TErima kasih atas tanggapannya. Saya akan kasih tanggapan satu persatu,
[at] Mr Pao:
Memang benar, banyak non Buddhis mengunjungi Sang Buddha. Mungkin lebih baik lagi kalau Anda bisa memberikan contoh-contohnya plus ada di Sutta/ Sutra apa. Sebagai contoh:
Ambattha di Ambattha Sutta. Ambattha adalah pemuda Brahmana yang mencela Buddha Sakyamuni dan lalu berdebat masalah keturunan mana yang lebih mulia.
Upali di Upali Sutta. Upali adalah murid Nigantha Nataputta yang juga terlibat debat dengan Sang Buddha.
Dengan menimbang hal-hal di atas, apakah kita boleh menyimpulkan bahwa menurut Tripitaka/ Tipitaka sah-sah saja orang non Buddhis memasuki vihara? Ingat yang saya tanyakan adalah memasuki vihara (dalam konteks sekarang), bukan menjumpai Buddha (konteks masa lalu). Namun, Mr. Pao nampaknya setuju bahwa orang non Buddhis boleh masuk vihara dengan asumsi bahwa dahulu banyak orang2 non Buddhis yang menjumpai Sang Buddha. Nah, saya timbul pertanyaan lagi, apakah karena dahulu banyak orang non Buddhis diperkenankan datang menjumpai Sakyamuni Buddha, maka pada zaman sekarang orang non Buddhis boleh masuk ke vihara. Apakah konklusi seperti ini sah dan valid? Mohon pandangannya.
[at] Indra:
Dalam Vinaya disebutkan bahwa seorang bhikkhu tidak akan membabarkan Dhamma kepada orang yang mengenakan alas kaki/topi/payung/dll. dengan asumsi bahwa seseorang masuk ke vihara untuk bertemu bhikkhu tentu saja sebaiknya melepas alas kaki, dll. tetapi kalau sekedar mau foto-foto saya kira no problemo.
Mohon maaf, pertanyaan saya adalah apakah orang non Buddhis diperkenankan masuk ke vihara? Jawaban Anda di atas belum menjawab pertanyaan saya. Kemudian seperti yang saya katakan adakah rujukannya dalam Tipitaka/ Tripitaka. Mohon tidak memberikan pendapat pribadi. Mungkin bagi Anda no problemo, tetapi yang saya perlukan adalah kutipan2 dari Tipitaka/ Tripitaka sehingga argumen saya lebih kuat.
[at] Johan3000:
Nahh yg paling penting SIGN utk melepas alas kaki harus jelas. Buatlah sign yg cukup besar dan mudah dimengerti. Tamu itu juga harus diservices dgn baik. Jangan cuma soal alas kaki aja tamu menjadi tersinggung. Kalau hal ini tidak dilakukan dgn baik... ya ajaran yg luar biasapun tidak mengena....
kalau bukan umat Buddha mau foto. Ya itu silahkan aja dehh biar dia puas....
sebelum pulang jangan lupa beri buku kecil utk baca2...
Non Buddhist udah jelas sangat sangat dipersilahkan boleh masuk wihara...
walaupun tidak sembayang dan cuma lihat2. Sekalian beri makanan/minuman gratis gitu lho!
tunjukanlah keramah tamahan.
Mohon maaf, Jawaban Anda juga belum mencantumkan kutipan dari Tipitaka/ Tripitaka. Minimal mohon sebutkan dari Sutra/ Sutta apa. Menurut saya begini. Ini bukan masalah menunjukkan keramah-tamahan atau apa. Kalau seandainya memang di Sutra atau Sutta memang disebutkan tidak boleh ya tidak boleh. Jangan karena kita ingin menunjukkan keramahan lalu melanggar ajaran Sang Buddha. Kalau memang diperbolehkan ya bagus. Namun kalau tidak, dengan berbuat semacam itu kita telah melanggar ajaran Buddha.
[at] Nyanadhana:
saya pounya murid Yoga umat Muslim yang senang ikut saya pergi ke Cetiya Dhammamanggala Sunter dan sekarang menjadi vegetarian.menurut anda yang membatasi seseorang ke vihara itu imannya atau apa?
Bukan masalah iman yang membatasi atau bukan. Pertanyaan saya adalah apa yang dikatakan sendiri oleh Sang Buddha, yakni sebagaimana yang termaktub dalam Tipitaka/ Tripitaka. Jadi bukan menurut saya, si A, atau si B.
Demikian sedikit tanggapan saya. Mohon maaf kalau ada yang kurang berkenan.
Kesimpulan sementara:
Mungkin jawaban sementara yang paling mengena adalah jawaban Mr. Pao. Karena walaupun belum mencantumkan sumber2 Tipitaka/ Tripitaka, tetapi telah mengacu pada kebiasaan pada zaman Sang Buddha. Hanya saja jawaban Mr. Pao masih perlu dielaborasi dan didiskusikan lebih jauh.
Salam hormat,
Tan