//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: pilih yg mana?  (Read 32967 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: pilih yg mana?
« Reply #30 on: 23 October 2007, 12:30:54 PM »
Nah apabila seseorang sudah mencapai tingkatan tertentu, dan batinnya sudah suci, bila membunuh tanpa kebencian atau perasaan bagaimana?

sepertinya kasus ini adalah 'kasus andai2' aja yah Ryu....  ;D
blom pernah dengar tuh, seseorang yg sudah mencapai kesucian melakukan pembunuhan  :P

jawabannya pake andai2 juga, yaitu:
~ apabila ia sudah suci, tidak mungkin melakukan pembunuhan
~ apabila ia melakukan pembunuhan, berarti ia tidak suci

::

apakah sang buddha tdk pernah membunuh?

apakah seorang suci tdk boleh membunuh?
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline williamhalim

  • Sebelumnya: willibordus
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.869
  • Reputasi: 134
  • Gender: Male
Re: pilih yg mana?
« Reply #31 on: 23 October 2007, 12:49:23 PM »
Kasus dari Bro Daniel:
Ada yg mau mencelakakan anak kita, kita terlibat perkelahian: kill or be killed. Akhirnya kita yg membunuh.
Akan saya lihat dari teori B3 nya Bro Gunasaro (maap Bro Gun sy pinjam dulu yah):
~ Bela / selamatin anak: motif sudah baik (+)
~ Membunuh ancaman tsb: cara sudah nggak bener (-)
~ Menyadari / mengakui pembunuhan sebagai kekeliruan dan perlu di manage: ini bijak (+)

Jadi, bertindak BIJAKSANA itu perlu, jangan setelah 'nggak bener' (-) eh ditambahin lagi 'nggak bijak' (-)(batin dua kali minus (-); kata orang dagang .....bocuan deh ;))

Jadi sebisa mungkin kita menjaga batin kita agar selalu tiga plus: sebelum(+), saat (+) dan sesudah (+) melakukan.

Kalo keadaan tidak memungkinkan, yah minimal dua plus: sebelum(+) dan sesudah (+)

Jangan sampai hanya satu plus: niat (+) doang yg baik; cara (-) dan manage bathin (-)nya kedodoran. Ini udah bocuan deh, boro2 bertambah, pelan2 kebijaksanaan kita akan berkurang.

lagi,
Menjadi pelacur krn tdk ada alternatif, lantas bilang bhw melacur sebagai OK... Itu yg kita takutkan...

Seperti yg saya tulis pertama: Mengakui kesalahan sebagai kesalahan, apa adanya. Ini adalah Kebijaksanaan. Jadi, 'niat' dan 'cara' saja tidaklah cukup, diperlukan suatu kebijaksanaan dalam memanage bathin.

Mungkin begitu, Bro Dan maaf jika kata2nya berantakan...

::
Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri (Dhammapada 103)

Offline Gun@saro

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 111
  • Reputasi: 15
  • Gender: Male
  • Satisampajañña
Re: pilih yg mana?
« Reply #32 on: 23 October 2007, 01:41:04 PM »
Sekarang subyeknya jadi org dgn bathin suci yah... Pertanyaannya kondisional sekali.
Maka perlu kita sepakati dulu defini kualitas bathin suci itu yg seperti apa kriterianya. Bisa Sdr Ryu paparkan? Dari situ akan jelas sekali jawabannya...


Nah apabila seseorang sudah mencapai tingkatan tertentu, dan batinnya sudah suci, bila membunuh tanpa kebencian atau perasaan bagaimana?
Sukhi Hotu...

Gunasaro

Offline Suchamda

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 556
  • Reputasi: 14
Re: pilih yg mana?
« Reply #33 on: 23 October 2007, 01:47:56 PM »
+ Bro Willi, kayaknya ini bakal jadi diskusi two liners deh, tapi ga apa, teruskan aja. Jangan diartikan bersifat personal yah. Ini debat utk kemajuan kita semua kok. Jadikan 'ketegaan membantai pandangan musuh' sebagai sebuah act motivated out of compassion.

+ Bro, tolong jawabin dulu tuh tentang definisi suci yang anda maksudkan gimana. Ini demi kelanjutan membuka aspek2 lain dalam diskusi ini.

+ Respon thd posting anda yg terakhir :

Saya setuju dengan cara analisa yang diberikan oleh bro Gun. Tapi cara itu pun --menurut saya-- belum memberi solusi definitif tentang permasalahan yg kita bicarakan ini. Ini sehubungan dengan sifat pikiran yang subtil dan mudah berubah bentuk. Dalam kondisi mindful yang kita amati bukanlah sesederhana itu.

Saya baru merencanakan utk menulis secara konseptual, tapi saya pending dulu demi diskusi berjalan.
Oleh krn itu sebagai gantinya, saya ajukan pertanyaan2 saja guna merangsang pemikiran kita semua.

Saya rasa kita semua setuju bahwa tujuan kita belajar Buddhism adalah untuk mencapai kondisi padamnya sang aku. Langkah yg dilakukan utk itu pada awalnya adalah berusaha mengatasi egoisme.
Pertanyaannya begini : Apakah mungkin seseorang bisa mencapai kesucian bila masih memiliki egoisme?

Kasus dirumuskan konseptual secara begini :
- Saya tahu bahwa ada mahluk yang butuh pertolongan saya tapi utk itu saya harus melanggar sila. Tapi saya tidak mau melanggar sila (melakukan karma buruk) karena saya berpandangan (percaya) bahwa melanggar sila tidak membantu saya mencapai kesucian.

So, bukankah orang itu egois : demi pencapaian kesuciannya ia mempertahankan tujuan dirinya dengan mengabaikan orang yg butuh pertolongan.

Bagaimana view anda thd kasus ini?
(Pls jangan dengan jawaban evasion, eg: 'cari cara lain yg ga melanggar sila'; tapi fokus ke tema batin keakuan.)
« Last Edit: 23 October 2007, 02:09:45 PM by Suchamda »
"We don't use the Pali Canon as a basis for orthodoxy, we use the Pali Canon to investigate our experience." -- Ajahn Sumedho

Offline Suchamda

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 556
  • Reputasi: 14
Re: pilih yg mana?
« Reply #34 on: 23 October 2007, 02:04:46 PM »
Tambahan utk posting saya sebelumnya. Ini contoh kasus, tapi tolong jangan dibahas secara kasusistik dulu ya, bahaslah secara konseptual. Contoh ini cuman mau memperjelas apa yg saya tuliskan sebelumnya.

Contoh:
Anda sedang di sebuah pasar buah memilih2 buah yg ingin dibeli di tumpukan keranjang buah. Datanglah seorang pengemis nenek tua kurus kering yang kelihatan kelaparan. Anda melihat bahwa ia mengambil sebuah apel dan memasukkan dalam selendangnya, kemudian pergi.
Pemilik toko curiga dan mendatangi anda dan berkata:
"Pak, saya tadi merasa bahwa ibu itu mencuri buah, apakah anda melihat ibu tadi mencuri buah? Tolong jadi saksi karena saya akan memanggil satpam utk menangkapnya".

Apakah yang anda lakukan sebagai seorang Buddhist yg komit menjalankan sila?

1. Diam saja
2. Bilang "tidak tahu"
3. Bilang "Tidak"
4. Berkata jujur "Ya dia mencuri"

No.1, anda menghindar. Kemungkinan si penjual itu memanggil satpam dan ibu itu digebuki. Nurut saya sih jawaban ini cuman mau mementingkan/ melindungi diri sendiri. Dalam skala massal, buddhist tipe gini bakal akan jadi orang apatis pasif thd dunia.

No.2, anda berbohong. Langgar sila juga. Tapi jg ga ada gunanya krn ibu itu tetap beresiko digebukin satpam.

No.3, anda berbohong. Langgar sila, tapi anda melindungi ibu itu semata karena kasihan dan belas kasih.

No.4, anda berkata jujur. Tidak langgar sila, tapi anda orang yg kurang berperikemanusiaan (tidak humanis).
"We don't use the Pali Canon as a basis for orthodoxy, we use the Pali Canon to investigate our experience." -- Ajahn Sumedho

Offline Forte

  • Sebelumnya FoxRockman
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 16.577
  • Reputasi: 458
  • Gender: Male
  • not mine - not me - not myself
Re: pilih yg mana?
« Reply #35 on: 23 October 2007, 02:10:36 PM »
Hm.. Kenapa kita tidak mencegah nenek tersebut mencuri buah ?
Bisa saja kan kita datangi dan katakan pada si nenek bahwa kita akan jamim memberikan dia makan.

Gimana ?

Tapi memang bila terjadi kasus seperti ini.. Agak bingung juga memilihnya.
Kalau saya pribadi, memilih jujur tetapi bersedia membayar buah yang telah dicurinya.



« Last Edit: 23 October 2007, 02:12:15 PM by Hedi Kasmanto »
Ini bukan milikku, ini bukan aku, ini bukan diriku
6 kelompok 6 - Chachakka Sutta MN 148

Offline Suchamda

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 556
  • Reputasi: 14
Re: pilih yg mana?
« Reply #36 on: 23 October 2007, 02:20:43 PM »
Hm.. Kenapa kita tidak mencegah nenek tersebut mencuri buah ?
Bisa saja kan kita datangi dan katakan pada si nenek bahwa kita akan jamim memberikan dia makan.

Gimana ?

Tapi memang bila terjadi kasus seperti ini.. Agak bingung juga memilihnya.
Kalau saya pribadi, memilih jujur tetapi bersedia membayar buah yang telah dicurinya.

Anda mulai membahasnya secara kasusistik , saya arahkan utk kearah konseptual.

Tapi baiklah, saya coba tanggapi sedikit.
Dalam suatu kejadian sekejap, seringkali kita tidak sempat memikirkan alternatif2 lain. Hanya 4 jawaban itu yg tersedia di benak itu saat itu. Anda pilih mana?

+ Ini contoh kasus utk pengarah, bukan utk dijawab dengan berandai-andai.
« Last Edit: 23 October 2007, 02:22:31 PM by Suchamda »
"We don't use the Pali Canon as a basis for orthodoxy, we use the Pali Canon to investigate our experience." -- Ajahn Sumedho

Offline Sukma Kemenyan

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.840
  • Reputasi: 109
Re: pilih yg mana?
« Reply #37 on: 23 October 2007, 02:45:22 PM »
Ini contoh kasus laen...

Seperti yg kita ketahui...
Keadaan pikiran menjelang kematian, amat mempengaruhi Kealam mana seseorang yg akan meninggal pergi

Kasus,
Mobil tabrakan...
Sang Ibu diperkirakan dokter tinggal nunggu waktu,
Anda juga telah mengetahui kalau anak ibu tersebut telah meninggal,
Lalu... anda ditanya, "Jon, Bagaimana keadaan anak saya?"

Maka... Jawaban anda ?

Offline williamhalim

  • Sebelumnya: willibordus
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.869
  • Reputasi: 134
  • Gender: Male
Re: pilih yg mana?
« Reply #38 on: 23 October 2007, 02:47:00 PM »
Bro Suchamda....

Saya juga lagi berusaha memanage bathin saya, Tentu saja saya tidak menganggap ini masalah personal (karena jika begitu yg akan rugi adalah sy sendiri). Saya malah menganggap diskusi ini sangat berguna bagi kita semua, sehingga perlu diteruskan.

Kelemahan dua postingan terakhir ini adalah Bro Dan telah menentukan kondisinya sedemikian rupa, padahal dalam realita selalu ada kemungkinan2 lain. Contohnya: Hedi telah menunjukkan pilihan personalnya tsb...

::





Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri (Dhammapada 103)

Offline morpheus

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.750
  • Reputasi: 110
  • Ragu pangkal cerah!
Re: pilih yg mana?
« Reply #39 on: 23 October 2007, 03:03:50 PM »
Kelemahan dua postingan terakhir ini adalah Bro Dan telah menentukan kondisinya sedemikian rupa, padahal dalam realita selalu ada kemungkinan2 lain. Contohnya: Hedi telah menunjukkan pilihan personalnya tsb...
pengalaman saya kok terbalik ya, realitanya justru seringkali pilihannya amat terbatas...
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: pilih yg mana?
« Reply #40 on: 23 October 2007, 03:07:43 PM »
Definisi orang suci, mungkin seperti contoh : sang buddha.

atau ada kriteria lagi misalnya orang yang kondisi batinnya sudah tidak ada kotoran batin yang tersisa.
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline Forte

  • Sebelumnya FoxRockman
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 16.577
  • Reputasi: 458
  • Gender: Male
  • not mine - not me - not myself
Re: pilih yg mana?
« Reply #41 on: 23 October 2007, 03:08:49 PM »
Mungkin karena yang dimaksudkan oleh realita oleh Sdr. Morpheus adalah realita "nasi yang menjadi bubur".
Sehingga karena "nasi sudah menjadi bubur" menjadikan semakin sedikitnya opsi2 yang dapat dipilih.

Maksud nasi menjadi bubur

Seminggu lagi kita akan ujian

Tapi kita sia2kan waktu seminggu dengan bermain2

Tiba hari H nya, mati lampu dan kita tidak bisa belajar

Jadi ada 2 pilihan :
1. Membuat contekan
2. Tetap jujur dan menerima apa adanya

2 opsi di atas tersebut adalah opsi "nasi menjadi bubur" karena keteledoran kita. Yang sebenarnya ada opsi ke 3, yaitu menghindari bermain dan kita manfaatkan waktu untuk belajar selama seminggu



Ini bukan milikku, ini bukan aku, ini bukan diriku
6 kelompok 6 - Chachakka Sutta MN 148

Offline williamhalim

  • Sebelumnya: willibordus
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.869
  • Reputasi: 134
  • Gender: Male
Re: pilih yg mana?
« Reply #42 on: 23 October 2007, 03:17:43 PM »
Pointnya kan sudah jelas:

Idealnya SILA dijaga se-disiplin mungkin, yaitu:
Menjaga kesimbangan bathin (tiga plus; sebelum +, saat +, dan sesudah +).

Itu idealnya, dalam praktiknya: jika tidak terpenuhi ke tiga plus (+ + +) tadi, minimal dijaga dua plus (+ +). Jangan sampai kendor menjadi hanya satu plus (+). apalagi kalo sudah tanpa plus sama sekali.

Apa maksud plus (+) disini? Plus ialah Bathin positif. 'Kondisi Pikiran' setelah melakukan perbuatan adalah saat terpenting. Setelah melakukan perbuatan SALAH dan menganggapnya BENAR, akan menjadi pendorong untuk melakukan perbuatan salah itu dikemudian hari. Itulah mengapa sangat berbahaya mencari PEMBENARAN untuk PERBUATAN SALAH. Jika setelah melakukan perbuatan salah (berbohong, membunuh, dsbnya) MENYADARI bahwa telah melakukan perbuatan salah, hal ini akan membentuk suatu manage bathin yg lebih bijaksana dikemudian hari.

Mungkin dnegan penjelasan ini bisa dimengerti mengapa Mengakui Telah Melakukan Pelanggaran itu sangat penting ketimbang Mencari Pembenaran atas pelanggaran yg telah kita lakukan.

::
Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri (Dhammapada 103)

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: pilih yg mana?
« Reply #43 on: 23 October 2007, 03:22:00 PM »
+ Bro Willi, kayaknya ini bakal jadi diskusi two liners deh, tapi ga apa, teruskan aja. Jangan diartikan bersifat personal yah. Ini debat utk kemajuan kita semua kok. Jadikan 'ketegaan membantai pandangan musuh' sebagai sebuah act motivated out of compassion.

+ Bro, tolong jawabin dulu tuh tentang definisi suci yang anda maksudkan gimana. Ini demi kelanjutan membuka aspek2 lain dalam diskusi ini.

+ Respon thd posting anda yg terakhir :

Saya setuju dengan cara analisa yang diberikan oleh bro Gun. Tapi cara itu pun --menurut saya-- belum memberi solusi definitif tentang permasalahan yg kita bicarakan ini. Ini sehubungan dengan sifat pikiran yang subtil dan mudah berubah bentuk. Dalam kondisi mindful yang kita amati bukanlah sesederhana itu.

Saya baru merencanakan utk menulis secara konseptual, tapi saya pending dulu demi diskusi berjalan.
Oleh krn itu sebagai gantinya, saya ajukan pertanyaan2 saja guna merangsang pemikiran kita semua.

Saya rasa kita semua setuju bahwa tujuan kita belajar Buddhism adalah untuk mencapai kondisi padamnya sang aku. Langkah yg dilakukan utk itu pada awalnya adalah berusaha mengatasi egoisme.
Pertanyaannya begini : Apakah mungkin seseorang bisa mencapai kesucian bila masih memiliki egoisme?

Kasus dirumuskan konseptual secara begini :
- Saya tahu bahwa ada mahluk yang butuh pertolongan saya tapi utk itu saya harus melanggar sila. Tapi saya tidak mau melanggar sila (melakukan karma buruk) karena saya berpandangan (percaya) bahwa melanggar sila tidak membantu saya mencapai kesucian.

So, bukankah orang itu egois : demi pencapaian kesuciannya ia mempertahankan tujuan dirinya dengan mengabaikan orang yg butuh pertolongan.

Bagaimana view anda thd kasus ini?
(Pls jangan dengan jawaban evasion, eg: 'cari cara lain yg ga melanggar sila'; tapi fokus ke tema batin keakuan.)


Justru seseorang yang sudah bisa memahami jalan tengah akan bisa lebih bijaksana dalam menyikapi hal tersebut, sang buddha mengajarkan kita jadi orang yang baik dan bijaksana, bukan menjadi orang baik yang bodoh.

Soal pencapaian kesucian pun hanya diri kita sendiri yang tahu sampai dimana kita bisa memandang dan menghilangkan keakuan.

dengan hilangnya keakuan dan mengerti akan diri sendiri maka otomatis kita akan memandang semua sebagai kesatuan yang saling membutuhkan dan bisa sebagai cerminan dalam bersikap.
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline Suchamda

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 556
  • Reputasi: 14
Re: pilih yg mana?
« Reply #44 on: 23 October 2007, 03:28:20 PM »
Wah malah kasusnya dibahas.  :'(
Kasus itu sekedar contoh konsep yg mau didiskusikan.

Dalam kehidupan sehari2 waktu mengambil keputusan hanya sekejap. Tindakan itu spontan, bukan dianalisa dan dipikir panjang2 seperti lagi diskusi di forum ini.

Ok,lah. Anggap saja itu adalah pertanyaan psychotest. Cuman ada 4 alternatif, anda disuruh memilih yang paling tepat menggambarkan sifat anda.
Pilihan no.1 dan 2 adalah type orang Safety Player.
Pilihan no.3 adalah type humanist
Pilihan no.4 adalah type ethical guardian

Bila, anda tidak mau menjawab dapat dikarenakan 2 kemungkinan:
1. Anda malas berpikir
2. Anda takut dengan resiko menjawab,misal: Anda takut dikatakan bukan sebagai buddhist yang baik (kalau melanggar sila), atau enggan dikatakan egois (krn tepatin sila) dsb. (Jadi, dengan menghindar ini jelas anda sebetulnya adalah type safety player: mau cari selamat sendiri.
Duh, soal imajiner begini saja kok egonya melekat kuat sekali yah. ^-^)

OK, kembalikan ke topik yg mau kita bahas disini:

Tolong kembali bahas kesini :
Quote
Saya rasa kita semua setuju bahwa tujuan kita belajar Buddhism adalah untuk mencapai kondisi padamnya sang aku. Langkah yg dilakukan utk itu pada awalnya adalah berusaha mengatasi egoisme.
Pertanyaannya begini : Apakah mungkin seseorang bisa mencapai kesucian bila masih memiliki egoisme?

Kasus dirumuskan konseptual secara begini :
- Saya tahu bahwa ada mahluk yang butuh pertolongan saya tapi utk itu saya harus melanggar sila. Tapi saya tidak mau melanggar sila (melakukan karma buruk) karena saya berpandangan (percaya) bahwa melanggar sila tidak membantu saya mencapai kesucian.

So, bukankah orang itu egois : demi pencapaian kesuciannya ia mempertahankan tujuan dirinya dengan mengabaikan orang yg butuh pertolongan.

Bagaimana view anda thd kasus ini?
(Pls jangan dengan jawaban evasion, eg: 'cari cara lain yg ga melanggar sila'; tapi fokus ke tema batin keakuan.)
"We don't use the Pali Canon as a basis for orthodoxy, we use the Pali Canon to investigate our experience." -- Ajahn Sumedho

 

anything