Mengikuti pembahasan topik ini saya teringat pada surat bhikkhu Sudhammacaro yang berisi tentang kronologis pengunduran dirinya [secara paksa] dari STI pada beberapa tahun silam. Pada akhir suratnya ia mengutip bagian dari Itivuttaka:
"Oh, para bhikkhu, kehidupan suci ini bertujuan
bukan untuk mencari keuntungan duniawi (mengumpulkan
uang/ kekayaan), bukan untuk mencari popularitas
(merebutkan jatah/ pangkat), bukan untuk mencari
gelar kehormatan, bukan untuk menipu orang lain
(berkata tidak pegang uang tapi mengumpulkan uang),
bukan untuk mencari nama harum, bukan untuk menjadi
orang munafik (kata-katanya berlawanan dengan
tindakan), bukan...bukan...bukan itu, Kehidupan
bhikkhu ini dijalani hanya untuk mengikis kekotoran
batin (kilesa) yaitu lobha, dosa dan moha
(keserakahan, kebencian dan kegelapan batin), untuk
mencapai pembebasan dan pengabdian, kebahagiaan
Nibbana. Dan akhirnya demi kesejahteraan dan
kebahagiaan semua makhluk."
(Itivuttaka)
Sungguh menyedihkan melihat bahwa amanat dari Sang Buddha ini begitu seringnya dilanggar hingga Buddhadharma saat ini berada di ujung tanduk. Komersialisasi atas nama Buddhadharma bisa terjadi di mana-mana tanpa batas aliran ataupun. Jika ini yang terjadi, maka kepercayaan Umat Buddha terhadap Buddhadharma akan terus menyusut dari waktu ke waktu.
Ikutan Nimbrung ahhhh...
Menurut Milinda Panha BAB Pemecahan Dilema,bagian ke-7. Umur Agama"Setelah pentahbisan para wanita, Sang Buddha berkata bahwa ajaran yang murni itu hanya akan bertahan selama lima ratus tahun.26 Tetapi kepada Subaddha Beliau berkata,
'Selama para bhikkhu Sangha masih menjalani kehidupan suci yang sempurna maka dunia ini tidak akan kekurangan Arahat.' Pernyataan-pernyataan ini bertentangan."
"O, baginda, Sang Buddha memang membuat kedua pernyataan itu, tetapi keduanya berbeda di dalam inti dan arti. Yang satu berhubungan dengan umur ajaran yang murni, sedangkan satunya lagi berhubungan dengan praktek dari kehidupan agama. Dan dua hal ini jelas sangat berbeda. Pada saat berkata tentang lima ratus tahun itu Beliau memberikan batasan kepada agama. Akan tetapi ketika berbicara kepada Subaddha Beliau menyatakan tentang apa yang terkandung di dalam agama. Jika murid-murid Sang Buddha terus berusaha sekuat-kuatnya di dalam lima faktor perjuangan,
27 mempunyai keinginan murni untuk tiga latihan,
28 menyempurnakan diri mereka di dalam tindakan dan nilai-nilai yang luhur; maka Ajaran Sang Penakluk yang mulia itu akan bertahan lama dan akan semakin kuat dan kokoh dengan berjalannya waktu. Ajaran Sang Buddha, O, baginda, berakar pada praktek. Prakteklah intinya, dan ajaran akan tetap bertahan selama praktek tidak kendur.
Suatu ajaran tetap bisa lenyap karena tiga hal:
1. mundurnya pencapaian pandangan terang menjadi hanya sekadar pemahaman intelektual,
2. mundurnya praktek perilaku yang berhubungan dengan ajaran itu, dan
3. mundurnya bentuk luar ajaran itu.
Bila pemahaman intelektual hilang, maka meskipun orang itu telah menjalani hidup dengan benar, dia tidak mempunyai pengertian yang jelas tentang ajaran itu. Dengan mundurnya praktek perilaku, penerapan aturan Vinaya akan hilang dan hanya bentuk luar agama itu saja yang tertinggal. Bila bentuk luar itu lenyap maka tradisi itu terputus dan tidak akan dapat berlanjut
27. Padhana - keyakinan, kesehatan, kejujuran, semangat dan kebijaksanaan.
26. Sila, samadhi, pañña (Moralitas, konsentrasi dan kebijaksanaan).