baiklah, berarti sy sdh sdkt lebih ngerti...tapi ada yang masi gantung nih,kan salah satu faktor pendukung kelangsungan hidup manusia adalah Avijja ( ketidaktahuan ),bisa dijelaskan lebìh rinci Bro Indra dengan contohnya? Terus,untuk mencapai Nibana apakah jalan satu2nya seperti Sang Buddha yaitu bener2 menjauhi keduniawian dan meditasi terus ? Maaf,sy masih terjebak dlm pengertian Surga pd umumnya. sy ingin lbh tau Nibana itu seperti apa? Apakah tempat di alam lain? hny org yg mencapainya, sdh benar2 suci tdk lg terikat dgn kebutuhan2 mahluk spt makan,minum,tidur dll? dan tdk berwujud begitu ? Maaf kalo pertanyaan sy ini terlihat bodoh bagi teman2 semua....
Sedikit saya luruskan, avijja itu bukan faktor pendukung kehidupan manusia, tapi faktor penyebab kelahiran kembali yang berulang-ulang. Avijja (kegelapan bathin) itu adalah suatu kebodohan sehingga tidak bisa melihat mana yang benar dan mana yang salah.
Saya coba ambil contoh orang-orang yang telah merusak citra suci agama Islam. Para terorist adalah contoh orang yang memiliki avijja. Mereka berpikir bahwa mereka adalah para syuhada yang akan masuk surga karena telah membunuh para kafir (mereka berjuang di jalan Allah). Namun, sesungguhnya, pandangan yang mereka anut / yakini itu salah. Avijja lah yang membuat mereka buta akan mana yang benar dan mana yang salah. Mereka yang memiliki avijja tidak bisa membedakan mana yang baik dan mana yang tidak baik.
Untuk mencapai Nibbana, Sang Buddha mengajarkan sebuah jalan yaitu Jalan Tengah Beruas Delapan yang berisi,
1. pandangan benar
2. pikiran benar
3. ucapan benar
4. perbuatan benar
5. mata pencarian benar
6. usaha benar
7. perhatian benar
8. konsentrasi benar
Sebenarnya 8 cara itu jika disingkat hanya ada 3 macam saja yaitu, sila (kemoralan), samadhi (meditasi) dan panna (kebijaksanaan). Jadi apa yang Sang Buddha ajarkan untuk merealisasi Nibbana hanya bersumber dari dikembangkannya 3 macam tersebut (Sila, Samadhi, dan Panna) dengan baik dan benar.
Sang Buddha tidak pernah mengharuskan umatnya untuk menjadi non-perumah tangga (bhikkhu/ni). Menjadi non-perumah tangga maupun perumah tangga itu adalah pilihan perorangan. Namun, perlu diketahui, apabila kita hidup sebagai non perumah tangga (bhikkhu/ni), tentu akan semakin mudah kita mencapai nibbana (hal ini didasarkan pada hidup kebhikkhuan yang tidak melekat, hidup sederhana, dan benar-benar melepaskan keduniawian).
Surga dan Nibbana ?Surga jelas berbeda dengan Nibbana. Nibbana bukanlah suatu alam. Nibbana memiliki karakteristik "Kebenaran yang tidak dapat terceritakan". Jadi, Nibbana tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata.
Saya beri suatu analogi: dapatkah anda sebagai seseorang yang pernah mencicipi durian petruk menceritakan kepada teman anda secara akurat dan detail bagaimana rasa durian petruk ? Sehebat, atau sedetail apapun anda bercerita mengenai rasa durian petruk, tentu teman anda tidak akan mengerti bagaimana rasanya hingga teman anda itu mencicipinya secara langsung. Nah nibbana juga demikian, susah untuk menguraikan apa itu nibbana dengan kata-kata. Hanya orang yang telah merealisasinya saja yang tahu dengan pasti rasanya mencapai nibbana (kesucian).
Yang pasti nibbana itu
bukanlah suatu alam. Nibbana itu tidak berkondisi, mutlak, dan tidak terceritakan.
Apakah orang yang telah merealisasi nibbana tidak perlu makan, minum dll ?
Selama orang yang merealisasi nibbana itu masih hidup sebagai manusia, maka tentu saja dia masih memerlukan makan dan minum (kebutuhan untuk tetap bertahan hidup). Namun, apabila dia telah meninggal setelah mencapai nibbana dalam kehidupannya, tentu dia tidak perlu hal-hal tersebut (karena sudah tidak terlahir lagi di 31 alam kehidupan). Dapat dikatakan bahwa orang yang telah merealisasi nibbana adalah orang yang telah lenyap dari 31 alam kehidupan (bagaikan api pada sumbu lilin yang padam; pada saat api tersebut padam, maka api tersebut benar-benar hilang/lenyap, bukan pergi ke suatu tempat).
Mohon maaf jika saya tidak bisa memberikan pengertian yang lebih detail dan akurat mengenai "apa nibbana itu" karena saya sendiri juga belum merealisasi nibbana (saya belum mencapai tingkat kesucian
)
Semoga penjelasan dari saya bisa meningkatkan pemahaman Sis Mozartius. Memang segala aspek Buddhisme itu sangatlah dalam dan luas, sehingga sulit untuk dimengerti dan dipahami untuk umat awam (termasuk saya sendiri
).
Justru pertanyaan-pertanyaan kritis dari Sis Mozartius lah yang dapat meningkatkan pemahaman yang dimiliki oleh Sis terhadap ajaran Sang Buddha.
Salam
Indra