Statement yang saya buat itu penting untuk disampaikan ke anda, yaitu untuk mengingatkan bahwa Abhidhamma itu cuman sekedar teori. Kalau anda pelajari filosofi2 lain di Buddhism (eg.Mahayana) maka anda akan melihat bahwa teori Abhidhamma Theravada juga mengandung kesalahan fatal.
maksud anda mengandung kesalahan fatal?
Begini ya. Yang mengatakan kesalahan fatal itu saya berdasarkan dari hasil study dari penolakan eksponen Madhyamaka (Mahayana) terhadap filosofi atomistik Shtaviravada seperti yang terkembangkan dalam kitab Abhidhamma.
Pandangan abhidhammik mengatakan bahwa segala fenomena dharma maupun self dapat dianalisa menjadi komponen-komponen terkecilnya. Komponen2 terkecil ini tak dapat dibagi lagi dan disebut sebagai dharma (cmiiw). Hal ini bertentangan dengan konsep emptiness baik empty of one or many.
Yang disebut fenomena dharma (dan self) itu non-inherently exist. Tetapi bila dikatakan bahwa fenomena dharma (dan self) itu dikatakan sebagai no-self karena tersusun dari komponen bentukan maka dapat dikatakan ini bertentangan dengan 'empty of many'. Menurut Madhyamaka, komponen terkecil itupun tidak memiliki inherent existence dan muncul dari dependent origination dalam tataran konvensional. Akan tetapi dalam tataran absolut, dependent origination itupun pada hakikatnya adalah empty.
Mungkin terdengar rumit dan membingungkan yah. Tentu saja. Karena ini adalah sebuah bahasan yg bisa menampung 1 buku penuh tapi coba saya gambarkan hanya dalam beberapa kalimat belaka, tentu tidak mungkin. Tapi arahnya kesana.
Meskipun demikian, itu adalah pembelajaran bagi yang tertarik untuk mempelajari keluasan Buddhism dari berbagai macam tradisi. Menurut pendapat saya pribadi, Abhidhamma tetaplah sangat bermanfaat dan juga lagipula pemahaman beberapa tokoh Theravada spt Ajan Sujin dan Bikkhu Thanissaro juga memberikan view bahwa semua itu harus dipahami dalam cahaya emptiness. Jadi tidak ada masalah dengan pembelajaran Abhidhamma asalkan tidak dibenturkan secara meruncing (debat filosofis yg semakin mendalam). Bila kita semakin tajam melihat sesuatu maka yang tampak adalah perbedaan-perbedaan. Itu wajar.
Disini saya cuma mau menjajagi (test case) apakah pemahaman anak2 disini sudah mencapai kesana, dan apakah bisa dibawa kesana. Ternyata belum. So, ga ada gunanya juga dilanjutkan.
belum sampai ke sana, maksudnya sampai kemana?
kalo hal ini gak diterangkan, ntar bisa2 bikin penasaran...
Ya udah diterangkan di atas.
Oya, emptiness itu bukan berarti nihil.
Emptiness dikatakan berada diluar dualisme baik dan buruk, akan tetapi hal itu dilihat dari sisi conventional-nya. Dalam dirinya sendiri, emptiness adalah merupakan true nature yang memiliki kualitas spontaneously present, yaitu adalah sifat/kualitas Kebuddhaan (kebajikan) itu sendiri. Hanya saja sifat kebuddhaan itu tertutupi oleh kekotoran batin.
Dus, latihan sila itu bukan sekedar digunakan utk menghilangkan kekotoran batin, karena tiada akan ada habisnya, tetapi merupakan sebuah alat untuk membentuk path. Dari path itu maka yang diutamakan adalah bagaimana memunculkan kembali sifat asali Buddha Nature tersebut, dan itu tidak mungkin bila tidak dilakukan dengan Bodhicitta (pikiran cinta kasih). Itulah Bodhicitta relatif, sedangkan Bodhicitta absolut ya adalah realisasi emptiness itu sendiri yg disebut primordial wisdom.
Di pelatihan Lojong (7 steps of mind training) utk melatih kesana itu kita harus tidak melekat, termasuk melekat pada antidote nya. Sila adalah alat, tapi jangan sampai malah melekat pada alat tsb.