//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Ajaran Buddha dan agama Buddha  (Read 1275 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Gwi Cool

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 170
  • Reputasi: -2
  • Terpujilah Sang Buddha
Ajaran Buddha dan agama Buddha
« on: 21 November 2017, 08:56:40 AM »
"Agama" berasal dari bahasa Sanskrit, sedangkan "Ajaran" berasal dari bahasa Indonesia (bukan serapan), yang sama-sama berarti "kepercayaan/keyakinan".
Oleh karena itu, tidak ada bedanya dikatakan Agama Buddha atau Ajaran Buddha.

Ajaran Buddha tidak memiliki budaya! Ini harusnya digarisbawahi.
Namun, perlu dicatat! Bahwa tidak berbudaya, artinya adalah "ajaran itulah budayanya", misalnya Ajaran Buddha, budayanya adalah "Patimokkha (disiplin dalam Sangha)" atau yang biasa dikenal sebagai Vinaya. Berlaku juga untuk "vinaya" umat awamnya, yaitu 5 sila dan puasa (uposatha).

Yang lainnya adalah tata krama, misalnya cara penghormatan, dll. (tata krama disesuaikan berdasarkan wilayah/negara). Misalnya orang Indonesia, umatnya pasti memakai budaya Indonesia, salah satunya dengan merangkapkan tangan atau salaman (tata krama), atau dengan berbudaya batik, dll. Sementara di Jepang misalnya, mereka memakai yukata (kimono biasanya buat pernikahan), dengan tata krama, biasanya suka tunduk-tunduk (membungkukan badan) daripada salaman, dll. Demikian juga dengan wilayah/negara lainnya.

Jika kelompok manapun (budaya manapun) ingin memasuki Ajaran Buddha maka ia tidak dapat memasukkan budayanya di dalam "ajaran". Ia meneruskan budayanya tanpa mencampurkan ke dalam ajaran.

Tidak ada peraturan dalam Ajaran Buddha, Sang Buddha tidak pernah melarang apa pun karena manusia menyukai kebebasan dan Sang Bhagava "mendisiplinkan" pengikutnya bukan melalui peraturan karena apa? Karena, seseorang yang disiplin "pasti taat peraturan", sementara orang yang taat peraturan "belum tentu disiplin". Sang Buddha tidak melarang apa pun, bukan berarti Beliau menyetujui perbuatan jahat. Beliau mengungkapkan bahwa perbuatan buruk akan berakibat buruk; perbuatan baik akan berakibat baik. Oleh karena itu, hindari perbuatan jahat, yang tidak bermanfaat. Perbanyak perbuatan baik, yang bermanfaat. Ini adalah demi kesejahteraan masing-masing. Demikianlah Sang Buddha mendisiplinkan pengikut-Nya.

Ajaran Buddha tiada "budaya", dalam arti bahwa budaya dari manapun (seseorang) bisa berkeyakinan pada Sang Buddha Gotama, dan tentunya meneruskan budaya mereka secara turun-temurun "tanpa" mencampuradukkan ke dalam Ajaran Buddha. Seperti halnya urusan keluarga, tidak dibeberkan di luar namun menyimpannya dalam keluarga. Apakah keluarga itu munafik? Ini cukup kasar dan salah karena urusan keluarga adalah urusan pribadi. Demikian pula, budaya tidak dimasukkan ke dalam Ajaran Buddha karena orang-orang akan berpikir bahwa: "Ajaran Buddha hanya untuk suku tertentu, atau untuk budaya tertentu, kita harus memasuki budaya lain dan meninggalkan budaya kita." Oleh karena itu, budaya adalah budaya masing-masing, Ajaran Buddha adalah khsusus Ajaran Buddha, dengan begitu, tidak ada celah dan kritikan dengan mengatakan Ajaran Buddha khusus budaya tertentu namun kenyataannya siapa pun dapat berkeyakinan pada Buddha, disamping meneruskan budaya masing-masing. Bahkan dapat meningkatkan martabat budaya mereka, dengan Ajaran Buddha sebagai pegangan.

Misalnya ada orang chinese yang tujuh turunan memakai budaya chinese maka ia tetap dapat meneruskan budayanya disamping berkeyakinan dalam Ajaran Buddha.

Atau misalnya seorang nasrani (kayak novelis Dee Lestari), katakanlah  7 turunan telah mewarisi tradisi natal maka ketika memasuki Ajaran Buddha, ia seharusnya tidak meninggalkan tradisi tersebut, sebagai umat awam karena itu budaya yang baik, tidak ada pelanggaran HAM atau hal buruk.

Budaya yang baik adalah pantas dilestarikan dan dihormati.

Tambahan:
Bahkan jika sebelumnya ia non-buddhis dan sekarang menjadi Buddhisme, jika ia menginginkan untuk membaca kitab suci lamanya atau ke tempat ibadah lamanya atau ke temapt suci lama, jika menginginkan, boleh-boleh saja melakukannya. Yang terpenting adalah, seorang Buddhisme menyatakan 3 perlindungan, kepada (1) Buddha Gotama, (2) Dhamma, dan (3) Sangha. Setelahnya mengambil lima sila, yaitu menghindari pembunuhan, menghindari mengambil apa yang tidak diberikan, menghindari perbuatan asusila yang salah, menghindari berbohong, menghindari zat yang memabokkan atau yang melengahkan kesadaran. Maka ia telah disebut umat awam Buddhis (laki-laki = upasaka; perempuan = upasika).

Bagaimana? Harmoniskan, Ajaran Buddha?

Sekian dan terimakasih.
Yang mau debat, saya diam, dan mengaku kalah karena saya hanyalah makhluk lemah, debat sama yang lain saja.
Mari berbicara Dhamma yang indah di awal, indah di pertengahan, dan indah di akhir. Indah dengan pikiran penuh cinta kasih. Hobiku menggubah syair.

Offline morpheus

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.750
  • Reputasi: 110
  • Ragu pangkal cerah!
Re: Ajaran Buddha dan agama Buddha
« Reply #1 on: 21 November 2017, 10:24:19 AM »
Ajaran Buddha tidak memiliki budaya! Ini harusnya digarisbawahi.
Namun, perlu dicatat! Bahwa tidak berbudaya, artinya adalah "ajaran itulah budayanya", misalnya Ajaran Buddha, budayanya adalah "Patimokkha (disiplin dalam Sangha)" atau yang biasa dikenal sebagai Vinaya. Berlaku juga untuk "vinaya" umat awamnya, yaitu 5 sila dan puasa (uposatha).
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

 

anything