sayang sekali Sang Buddha sudah ditawarin royalti menolak, karena beliau bukan seorang yang berprofesi penulis, kearahatan adalah pencapaian tahap kesucian yang hanya bisa dicapai dg praktek langsung, bukan suatu resep masakan yang bisa diperjualbelikan.
dalam Dh.275 & 276 anda bisa temukan pesan Sang Buddha, dg jelas beliau berpesan
"hanya kita sendirilah yang langsung berpraktek untuk mencapai kesucian (Arahat) tsb, beliau hanya menunjukkan jalan saja".
dalam konsep Mahayana, Sang Buddha tidak pernah mengajarkan "Ajarannya" beliau hanya duduk sempurna meditasi tanpa mengeluarkan sepatah katapun. jadi sebaiknya kita tidak perlu memperpanjang diskusi ini krn lebih ke Mahayana. bagi saya, sebelum saya mencapai Arahat, maka ajaran beliau yang bisa saya dapatkan dari Tipitaka dapat dipertanggungjawabkan dari pada tulisan karya Buda Hidup. sory bro...saya pribadi masih menganggap Tipitaka dapat dipertanggungjawabkan.
mettacittena,
Sis Pannadevi yang baik,
Saya bukan mengatakan bahwa Tipitaka itu salah 100%. Tidak. Hanya saja seperti contoh yang saya berikan : mencoba menjelaskan keharuman bunga adalah sangat sulit disampaikan dengan kata-kata. Karena itu Buddha sering menjawab: BUKAN ini dan BUKAN itu, yang bisa jadi membingungkan banyak orang yang mencoba meng-KONSEP-kan ajaran Buddha secara intelektual semata.
Dalam sejarah Zen, diyakini Sang Buddha pernah menggerakkan sejenis bunga lalu membaui keharuman bunga itu. Murid-murid lain bingung dengan perilaku Buddha dan hanya Maha Kasyappa yang tersenyum dan tahu maksud Sang Buddha. Karena itulah kemudian dikenal istilah TRANSMISI PIKIRAN dari Buddha ke Maha Kasyappa. Dan saya tahu persis kisah ini tidak ditemukan dalam satupun sutta Theravada, karena kita memang berbeda tradisi. Memang sulit menggambarkan KEHARUMAN BUNGA itu dengan kata-kata. Karena itu Zen juga disebut ajaran di luar kata, bahasa, kitab/sutra namun langsung menunjuk ke PIKIRAN. Bahasa, kata, istilah, konsep, teori ibarat jari sedangkan PIKIRAN itu adalah bulan yang ditunjuk jari itu.
Karena menurut saya pribadi, kita sebagai manusia selain menggunakan intelektual (IQ) seharusnya juga menggunakan RASA (EQ). Demikian pula dengan Buddha Dharma tak bisa dipahami secara intelektual/rasio semata tapi juga melibatkan semacam 'rasa' dan dalam tradisi Zen, 'rasa' yang dimaksud adalah 'rasa' WELAS ASIH atau METTA/MAITRI KARUNA (harap 'rasa' METTA KARUNA dibedakan dengan rasa dalam pengertian 'vedana' yang sifatnya masih melekat).
Dan semua itu hanya bisa dipahami dalam praktik 'meditasi' mindfulness/eling/sadar. Itulah yang sebenar-benarnya disebut sebagai Zen / Chan / Dhyana. Zen artinya meditasi. Meditasi adalah Zen.
Master Zen hanya menunjukkan jalan bagi praktisi Zen. Praktisi Zen harus berusaha sendiri dalam praktik meditasi itu sendiri. Mencoba 'membaui' KEHARUMAN BUDDHA DHARMA yang tak terjangkau kata-kata itu.
Semoga jawaban saya yang masih rendah dalam meditasi/Zen ini dapat membantu Anda.