TEMPO Interaktif,
New York - Meski banyak orang enggan membicarakannya, hampir semua orang pernah marah kepada Tuhan pada satu titik dalam kehidupan mereka. Biasanya, mereka marah setelah didiagnosis menderita penyakit berat, kehilangan orang yang dicintai, atau trauma.
Bahkan, menurut studi dalam
Journal of Personality and Social Psychology edisi Januari, hampir dua dari tiga orang dilaporkan pernah marah kepada Tuhan. Mereka mayoritas marah karena menilai Tuhan bertanggung jawab atas kejadian-kejadian buruk dalam kehidupan mereka.
Orang-orang yang dikabarkan lebih religius sulit marah kepada Tuhan saat hal-hal buruk menimpa mereka.
"Orang-orang yang lebih religius jarang marah. Mereka mungkin hanya berpikir Tuhan menyebabkan kejadian buruk, tetapi mereka menilai ada hikmah di balik kejadian buruk itu. Mereka mengatakan, 'Tuhan menguji saya agar saya lebih kuat lagi'," ujar Julie Exline, seorang psikolog dan profesor di Case Wester Reserve University in Cleveland yang juga menulis studi tersebut.
Studi yang dilakukan Exline menganalisis hasil lima studi sebelumnya yang menilai hubungan manusia dengan Tuhan, terutama saat-saat seseorang mengalami krisis pribadi atau sedang kecewa.
Yang menarik dari studi tersebut, orang-orang yang tidak percaya Tuhan atau mempertanyakan keberadaan Tuhan, dikabarkan lebih marah kepada Tuhan ketimbang orang-orang yang percaya dengan Tuhan.
Menurut Exline, kelompok lain yang marah besar terhadap Tuhan ketika hal-hal buruk menimpa mereka adalah anak-anak muda dan orang berkulit putih.
Meski banyak orang marah terhadap Tuhan, kata Exline, mereka tetap mencintai Tuhan. "Adanya perasaan positif tidak menutup kemungkinan untuk marah dan begitu juga sebaliknya," tambah Exline.
sumber:
http://tempointeraktif.com/hg/kesehatan/2011/01/03/brk,20110103-303252,id.html