imo beliau sudah melihat kondisi jiwa seseorang dgn mata batin beliau sebelum beliau membabarkan dhamma kepada org lain. oleh karena itu dia tau bagaimana cara menjelaskan sesuatu yang dapat di cerna oleh pendengarnya tsb.
Saya lebih setuju dengan yang ini. Jika saya perhatikan selama yang saya baca, kelihatan banyak sekali cara Sang Buddha dalam menyampaikan dhamma. Sesuai dengan tingkat batin seseorang.
Contohnya:
- Ketika Sang Buddha memperlihatkan disampingnya seorang gadis cantik yang sedang mengipasi Sang Buddha. Bagaimana perubahan terjadi gadis itu makin tua,sakit,mati dan mayatnya membengkak,berulat.
-Mayat pelacur bernama sirima,kalau saya tidak salah ingat namanya.Sang Buddha meminta kepada raja,supaya mayat itu jangan dikremasi dulu.Tapi dibiarkan 3hari lamanya dikuburan.Dijaga oleh pengawal supaya jangan dimakan burung,serigala dll.Dan setelah 3 hari kelihatan belatung-belatung keluar dan tubuh itu hancur,membengkak dan sangat menjijikkan.Kemudian semua rakyat disuruh melihat kesana.
-Pemberitahuan oleh Sang Buddha tentang tubuh yang dimakan usia dan tidak kekal.Hanya lewat kata-kata tanpa ada gambaran apa-apa.Banyak ditemui di sutta.
Kesimpulan:
-Dari contoh yang pertama.Saya melihat orang itu lebih banyak terikat dengan inderawi mata.Sehingga dia bangga melihat kecantikannya.Seandainya Sang Buddha ceramah berjam-jam pun tentang tubuh tidak kekal, orang tersebut tetap tidak akan mengerti.Tapi dengan cara yang Sang Buddha lakukan,itu menjadi lebih efektif.
-Dari contoh yang kedua.Cara ini lebih jelas lagi.Bukan hanya mata saja yang melihat.Tapi hidung juga berfungsi.Bagaimana bau-nya tubuh yang sudah jadi bangkai dan berulat?
-Dari contoh yang ketiga. Itu cocok buat orang-orang yang suka menganalisa.Dia mendengarkan dan kemudian dia merenungkan sendiri kata-kata itu.Hanya dengan begitu saja,orang itu sudah mengerti.
Jadi Sang Buddha bukan seperti preman pasar dalam berdiskusi.Ada orang yang menilai sang buddha mengancam, disaat membaca tentang itu.Menurut saya itu karena kecenderungan pikiran seseorang disaat membaca. Sehingga menimbulkan persepsi begini..persepsi begitu.
Apalagi jika seseorang itu membaca dengan tujuan mencari kelemahan seseorang.Dia tidak akan nampak hal-hal baik yang lain.Saya pikir disinilah salah satu kesempatan kita melakukan ehipasiko (maaf kalau penulisan kata-katanya salah,saya tidah hafal tulisannya). Bukan saja kata-kata orang, tapi juga termasuk hasil pikiran kita sendiri di ehipasiko.