18. “Berhati-hatilah, Aggivessana, berhati-hatilah bagaimana engkau menjawab! Apa yang engkau katakan sebelumnya tidak sesuai dengan apa yang engkau katakan sesudahnya, juga apa yang engkau katakan sesudahnya tidak sesuai dengan apa yang engkau katakan sebelumnya. Bagaimana menurutmu, Aggivessana? Ketika engkau mengatakan: ‘Bentukan-bentukan adalah diriku
’, apakah engkau menjalankan kekuasaan
apa pun atas bentuk
an-bentukan materi itu sehingga dapat mengatakan: ‘Biarlah bentukan-bentukanku seperti demikian; biarlah bentukan-bentukanku tidak seperti demikian’?”
—“Tidak, Guru Gotama.”
19. “Berhati-hatilah, Aggivessana, berhati-hatilah bagaimana engkau menjawab! Apa yang engkau katakan sebelumnya tidak sesuai dengan apa yang engkau katakan sesudahnya, juga apa yang engkau katakan sesudahnya tidak sesuai dengan apa yang engkau katakan sebelumnya. Bagaimana menurutmu, Aggivessana? Ketika engkau mengatakan: ‘Kesadaran adalah diriku
’, apakah engkau menjalankan kekuasaan
apa pun atas kesadaran itu sehingga dapat mengatakan: ‘Biarlah kesadaranku seperti demikian; biarlah kesadaranku tidak seperti demikian’?”
—“Tidak, Guru Gotama.”
20. “Berhati-hatilah, Aggivessana, berhati-hatilah bagaimana engkau menjawab! Apa yang engkau katakan sebelumnya tidak sesuai dengan apa yang engkau katakan sesudahnya, juga apa yang engkau katakan sesudahnya tidak sesuai dengan apa yang engkau katakan sebelumnya. Bagaimana menurutmu, Aggivessana, apakah bentuk materi adalah kekal atau tidak kekal?”
—“Tidak kekal, Guru Gotama.”
—“Apakah yang tidak kekal adalah penderitaan atau kebahagiaan?”
—“Penderitaan, Guru Gotama.”
—“Apakah apa yang merupakan penderitaan, dan tunduk pada perubahan layak dianggap: ‘Ini milikku, ini aku, [233] ini diriku’?”
—“Tidak, Guru Gotama.”
“Bagaimana menuru
tmu, Aggivessana? Apakah perasaan kekal atau tidak kekal? ... Apakah persepsi kekal atau tidak kekal? ... Apakah bentukan-bentukan kekal atau tidak kekal? ... Apakah kesadaran kekal atau tidak kekal?”
—“Tidak kekal, Guru Gotama.”
—“Apakah yang tidak kekal adalah penderitaan atau kebahagiaan?”
—“Penderitaan, Guru Gotama.”
—“Apakah apa yang merupakan penderitaan, dan tunduk pada perubahan layak dianggap: ‘Ini milikku, ini aku, ini diriku’?”
—“Tidak, Guru Gotama.”
21. “Bagaimana menurutmu, Aggivessana? Ketika seseorang terikat pada penderitaan, mendatangi penderitaan, menggenggam penderitaan, dan menganggap penderitaan sebagai: ‘
Ini milikku, ini aku, ini diriku
’. Dapatkah ia sepenuhnya memahami penderitaan oleh dirinya sendiri atau berdiam dengan penderitaan yang dihancurkan secara total?”
“Bagaimana mungkin, Guru Gotama? Tidak, Guru Gotama.”
“Bagaimana menurutmu, Aggivessana?
Kalau begitu, apakah engkau tidak terikat pada penderitaan, mendatangi penderitaan, menggenggam penderitaan, dan menganggap penderitaan sebagai: ‘
Ini milikku, ini aku, ini diriku
’.?”“Bagaimana aku tidak, Guru Gotama? Benar, Guru Gotama.”
22. “Ini seperti seseorang yang memerlukan inti kayu, mencari inti kayu, berkeliling mencari inti kayu, membawa kapak tajam dan memasuki hutan, dan di sana ia melihat sebatang pohon pisang besar, lurus, muda, tanpa tandan buah. Kemudian ia menebangnya pada akarnya, memotong pucuknya, dan mengelupas pelepah daunnya; tetapi ketika ia terus mengelupasi pelepah daunnya, ia tidak menemukan bahkan kayu lunaknya, apalagi inti kayu. Demikian pula, Aggivessana, ketika engkau ditekan, ditanya, dan didebat oleh
-Ku mengenai pernyataanmu sendiri, engkau terbukti, kosong, hampa, dan keliru. Tetapi adalah engkau yang membuat
pernyataan ini di depan pertemuan Vesālī: ‘Aku tidak melihat ada petapa atau brahmana, pemimpin suatu aliran, pemimpin suatu kelompok, guru dari suatu kelompok, bahkan seorang yang mengaku telah sempurna dan tercerahkan sempurna, yang tidak terguncang, menggigil, dan terguncang, dan ketiaknya berkeringat jika ia terlibat dalam perdebatan denganku. Bahkan jika aku berdebat dengan tiang yang mati, tiang itu akan terguncang, menggigil, dan
terguncang, dan ketiaknya berkeringatgemetar jika
tiang terlibat dalam perdebatan denganku, apalagi manusia
’? Sekarang ada butiran keringat di keningmu dan keringat itu telah membasahi jubah atasmu dan menetes ke tanah. Tetapi tidak ada keringat pada tubuh
-Ku saat ini.” Dan Sang Bhagavā membuka tubuhnya yang berwarna keemasan di depan kelompok itu. [234] Ketika hal ini dikatakan, Saccaka
putra Nigaṇṭha duduk diam, dengan bahu terkulai dan kepala tertunduk, muram, dan tanpa reaksi.
23. Kemudian Dummukha,
putra Licchavi, melihat Saccaka
putra Nigaṇṭha dalam keadaan demikian, berkata kepada Sang Bhagavā: “Sebuah perumpamaan muncul padaku, Guru Gotama.”
“Jelaskanlah, Dummukha.”
“Misalkan, Yang Mulia, tidak jauh dari sebuah desa atau pemukiman terdapat sebuah kolam dengan seekor kepiting di dalamnya. Dan kemudian sekelompok anak-anak laki-laki dan perempuan pergi dari pemukiman atau desa itu menuju kolam tersebut, masuk ke air, dan menarik kepiting itu keluar dari air dan meletakkannya di atas tanah kering. Dan ketika kepiting itu menjulurkan kakinya, mereka memotongnya, mematahkannya, dan memukulnya dengan tongkat dan batu, sehingga kepiting itu dengan semua kakinya putus, patah, dan hancur, tidak mampu kembali ke kolam seperti sebelumnya. Demikian pula, semua dalih, geliat, dan kebimbangan Saccaka
putra Nigaṇṭha telah diputuskan, dipatahkan, dan dihancurkan oleh Sang Bhagavā, dan sekarang ia tidak mampu berada di dekat Sang Bhagavā lagi untuk berdebat.”
24. Ketika hal ini dikatakan, Saccaka
putra Nigaṇṭha berkata kepadanya: “Tunggu, Dummukha, tunggu! Kami tidak berbicara denganmu, di sini kami sedang berbicara dengan Guru Gotama.”
[Kemudian ia berkata:] “Biarlah pembicaraan kita, Guru Gotama. Seperti halnya para petapa dan brahmana biasa, hanya sekadar obrolan santai, aku pikir. Tetapi bagaimanakah seorang siswa Petapa Gotama menjadi seorang yang melaksanakan instruksi Beliau, yang menanggapi nasihat Beliau, yang telah melampaui keragu-raguan, menjadi bebas dari kebingungan, memperoleh keberanian, dan menjadi tidak bergantung pada yang lain dalam Pengajaran Sang Guru?”
“Di sini, Aggivessana, segala jenis bentuk materi
apa pun, apakah di masa lampau, di masa depan, atau di masa sekarang, internal atau eksternal, kasar atau halus, hina atau mulia, jauh atau dekat
—seorang siswa
-Ku melihat segala bentuk materi sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan benar sebagai berikut: ‘Ini bukan milikku, ini bukan aku, ini bukan diriku
’. [235] Segala jenis perasaan
apa pun ... Segala jenis persepsi
apa pun ... Segala jenis bentukan-bentukan
apa pun ... Segala jenis kesadaran
apa pun, apakah di masa lampau, di masa depan, atau di masa sekarang, internal atau eksternal, kasar atau halus, hina atau mulia, jauh atau dekat
—seorang siswa
-Ku melihat segala kesadaran sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan benar sebagai berikut: ‘Ini bukan milikku, ini bukan aku, ini bukan diriku
’. Dengan cara inilah seorang siswa
-Ku menjadi seorang yang melaksanakan instruksi
-Ku, yang menanggapi nasihat
-Ku, yang telah melampaui keragu-raguan, menjadi bebas dari kebingungan, memperoleh keberanian, dan menjadi tidak bergantung pada yang lain dalam Pengajaran Sang Guru.”
25. “Guru Gotama,
bagaimanakah seorang bhikkhu yang adalah seorang Arahant dengan noda-noda dihancurkan, seorang yang telah menjalani kehidupan suci, telah melakukan apa yang harus dilakukan, telah menurunkan beban, telah mencapai tujuan sejati, telah menghancurkan belenggu-belenggu penjelmaan, dan sepenuhnya terbebaskan melalui pengetahuan akhir?”
“Di sini, Aggivessana, segala jenis bentuk materi
apa pun, apakah di masa lampau, di masa depan, atau di masa sekarang, internal atau eksternal, kasar atau halus, hina atau mulia, jauh atau dekat
—seorang bhikkhu telah melihat segala bentuk materi sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan benar sebagai berikut: ‘Ini bukan milikku, ini bukan aku, ini bukan diriku
’. Dan melalui
ketidakmelekatan, ia terbebaskan. Segala jenis perasaan
apa pun ... Segala jenis persepsi
apa pun ... Segala jenis bentukan-bentukan
apa pun ... Segala jenis kesadaran
apa pun, apakah di masa lampau, di masa depan, atau di masa sekarang, internal atau eksternal, kasar atau halus, hina atau mulia, jauh atau dekat
—seorang bhikkhu telah melihat segala kesadaran sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan benar sebagai berikut: ‘Ini bukan milikku, ini bukan aku, ini bukan diriku
’. Dan melalui
ketidakmelekatan, ia terbebaskan. Dengan cara inilah seorang bhikkhu yang adalah seorang Arahant dengan noda-noda dihancurkan, seorang yang telah menjalani kehidupan suci, telah melakukan apa yang harus dilakukan, telah menurunkan beban, telah mencapai tujuan sejati, telah menghancurkan belenggu-belenggu penjelmaan, dan sepenuhnya terbebaskan melalui pengetahuan akhir.
26. “Ketika batin seorang bhikkhu terbebaskan demikian, ia memiliki tiga kualitas yang tidak terlampaui: penglihatan yang tidak terlampaui, praktik sang jalan yang tidak terlampaui, dan kebebasan yang tidak terlampaui.
[ ]Ketika seorang bhikkhu terbebaskan demikian, ia masih menghormati, menghargai, dan memuliakan Sang Tathāgata sebagai berikut: ‘Sang Bhagavā telah tercerahkan dan Beliau mengajarkan Dhamma untuk mencapai pencerahan. Sang Bhagavā telah jinak dan Beliau mengajarkan Dhamma untuk menjinakkan diri sendiri. Sang Bhagavā dalam kondisi damai dan Beliau mengajarkan Dhamma demi kedamaian. Sang Bhagavā telah menyeberang dan Beliau mengajarkan Dhamma untuk menyeberang. Sang Bhagavā telah mencapai Nibbāna dan Beliau mengajarkan Dhamma untuk mencapai Nibbāna
’.”27. Ketika hal ini dikatakan, Saccaka
putra Nigaṇṭha [236] menjawab: “Guru Gotama, kami sungguh berani dan lancang berpikir bahwa kami dapat menyerang Guru Gotama dalam perdebatan. Seseorang dapat menyerang seekor gajah gila dan selamat, namun ia tidak dapat menyerang Guru Gotama dan selamat. Seseorang dapat menyerang kobaran api yang menyala-nyala dan selamat, namun ia tidak dapat menyerang Guru Gotama dan selamat. Seseorang dapat menyerang seekor ular berbisa yang mengerikan dan selamat, namun ia tidak dapat menyerang Guru Gotama dan selamat.
Kami sungguh berani dan lancang berpikir bahwa kami dapat menyerang Guru Gotama dalam perdebatan.
“Sudilah Sang Bhagavā bersama dengan Sangha para bhikkhu menyetujui untuk menerima persembahan makanan dariku besok.” Sang Bhagavā menerima dengan berdiam diri.
28. Kemudian, mengetahui bahwa Sang Bhagavā telah menyetujui, Saccaka
putra Nigaṇṭha berkata kepada para Licchavi: “Dengarkan aku,
Para Licchavi. Petapa
Gotama bersama dengan Sangha para bhikkhu telah menerima undanganku untuk makan besok. Kalian boleh membawa kepadaku
apa pun yang kalian anggap layak untuk Beliau.”
29. Kemudian, ketika malam berakhir, para Licchavi membawa lima ratus hidangan upacara berupa nasi susu sebagai persembahan makanan. Kemudian Saccaka
putra Nigaṇṭha mempersiapkan makanan-makanan baik berbagai jenis di tamannya sendiri dan pada waktunya mengumumkan kepada Sang Bhagavā: “Sudah waktunya, Guru Gotama, makanan telah siap.”
30. Kemudian, pada pagi harinya, Sang Bhagavā merapikan jubah
-Nya, dan membawa mangkuk dan jubah luar
-Nya, Beliau pergi bersama Sangha para bhikkhu menuju taman Saccaka
putra Nigaṇṭha dan duduk di tempat yang telah disediakan. Kemudian, dengan tangannya sendiri, Saccaka
putra Nigaṇṭha melayani dan memuaskan Sangha para bhikkhu yang dipimpin oleh Sang Bhagavā dengan berbagai jenis makanan baik. Ketika Sang Bhagavā telah selesai makan dan telah menarik tangan
-Nya dari mangkuk, Saccaka
putra Nigaṇṭha mengambil tempat duduk yang rendah, duduk di satu sisi, dan berkata kepada Sang Bhagavā: “Guru Gotama, semoga jasa dan buah kebajikan dari persembahan ini adalah demi kebahagiaan si pemberi.”
“Aggivessana, apa pun yang dihasilkan dari tindakan memberi kepada penerima seperti engkau
—seorang yang belum terbebas dari nafsu, belum terbebas dari kebencian, belum terbebas dari kebodohan
—[237] itu adalah untuk si pemberi. Dan apa pun yang dihasilkan dari tindakan memberi kepada penerima seperti Aku
—seorang yang telah terbebas dari nafsu, terbebas dari kebencian, terbebas dari kebodohan
—itu adalah untuk engkau.
”bandingkan sesuai dengan sumber asli terjemahan ini jangan bandingkan dengan sumber lain
ga tau bs liat sumber asli terjemahan itu di mana. search di google cuma dpt ini http://awake.kiev.ua/dhamma/tipitaka/2Sutta-Pitaka/2Majjhima-Nikaya/index.html. di access to insight jg kbtln ga ada yg no. 35.
yg no. 21 nya saya ganti gini ya?21. Kalau begitu,
apakah engkau tidak =>
tidakkah engkau terikat pada penderitaan, mendatangi penderitaan, menggenggam penderitaan, dan menganggap penderitaan sebagai: ‘Ini milikku, ini aku, ini diriku’.?”
“Bagaimana aku tidak, Guru Gotama? Benar, Guru Gotama.”
29. mempersiapkan
makanan-makanan baik berbagai jenis di tamannya sendiri => mempersiapkan
berbagai jenis makanan-makanan baik di tamannya sendiri
ko hendra, yg no. 2 jd gini:2. Bahkan jika aku berdebat dengan tiang yang mati, tiang itu akan terguncang, menggigil, dan
terguncang, dan ketiaknya berkeringat gemetar jika
tiang terlibat dalam perdebatan denganku, apalagi manusia