Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Komunitas => Kafe Jongkok => Personality => Topic started by: bluppy on 21 November 2012, 01:39:05 PM

Title: 10 pola pikir negatif
Post by: bluppy on 21 November 2012, 01:39:05 PM
copas dari ebook
http://tirtojiwo.org/wp-content/uploads/2012/05/Seri-depresi.pdf

Pada sebagian besar kasus, depresi terjadi karena kebiasaan berpikir negatif. Bila kita gagal mencapai sesuatu, maka kita mulai berpikir bahwa “ah saya memang tidak becus”, “saya selalu gagal” Bila pikiran pesimistik itu diteruskan maka perasaan atau suasana hati akan mengikuti, sehingga timbulah depresi.

Untuk menghentikan depresi, orang tersebut perlu menghentikan pola pikir negatif dan menggantikannya dengan pola pikir yang positif, yang lebih tepat atau benar. Ada beberapa pola pikir yang sering kita temui pada penderita depresi. Agar kesehatan jiwa mereka bisa pulih dengan baik, pola pikir negatif tersebut secara pelan pelan perlu dihilangkan dan diganti dengan yang lebih sesuai dengan realitas.Ada beberapa pola pikir negatif, yaitu:

1. All or nothing thinking (pola pikir: semua atau tidak sama sekali)
Spoiler: ShowHide
Amir mendaftar ke Fakultas Kedokteran UGM. Amir gagal dan tidak diterima karena hasil testnya tidak sebagus hasil tes anak anak lain yang diterima. Amir ingin sekali kuliah di fakultas kesokteran UGM dan menjadi dokter ahli bedah nantinya. Dia merasa selalu gagal total dan melihat masa depannya akan suram selamanya. Dia tidak ingin mencoba ikut tes lagi tahun depan atau mendaftar ke universitas lain atau ke fakultas/ jurusan lain.

Pola pikir seperti ini sering menggunakan kata kata “selalu”, “tidak pernah”, “selamanya”. Pikiran seperti itu sangat jarang sesuai dengan kenyataan. Oleh karena itu, kata kata ‘selalu”, “tidak pernah”, “selamanya” perlu dikurangi dari perbendaharaan kata kita karena sifatnya yang “mutlak” atau absolut. Keadaan yang memerlukan kata kata mutlak seperti itu sangat jarang terjadi dan sebaiknya hanya dipakai bila benar benar sesuai dengan situasi yang ada.

Berikut ini pola pikir yang sebaiknya dipakai Amir ketika dia gagal masuk ke FK UGM.

“Saya pingin sekali kuliah di FK UGM, tapi ternyata banyak anak yang lebih pintar dan lebih banyak belajar sehingga merekalah yang diterima. Saya memang sangat kecewa, tetapi bukan berarti saya telah gagal total atau saya bodoh sekali sehingga tidak punya masa depan. Saya akan belajar lebih giat lagi dan mendaftar ke universitas lain yang masih buka. Saya juga akan mencoba daftar ke fakultas lain yang mungkin lebih cocok dengan kelebihan saya.”


2. Pola pikir over-generalization
Spoiler: ShowHide
Endang merasa kesepian dan sepanjang hari sebagian besar waktunya dihabiskan dengan tinggal seorang diri di rumah. Kadang kadang temannya ada yang mengajak keluar, makan siang bersama, dan memperkenalkannya dengan teman teman baru. Endang merasa tidak ada gunanya ketemu dan kenalan dengan orang orang baru. Tidak akan ada orang menyukai dirinya. Semua orang bersifat jahat dan hanya bergaul secara dangkal (superficial) saja.

Bila seseorang mempunyai pola pikir over-generalization (gebyah uyah, terlalu menyama ratakan), maka satu kejadian yang berdiri sendiri dianggap sebagai mewakili semuanya. Apakah benar bahwa semua orang itu jahat dan tidak ada yang menyukai Endang? Bagaimana dengan beberapa temannya yang mengajaknya makan siang bersama di sebuah restaurant? Kejadian itu menunjukkan bahwa masih ada orang yang memperhatikan Endang dan menyukainya.

Lain kali, bila kita mau menerapkan pola pikir over-generalization (menyama ratakan secara berlebihan), kita perlu menyadari bahwa di dalam suatu kelompok tidak ada 2 orang yang benar benar sama. Semua orang punya keunikan atau ke-khasan sendiri sendiri. Dengan memandang semua orang sama, tidak ada yang menyukai diri anda, berarti anda telah membuat tembok penghalang untuk bergaul dan berteman dengan banyak orang.


3. Pola pikir mental filter
Spoiler: ShowHide
Nurul sedang tidak senang hatinya. Dalam perjalanan pulang dari kantornya, dia harus berganti kendaraan dua kali. Pada bus pertama, bus penuh dan tidak ada lagi kursi kosong. Untungnya ada seorang pemuda yang simpatik yang memberikan tempat duduknya untuk Nurul. Pada bus yang kedua. Bus juga penuh, bedanya disana tidak ada pemuda yang bersedia memberikan tempat duduk untuk Nurul sehingga dia harus berdiri berdesakan dalam bus. Nurul mengeluh panjang pendek.

Dia berpikir bahwa semua orang di kotanya tidak ada yang sopan dan bersikap ramah. Semua penumpang hanya mementingkan diri sendiri saja.

Orang yang terperangkap pola pikir mental filter, maka yang bersangkutan hanya mengambil sisi negatif saja dan tidak menghiraukan atau melupakan sisi positifnya. Untuk menghilangkan pola pikir tersebut, kita perlu mulai melihat sisi positif dari setiap keadaan. Pada contoh kasus Nurul diatas, Nurul akan senang hatinya bila dia lebih mengingat dan memperhatikan pemuda simpatik yang menyerahkan kursi duduk di bus yang pada kepadanya.


4. Pola pikir disqualifying positive
Spoiler: ShowHide
Rita baru saja foto dan hasilnya dipasang di facebook milik temannya. Beberapa orang memujinya dan mengatakan bahwa Rita adalah seorang gadis cantik dengan senyum yang menawan. Rita menolak semua pujian tersebut. Dia bilang bahwa tukang foro pasti telah memanipulasi fotonya sehingga dia kelihatan cantik. Rita tidak pernah melihat dirinya secantik foto tersebut dan itu tidak mencerminkan dirinya yang sesungguhnya.

Orang dengan pola pikir disqualifying positif selalu tidak mempercayai atau menolak informasi yang bersifat positif. Hal ini banyak terjadi pada orang dengan kepercayaan diri yang rendah. Untuk mengatasi hal tersebut, bila lain waktu ada yang memuji atau menyanjung dirinya, Rita sebaiknya cukup menjawab dengan ucapan :”terima kasih”, sambil tersenyum. Hiraukan atau lupakan bisikan dihati yang mengatakan bahwa orang tersebut memujinya hanya untuk berbasa-basi. Dengan menghilangkan pola pikir disqualifying positif sedikit demi sedikit, hidup akan terasa lebih menyenangkan.


5. Pola pikir loncat ke kesimpulan.
Spoiler: ShowHide
Salah satu pola pikir yang negatif adalah “loncat ke kesimpulan” (jumping to conclusions). Pada orang dengan pola pikir “loncat ke kesimpulan”, maka yang bersangkutan telah mengambil kesimpulan tanpa melihat kepada bukti bukti nyata yang mendukungnya.

Ada 2 subtipe dari pola pikir ini, yaitu:
a. mind reading, merasa mengetahui pikiran orang lain tanpa alasan atau bukti yang jelas. Mereka merasa tahu niat yang sebenarnya dari seseorang tanpa perlu bicara. Misalnya, seseorang dengan mind reading bisa menyimpulkan bahwa ada beberapa orang disekitarnya yang tidak suka dengan dirinya tanpa alasan yang jelas atau tanpa merasa perlu mengecek kebenarannya.

b. fortune teller, merasa bisa meramalkan sesuatu yang buruk akan terjadi tanpa bukti-bukti atau alasan yang jelas. Misalnya: “saya pasti tidak akan lulus ujian”


6. Pola pikir magnification dan minimization
Spoiler: ShowHide
Pada pemikiran ini maka orang dengan pola pikir ini hampir sama dengan disqualifying positive dan mental filter, yaitu mereka membesar-besarkan sesuatu yang tidak baik dan mengecilkan kejadian atau hal-hal yang positif. Seorang pegawai di bagian customer service yang selalu menerima keluhan dan tidak pernah menerima pujian sering terjebak dalam pola pikir magnification dan minimization tadi. Istilah lain dari distorsi pemikiran ini adalah catastrophizing di mana yang bersangkutan membayangkan sesuatu yang jelek akan terjadi dan mengharapkan sesuatu yang sangat jelek akan terjadi. Pola pikir ini bisa menimbulkan stress berat.


7. Pola pikir emotional reasoning
Spoiler: ShowHide
Hampir sama dengan “jump to conclusion” atau ” loncat ke kesimpulan”, namun disini mereka mengambil kesimpulan (yang salah) hanya berdasar alasan emosi mereka semata. Misalnya:” Saya sangat marah kepadamu, kamu pasti berada dalam posisi yang salah”, atau:” saya merasa beban terlalu berat, berarti persoalan ini berada di luar kemampuan saya untuk memecahkannya”.


8. Pola pikir: Harus dan Tidak Boleh
Spoiler: ShowHide
Anik sedang berada di ruang tunggu dokter. Sudah 15 menit dia disana, namun dokter belum juga datang.Seharusnya, dengan biaya pembayaran periksa dokter yang mahal, pasien tidak boleh menunggu. Anik merasa sakit hati, marah dan sedih.

Dengan pola pikir seperti, di mana kedatangan dokter di luar kendali Anik, maka dia akan gampang jatuh ke dalam emosi negative. Dalam hidup, ada hal hal diluar kendali kita. Hal-hal yang di luar kendali kita, maka sebaiknya kita terima dan kita sesuaikan diri kita dengan keadaan tersebut.


9. Pola pikir: Memberi cap atau label.
Spoiler: ShowHide
Dona baru saja melanggar aturan dietnya.Dia seharusnya tidak memakan brownies yang ada di meja.Namun, ketika melihat brownies tersebut, dia melupakan dietnya dan memakan brownies tersebut. Setelah itu, Dona berkata kepada dirinya sendiri: “Saya memang gembrot, saya tidak akan bisa langsing selama hidup”.

Dona telah memberikan “cap” atau label kepada dirinya (biasanya cap atau label yang jelek). Cap atau label yang diberikan kepada dirinya sendiri membuat Dona merasa sedih, membenci dirinya sendiri, dan merasa bersalah. Bila pemikiran tersebut diteruskan, Dona akan mudah terjatuh ke dalam depresi.


10. Pola pikir: Personalization
Spoiler: ShowHide
Ibu Yati merasa sedih karena anaknya mendapat nilai jelek ketika ulangan kemarin. Ibu Yati merasa bahwa itu semua adalah salahnya. Ibu Yati tidak menyadari bahwa tanggung jawab utama soal nilai ulangan adalah ada pada anaknya. Oleh Ibu Yati semua tanggung jawab itu dia bebankan kepada dirinya. Pola pikir personalization bisa membuat seseorang mudah terkena depresi.