Dunia sensori adalah menyenangkan dan menyakitkan, cantik, jelek, netral; ada semua gradasi, semua kemungkinan di dalamnya. Ini hanyalah pengalaman sensori. Tetapi ketika ada kebodohan (moha) dan pandangan diri yang bekerja, saya hanya menginginkan kenyamanan dan saya tidak mau rasa sakit. Saya hanya ingin kecantikan dan saya tidak mau keburukan. ‘Oh Tuhan, tolong beri saya kesehatan, beri saya wajah yang halus, fisik yang menarik, biarkan saya muda selama waktu yang panjang, mendapatkan banyak uang, kemakmuran dan kekuatan, tidak ada rasa sakit, tidak ada kanker, banyak kecantikan di sekitar saya, kelilingi saya dengan kecantikan dan kesenangan sensual yang terbaik’. Kemudian rasa takut akan datang dan berpikir bahwa mungkin saya akan mendapatkan yang terburuk. Saya mungkin mendapatkan penyakit lepra, AIDS atau Parkinson atau kanker. Dan saya mungkin ditolak, diasingkan, dipermalukan dan ditinggalkan sendirian dalam kedingingan, kelaparan, sakit dan bahaya, dengan serigala-serigala yang bersahut-sahutan dan deru angin.
Jadi kita mencondongkan diri kita kepada rasa aman, benarkan? Tempat kecil yang nyaman dengan listrik, pemanas sentral, asuransi dan garansi akan segalanya – tagihan yang terbayar dan kontrak legal. Semua ini memberikan kita sebuah perasaan aman. Kita mencari rasa aman emosional. ’Katakanlah bahwa anda akan selalu mencintai saya sayang. Katakanlah anda akan mencintai saya walaupun anda tidak sungguh-sungguh mencintai saya’. Buat segalanya aman dan terjamin. Dan di dalam permintaan-permintaan itu akan selalu ada kegelisahan karena genggaman erat pada keinginan.
Jadi kita mengembangkan cahaya di sekitar penegakan semangat manusiawi daripada jaminan materiil. Sebagai pengembara yang berpindapatta, anda mengambil resiko bahwa anda tidak akan mendapatkan apapun untuk makan. Anda mungkin tidak akan menemukan tempat berteduh, anda mungkin tidak memiliki obat yang baik, anda mungkin tidak akan mendapatkan pakaian yang bagus. Orang terkadang sangatlah murah hati, tetapi sebagai pertapa kita tidak menganggap enteng pemberian ini, beranggapan bahwa kita patut mendapatkannya. Kita bersyukur akan segala yang diberikan dan mengembangkan sikap berkeinginan secukupnya. Kita harus mempersiapkan diri meninggalkan segalanyanya di setiap momen, untuk memiliki sikap pikiran yang tidak berpikir ’Ini rumah saya, saya ingin dijamin selama hidup saya’