalam waktu seminggu setelah diselamatkan oleh kelompok kemanusiaan.
Pada akhirnya, pendapat bahwa vegetarianisme mencegah pembunuhan binatang adalah tidak benar. Meskipun demikian, adalah terpuji untuk berlatih vegetarianisme atas belas kasih, tetapi tidak sampai menjadi ekstrim akan hal itu.
Namo Mahakarunikaya Avalokitesvaraya, Semoga dengan cepat saya mengetahui semua ajaran Dharma,berada dalam perahu Prajna,mencapai Sila, Samadhi, dan Prajna,berada dalam kediaman tanpa perbuatan,bersatu dengan Tubuh Agung Dharma

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging
« Reply #9 on: 24 June 2011, 01:10:48 AM »
Gmn dgn pandangan ada permintaan maka ada penawaran, makin banyak yg makan daging maka hewan yg dijagal makin banyak?
jawabannya ada disini dd
Quote
Binatang Tetaplah Dibunuh Walaupun Semua Manusia Menjadi Vegetarian.
Walaupun semua manusia menjadi vegetarian, binatang masih saja akan dibunuh. Ini karena binatang berkembang biak sangat cepat daripada manusia sehingga mereka dengan mudah menjadi ancaman bagi kelangsungan hidup manusia.
Sebagai contoh beberapa tahun yang lalu, dibeberapa daerah Afrika, gajah adalah binatang yang dilindungi. Akan tetapi, sekarang mereka telah berkembang-biak dengan cepat dan menjadi ancaman, dan hukum perlindungan harus dilonggarkan untuk mengurangi jumlah mereka.
Di beberapa negara, anjing yang tidak terdaftar dibunuh agar tidak menjadi rabies dan menyerang manusia. Bahkan kelompok perlindungan terhadap kekejaman binatang membunuh jutaan anjing dan kucing dalam kandang setiap tahun karena akomodasi yang tidak memadai. – di Amerika Serikat, setiap tahunnya 14 juta dibinasakan dalam waktu seminggu setelah diselamatkan oleh kelompok kemanusiaan.
Pada akhirnya, pendapat bahwa vegetarianisme mencegah pembunuhan binatang adalah tidak benar. Meskipun demikian, adalah terpuji untuk berlatih vegetarianisme atas belas kasih, tetapi tidak sampai menjadi ekstrim akan hal itu.

Mungkin maksudnya M14ka adalah "Apakah jumlah hewan yang dibunuh bisa berkurang jika permintaan daging hewan untuk dimakan sudah berkurang?".

Offline adi lim

  • Sebelumnya: adiharto
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.993
  • Reputasi: 108
  • Gender: Male
  • Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta
Re: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging
« Reply #10 on: 24 June 2011, 05:55:04 AM »
jawabannya ada disini dd

Mungkin maksudnya M14ka adalah "Apakah jumlah hewan yang dibunuh bisa berkurang jika permintaan daging hewan untuk dimakan sudah berkurang?".

karena permintaan hewan berkurang, timbul masalah baru usaha tukang jagal  :))
Seringlah PancaKhanda direnungkan sebagai Ini Bukan MILIKKU, Ini Bukan AKU, Ini Bukan DIRIKU, bermanfaat mengurangi keSERAKAHan, mengurangi keSOMBONGan, Semoga dapat menjauhi Pandangan SALAH.

Offline wang ai lie

  • Sebelumnya: anggia.gunawan
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.204
  • Reputasi: 72
  • Gender: Male
  • Terpujilah Sang Bhagava,Guru para Dewa dan Manusia
Re: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging
« Reply #11 on: 24 June 2011, 07:19:05 AM »
jawabannya ada disini dd

Mungkin maksudnya M14ka adalah "Apakah jumlah hewan yang dibunuh bisa berkurang jika permintaan daging hewan untuk dimakan sudah berkurang?".

sudah terjawab juga bro dari postingan tersebut, jumlah hewan yang di bunuh bisa berkurang dalam batas tertentu, jika populasi hewan kian bertambah, maka pembunuhan atas hewan pun kembali terjadi, karena populasi hewan lebih cepat daripada manusia... tidak mungkin kan bro di sekeliling kita banyak hewan2 berkeliaran akibat terlalu banyaknya populasi mereka
Namo Mahakarunikaya Avalokitesvaraya, Semoga dengan cepat saya mengetahui semua ajaran Dharma,berada dalam perahu Prajna,mencapai Sila, Samadhi, dan Prajna,berada dalam kediaman tanpa perbuatan,bersatu dengan Tubuh Agung Dharma

Offline Sunyata

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.082
  • Reputasi: 52
Re: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging
« Reply #12 on: 24 June 2011, 07:53:32 AM »
Kalau gitu, belajarlah untuk hidup berdampingan dengan hewan. ;D

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging
« Reply #13 on: 24 June 2011, 08:09:43 AM »
Sepertinya penulis artkel inienderita minder akut. Karena kalo tdk demikian maka judul yg seharusnya adalah "pandangan bhkkkhu dhammavudo tentang makan daging." jadi tdk perlu bersembunyi di balik sang buddha

Offline wang ai lie

  • Sebelumnya: anggia.gunawan
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.204
  • Reputasi: 72
  • Gender: Male
  • Terpujilah Sang Bhagava,Guru para Dewa dan Manusia
Re: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging
« Reply #14 on: 24 June 2011, 08:37:48 AM »
Sepertinya penulis artkel inienderita minder akut. Karena kalo tdk demikian maka judul yg seharusnya adalah "pandangan bhkkkhu dhammavudo tentang makan daging." jadi tdk perlu bersembunyi di balik sang buddha

memang ini menjadi kontroversi bro, di sebelah pun jadi bahan diskusi yang rame, ada yang pro dan ada yang kontra
Namo Mahakarunikaya Avalokitesvaraya, Semoga dengan cepat saya mengetahui semua ajaran Dharma,berada dalam perahu Prajna,mencapai Sila, Samadhi, dan Prajna,berada dalam kediaman tanpa perbuatan,bersatu dengan Tubuh Agung Dharma

Offline hatRed

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 7.400
  • Reputasi: 138
  • step at the right place to be light
Re: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging
« Reply #15 on: 24 June 2011, 09:46:31 AM »
saya masih ragu dengan membandingkan kehidupan para Bhikkhu terutama Buddha Gotama yang memakan daging disetarakan dengan umat awam yang membeli daging di pasar.

Para Bhikkhu menerima karena pasrah, istilah kasarnya "pengemis gitu loh", istilah halusnya "agar mudah disokong".

sedangkan kita bisa memilih dalam memakan, masalah apakah nanti akan berkurang atau tidak itu urusan lain, dan masalah hitungan pembunuhan terhadap makhluk lain itu juga masalah lain, tidak ada kaitannya antara memilih makanan.

kalau alasannya biar gak makan binatang juga toh, nanti populasi binatang bakal banyak dan juga bakal banyak yg akan dibunuh, maka lebih baik dibiakkan dan dibunuh secara sengaja saja. maka saya rasa benar2 lucu
i'm just a mammal with troubled soul



Offline freecloud79

  • Teman
  • **
  • Posts: 62
  • Reputasi: 3
  • Gender: Male
  • Dalam Tahap Belajar Dhamma
Re: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging
« Reply #16 on: 24 June 2011, 09:48:31 AM »
Dalam suatu perjalanan untuk memperoleh penerangan sempurna, Siddharta Gautama, melewati sekumpulan domba. Para penggembala mengarahkan domba-dombanya ke Rajagaha untuk dikorbankan dalam suatu upacara pembakaran. Satu domba kecil terluka. Karena simpati, Siddhartha menggendong domba itu dan mengikuti para penggembala domba kembali ke kota.

Di kota, dalam suat pemujaan di rumah pemujaan, terdapat api menyala di atas altar, Raja Bimbisara dan sekelompok pendeta sedang melakukan upacara mereka kepada Dewa Indra diseputaran api. Diseputaran Api itu telah banyak darah mengucur sebelumnya dan ketika seorang pemimpin dari para pemuja api itu mengangkat pedangnya untuk membunuh domba pertama, Siddhartha menghampiri pendeta itu dan meminta kepada raja untuk menghentikannya kemudian membuka tali yang mengikat domaba itu dan tidak ada seorangpun yang sanggup mencegahnya.

Siddharta meminta ijin raja Bimbisara untuk berbicara dan ini merupakan kotbah pertama Sidharta yang ringkasnya adalah semua dapat bikin musnah jiwa-jiwa mahluk lain namun tidak ada yang dapat bikin hidup mahluk yang sudah mati, Bagi yang ingin dikasihani Dewa-dewa kita juga mesti mengasihani mahluk lainnya, manusia tidak nanti dapat membersihkan jiwa mereka dengan menggunakan darah,

Sambil menghampiri Raja dengan merangkapkan kedua tangan, ia berkata pula bahwa Alangkah indahnya kalau semua mahluk hidup saling berbuat yang baik terhadap yang lain.

"Jika manusia mengharapkan belas kasih, mereka seharusnya menunjukkan belas kasih. Sesuai dengan hukum sebab-akibat (karma), mereka yang membunuh makhluk lain akan, pada gilirannya, dibunuh.

Jika kita mengharapkan kebahagiaan di masa depan, kita tidak boleh melukai semua makhluk. Siapapun yang menabur penderitaan akan menuai buah yang sama. Alangkah indahnya kalau semua mahluk hidup saling berbuat yang baik terhadap yang lain."

Ucapan ini mengubah pikiran raja Bimbisara sepenuhnya, Raja Bimbisara kemudian membuat maklumat bahwa sejak saat itu dilarang menumpahkan darah binatang-binatang baik untuk persembahan para Dewa maupun dimakan dagingnya kemudian Ia mengundang Siddhartha untuk tinggal dan mengajari rakyatnya. Tetapi Siddhartha menolak, karena ia belum menemukan kebenaran yang dicarinya.

Membaca kisah di atas, maka apakah ini artinya Buddhisme mendukung penuh Praktek Vegetarian?

Praktik vegetarian bukan bagian dari moralitas (sila) yang merupakan salah satu faktor dari Jalan Mulia Beruas Delapan.

Sang Buddha menganjurkan kepada semua murid-Nya untuk mempraktikkan Dhutanga [secara harfiah diartikan sebagai latihan untuk menghancurkan kekotoran batin]. Praktik vegetarian tidaklah termasuk dalam faktor dhutanga, yang berarti bukan merupakan faktor penting untuk mengakhiri penderitaan.

Di Pacittiya Pali, Vinaya Pitaka, disebutkan lima jenis makanan yang biasa disajikan/di Danakan kepada para bhikkhu, yaitu nasi, bubur beras, terigu rebus, ikan, dan daging. Disebutkan pula sembilan jenis makanan yang lebih istimewa, yaitu makanan yang dicampur dengan mentega cair, mentega segar, minyak, madu, sirup gula, ikan, daging, susu, dan dadih. Sembilan jenis makanan tersebut umumnya ditemukan di kalangan keluarga kaya dan mereka juga mendanakannya kepada para bhikkhu. Para Bikkhu dikatakan melanggar vinaya jika dengan sengaja meminta makanan tersebut. Diantara Daging yang disebutkan di atas, Sang Buddha menganjurkan untuk menghindari memakan sepuluh jenis daging. Kesepuluh jenis daging tersebut adalah daging manusia, daging gajah, daging kuda, daging anjing, daging ular, daging singa, daging harimau, daging macan tutul, daging beruang, dan daging serigala atau hyena (Mahavagga Pali, Vinaya Pitaka).

Seorang Bhikkhu dianjurkan untuk tidak mengkonsumsi sepuluh macam daging tersebut karena beberapa alasan yang secara ringkas tercantum di kitab Komentar Vinaya (Samattpasadika) seperti berikut ini. Daging manusia tidak seharusnya dimakan karena berasal dari spesies yang sama. Daging gajah dan kuda tidak seharusnya dimakan karena mereka adalah peliharaan dari seorang raja. Sedangkan daging anjing dan ular dikarenakan mereka termasuk jenis hewan yang menjijikkan, kelompok terakhir adalah singa, harimau, dan sebagainya, tidak seharusnya dimakan karena mereka tergolong binatang berbahaya dan jika dimakan bau daging binatang tersebut bisa membahayakan para bhikkhu yang bermeditasi di hutan.

Di Tipitaka juga ditemukan bahwa Buddha dan Para Bikkhu makan daging, misalnya di kisah ini:

Pada suatu ketika, di sebuah hutan, segerombolan perampok membunuh seekor sapi untuk dimakan. Pada saat yang sama, di hutan itu seorang bhikkhuni arahat bernama Uppalavamna sedang duduk bermeditasi di bawah pohon. Ketika melihat bhikkhuni tersebut, kepala gerombolan perampok menganjurkan anak buahnya untuk tidak mengganggu. Dia sendiri menggantungkan sepotong daging sapi di cabang pohon, mempersembahkannya kepada bhikkhuni ini, dan berlalu. Bhikkhuni Uppalavamna kemudian mengambil potongan daging tersebut dan mempersembahkannya kepada Sang Buddha (Nissaggiyapacittiya Pali, Vinaya Pitaka).

Pada peristiwa lainnya, Sang Buddha dalam perjalanan menuju Kusinara (hari terakhir sebelum Sang Buddha Parinibbana). Cunda, perajin emas dari Pava, mempersembahkan makanan terhadap Sang Buddha, termasuk sukaramaddava di dalamnya. Sukaramaddava berarti daging babi berusia setahun yang dijual. Daging babi semacam ini lunak dan kaya gizi. Meskipun kata sukaramaddava ini ditafsirkan dalam banyak arti, namun arti seperti di atas didukung oleh Y.M. Buddhagosa, penulis kitab Komentar Mahaparinibbana Sutta, Digha Nikaya.

Meskipun Sang Buddha mengizinkan para pengikut-Nya untuk menkonsumsi daging kecuali kesepuluh jenis di atas, Beliau memberlakukan tiga persyaratan, yaitu seorang bhikkhu tidak diperbolehkan menerima daging apabila:
Melihat secara langsung pada saat binatang tersebut dibunuh
Mendengar secara langsung suara binatang tersebut pada saat dibunuh.
Mengetahui bahwa binatang tersebut dibunuh khusus untuk dirinya.

[ref: Jivaka Sutta, MN 55.5]

Karena Sang Buddha dan para murid-Nya bersikap non-vegetarian, tidak sedikit tokoh keagamaan lainnya yang mencela Sang Buddha. Sebagai contoh, suatu ketika kepala suku Vajji yang bernama Siha mengundang Sang Buddha dan murid-Nya untuk makan siang. Siha mempersembahkan nasi dan lauk, termasuk daging yang dibelinya di pasar. Sekelompok pertapa Jain mendengar bahwa Siha mempersembahkan nasi campur daging kepada Sang Buddha. Mereka mencela Sang Buddha maupun Siha, mereka memfitnah: "Siha, sang kepala suku, telah membunuh binatang besar untuk diambil dagingnya dan dipersembahkan kepada Sang Buddha, dan sekalipun Sang Buddha mengetahuinya, Ia tetap saja memakan daging tersebut (Siha-senaoati Sutta, Anguttara Nikaya).

Berdasarkan Jainisme, memakan daging adalah hal yang salah. Mereka berpandangan bahwa seseorang yang memakan daging akan mewarisi setengah karma buruk yang dibuat oleh si pembunuh hewan itu. Si pembunuh membunuh hewan karena si pemakan memakan daging. Sebelum menjadi pengikut Sang Buddha, Siha adalah pengikut Mahavira, pendiri Jainisme.

Suatu ketika, seorang tabib bernama Jivaka mengunjungi Sang Buddha dan memberitahukan tentang berita yang didengarnya. "Yang mulia, ada yang mengatakan bahwa beberapa binatang telah dibunuh untuk diambil dagingnya dan dipersembahkan kepada Pertapa Gotama. Pertapa Gotama menerimanya sekalipun mengetahui bahwa binatang itu khusus dibunuh untuk-Nya. Yang Mulia, mohon dijelaskan apakah yang mereka katakan itu benar atau tidak."

Sang Buddha menolak kebenaran berita tersebut dan menjelaskan, ''O Jivaka, barang siapa yang terlibat dalam pemotongan hewan untuk diambil dagingnya dan dipersembahkan kepada-Ku dan para murid-Ku, orang itu akan melakukan banyak kejahatan karena lima hal:
Dengan tujuan berdana, orang itu memerintahkan agar seekor binatang dibawa untuk dibunuh;
Binatang itu mengalami kesakitan dan derita ketika ditarik dengan paksa;
Perintah untuk membunuh binatang itu;
Binatang itu mengalami kesakitan dan derita ketika dibunuh;
Ia menyulitkan Aku dan murid-murid-Ku dengan mempersembahkan makanan yang tidak sesuai untuk kami."
(Jivaka Sutta, Majjima Nikaya)

Sang Buddha mengizinkan untuk mengkonsumsi daging asalkan bebas dari ketiga syarat di atas, karena memakan daging bukanlah perbuatan buruk, seperti halnya perbuatan membunuh makhluk hidup. Karena itu Sang Buddha menolak kepercayaan bahwa orang yang makan daging akan ikut mewarisi perbuatan buruk dari orang yang membunuh hewan.

Bhikkhu Devadatta, sepupu Sang Buddha, yang selalu menentang Sang Buddha, pada suatu ketika datang dan meminta Sang Buddha untuk tidak mengizinkan para bhikkhu mengkonsumsi daging dan ikan sepanjang hidup mereka, dan apabila hal itu dilanggar maka mereka dinyatakan bersalah. Dengan tegas Sang Buddha menolak permintaan Devadatta ini (Culavagga Pali, Vinaya Pitaka).

Sehubungan dengan konsumsi daging, Amagandha Sutta adalah sutta yang sangat penting. Sutta yang termasuk dalam Sutta Nipata, Khudaka Nikaya, ini untuk pertama kalinya dibabarkan oleh Buddha Kassapa dan kemudian dikatakan ulang oleh Buddha Gotama.

Pada suatu ketika, seorang pertapa yang menjalani vegetarian mendatangi Sang Buddha dan menanyakan apakah Sang Buddha memakan amagandha atau tidak.

Sang Buddha bertanya kepada pertapa itu, "Apakah amagandha itu?",

dan pertapa itu menjawab bahwa amagandha adalah semacam daging. Amagandha secara harfiah berarti bau daging, dalam hal ini berkonotasi sesuatu yang busuk, menjijikkan, dan kotor. Karena itulah pertapa ini memakai istilah amagandha.

Selanjutnya Sang Buddha menjelaskan bahwa sesungguhnya daging bukanlah amagandha, tetapi segala jenis kekotoran batin dan semua bentuk perbuatan jahatlah yang semestinya disebut amagandha. Sang Buddha berkata:
Membunuh, menganiaya, memotong, mencuri, berdusta, menipu, kepura-puraan, berzinah, inilah yang disebut amagandha, bukannya memakan daging.
Jika seorang tidak terkendali hawa nafsunya, serakah, melakukan tindakan yang tidak baik, berpandangan salah, tidak jujur, inilah yang disebut amagandha, bukannya memakan daging.
Jika seseorang berlaku kasar dan kejam, suka memfitnah, pengkhianat, tanpa belas kasih, sombong, kikir, dan tidak pernah berdana, inilah yang disebut amagandha, bukannya memakan daging.
Kemarahan, kesombongan, keras kepala, bermusuhan, munafik, dengki, tidak mau mendengarkan pendapat orang lain, berhubungan dengan hal-hal yang tidak baik, inilah yang disebut amagandha, bukannya memakan daging.
Jika seseorang bermoral buruk, menolak membayar hutang, pengumpat, penuh tipu daya, penuh dengan kepura-puraan, inilah yang disebut amagandha, bukannya memakan daging.

[sumber: Buddhism & Vegetarianism, Sayadaw U Nandamala]

Informasi di atas menegaskan bahwa praktek Vegetarian di Buddhisme bukan hal yang signifikan karena tidak berpengaruh pada upaya meraih tingkat kesucian.
« Last Edit: 24 June 2011, 09:50:32 AM by freecloud79 »
Sabbe Satta Dukka Pamuccantu
Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta

Offline hatRed

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 7.400
  • Reputasi: 138
  • step at the right place to be light
Re: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging
« Reply #17 on: 24 June 2011, 09:55:38 AM »
Quote
endral Siha, seorang pengikut Nigantha, beralih ke ajaran Buddha setelah dia belajar Dhamma dari
Sang Buddha.
Dia mengundang Sang Buddha dan rombongan bhikkhu ke rumahnya hari berikutnya untuk
bersantap, dan menyediakan daging dan makanan lainnya. Para Nigantha, yang cemburu karena
seorang umat awam yang terkemuka dan berpengaruh telah pergi ke perkemahan Buddha,
menyebarkan rumor bahwa Jendral Siha telah membunuh seekor binatang besar dan memasaknya
untuk samana Gotama, “… dan samana Gotama akan memakan daging tersebut, mengetahui bahwa
daging itu memang dimaksudkan untuk dirinya, perbuatan itu dilakukan untuk kepentingannya.’
Ketika berita ini sampai ke telinga Jendral, dia menolak tuduhan mereka, berkata: “ … Sudah
lama tuan–tuan yang terhormat ini (Nigantha) sudah berniat untuk meremehkan Buddha … Dhamma
… Sangha: tetapi mereka tidak dapat mengganggu Yang Terberkahi dengan fitnahan kejam, kosong,
bohong, yang tak benar. Tidaklah demi menopang hidup, kita dengan sengaja merampas hidup
makhluk manapun.
Ini adalah salah satu khotbah yang dengan jelas menunjukkan bahwa Sang Buddha dan
bhikkhunya makan daging 1
. Juga, kita lihat bahwa daging dari binatang yang sudah mati ketika dibeli,
diijinkan untuk dimakan, tetapi tidak diijinkan apabila binatangnya masih hidup. 2


terus penyimpulan khotbah yg ke dua itu yg dibold gmana nariknya yah?
kalo yg pertama kan emang makan daging yah iya, dah banyak kisahnya.

yg kedua itu permasalahannya pantaskah kita beli? yah kalo dah dibeli yah emang mesti dimakan lah, sayang kali buang2 duit tapi gak dimakan.
i'm just a mammal with troubled soul



Offline M14ka

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.821
  • Reputasi: 94
  • Gender: Female
  • Live your best life!! ^^
Re: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging
« Reply #18 on: 24 June 2011, 10:08:40 AM »
Sepertinya makan daging dengan fang sheng punya hubungan deh...
Fang sheng kan tujuannya biar hewan gak dibunuh untuk di makan ya? Tapi makan daging dari mana kalo gak ada yang jual? Mgkn menurutku boleh makan daging asal gak melekat pada daging, jadi adanya apa ya makan, n jgn terlalu fanatik, tapi kalo disuruh pilih mau makan daging ato makan sayur bingung jg yah  :))

Offline freecloud79

  • Teman
  • **
  • Posts: 62
  • Reputasi: 3
  • Gender: Male
  • Dalam Tahap Belajar Dhamma
Re: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging
« Reply #19 on: 24 June 2011, 10:11:59 AM »
ambil jalan tengah saja waktu hari biasa makan daging juga gak papa, waktu ce it cap go dan uposattha makan vegetarian  ;D jadi tidak melekat pada non vegetarian maupun vegetarian.   _/\_
Sabbe Satta Dukka Pamuccantu
Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging
« Reply #20 on: 24 June 2011, 10:20:39 AM »
Bagaimana kemudian mereka yang
melatih belas kasihan dapat makan dari daging dan darah segar makhluk
hidup? Jika bhikkhu tidak memakai jubah yang terbuat dari sutera (Cina),
sepatu bot dari kulit lokal dan bulu wol, dan menghindari dari minum
susu, krim dan mentega, mereka sebenarnya akan terbebas dari
keduniawian; setelah membayar hutang sebelumnya, mereka tidak akan
dilahirkan lagi di tiga alam nyata. Mengapa? Karena dengan menggunakan
hasil dari binatang, seseorang menimbulkan sebab (yang akan selalu
diikuti dengan akibat), seperti halnya seorang yang makan sereal yang
tumbuh di tanah dan kakinya yang tidak bisa meninggalkan tanah. Jika
orang tersebut dapat (mengontrol) tubuh dan pikirannya dan sehingga
menghindari makan daging binatang segar dan mempergunakan hasil dari
binatang, saya katakan dia akan benar-benar terbebas. Ajaran saya adalah
dari Buddha sedangkan selain itu adalah dari setan jahat.’

surangama sutra
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline William_phang

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.101
  • Reputasi: 62
Re: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging
« Reply #21 on: 24 June 2011, 10:24:39 AM »
nih thread bakal hot lagi kayaknya... ;D ^:)^

Offline wang ai lie

  • Sebelumnya: anggia.gunawan
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.204
  • Reputasi: 72
  • Gender: Male
  • Terpujilah Sang Bhagava,Guru para Dewa dan Manusia
Re: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging
« Reply #22 on: 24 June 2011, 10:27:24 AM »
kalau menurut saya, kalau di tipitaka di jelaskan bhikku tidak boleh meminta ataupun memilih waktu ber pindapatta , dan tidak dilarang oleh sang buddha menerima persembahan daging , karena kehidupan bhikku di sokong oleh umat .
dengan syarat seorang bhikkhu tidak diperbolehkan menerima daging apabila:
Melihat secara langsung pada saat binatang tersebut dibunuh
Mendengar secara langsung suara binatang tersebut pada saat dibunuh.
Mengetahui bahwa binatang tersebut dibunuh khusus untuk dirinya.

boleh dibilang sang buddha melarang pembunuhan mahluk hidup untuk di persembahkan seperti yang di ceritakan , tetapi tidak menyatakan larangan untuk memakan daging (bangkai) atau dalam artian yang memang untuk di komsumsi oleh umat

.
Quote
Raja Bimbisara dan sekelompok pendeta sedang melakukan upacara mereka kepada Dewa Indra diseputaran api. Diseputaran Api itu telah banyak darah mengucur sebelumnya dan ketika seorang pemimpin dari para pemuja api itu mengangkat pedangnya untuk membunuh domba pertama, Siddhartha menghampiri pendeta itu dan meminta kepada raja untuk menghentikannya kemudian membuka tali yang mengikat domaba itu dan tidak ada seorangpun yang sanggup mencegahnya.

Namo Mahakarunikaya Avalokitesvaraya, Semoga dengan cepat saya mengetahui semua ajaran Dharma,berada dalam perahu Prajna,mencapai Sila, Samadhi, dan Prajna,berada dalam kediaman tanpa perbuatan,bersatu dengan Tubuh Agung Dharma

Offline William_phang

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.101
  • Reputasi: 62
Re: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging
« Reply #23 on: 24 June 2011, 10:38:12 AM »
Bro Wang,

Apa yang dikutip oleh bro Ryu itu adalah sutra mahayana.... dan kalo saya baca buku master sheng-yen, nah bikkhuni di Taiwan itu harus bekerja untuk memenuhi keperluan hidupnya..dimana mereka harus bercocok tanam untuk memenuhi kebutuhan hidup dan bukan dengan cara berpindapattha.. kalo tradisi orang china itu tabu untuk mengemis...

Jd ya kalo mau membandingkan kedua aliran soal ini kayaknya tidak akan ketemu deh...

Offline wang ai lie

  • Sebelumnya: anggia.gunawan
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.204
  • Reputasi: 72
  • Gender: Male
  • Terpujilah Sang Bhagava,Guru para Dewa dan Manusia
Re: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging
« Reply #24 on: 24 June 2011, 10:43:29 AM »
Bro Wang,

Apa yang dikutip oleh bro Ryu itu adalah sutra mahayana.... dan kalo saya baca buku master sheng-yen, nah bikkhuni di Taiwan itu harus bekerja untuk memenuhi keperluan hidupnya..dimana mereka harus bercocok tanam untuk memenuhi kebutuhan hidup dan bukan dengan cara berpindapattha.. kalo tradisi orang china itu tabu untuk mengemis...

Jd ya kalo mau membandingkan kedua aliran soal ini kayaknya tidak akan ketemu deh...

ya memang tidak bisa di bandingkan dengan kedua aliran bro, dan ini hanya di diskusikan untuk menerima berbagai pandangan , yang semoga tidak menjadi sebuah
berdebatan.

btw jadi inget kata2 seorang master
Spoiler: ShowHide
[master]ikuti arus saja,... bawa fun .. :D[/master]
Namo Mahakarunikaya Avalokitesvaraya, Semoga dengan cepat saya mengetahui semua ajaran Dharma,berada dalam perahu Prajna,mencapai Sila, Samadhi, dan Prajna,berada dalam kediaman tanpa perbuatan,bersatu dengan Tubuh Agung Dharma

Offline freecloud79

  • Teman
  • **
  • Posts: 62
  • Reputasi: 3
  • Gender: Male
  • Dalam Tahap Belajar Dhamma
Re: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging
« Reply #25 on: 24 June 2011, 10:49:17 AM »
wah master dari mana tuh ... keknya cocok sama aliran gue  ;D
Sabbe Satta Dukka Pamuccantu
Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging
« Reply #26 on: 24 June 2011, 11:01:38 AM »
"bukan yang masuk ke dalam mulut yang menajiskan orang, melainkan yang keluar dari mulut, itulah yang menajiskan orang."(Matius 15:11)

 ;D
yaa... gitu deh

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging
« Reply #27 on: 24 June 2011, 11:02:59 AM »
pokoknya yang mengajarkan makan daging itu SETANNN!!! =))
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging
« Reply #28 on: 24 June 2011, 11:06:42 AM »
pokoknya yang mengajarkan makan daging itu SETANNN!!! =))

SEnang TelaN samcaN Nikmat ........ ;D
yaa... gitu deh

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging
« Reply #29 on: 24 June 2011, 11:22:09 AM »
karena permintaan hewan berkurang, timbul masalah baru usaha tukang jagal  :))

Karena permintaan daging hewan berkurang, usaha tukang jagal pun bisa bangkrut. ;D

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging
« Reply #30 on: 24 June 2011, 11:22:17 AM »
sudah terjawab juga bro dari postingan tersebut, jumlah hewan yang di bunuh bisa berkurang dalam batas tertentu, jika populasi hewan kian bertambah, maka pembunuhan atas hewan pun kembali terjadi, karena populasi hewan lebih cepat daripada manusia... tidak mungkin kan bro di sekeliling kita banyak hewan2 berkeliaran akibat terlalu banyaknya populasi mereka

Namun secara realistis, jika tidak ada permintaan daging hewan (ternak), maka hewan ternak bisa hidup dengan usia yang lebih panjang; sebab mereka tidak mendapat ancaman pembunuhan dari manusia lagi. :D Mengenai populasi hewan yang terlalu banyak lalu dibunuh, itu semua cuma "akal-akalan" manusia yang tidak ingin teritorinya disaingi oleh populasi hewan.

Spoiler: ShowHide
Lagipula habitat asli hewan kan di alam liar, bukan di kota atau desa. Jadi seharusnya tidak terlalu mengganggu kehidupan manusia seumpamanya populasinya melonjak. Lagipula di alam ini selalu ada yang namanya keseimbangan ekosistem dan seleksi alam.

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging
« Reply #31 on: 24 June 2011, 11:22:26 AM »
saya masih ragu dengan membandingkan kehidupan para Bhikkhu terutama Buddha Gotama yang memakan daging disetarakan dengan umat awam yang membeli daging di pasar.

Para Bhikkhu menerima karena pasrah, istilah kasarnya "pengemis gitu loh", istilah halusnya "agar mudah disokong".

sedangkan kita bisa memilih dalam memakan, masalah apakah nanti akan berkurang atau tidak itu urusan lain, dan masalah hitungan pembunuhan terhadap makhluk lain itu juga masalah lain, tidak ada kaitannya antara memilih makanan.

kalau alasannya biar gak makan binatang juga toh, nanti populasi binatang bakal banyak dan juga bakal banyak yg akan dibunuh, maka lebih baik dibiakkan dan dibunuh secara sengaja saja. maka saya rasa benar2 lucu

Saya juga punya pemikiran mirip. Umat Buddha terlalu banyak melahap isi Sutta / Tipitaka secara horizontal. Padahal isi Ajaran Sang Buddha yang dijelaskan di Sutta dan di Tipitaka, mayoritas adalah "ajaran untuk para bhikkhu, bhikkhuni, atau paling tidak diperuntukkan bagi orang-orang yang ingin serius mengambil jalan spiritual".

JMB8 misalnya. Sang Buddha menjelaskan JMB8 kepada para bhikkhu dan orang yang ingin merealisasi Pembebasan. JMB8 tidak ajarkan kepada umat awam seperti Sigala dalam Sigalovada Sutta! Namun ironisnya banyak umat Buddha berusaha mengaplikasikan JMB8 ke dalam setiap sendi-sendi kehidupan duniawinya; misalnya "mencari kekayaan sesuai dengan JMB8", "mencari pacar dengan metode JMB8". ^-^

Begitu juga perihal memakan daging. Sang Buddha menjelaskan bahwa para bhikkhu boleh memakan daging dengan 3 syarat. Syarat ini adalah untuk para bhikkhu, namun bagi umat awam tidak disinggung sedikitpun. Sang Buddha menekankan bahwa pada hakikatnya, memakan daging bukanlah hal tercela selama para bhikkhu tidak menyetujui pembunuhan terhadap hewan tersebut sebelum diolah menjadi makanan untuknya.

Namun tetap saja hukum "ada demand ada supply" berlaku. Dan harus diakui bahwa permintaan akan daging hewan yang membuat hewan-hewan ternak selama ini hidup hanya untuk menjadi makanan manusia.

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging
« Reply #32 on: 24 June 2011, 11:22:34 AM »
Sepertinya makan daging dengan fang sheng punya hubungan deh...
Fang sheng kan tujuannya biar hewan gak dibunuh untuk di makan ya? Tapi makan daging dari mana kalo gak ada yang jual? Mgkn menurutku boleh makan daging asal gak melekat pada daging, jadi adanya apa ya makan, n jgn terlalu fanatik, tapi kalo disuruh pilih mau makan daging ato makan sayur bingung jg yah  :))

Fangsheng tujuannya adalah untuk memberikan kehidupan yang lebih baik bagi hewan yang dilepas. Kalau kamu seorang trilyuner, kamu bisa membeli satu tanah luas untuk dibangun menjadi sebuah taman sederhana. Kamu bisa melepaskan hewan-hewan yang kamu ingin fangsheng ke sana. Dan itulah metode fangsheng pertama dan yang sesungguhnya!

Spoiler: ShowHide
Fangsheng bukan sekadar "membuang" hewan ke alam liar.

Offline M14ka

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.821
  • Reputasi: 94
  • Gender: Female
  • Live your best life!! ^^
Re: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging
« Reply #33 on: 24 June 2011, 11:29:18 AM »

Namun tetap saja hukum "ada demand ada supply" berlaku. Dan harus diakui bahwa permintaan akan daging hewan yang membuat hewan-hewan ternak selama ini hidup hanya untuk menjadi makanan manusia.

Bener jg yah... banyak hewan yg sengaja dikembangbiakkan hanya untuk memenuhi permintaan, pake suntik biar cepat tumbuh n lebih gendut.....

aku pernah nonton vcd ttg makan daging gak bagus, sepertinya aliran mahayana, katanya daging itu mengandung racun karena binatang2 takut, benar gak sih?

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging
« Reply #34 on: 24 June 2011, 11:34:41 AM »
still more on eating

On the second day of the waning moon in the third
month of 1979, Luang Pu was staying at Prakhonchai
Forest Monastery. After 8 p.m. a group of monks who
liked to wander around, pitching their tents near populated
areas, came to the monastery to spend the night
there, too. After paying their respects to Luang Pu, they
talked about what they felt was the outstanding feature of
their practice, saying, “Those who eat meat are supporting
the killing of animals. Those who eat only vegetables
show a high degree of compassion. The proof of this is
that when you convert to eating just vegetables, the mind
becomes more peaceful and cool.”
Luang Pu responded,
“That’s very good. The fact that you can be vegetarians is
very good, and I’d like to express my admiration. As for those
who still eat meat, if that meat is pure in three ways—in that
they haven’t seen or heard or suspected that an animal was killed
to provide the food specifically for them—and they obtained it in
a pure way, then eating the meat is in no way against the
Dhamma and Vinaya. But when you say that your mind
becomes peaceful and cool, that’s the result of the strength that
comes from being intent on practicing correctly in line with the
Dhamma and Vinaya. It has nothing to do with the new food or
old in your stomach at all.”


Sumber:
Gifts he left behind

The Dhamma Legacy of Phra Ajaan Dune Atulo (Phra Rajavuddhacariya)
compiled by Phra Bodhinandamuni
translated from the thai by Thanissaro Bhikkhu
yaa... gitu deh

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging
« Reply #35 on: 24 June 2011, 11:48:56 AM »
Bener jg yah... banyak hewan yg sengaja dikembangbiakkan hanya untuk memenuhi permintaan, pake suntik biar cepat tumbuh n lebih gendut.....

aku pernah nonton vcd ttg makan daging gak bagus, sepertinya aliran mahayana, katanya daging itu mengandung racun karena binatang2 takut, benar gak sih?

Memang begitulah teknik pebisnis hewan ternak. Kalau tidak begitu, kapan mereka bisa ambil untung cepat? :D

Spoiler: ShowHide
Benar, tapi daging itu tidak beracun. Jangan termakan propaganda kaum vegetarian seperti itu!

Offline hatRed

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 7.400
  • Reputasi: 138
  • step at the right place to be light
Re: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging
« Reply #36 on: 24 June 2011, 11:55:42 AM »
Memang begitulah teknik pebisnis hewan ternak. Kalau tidak begitu, kapan mereka bisa ambil untung cepat? :D

Spoiler: ShowHide
Benar, tapi daging itu tidak beracun. Jangan termakan propaganda kaum vegetarian seperti itu!


ada pernah dapat info, entah dari baca atau dari dengar apa dari forum ini juga yah ::)

tentang ayam yang disuntik dibagian ketiaknya, jadi kalo makan ayam jangan di ketiaknya karena banyak obat suntiknya disana apa gmana gitu. sungguh ironi setiap kamis menu kantor adalah ketek ayam dan sayur asem :(
i'm just a mammal with troubled soul



Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging
« Reply #37 on: 24 June 2011, 12:03:18 PM »
ada pernah dapat info, entah dari baca atau dari dengar apa dari forum ini juga yah ::)

tentang ayam yang disuntik dibagian ketiaknya, jadi kalo makan ayam jangan di ketiaknya karena banyak obat suntiknya disana apa gmana gitu. sungguh ironi setiap kamis menu kantor adalah ketek ayam dan sayur asem :(

;D Itu bukan rahasia umum lagi! Banyak orang yang tahu kok. Coba tanya Bro Forte deh, seingat saya dia punya referensi jelasnya.

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging
« Reply #38 on: 24 June 2011, 12:09:39 PM »
ada pernah dapat info, entah dari baca atau dari dengar apa dari forum ini juga yah ::)

tentang ayam yang disuntik dibagian ketiaknya, jadi kalo makan ayam jangan di ketiaknya karena banyak obat suntiknya disana apa gmana gitu. sungguh ironi setiap kamis menu kantor adalah ketek ayam dan sayur asem :(

Kalo ayamnya baru abis olahraga, rasanya Asem banget tuh.
Asem + Asem (menu hari ini........................... Ketek Asem) :))
yaa... gitu deh

Offline wang ai lie

  • Sebelumnya: anggia.gunawan
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.204
  • Reputasi: 72
  • Gender: Male
  • Terpujilah Sang Bhagava,Guru para Dewa dan Manusia
Re: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging
« Reply #39 on: 24 June 2011, 12:19:05 PM »
"bukan yang masuk ke dalam mulut yang menajiskan orang, melainkan yang keluar dari mulut, itulah yang menajiskan orang."(Matius 15:11)

 ;D

kok mirip sama komentar teman di sebelah ya
Quote
****** Omitofo... Makan untuk hidup, bukan hidup untuk makan, makanan hanyalah sumber energi untuk kita beraktifitas, dgn adanya energi, kita bisa bekerja, menghidupi keluarga, berbuat baik, dan makanan yg dimakan terlalu banyak tdk baik untuk tubuh juga.. Vege dan non vege adalah pilihan hidup.. Tetapi memperhatikan apa yg keluar dari mulut lebih baik, karena apa yg keluar dari mulut dpt menyebabkan penderitaan bagi banyak makhluk dan diri sendiri.. Semoga semua saudara2/i selalu maju dalam dharma.. Sadhu3x

sebelumnya pemberitahuan , topik ini pernah diangkat sebelumnya oleh tuhan DC http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=3276.0
Namo Mahakarunikaya Avalokitesvaraya, Semoga dengan cepat saya mengetahui semua ajaran Dharma,berada dalam perahu Prajna,mencapai Sila, Samadhi, dan Prajna,berada dalam kediaman tanpa perbuatan,bersatu dengan Tubuh Agung Dharma

Offline wang ai lie

  • Sebelumnya: anggia.gunawan
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.204
  • Reputasi: 72
  • Gender: Male
  • Terpujilah Sang Bhagava,Guru para Dewa dan Manusia
Re: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging
« Reply #40 on: 25 June 2011, 09:29:00 AM »
Quote
Santacitto Novice 24 Juni jam 11:26
Memang kalau sudah berbicara tradisi, ada pandangan berbeda. Theravada memandang hanya sekedar makan daging tanpa mempunyai niat untuk membunuh makhluk tersbt seseorang tidak melakukan pelanggaran sila. Seorang bhikkhu sndiri boleh makan daging jika ia tidak mendengar dan melihat ketika hewan tersebut dibunuh dan jg tidak ragu2 terhadap daging tersendiri dalam arti jika daging tersebut dibunuh untuk dirinya ia tdak seharusnya mengkonsumsi. Ada juga beberapa daging yang tidak boleh dikonsumsi para bhikkhu seperti singa, hyena, ular, dan beberapa lainnya karena bau daging ini bisa mengundang binatang2 semacamnya akan datang.

Dalam Mahayana, dngan alasan apapun, seseorang tidak boleh makan daging.

Mettacittena,

saya sertakan pendapat dari bhante waktu saya minta pendapat tentang hal ini, semoga bermanfaat  _/\_
Namo Mahakarunikaya Avalokitesvaraya, Semoga dengan cepat saya mengetahui semua ajaran Dharma,berada dalam perahu Prajna,mencapai Sila, Samadhi, dan Prajna,berada dalam kediaman tanpa perbuatan,bersatu dengan Tubuh Agung Dharma

Offline hatRed

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 7.400
  • Reputasi: 138
  • step at the right place to be light
Re: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging
« Reply #41 on: 25 June 2011, 09:40:44 AM »
saya sertakan pendapat dari bhante waktu saya minta pendapat tentang hal ini, semoga bermanfaat  _/\_

wah, kalau boleh nitip pendapat, coba mintakan pendapat untuk umat awam ;D  dari segi Sila, dan juga Batin

trims _/\_
i'm just a mammal with troubled soul



Offline wang ai lie

  • Sebelumnya: anggia.gunawan
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.204
  • Reputasi: 72
  • Gender: Male
  • Terpujilah Sang Bhagava,Guru para Dewa dan Manusia
Re: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging
« Reply #42 on: 25 June 2011, 10:13:15 AM »
wah, kalau boleh nitip pendapat, coba mintakan pendapat untuk umat awam ;D  dari segi Sila, dan juga Batin

trims _/\_

baik akan saya sampaikan permintaan bro hatred  _/\_
Namo Mahakarunikaya Avalokitesvaraya, Semoga dengan cepat saya mengetahui semua ajaran Dharma,berada dalam perahu Prajna,mencapai Sila, Samadhi, dan Prajna,berada dalam kediaman tanpa perbuatan,bersatu dengan Tubuh Agung Dharma

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging
« Reply #43 on: 25 June 2011, 10:14:10 AM »
baik akan saya sampaikan permintaan bro hatred  _/\_

tidak perlu repot, Beliau juga member aktif di sini, nanti juga pasti dijawab di sini

Offline wang ai lie

  • Sebelumnya: anggia.gunawan
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.204
  • Reputasi: 72
  • Gender: Male
  • Terpujilah Sang Bhagava,Guru para Dewa dan Manusia
Re: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging
« Reply #44 on: 25 June 2011, 10:19:25 AM »
tidak perlu repot, Beliau juga member aktif di sini, nanti juga pasti dijawab di sini

betul bro memang member aktif sini, takutnya kalau tidak menyampaikan di kira apa lagi  ;D

mencegah lebih baik daripada...ya daripada  :))
Namo Mahakarunikaya Avalokitesvaraya, Semoga dengan cepat saya mengetahui semua ajaran Dharma,berada dalam perahu Prajna,mencapai Sila, Samadhi, dan Prajna,berada dalam kediaman tanpa perbuatan,bersatu dengan Tubuh Agung Dharma

Offline wang ai lie

  • Sebelumnya: anggia.gunawan
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.204
  • Reputasi: 72
  • Gender: Male
  • Terpujilah Sang Bhagava,Guru para Dewa dan Manusia
Re: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging
« Reply #45 on: 25 June 2011, 10:39:21 AM »
Quote
Santacitto Novice 25 Juni jam 10:31
Dari segi sila, umat awam tentu diwajibkan untuk melatih lima sila yakni menghindari pembunuhan, pencurian, perzinahan, berbohong dan mabuk-mabukan. Ia pun hendaknya menghindari hal-hal yang tidak bermoral yang tercatat dalam Parabhavasutta dari Suttanipāta dan juga Sigalovāda Sutta dari Dīghanikāya. Selain menghindari segala bentuk perbuatan yang tidak bermoral, umat awam juga hendaknya mengembangkan perbuatan-perbuatan bajik, seperti berdana, membantu atau menolong makhluk yang membutuhkan, berbicara yang bermanfaat saja, dll atau singkatnya berbuatlah sesuatu yang merupakan lwan dari membunuh, mencuri, berzinah, berbohong dan mabuk2an.

Secara spiritual, baik umat awam maupun mereka yang menjalankan kehidupan monastik, sebenarnya memiliki tujuan yang sama. Mereka hendaknya berusaha untuk mengembangkan batin demi tercapainya pembebasan. Hal ini mengapa pada jaman Buddha banyak umat awam yang mencapai kesucian. INi disebabkan karena waktu itu, umat awampun melatih batin mereka demi pelenyapan kekotoran batin dan pencapaian nibbāna.

Mettacittena,
Namo Mahakarunikaya Avalokitesvaraya, Semoga dengan cepat saya mengetahui semua ajaran Dharma,berada dalam perahu Prajna,mencapai Sila, Samadhi, dan Prajna,berada dalam kediaman tanpa perbuatan,bersatu dengan Tubuh Agung Dharma

Offline rooney

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.750
  • Reputasi: 47
  • Gender: Male
  • Semoga semua mahluk berbahagia...
Re: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging
« Reply #46 on: 25 June 2011, 10:47:36 AM »
Saya juga punya pemikiran mirip. Umat Buddha terlalu banyak melahap isi Sutta / Tipitaka secara horizontal. Padahal isi Ajaran Sang Buddha yang dijelaskan di Sutta dan di Tipitaka, mayoritas adalah "ajaran untuk para bhikkhu, bhikkhuni, atau paling tidak diperuntukkan bagi orang-orang yang ingin serius mengambil jalan spiritual".

JMB8 misalnya. Sang Buddha menjelaskan JMB8 kepada para bhikkhu dan orang yang ingin merealisasi Pembebasan. JMB8 tidak ajarkan kepada umat awam seperti Sigala dalam Sigalovada Sutta! Namun ironisnya banyak umat Buddha berusaha mengaplikasikan JMB8 ke dalam setiap sendi-sendi kehidupan duniawinya; misalnya "mencari kekayaan sesuai dengan JMB8", "mencari pacar dengan metode JMB8". ^-^

Begitu juga perihal memakan daging. Sang Buddha menjelaskan bahwa para bhikkhu boleh memakan daging dengan 3 syarat. Syarat ini adalah untuk para bhikkhu, namun bagi umat awam tidak disinggung sedikitpun. Sang Buddha menekankan bahwa pada hakikatnya, memakan daging bukanlah hal tercela selama para bhikkhu tidak menyetujui pembunuhan terhadap hewan tersebut sebelum diolah menjadi makanan untuknya.

Namun tetap saja hukum "ada demand ada supply" berlaku. Dan harus diakui bahwa permintaan akan daging hewan yang membuat hewan-hewan ternak selama ini hidup hanya untuk menjadi makanan manusia.

Sebenarnya kalau saya lihat, JMB8 itu ada tingkatannya mulai dari moralitas, konsentrasi, dan kebijaksanaan. Untuk umat awam, paling tepat untuk mengikuti unsur-unsur moralitasnya seperti ucapan benar, perbuatan benar, dan penghidupan benar. Walaupun tetap saja moralitasnya tidak bakal mencapai kemurnian.

Untuk mencari kekayaan, saya rasa bisa memakai standar penghidupan benar dari JMB8 namun ya hasilnya akan lebih lama dibanding yang memakai cara yang lebih "fleksibel". Contohnya saja di Indonesia, saya tidak yakin ada pebisnis besar yang tidak "main belakang"untuk mempercepat laju pertumbuhan usahanya ;D. Kalau yang mengikuti JMB8, hmmm tentu saja laju pertumbuhannya lebih lambat karena bisnis besar memang agak "kotor". Sulit bagi seorang umat awam untuk tetap bersih ketika dia nyemplung ke area yang "kotor".  ;D

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging
« Reply #47 on: 25 June 2011, 11:45:40 AM »
Quote from: rooney
Sebenarnya kalau saya lihat, JMB8 itu ada tingkatannya mulai dari moralitas, konsentrasi, dan kebijaksanaan. Untuk umat awam, paling tepat untuk mengikuti unsur-unsur moralitasnya seperti ucapan benar, perbuatan benar, dan penghidupan benar. Walaupun tetap saja moralitasnya tidak bakal mencapai kemurnian.

Kalau saya lihat, JMB8 itu tidak ada tingkatan-tingkatannya. Semuanya adalah ruas yang "sederajat" dan berada dalam satu paket. Lalu, jika diurutkan sesuai praktiknya; maka yang dikembangkan pertama adalah Panna, kemudian Sila dan terakhir adalah Samadhi. Jadi bukan Sila-Samadhi-Panna.

Saya lupa referensi Sutta-nya, yang saya ingat ada di Samyutta Nikaya. Di Sutta itu, Sang Buddha menjelaskan bahwa "Pembebasan Benar" dimulai dari Pandangan Benar, Kehendak Benar, ... hingga Konsentrasi Benar".


Quote from: rooney
Untuk mencari kekayaan, saya rasa bisa memakai standar penghidupan benar dari JMB8 namun ya hasilnya akan lebih lama dibanding yang memakai cara yang lebih "fleksibel". Contohnya saja di Indonesia, saya tidak yakin ada pebisnis besar yang tidak "main belakang"untuk mempercepat laju pertumbuhan usahanya ;D. Kalau yang mengikuti JMB8, hmmm tentu saja laju pertumbuhannya lebih lambat karena bisnis besar memang agak "kotor". Sulit bagi seorang umat awam untuk tetap bersih ketika dia nyemplung ke area yang "kotor".  ;D

Penghidupan Benar adalah menghindari penipuan, ketidak-setiaan, penujuman, kecurangan dan memungut bunga tinggi*. Lalu dalam pandangan Buddhisme, apa yang dimaksud dengan Penghidupan Benar? Penghidupan Benar adalah dengan pindapata, menerima undangan makan dari seorang perumah tangga non-Ariya, menerima persembahan materi pokok dari umat awam, dan tidak menerima imbalan setelah membabarkan Dhamma. Apakah seorang umat awam dapat sepenuhnya menjalankan Penghidupan Benar ini? ^-^

Yang sering disalah-kaprahkan umat Buddha adalah antara Penghidupan Benar (Samma Ajiva) dengan Perdagangan Tidak Benar. Keduanya adalah hal berbeda, dan "Perdagangan Tidak Benar" (menjual senjata, racun, jagal hewan, dsb.) memang aplikatif bagi umat awam. Dan memang itulah yang menjadi patokan utama bagi perumah tangga Buddhis dalam mencari kekayaan.

Saya sering mendengar banyak komentar dari umat Buddha yang idealis maupun bhikkhu senior tentang berdagang atau berbisnis tanpa melakukan kecurangan, penipuan atau ketidak-jujuran. Menurut saya konsep seperti hanya omong kosong. Hanya orang yang tidak mengerti dunia bisnis yang bisa mengatakan bahwa ada cara untuk menjalankan bisnis dengan kejujuran 100% dan tanpa musavada. ^-^

Spoiler: ShowHide
* Contoh-contoh penghidupan tidak benar yang disebutkan adalah beberapa kategori penghidupan yang dilakukan oleh kaum brahmana di India pada masa kehidupan Sang Buddha, dan Beliau menghimbau para bhikkhu-bhikkhuni untuk tidak menjalani penghidupan seperti itu.

Offline rooney

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.750
  • Reputasi: 47
  • Gender: Male
  • Semoga semua mahluk berbahagia...
Re: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging
« Reply #48 on: 25 June 2011, 11:59:40 AM »
Penghidupan Benar adalah menghindari penipuan, ketidak-setiaan, penujuman, kecurangan dan memungut bunga tinggi*. Lalu dalam pandangan Buddhisme, apa yang dimaksud dengan Penghidupan Benar? Penghidupan Benar adalah dengan pindapata, menerima undangan makan dari seorang perumah tangga non-Ariya, menerima persembahan materi pokok dari umat awam, dan tidak menerima imbalan setelah membabarkan Dhamma. Apakah seorang umat awam dapat sepenuhnya menjalankan Penghidupan Benar ini? ^-^

Yang sering disalah-kaprahkan umat Buddha adalah antara Penghidupan Benar (Samma Ajiva) dengan Perdagangan Tidak Benar. Keduanya adalah hal berbeda, dan "Perdagangan Tidak Benar" (menjual senjata, racun, jagal hewan, dsb.) memang aplikatif bagi umat awam. Dan memang itulah yang menjadi patokan utama bagi perumah tangga Buddhis dalam mencari kekayaan.

Saya sering mendengar banyak komentar dari umat Buddha yang idealis maupun bhikkhu senior tentang berdagang atau berbisnis tanpa melakukan kecurangan, penipuan atau ketidak-jujuran. Menurut saya konsep seperti hanya omong kosong. Hanya orang yang tidak mengerti dunia bisnis yang bisa mengatakan bahwa ada cara untuk menjalankan bisnis dengan kejujuran 100% dan tanpa musavada. ^-^

Spoiler: ShowHide
* Contoh-contoh penghidupan tidak benar yang disebutkan adalah beberapa kategori penghidupan yang dilakukan oleh kaum brahmana di India pada masa kehidupan Sang Buddha, dan Beliau menghimbau para bhikkhu-bhikkhuni untuk tidak menjalani penghidupan seperti itu.


 :))

Membingungkan juga maksud penghidupan benar. Kalau  mau paling ideal itu memang pindapatta, namun saya sering sekali mendengarkan bhikuu yang berbicara tentang penghidupan benar yang disetarakan dengan perdagangan benar :-?.  Kalau mengenai masalah bisnis, memang sangat berat untuk bisa "lurus"  :|

Bagaimana dengan saran dari Sang Buddha dalam mencari pasangan?  ;D Salah satunya kalo tidak salah yaitu kesamaan moralitas, apakah bisa dikatakan bahwa saran tersebut adalah "metode mencari pasangan sesuai JMB8" ?
« Last Edit: 25 June 2011, 12:02:42 PM by rooney »

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging
« Reply #49 on: 27 June 2011, 09:55:47 PM »

Saya sering mendengar banyak komentar dari umat Buddha yang idealis maupun bhikkhu senior tentang berdagang atau berbisnis tanpa melakukan kecurangan, penipuan atau ketidak-jujuran. Menurut saya konsep seperti hanya omong kosong. Hanya orang yang tidak mengerti dunia bisnis yang bisa mengatakan bahwa ada cara untuk menjalankan bisnis dengan kejujuran 100% dan tanpa musavada. ^-^


di thread sebelah Bro Upasaka membuat judul thread yg kontroversial spt quote di atas untuk meningkatkan rating thread itu, tapi di thread ini Bro Upasaka juga mengatakan hal yg sama, tidak tau apakah tujuannya juga sama atau tidak.

Karena ada bisnis yang kondusif untuk jujur, jadi ada kemungkinan menjalankan bisnis dengan jujur. Namun apakah seseorang bisa tidak berbohong seumur hidup dalam semua kondisi? Saya tidak yakin.

Mengenai pernyataan kontroversial itu, setelah pada Bro Harpuia dan Bro hatRed, untuk ketiga kalinya saya akan mengatakan pada Bro Indra bahwa pernyataan itu saya pakai untuk membuat thread ini lebih eksplosif. Itu trik saya untuk membuat "keributan". ;D

nah karena Bro upasaka sendiri mengatakan ada bisnis yg kondusif untuk jujur dan ada yg tidak, bagaimanakah dengan pernyataan di atas bahwa "Hanya orang yang tidak mengerti dunia bisnis yang bisa mengatakan bahwa ada cara untuk menjalankan bisnis dengan kejujuran 100% dan tanpa musavada", dengan kata lain "Orang yg mengerti bisnis berkata bahwa tidak ada cara untuk menjalankan bisnis dengan kejujuran 100% tanpa musavada"?

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging
« Reply #50 on: 27 June 2011, 10:06:23 PM »
di thread sebelah Bro Upasaka membuat judul thread yg kontroversial spt quote di atas untuk meningkatkan rating thread itu, tapi di thread ini Bro Upasaka juga mengatakan hal yg sama, tidak tau apakah tujuannya juga sama atau tidak.

nah karena Bro upasaka sendiri mengatakan ada bisnis yg kondusif untuk jujur dan ada yg tidak, bagaimanakah dengan pernyataan di atas bahwa "Hanya orang yang tidak mengerti dunia bisnis yang bisa mengatakan bahwa ada cara untuk menjalankan bisnis dengan kejujuran 100% dan tanpa musavada", dengan kata lain "Orang yg mengerti bisnis berkata bahwa tidak ada cara untuk menjalankan bisnis dengan kejujuran 100% tanpa musavada"?

Lah, kan awalnya pembahasan di sebelah bermulai di thread ini toh. Mau membahas di sini atau di sebelah?

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging
« Reply #51 on: 27 June 2011, 10:09:33 PM »
Lah, kan awalnya pembahasan di sebelah bermulai di thread ini toh. Mau membahas di sini atau di sebelah?

 di sebelah sudah dijelaskan bahwa pernyataan itu dibuat untuk meng-explode thread itu, tapi apakah jawaban yg sama juga berlaku untuk thread ini? berarti kata "thread ini" seharusnya diganti menjadi "thread ini dan itu"

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging
« Reply #52 on: 27 June 2011, 10:17:59 PM »
di sebelah sudah dijelaskan bahwa pernyataan itu dibuat untuk meng-explode thread itu, tapi apakah jawaban yg sama juga berlaku untuk thread ini? berarti kata "thread ini" seharusnya diganti menjadi "thread ini dan itu"

;D Ya, bisa dianggap begitu.

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging
« Reply #53 on: 27 June 2011, 10:47:49 PM »
Emang licin .....awas kepleset....

yaa... gitu deh

Offline GandalfTheElder

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.480
  • Reputasi: 75
  • Gender: Male
  • Exactly who we are is just enough (C. Underwood)
Re: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging
« Reply #54 on: 02 July 2011, 01:20:12 PM »
Quote
Begitu juga perihal memakan daging. Sang Buddha menjelaskan bahwa para bhikkhu boleh memakan daging dengan 3 syarat. Syarat ini adalah untuk para bhikkhu, namun bagi umat awam tidak disinggung sedikitpun. Sang Buddha menekankan bahwa pada hakikatnya, memakan daging bukanlah hal tercela selama para bhikkhu tidak menyetujui pembunuhan terhadap hewan tersebut sebelum diolah menjadi makanan untuknya.

Namun tetap saja hukum "ada demand ada supply" berlaku. Dan harus diakui bahwa permintaan akan daging hewan yang membuat hewan-hewan ternak selama ini hidup hanya untuk menjadi makanan manusia.

Hmmm...  ::) ::) ::) klo begitu solusi mrnt bro. upasaka bagi seorang umat awam yang mengasihi hewan sesuai ajaran Sang Buddha, sebaiknya vegetarian atau tidak? Apakah umat awam melakukan suatu hal yang tercela ketika memakan daging karena itu yang menyebabkan demand-supply?

 _/\_
The Siddha Wanderer
Theravada is my root. This is the body of my practice.... It [Tibetan Buddhism]has given me my Compassion practice. Vajrayana is my thunder, my power. This is the heart of my practice..True wisdom is simple and full of lightness and humor. Zen is my no-self (??). This is the soul of my practice.

Offline NagaSena

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 134
  • Reputasi: -6
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging
« Reply #55 on: 19 October 2012, 02:04:10 PM »
Untuk Melatih Bodhicitta memang baik Vegetarian tidak ada salah Tapi jangan juga mejudge bahwa klo makan daging itu sebuah karma buruk... Baiknya Merefer pada Sutta & vinaya. sudah disebutkan bahwa BoLeh Makan dengan 3 syarat. Saya kira itu sudah jelas. Masalah itu menambah ikut menyokong semakin berkembangnya pemotongan hewan, ituPun secara Tidak Langsung karna daging yg dipersembahkan pada Bhikku adalah bukan keinginannya dan harus mudah diSOkong.. Tapi alangkah lebih Baiknya memeberi persembahan pada Bhikku jangan Berupa danging apapun..

Tidak ada artinya Seorang yg BerVegetarian klo hati masih Busuk, Pikiran masih kotor, dan punya penyakit hati...

Offline bluppy

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.163
  • Reputasi: 65
  • Gender: Female
Re: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging
« Reply #56 on: 30 November 2012, 03:44:59 PM »
quote dari thread awal
REFERENSI SUTTA
Majjhima Nikaya 55
Spoiler: ShowHide

Khotbah ini penting sekali karena disini Sang Buddha menyatakan dengan jelas pendapat Beliau tentang makan daging. Tabib Raja, Jivaka Komarabhacca, datang mengunjungi Sang Buddha. Setelah memberi penghormatan, dia berkata: “Yang Mulia, saya telah mendengar hal ini: ‘Mereka menyembelih makhluk hidup untuk Samana Gotama (yaitu Sang Buddha); Samana Gotama dengan sadar memakan daging yang dipersiapkan kepadanya dari binatang yang dibunuh untuk dirinya’…”; dan bertanya apakah hal ini memang benar. Sang Buddha menyangkali hal ini, menambahkan “Jivaka, saya nyatakan bahwa dalam tiga hal daging tidak diijinkan untuk dimakan: apabila dilihat, didengar atau dicurigai (bahwa makhluk hidup tersebut telah secara khusus disembelih untuk dirinya) … Saya nyatakan bahwa dalam tiga hal daging diijinkan untuk dimakan: ketika tidak dilihat, didengar, atau dicurigai (bahwa makhluk hidup tersebut telah secara khusus disembelih untuk dirinya) ….” Lebih lanjut, Sang Buddha menambahkan: “Jika seseorang menyembelih suatu makhluk hidup untuk Tathagata (yaitu Sang Buddha) atau para siswanya, dia menimbun banyak kamma buruk dalamlima hal … (i) Ketika dia berkata: ‘Pergi dan giring makhluk hidup itu’ ... (ii) Ketika makhluk hidup itu menderita kesakitan dan kesedihan ketika dijerat dengan lehernya yang terikat … (iii) Ketika dia berkata: ‘Pergi dan sembelihlah makhluk hidup itu’ … (iv) Ketika makhluk hidup itu mengalami kesakitan dan kesedihan karena disembelih … (v) Ketika dia mempersembahkan kepada Tathagata atau para siswanya dengan makanan yang tidak diijinkan …. ” Jadi kita dapat menyimpulkan bahwa Sang Buddha membedakan antara daging yang diijinkan1 dengan tiga kondisi dan daging yang tidak diijinkan. Ini adalah kriteria yang paling penting sehubungan dengan makan daging.



Iseng2 ngecek perbedaan atau persamaan
majjhima nikaya 55 (Jivaka Sutta)
antara tipitaka pali, dan tripitaka chinese

untuk tripitaka chinese
ngk ketemu di tipitaka taisho
karena ngk tau nama suttanya
tapi ketemu terjemahan inggrisnya
http://buddhism.org/Sutras/DHARMA/
kebetulan judulnya Jivaka Sutta: Discourse to Doctor Jivaka on vegetarianism.
Spoiler: ShowHide


Jiivaka Sutta
(Discourse to Jivaka on Vegetarianism)
   
I heard thus:

At one time the Blessed One lived in Rajagrha, in the mango orchard of Jiivaka, the foster son of the prince. Jiivaka the foster son of the prince (King Bimbisara) approached the Blessed One, worshipped, sat on a side and said: "I have heard this, venerable sir, that living things are killed on account of the recluse Gotama, and he partakes that knowing, it was killed on account of him. Venerable sir, those who say, that living things are killed on account of the recluse Gotama, and he partakes that, knowing, it was killed on account of him, are they saying the rightful words of the Blessed One and not blaming the Teaching?"

"Jiivaka, those who say, that living things are killed on account of the recluse Gotama, and he partakes that knowing, because it was killed on account of him. They are not my words, and they blame me falsely. Jiivaka, I say that on three instances meat should not be partaken, when seen, heard or when there is a doubt. I say, that on these three instances meat should not be partaken. I say, that meat could be partaken on three instances, when not seen, not heard and when there is no doubt about it.

"Jiivaka, the Bhikkhu supported by a village or hamlet sits pervading one direction with thoughts of loving kindness, and also the second, third, fourth, above, below and across, in all circumstances, for all purposes, towards all. With that thought developed limitlessly and grown great without anger. Then a certain householder or the son of a householder approaches and invites him for the next day’s meal. If the Bhikkhu desires he accepts and at the end of that night, putting on robes and taking bowl and robes, approaches the house of that householder or the son of the householder and sits on the prepared seat. That householder or his son serves him with the nourishing food with his own hands. It does not occur to him, 'This householder should offer me nourishing food in the future too.' He partakes that morsel food, neither enslaved and swooned, nor guilty. Wisely reflecting the danger. Jiivaka, does this Bhikkhu think to trouble himself, another or both at that moment?"

"No, venerable sir, he does not."

"Jiivaka, isn’t this Bhikkhu partaking this food without a blemish?"

"He is. Venerable sir I have heard, that Brahma abides, in loving kindness. I witness it in the Blessed One. The Blessed One abides in loving kindness."

"Jiivaka, the Thus Gone One has dispelled that greed, hate and delusion, pulled it out with the roots, made palm stumps and made them not to grow again. If you say it, on account of that, I allow it."

’‘Venerable sir, I say it, on account of that."

"Jiivaka, the Bhikkhu abides supported on a certain village or hamlet. He abides pervading one direction with thoughts of compassion….With thoughts of intrinsic joy…With equanimity and also the second, third, fourth, above, below and across, in all circumstances, for all purposes, towards all, equanimity grown great and developed limitlessly without anger. Then a certain householder or the son of a householder approaches him and invites him for the next day’s meal. If the Bhikkhu desires he accepts the invitation. At the end of that night, putting on robes and taking bowl and robes, he approaches the house of that householder or the son of the householder and sits on the prepared seat. That householder serves the Bhikkhu with the nourishing food with his own hands. It doesn’t occur to him, 'this householder should offer me nourishing food in the future too.' He partakes that morsel food, not enslaved, not swooned, and without a guilt, wisely reflecting the danger. Jiivaka, does this Bhikkhu think to trouble himself, another, or trouble both at that moment?"

"No, venerable sir, he does not."

"Jiivaka, doesn’t this Bhikkhu partake this food without a blemish?"

"Venerable sir, he partakes food without a blemish. I have heard, that Brahma abides in equanimity. I witness it, in the Blessed One. The Blessed One, abides in equanimity."

"Jiivaka, the Thus Gone One is not troubled, is detached, and not averse to greed, hate and delusion, pulled it out with the roots, made palm stumps and made not to grow again. If it is said on account of that, I allow it."

"Venerable sir, I say it, on account of that."

"Jiivaka, who ever destroys living things on account of the Thus Gone One or the disciples of the Thus Gone One, accumulate much demerit on five instances: If he said, go bring that living thing of such name. In this first instance he accumulates much demerit. If that living thing is pulled along, tied, with pain at the throat, feeling displeased and unpleasant. In this second instance he accumulates much demerit. If it was said, go kill that animal. In this third instance he accumulates much demerit. When killing if that animal feels displeased and unpleasant, in this fourth instance he accumulates, much demerit and when the Thus Gone One or a disciple of the Thus Gone tastes that un-suitable food. In this fifth instance he accumulates much demerit. Jiivaka, if anyone destroys the life of a living thing on account of the Thus Gone One or a disciple of the Thus Gone One, he accumulates much demerit on these five instances."

When this was said Jiivaka the foster son of the prince said; "Wonderful venerable sir, the Bhikkhus partake suitable faultless food. Now I understand venerable sir. It is as though something overturned was reinstated. Something covered was made manifest. As though the path was told to someone who had lost his way. As though an oil lamp was lighted, for those who have sight to see forms. In various ways the Teaching is explained. Now I take refuge in the Blessed One, in the Teaching and the Community of Bhikkhus. May I be remembered as one who has taken refuge from today until life ends."


untuk tipitaka pali
http://what-buddha-said.net/Canon/Sutta/MN/MN55.htm
Spoiler: ShowHide
This have I heard: On one occasion the Blessed One was living at Rajagaha in the Mango Grove of Jivaka Komārabhacca. Then Jivaka Komārabhacca went to the Blessed One, and after paying respect to him, he sat down at one side and said to the Blessed One:

Venerable sir I have heard this: They slaughter living beings for the recluse Gotama, the recluse Gotama deliberately eats meat prepared for him from animals killed for his sake... Venerable sir, do those who postulate this actually speak about what has been said & done by the Blessed One and do they not misrepresent him with what is contrary to the facts? Do they really describe what is in accordance with the truth, so that nothing can provide reason for any criticism. Is any of their accusations really correct ? [369]

Jivaka, those who speak thus, do not truthfully speak about what has been said or done by me, but misrepresent me with what is untrue and quite contrary to the actual facts...
Jivaka, I say there are three occasions in which meat should not be eaten; when it is seen, heard or suspected that the living being has been killed for sake of a bhikkhu. I say: Meat should not be eaten on these three occasions.
I say that there are three occasions in which meat may be eaten: when it is not seen, not heard, and not suspected, that the living being has been killed for sake of the bhikkhu, I say: Meat may be eaten on these three occasions.

Please consider this Jivaka: Some bhikkhu lives in dependence upon a certain village or town. He dwells pervading one quarter with a mind permeated with infinite friendliness, likewise the second, likewise the third, likewise the 4th; so above, below, around and everywhere, and to all as to himself, he dwells pervading this all-encompassing universe with a mind saturated with infinite friendliness, intense, illuminating & immeasurable, without hostility & without any trace of ill will. Then a householder or a householder's son comes to him and invites him for the next day's meal. The bhikkhu accepts, if he likes. When the night is ended, in the morning he dresses, and taking his bowl and outer robe, goes to the house of that householder or householder's son and sits down on a seat made ready. Then the householder or householder's son serves him with good almsfood. He does not think: How good that this lay householder or householder's son serves me with good almsfood! If only a householder or householder's son might serve me with such good almsfood in the future too! He does not think like that. He eats that almsfood without being attached to it, without longing or urging for it, and utterly disgusted with it, he sees the danger in it and understands the escape from it...!!!
What do you think, Jivaka? Would that bhikkhu on that occasion choose thus & aim thus for his own suffering, or for another's suffering, or for the suffering of both ?

No, venerable sir.

Does not that bhikkhu sustain himself with blameless food on that occasion ?

Yes, venerable sir. Now I understand this, venerable sir: Brahma dwells in friendliness. Venerable sir, the Blessed One is my visible witness to that; for the Blessed One indeed also dwells in such infinite friendliness...

Jivaka, any lust, [370] any hate, any confusion whereby ill will might arise have been eliminated by the Tathagata, cut off at the root, made like a palm stump, done away with, so that they are incapable of any future growth nor arising. If what you said referred to that, then I agree with you.

Venerable sir, what I said, referred to exactly that.

Please reconsider this Jivaka: Some bhikkhu lives in dependence upon a certain village or town. He dwells pervading the 1st quarter with a mind permeated with infinite & compassionate pity, ... & with a mind filled with infinite & mutual joy, & with a mind saturated with infinite equanimity, likewise the 2nd, 3rd, & the 4th quarter; as above so below, across, around and everywhere, and to all as to himself, he dwells pervading the all-encompassing universe with a mind saturated with quite infinite pity, joy, & equanimity, intense, illuminating & immeasurable, without hostility & without any trace of ill will. Then a householder or a householder's son comes to him and invites him for the next day's meal. The bhikkhu accepts, if he likes. When the night is ended, in the morning he dresses, and taking his bowl and outer robe, goes to the house of that householder or householder's son and sits down on a seat made ready. Then the householder or householder's son serves him with good almsfood. He does not think: How good that this lay householder or householder's son serves me with good almsfood! If only a householder or householder's son might serve me with such good almsfood in the future too! He does not think like that! He eats that almsfood without being attached to it, without longing or yearning for it, and utterly disgusted with it, he sees the danger in it and understands the escape from it...!!!

What do you think, Jivaka? Would that bhikkhu on that occasion choose thus & aim thus for his own affliction, or for another's affliction, or for the affliction of both ?

No, venerable sir.

Does not that bhikkhu sustain himself with blameless food on that occasion ?

Yes, venerable sir. Now I understand this, venerable sir: Brahma dwells in pity, mutual joy & equanimity. Venerable sir, the Blessed One is my visible witness to that; for the Blessed One indeed also dwells in such infinite pity, mutual joy & equanimity...

Jivaka, any lust any hate, any confusion whereby cruelty or envy or aversion or resentment or discontent might arise, have been eliminated by the Tathagata, cut off at the very root made like a palm stump, done away with, so that they are unable to arise in the future. If what you said referred to that, then I agree with you. [371]

Venerable sir, what I said, referred to exactly that.

If anyone slaughters a living being for sake of the Tathagata or any of his disciples, he thereby creates much demerit in these five instances: When he says: Go and fetch that living sentient being this is the first instance in which he lays up much demerit. When that living being experiences pain and fear on being led along by the neck, this is the second instance in which he lays up much demerit.
When he says: Go and slaughter that living sentient being this is the third instance in which he accumulates much demerit. When that living being experiences pain and panic on being killed, this is the fourth instance in which he lays up much demerit. When he provides the Tathagata or his disciples with such food that is not permitted, which is unsuitable & unacceptable, this is the fifth instance in which he collects much demerit.
Anyone who slaughters a living being for sake of the Tathagata or any of his disciples creates future disadvantage on these five occasions...

When this was spoken, Jivaka Komârabhacca said to the Blessed One:
It is wonderful, Venerable Sir, it is marvellous. The bhikkhus sustain themselves with allowed, acceptable & blameless food... Magnificent, Venerable Sir, Magnificent, Venerable Sir!...
From today let the Blessed One remember me as a lay follower who has gone to him for shelter for as long
as this life lasts.


ternyata di tipitaka pali en tripitaka chinese
isinya sama, sama2 ada kalimat
tripitaka chinese : I say, that meat could be partaken on three instances, when not seen, not heard and when there is no doubt about it.
tipitaka pali :  I say that there are three occasions in which meat may be eaten: when it is not seen, not heard, and not suspected, that the living being has been killed for sake of the bhikkhu, I say: Meat may be eaten on these three occasions.

yg bikin bingung, kenapa di tripitaka chinese,
terjemahan judulnya jadi
Jivaka Sutta: Discourse to Doctor Jivaka on vegetarianism ?
mungkin perbedaan intrepretasi nya ada
di kata no doubt / not suspected ?
« Last Edit: 30 November 2012, 04:04:34 PM by bluppy »

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging
« Reply #57 on: 30 November 2012, 04:29:32 PM »
Soal "no doubt" vs "not suspected" maknanya sih sama. Intinya kalau dalam diri kita ada dugaan binatang itu dibunuh untuk kita, sebaiknya tidak dimakan. Kalau kita yakin, tidak ragu, bahwa kematian hewan itu tidak ada hubungannya dengan kita, maka boleh saja dimakan.

Kalau judulnya mungkin cuma keyword aja untuk orang yang mau baca, karena kalau cuma "khotbah kepada Jivaka", orang ga tahu apa isinya tanpa membaca sutranya.

Offline will_i_am

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.163
  • Reputasi: 155
  • Gender: Male
Re: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging
« Reply #58 on: 30 November 2012, 04:36:18 PM »
Yang sutranya kok pake 'bhikkhu' ??
hiduplah hanya pada hari ini, jangan mengkhawatirkan masa depan ataupun terpuruk dalam masa lalu.
berbahagialah akan apa yang anda miliki, jangan mengejar keinginan akan memiliki
_/\_

Offline bluppy

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.163
  • Reputasi: 65
  • Gender: Female
Re: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging
« Reply #59 on: 30 November 2012, 04:45:40 PM »
Soal "no doubt" vs "not suspected" maknanya sih sama. Intinya kalau dalam diri kita ada dugaan binatang itu dibunuh untuk kita, sebaiknya tidak dimakan. Kalau kita yakin, tidak ragu, bahwa kematian hewan itu tidak ada hubungannya dengan kita, maka boleh saja dimakan.

terus di tipitaka pali ada 1 kalimat
"not suspected, that the living being has been killed for sake of the bhikkhu"
tapi di terjemahan tripitaka chinese, tidak ada kalimat itu
hanya ada "no doubt about it"
jadi penasaran pengen liat naskah sanksrit atau chinese nya
tapi ngk ketemu naskah aslinya

jadi mungkin ada yg mengartikan
all meat no doubt comes by killing
padahal bisa juga hewan nya mati alami, terus jadi bangkai/daging

Yang sutranya kok pake 'bhikkhu' ??
ngk tau kenapa pakai kata "bhikkhu"
tapi dapat dari website mahayana
http://buddhism.org/Sutras/DHARMA/
websitenya nulis sutra, dharma

tapi will_i_am jeli juga yag
ternyata di website itu ada sutra, juga ada sutta
mungkin terjemahannya copas dari tempat lain
jadi sepertinya belum bisa dipastikan berasal dari tripitaka chinese
penonton kecewa deg
« Last Edit: 30 November 2012, 04:47:58 PM by bluppy »

Offline will_i_am

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.163
  • Reputasi: 155
  • Gender: Male
Re: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging
« Reply #60 on: 30 November 2012, 07:08:40 PM »
yah itu, karena ketemu kata 'Bhikkhu', jadi gak bisa dipastikan deh kebenarannya... :P
hiduplah hanya pada hari ini, jangan mengkhawatirkan masa depan ataupun terpuruk dalam masa lalu.
berbahagialah akan apa yang anda miliki, jangan mengejar keinginan akan memiliki
_/\_

Offline neutral

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.510
  • Reputasi: 89
  • Gender: Female
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging
« Reply #61 on: 30 November 2012, 07:16:58 PM »
Soal "no doubt" vs "not suspected" maknanya sih sama. Intinya kalau dalam diri kita ada dugaan binatang itu dibunuh untuk kita, sebaiknya tidak dimakan. Kalau kita yakin, tidak ragu, bahwa kematian hewan itu tidak ada hubungannya dengan kita, maka boleh saja dimakan.

Kalau judulnya mungkin cuma keyword aja untuk orang yang mau baca, karena kalau cuma "khotbah kepada Jivaka", orang ga tahu apa isinya tanpa membaca sutranya.

maaf suhu dan smuanya, asal nyambung, haha.

bagaimana dgn daging potong yg dijual di pasar? jika pedagang menyatakan bahwa mereka memotong dan menjual daging potong krn adanya permintaan dr pasar (konsumen mengonsumsi daging).  apakah boleh? klo ga ada yg minta (demand) maka mereka jg ga akan berbisnis ini.

Be it one day or a hundred day..Say good bye..it's hearbeat..no one ever prepared

Offline will_i_am

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.163
  • Reputasi: 155
  • Gender: Male
Re: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging
« Reply #62 on: 30 November 2012, 07:20:57 PM »
maaf suhu dan smuanya, asal nyambung, haha.

bagaimana dgn daging potong yg dijual di pasar? jika pedagang menyatakan bahwa mereka memotong dan menjual daging potong krn adanya permintaan dr pasar (konsumen mengonsumsi daging).  apakah boleh? klo ga ada yg minta (demand) maka mereka jg ga akan berbisnis ini.
dagingnya dipotong kan bukan khusus untuk kita.... ;D
selama daging tidak dilihat, didengar, atau dicurigai bahwa daging itu dibunuh khusus untuknya, maka daging itu tidak haram....
lain halnya kalo lagi makan di restoran seafood, hewannya langsung kita tunjuk yang mana yang mau dimasak...
hiduplah hanya pada hari ini, jangan mengkhawatirkan masa depan ataupun terpuruk dalam masa lalu.
berbahagialah akan apa yang anda miliki, jangan mengejar keinginan akan memiliki
_/\_

Offline freedom

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 100
  • Reputasi: 7
Re: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging
« Reply #63 on: 30 November 2012, 08:59:49 PM »
Hallo Senior Kainyn Kutho.

Saya ada mempelajari bahwa tumimbal lahir terdiri dari 31 alam, dimana alam binatang termasuk didalamnya.

Mohon petunjuk Senior Kainyn Kutho,

Apakah benar, bahwa ada kemungkinan bahwa kerabat sesama manusia yang meninggal , bisa terlahir ke alam binatang ?
Apakah ini berarti, walaupun ada kemungkinan kematian hewan itu tidak ada hubungannya dengan kita,
namun ada kemungkinan bahwa dahulunya hewan tersebut merupakan salah satu dari kelahiran kerabat manusia, dan apakah hal ini tetap diperbolehkan dan diijinkan untuk dimakan ?

Mohon bimbingan Senior Kainyn Kutho.

Semoga Semua Mahluk Berbahagia :)

~Peace
Freedom

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging
« Reply #64 on: 01 December 2012, 10:26:17 AM »
maaf suhu dan smuanya, asal nyambung, haha.

bagaimana dgn daging potong yg dijual di pasar? jika pedagang menyatakan bahwa mereka memotong dan menjual daging potong krn adanya permintaan dr pasar (konsumen mengonsumsi daging).  apakah boleh?
OK, pertama saya tanya dulu, ada beda ga antara 'boutique' dengan 'terima bikin gaun'?


Quote
klo ga ada yg minta (demand) maka mereka jg ga akan berbisnis ini.
Nah, ini juga menarik karena selalu jadi lingkaran setan. Apakah terjadi pasar karena penawaran dulu atau permintaan dulu?
Kita coba komoditi yang lain yang lebih kelihatan. Misalnya HP (Cellphone), apakah karena ada sangat banyak permintaan maka diproduksi massal, ataukah karena diproduksi massal, harga murah, jadi banyak yang menggunakan?


Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging
« Reply #65 on: 01 December 2012, 11:00:28 AM »
Apakah benar, bahwa ada kemungkinan bahwa kerabat sesama manusia yang meninggal , bisa terlahir ke alam binatang ?
Menurut Ajaran Buddha, tergantung pada perbuatan seseorang maka ia bisa terlahir di alam tertentu. Maka tentu saja siapapun juga manusia yang melakukan hal-hal yang mendukung pada kelahiran sebagai binatang, adalah mungkin terlahir kembali di alam tersebut.


Quote
Apakah ini berarti, walaupun ada kemungkinan kematian hewan itu tidak ada hubungannya dengan kita,
namun ada kemungkinan bahwa dahulunya hewan tersebut merupakan salah satu dari kelahiran kerabat manusia, dan apakah hal ini tetap diperbolehkan dan diijinkan untuk dimakan ?
Tidak ada relevansi antara perlakuan kita terhadap pribadi sekarang dan masa lampau. Jika seseorang di masa lampau pernah menjadi ayah kita, dan di kehidupan lampau lainnya menjadi anak kita, dan sekarang lahir sebagai saudara kita, memangnya bagaimana kita harus memperlakukannya?

Kemudian soal makan-memakan, bukan jenis daging yang menjadi perhatian, tapi pembunuhannya. Jika memang itu dibunuh untuk kita, misalnya kita mau bertamu lalu tuan rumah motong ayam untuk digoreng buat kita. Ini sebaiknya kita tidak makan dan beri penjelasan bahwa tidak memakan daging makhluk yang sengaja dibunuh untuk kita. (Jika kita mengetahui sebelum ayam dipotong, tentu lebih baik langsung mencegahnya memotong ayam, jangan tunggu digoreng.)


Offline freedom

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 100
  • Reputasi: 7
Re: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging
« Reply #66 on: 01 December 2012, 01:13:33 PM »
Terimakasih bimbingan Senior Kainyn Kutho.

Mohon maaf, saya masih ada pertanyaan, dan mohon petunjuk Senior Kainyn Kutho.

Jadi, menurut Senior Kainyn Kutho, pandangan yang benar adalah :
Walaupun ada kemungkinan bahwa dahulunya hewan yang akan disantap merupakan salah satu dari kelahiran kerabat manusia,
Yang terutama adalah kematian hewan itu tidak ada hubungannya dengan kita,(mencegah kesengajaan), dan hal ini tetap diperbolehkan dan diijinkan untuk dimakan  ?

Mohon bimbingan Senior Kainyn Kutho.

Semoga Semua Mahluk Berbahagia :)

~Peace
Freedom




Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging
« Reply #67 on: 01 December 2012, 01:21:21 PM »
Terimakasih bimbingan Senior Kainyn Kutho.

Mohon maaf, saya masih ada pertanyaan, dan mohon petunjuk Senior Kainyn Kutho.

Jadi, menurut Senior Kainyn Kutho, pandangan yang benar adalah :
Walaupun ada kemungkinan bahwa dahulunya hewan yang akan disantap merupakan salah satu dari kelahiran kerabat manusia,
Yang terutama adalah kematian hewan itu tidak ada hubungannya dengan kita,(mencegah kesengajaan), dan hal ini tetap diperbolehkan dan diijinkan untuk dimakan  ?

Mohon bimbingan Senior Kainyn Kutho.

Semoga Semua Mahluk Berbahagia :)

~Peace
Freedom

Pertama-tama perlu diklarifikasi, di sini sebetulnya tidak ada senior/junior dan pembimbing/terbimbing. Semua orang sejajar dalam diskusi dan hanya berbagi pendapat dan argumen saja.

Sekali lagi tidak ada relevansi antara kehidupan lampau makhluk dan perlakuan kita sekarang.
Sama saja anda pertanyakan kalau seorang wanita yang masa lalunya adalah ibu kita, apakah boleh dinikahi?

Silahkan sampaikan saja apa maksud dan pendapat anda bagaimana. Jangan sungkan-sungkan karena di sini semua posisinya 'sama tinggi'.

Offline freedom

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 100
  • Reputasi: 7
Re: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging
« Reply #68 on: 01 December 2012, 01:44:21 PM »
Terimakasih pendapat rekan Kainyn Kutho.

Kalimat rekan Kainyn Kutho, ini memang sempat terpikirkan sebelum saya posting,
Sama saja anda pertanyakan kalau seorang wanita yang masa lalunya adalah ibu kita, apakah boleh dinikahi?

Menikahi suami atau istri yg kemungkinan masa lalunya adalah kerabat kita.
Menyantap makanan yang kemungkinan masa lalunya adalah kerabat kita.

Menurut saya, sepertinya ada yang salah, namun pilihan hidup dikembalikan kepada diri sendiri.

Terimakasih sharingnya rekan Kainyn Kutho.

Semoga Semua Mahluk Berbahagia :)

~Peace
Freedom



Offline sanjiva

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.091
  • Reputasi: 101
  • Gender: Male
Re: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging
« Reply #69 on: 01 December 2012, 02:18:54 PM »
Terimakasih bimbingan Senior Kainyn Kutho.

Mohon maaf, saya masih ada pertanyaan, dan mohon petunjuk Senior Kainyn Kutho.

Terimakasih pendapat rekan Kainyn Kutho.

Kalimat rekan Kainyn Kutho, ini memang sempat terpikirkan sebelum saya posting,

Gw bacanya koq berasa masa ospek atawa asrama prajurit nih  :whistle: ^-^
«   Ignorance is bliss, but the truth will set you free   »

Offline freedom

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 100
  • Reputasi: 7
Re: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging
« Reply #70 on: 01 December 2012, 02:29:04 PM »
Hahahahahha.... :)

Baiklah , saya nantinya tak pakai kata "Senior" dan "rekan", langsung gunakan nama saja.

Terimakasih Sanjiva :)

Offline neutral

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.510
  • Reputasi: 89
  • Gender: Female
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging
« Reply #71 on: 01 December 2012, 02:48:47 PM »
OK, pertama saya tanya dulu, ada beda ga antara 'boutique' dengan 'terima bikin gaun'?

boutique : menjual gaun (pakaian) yg uda jadi, dr design ampe jadi lgsg dari sononya
terima bikin gaun : design dr konsumen, mereka bikin sesuai permintaan konsumen.

haha..i get what u mean..sama spt yg diilustrasikan wil_i_am.

Nah, ini juga menarik karena selalu jadi lingkaran setan. Apakah terjadi pasar karena penawaran dulu atau permintaan dulu?
Kita coba komoditi yang lain yang lebih kelihatan. Misalnya HP (Cellphone), apakah 1. karena ada sangat banyak permintaan maka diproduksi massal, ataukah 2. karena diproduksi massal, harga murah, jadi banyak yang menggunakan?

pasar terjadi karena ada permintaan dan penawaran, hehe.
mgkn kasus HP bisa krn option ke-2. Tp bgmn dgn kebutuhan dasar misalnya..barang konsumsi macam beras, susu, dll..itu kan krn brangkat dr banyaknya permintaan. hehe.
Be it one day or a hundred day..Say good bye..it's hearbeat..no one ever prepared