//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Dilema Jujur atau Bohong dalam Berdagang  (Read 4784 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline markosprawira

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.449
  • Reputasi: 155
Dilema Jujur atau Bohong dalam Berdagang
« on: 05 November 2008, 05:21:19 PM »
Dari milis samaggi-phala, ada sesuatu yang saya ingin share ke rekan2 DC.... semoga bisa bermanfaat bagi kita semua



Postingan rekan :

Quote
Dear All Friends,

Ikut urun rembug sedikit. Masalah "tidak berbicara jujur" dan "menutupi fakta", sepertinya memang sudah merupakan salah satu jurus taktis dalam dunia sistem ekonomi liberal saat ini, dimana masing2 individu, masing2 company melalukan cara apapun untuk menang dalam persaingan.

Kebetulan saya simply seorang software engineer, bukan bagian dari team marketing, meski terkadang ikut terlibat sebagai pre-sales. Beberapa hal yang agak mengganggu:
1. Kita cenderung selalu bilang "bisa", apapun fitur yang di kehendaki calon client. (Kalo ada problem kemudian, ya nego lagi)
2. Kita cenderung selalu bilang "bisa" memenuhi timeline yang di expect calon client. (kalo nanti meleset...ya nego lagi)
3. Cenderung melebih-lebihkan prestasi2 yang pernah kita capai. (pernah implement sekian unit..disana disini)
4. Menutupi fakta dengan sedikit berbohong, untuk buying time, dll

Kalau 1-3, saya masih bisa menghindari. Item 4 sudah terlalu sering ikut2an, bahkan memberi berbagai petunjuk ke sub-ordinate "bagaimana cara nya berbicara dengan client dan mengelak".

Kalau merasa guilty, alasan yang kita pakai, adalah...demi survive nya company...demi anak istri si pegawai A, pegawai B, dll.

Saking tidak nyamanya...baru2 ini saya merasa perlu membeli buku terbitan ppm berjudul "sukses membangun Authentic Personal Branding", walau belum sempat baca....

Intinya, saya juga merasa, praktik2 tersebut diatas kurang benar...dan masih terus mencari "jalan tengah" yang jitu...

Tanggapan bijaksana dari bro Henry <henry.ch02 [at] gmail.com>

Quote
Dear A Heng,

Tidak berbicara jujur artinya mengetahui fakta dan sengaja berbicara lain dari fakta. tetapi kalau cuma mengetahui fakta, tapi tidak mau berbicara, itu bukan katagori berbohong atau tidak jujur.

Kalau anda dari awal sudah mengetahui bahwa anda tidak sanggup memenuhi pemintaan client, tapi anda tetap berjanji dan mengatakan bisa, maka ini jelas anda tidak jujur. Jadi sesuatu yang sangat baik kalau anda dapat mengetahui ketidaknyamanan berkata tidak jujur.
Mungkin akan jadi masalah besar, kalau anda merasa nyaman dengan berbohong.

Lebih baik tidak mencari penbenaran untuk sesuatu yang tidak baik.
Kalau anda terus mencari penbenaran dengan alasan berbohong demi kebaikan, maka nantinya akan timbul banyak sekali kebohongan dan alasan-alasan pendukungnya.
Dan perbuatan yang tidak baik tsb bisa menjadi seolah-olah suatu yang baik, karena alasan pendukung tsb.

Sebagian orang merasa dengan sedikit berbohong dapat membuat client lebih nyaman sesaat (masalah nanti timbul kita nego lagi). Biasanya kalau berbohong diawal, anda memerlukan kebohongan yang kedua untuk
menutupi kebohongan yang pertama.
Melakukan kebohongan yang baru untuk menutupi kebohongan yang lama adalah perbuatan yang sangat
menjijikan. Orang ini (atau perusahaannya) akan langsung menerima akibatnya yaitu dicap "tidak bisa dipercaya"

Promosi yang telalu berlebihan dengan berbohong ini juga tidak akan membawa menfaat dan dapat menjatuhkan kepercayaan client.
Dengan melihat promosi yang berlebihan, client akan berharap mendapatkan manfaat dari kelebihan tersebut, namun pada kenyataannya bahwa kelebihan tersebut hanya sebuah kebohongan belaka, maka ini tentunya
dapat menjatuhkan semua kepercayaan.

dibawah ini saya quote "pandangan hal yang terkait, mungkin bermanfaat untuk melakukan usaha yang benar selaras dengan Buddha Dhamma" sbb:

Pattakamma Sutta, Samyutta Nikaya menyebutkan bahwa ada empat hal di dunia ini yang diharapkan oleh
setiap orang, tetapi sangat susah untuk mendapatkannya. Empat hal tersebut adalah :
  • Harapan untuk mendapatkan kekayaan dengan jalan Dhamma
  • Cita-cita agar menjadi orang terpandang dalam masyarakat
  • Harapan agar mempunyai umur panjang dan selalu sehat,
  • Serta setelah meninggal bisa terlahir di alam-alam bahagia, yaitu terlahir di alam surga.

Perlu diingat bahwa untuk mendapatkan kekayaan adalah mudah didapat (misalnya cara korupsi), tetapi untuk
mendapatkan kekayaan dengan jalan Dhamma merupakan hal yang sulit didapat.
Demikian juga setelah mendapatkan kekayaan kita mempunyai harapan agar kita menjadi orang terpandang.

Jika seseorang mengumpulkan kekayaan dengan jalan yang benar, maka dia akan dihormati masyarakat, dan tentunya akan membawa efek kepada keluarga dan lingkungannya.
Perbuatan baik yang telah kita tanam menyebabkan kita bisa mendapatkan kesehatan dan umur panjang, tetapi menurut Agama Buddha tidak ada sesuatu yg terbentuk bersifat kekal.

Oleh karena itu, setelah mendapatkan hal-hal tersebut di atas, maka harapan selanjutnya adalah kelahiran di alam-alam bahagia. Jadi, sudah jelas bahwa Sang Buddha menasihatkan kepada kita bahwa kekayaan atau
materi bukanlah satu-satunya tujuan dalam hidup kita, dan dalam mengumpulkan materi seseorang diharapkan untuk memperhatikan norma-norma etika yang selaras dengan Dhamma.

Lebih lanjut, sutta tersebut menerangkan bahwa dalam mengumpulkan kekayaan, sebaiknya seseorang
mengumpulkannya
  • Dengan usaha dan semangat yang tinggi (utthanaviriyadhigatehi),
  • dengan keringat sendiri (sedavakkhitehi), dan
  • dengan jalan Dhamma (dhammikehidhammaladdhehi).

Hal ini diterangkan lebih lanjut oleh Sang Buddha dalam Vyagghapajja Sutta, di mana setelah seorang milyuner
yang bernama Dighajanu bertanya kepada Sang Buddha untuk mendapatkan beberapa nasihat agar dia bisa
berbuat untuk kebahagiaan di dunia ini dan dunia berikutnya.
Kemudian Sang Buddha mengajarkan bahwa hendaknya untuk mendapatkan kemajuan materi atau kekayaan, seseorang diharapkan :
  • melakukan segala pekerjaan dengan penuh usaha (utthana sampada),
  • menjaga kekayaan yang telah ia dapat (arakkha sampada),
  • hidup seimbang (samajivikata), dan
  • bergaul dengan para sahabat yang bisa hidup bersama baik dalam keadaan susah dan senang.

Sedangkan untuk mendapatkan kebahagiaan di dunia-dunia berikutnya, Pattakamma Sutta dan Vyagghapajja
Sutta menerangkan empat syarat yang diperlukan agar seseorang bisa mendapatkan kebahagiaan di alam-
alam berikutnya, yaitu:

1. Saddha: seseorang mempunyai keyakinan kepada Buddha Dhamma
2. Sila: seorang diharapkan untuk melaksanakan Pancasila, yaitu
menghindari diri dari pembunuhan, pencurian, perzinaan, berbohong, dan
minum-minuman keras memabukkan.
3. Caga: praktik kemurahan hati untuk mengurangi kemelekatan kepada materi.
4. Pabba: pengembangan kebijaksanaan untuk pembebasan dari penderitaan.

Keempat hal ini adalah sangat penting, di mana seseorang tidak hanya mengejar materi belaka atau
memandang materi sebagai tujuan yang harus dikumpulkan untuk pribadi, tetapi seseorang akan berpikir bahwa materi seharusnya digunakan sebagai salah satu sarana untuk melenyapkan penderitaan.

Dalam usaha mengumpulkan kekayaan, hendaknya seseorang harus melakukan segala kegiatannya dengan
jalan yang benar. Misalnya, kepada para pedagang, Sang Buddha telah menasihati untuk menghindari penipuan dengan jalan menipu alat pengukur timbangan (tulakuta), dan menipu dalam dengan memalsu uang dan sebagainya.

Selanjutnya, Angguttara Nikaya menjelaskan seseorang seharusnya menghindari diri dari lima macam
perdagangan yang bisa membahayakan bagi dirinya sendiri dan juga mahkluk lain, seperti
  • satta vanijja (perdagangan perbudakan),
  • sattha vanijja (perdagangan persenjataan),
  • mamsa vanijja (perdagangan mahluk hidup),
  • majja vanijja (perdagangan minum-minuman keras), dan
  • visa vanijja (perdagangan racun, termasuk ganja, morfin, dan sebagainya).


Ambalatthika Rahulovada Sutta menegaskan kriteria tentang pekerjaan terbaik yang dilakukan oleh para pengikut Sang Buddha.
Jika suatu pekerjaan yang dilakukan adalah menimbulkan manfaat untuk dirinya sendiri dan bermanfaat untuk orang lain serta bermanfaat untuk kedua-duanya maka pekerjaan tersebut adalah pekerjaan yang terpuji.

Beberapa jenis pekerjaan seperti kerajinan, pertanian merupakan pekerjaan yang terpuji.

Offline markosprawira

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.449
  • Reputasi: 155
Re: Dilema Jujur atau Bohong dalam Berdagang
« Reply #1 on: 06 November 2008, 04:18:29 PM »
Jangan Seperti Si Kepiting


Mungkin banyak yang tahu wujud kepiting, tapi tidak banyak yang tahu sifat kepiting. Semoga Anda tidak memiliki sifat kepiting yang dengki.

Di Filipina, masyarakat pedesaan gemar sekali menangkap dan memakan kepiting sawah.

Kepiting itu ukurannya kecil namun rasanya cukup lezat. Kepiting-kepiting itu dengan mudah ditangkap di malam hari, lalu dimasukkan ke dalam baskom/wadah, tanpa diikat. Keesokkan harinya, kepiting-kepiting ini akan direbus dan lalu disantap untuk lauk selama beberapa hari. Yang paling menarik dari kebiasaan ini, kepiting-kepiting itu akan selalu berusaha untuk keluar dari baskom, sekuat tenaga mereka, dengan menggunakan capit-capitnya yang kuat.

Namun seorang penangkap kepiting yang handal selalu tenang meskipun hasil buruannya selalu berusaha meloloskan diri. Resepnya hanya satu, yaitu si pemburu tahu betul sifat si kepiting. Bila ada seekor kepiting yang hampir meloloskan diri keluar dari baskom, teman-temannya pasti akan menariknya lagi kembali ke dasar. Jika ada lagi yang naik dengan cepat ke mulut baskom, lagi-lagi temannya akan menariknya turun! Dan begitu seterusnya sampai akhirnya tidak ada yang berhasil keluar. Keesokan harinya sang pemburu tinggal merebus mereka semua dan matilah sekawanan kepiting yang dengki itu.

Begitu pula dalam kehidupan ini. Tanpa sadar kita juga terkadang menjadi seperti kepiting-kepiting itu. Yang seharusnya bergembira jika teman atau saudara kita mengalami kesuksesan kita malahan mencurigai, jangan-jangan kesuksesan itu diraih dengan jalan yang nggak bener. Apalagi di dalam bisnis atau hal lain yang mengandung unsur kompetisi, sifat iri, dengki, atau munafik akan semakin nyata dan kalau tidak segera kita sadari tanpa sadar kita sudah membunuh diri kita sendiri.

Kesuksesan akan datang kalau kita bisa menyadari bahwa di dalam bisnis atau persaingan yang penting bukan siapa yang menang, namun terlebih penting dari itu seberapa jauh kita bisa mengembangkan diri kita seutuhnya. Jika kita berkembang, kita mungkin bisa menang atau bisa juga kalah dalam suatu persaingan, namun yang pasti kita menang dalam kehidupan ini. Pertanda seseorang adalah si "kepiting" adalah:

1. Selalu mengingat kesalahan pihak luar (bisa orang lain atau situasi) yang sudah lampau dan menjadikannya suatu prinsip/pedoman dalam bertindak.
2. Banyak mengkritik tapi tidak ada perubahan
3. Hobi membicarakan kelemahan orang lain tapi tidak mengetahui kelemahan dirinya sendiri sehingga ia hanya sibuk menarik kepiting-kepiting yang akan keluar dari baskom dan melupakan usaha pelolosan dirinya sendiri. ..Seharusnya kepiting-kepiting itu tolong-menolong keluar dari baskom, sebab dibutuhkan jiwa yang besar untuk melakukannya.
4. Coba renungkan berapa waktu yang Anda pakai untuk memikirkan cara-cara menjadi pemenang. Dalam kehidupan sosial, bisnis, sekolah, atau agama. Dan gantilah waktu itu untuk memikirkan cara-cara pengembangan diri Anda menjadi pribadi yang sehat dan sukses.
_

Kata Bijak Hari Ini.

Mari kita kembangkan sikap 3M (AA Gym)
1. Mulai dari hal kecil
2. Mulai dari diri sendiri
3. Mulai lah hari ini.

 

anything