Jadi maksudnya kejadian alam, perang, pergolakan, dll, itu tidak dipersepsi oleh indera kita?
Jadi maksudnya hal yang tidak bisa dijawab doktrin Panca Niyama, Hukum Karma, dll, bisa dijawab dengan doktrin Shunyata? Sungguh menarik.
1. Anda punya kesimpulan itu berdasarkan ajaran mana? Boleh minta referensi?
2. Saya punya pertanyaan yang tidak bisa dijawab oleh doktrin-doktrin yang anda sebutkan di atas, yaitu bagaimana mekanisme orang berbuat kejahatan berat (akusala garuka kamma) bisa ditelan bumi? Coba dijelaskan dengan doktrin Shunyata yang anda katakan bisa menjelaskan semuanya itu.
Oh, selalu terbuka pintu diskusi. Silahkan, berikan argumentasi anda.
Silahkan.
Sambungan postingan saya di atas.Kejadian alam, perang, pergolakan, dll bukan tidak dipersepsi oleh indera kita, tapi bersifat eksternal (tidak terkait langsung dengan kita). Agar lebih dimengerti, ini saya kutip tulisan Anda yang saya tanggapi seperti di atas.
Ketiadaan satu elemen apapun yang tetap, yang bisa ditunjuk atau dilekati sebagai "diri/atta". Apakah itu objek dari mata, telinga, ... , pikiran, semuanya adalah muncul bergantungan bersama kondisi, dan lenyap pula bersama lenyapnya kondisi.Untuk lebih jelas/lengkap-nya, nanti saya terangkan di jawaban untuk nomor 2 pertanyaan Anda di bawah.
1. Ajaran Buddha, khususnya Mahayana. Referensi saya, banyak. Tapi yang terutama pengalaman. Jika yang Anda maksud literatur, nanti saya berikan lagi (sebenarnya sudah di pertengahan diskusi, tapi mungkin sulit mencarinya lagi).
2. Jawaban singkatnya: Tentu saja karena sebab-sebab yang lalu.
Tapi sebelum lebih jauh/dalam, ada baiknya Anda baca ini dulu:
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=18820.0Berita serupa juga banyak terjadi di berbagai belahan dunia, hampir tiap hari (anak membunuh orang tua). Bagaimana ini? Apakah ditelan bumi?
Langsung ke kaitannya dengan sunyata, sebenarnya tidak ada hukum mutlak bahwa melakukan "ini" akan berbuah "itu", melakukan A sudah pasti hasilnya Z, dan sebagainya... karena semua itu diawali/dilandasi dengan niat (pikiran). Seburuk dan sejahat apa pikiran itu, seburuk dan sejahat itulah akibatnya. Jadi dalam kaitannya dengan sunyata, sebenarnya kita bebas berbuat apapun, dan hasilnya juga akan sama buruknya/baiknya dengan yang kita lakukan. Itulah makna bahwa segala sesuatu itu kosong dari sifat hakiki (termasuk ketentuan berbuat ini hasilnya itu, dsb).
Ada makna yang lebih dalam. Bila ini bisa dipahami dan diterima, kita lanjutkan.
Oh ya, tentang kaitan perang, kejadian alam, pergolakan, dll dengan sunyata, yaitu bahwa semua peristiwa di atas, tergantung seberapa besar kaitan karmanya dengan kita. Jika karmanya kuat, kita bahkan ikut berpartisipasi dalam perang itu. Jika karmanya lemah, mungkin kita hanya melihat dan membacanya lewat surat kabar atau televisi. Jika kaitan karmanya tidak ada, bahwa peristiwa itu tidak ada dalam hidup kita sama sekali.
Karena itu saya sebutkan, itu bukan tidak dipersepsikan oleh indera, tapi tidak terkait langsung (tergantung seberapa besar karma Anda, berbanding lurus dengan keterkaitan Anda terhadap peristiwa tersebut).
Mungkin yang masih membuat Anda bertanya-tanya, "Masa ada peristiwa yang tidak terjadi sama sekali dalam hidup kita? Bukankah sekarang era informasi? Biar seandainya terjadi perang di Planet Mars pun, seharusnya makhluk bumi tahu dan mendengar lewat berbagai media informasi (seperti internet dan televisi)."
Betul?
Jika pertanyaan Anda demikian, maka saya berikan penerangan:
Waktu dan ruang itu berjalan secara relatif, tergantng makhluk yang mempersepsikannya, memproyeksikannya, sesuai dengan ikatan karma masing-masing.
Jadi (secara saintifik), jika Anda lahir dalam waktu yang tidak tepat, walau tempatnya di bumi ini (planet biru), maka Anda tidak akan mengalami perang, atau bencana alam tertentu.
Jika Anda lahir di waktu terjadinya bencana alam pun, tapi tidak di tempat yang seharusnya (misalnya tidak di gugusan Bima Sakti), maka bencana alam skala bintang pun, tidak akan mempengaruhi Anda secara banyak (signifikan).
Dan satu pengetahuan sains lagi, waktu itu tidak berjalan secara linear, tapi subyektif. Dalam artian, jika Anda berada di bumi sekarang, melihat ke arah gugusan bintang tertentu, lalu melihat misalnya ada kilatan cahaya tertentu (seolah ada ledakan besar disana), lalu Anda kira sedang terjadi sesuatu...
... sesungguhnya tidak terjadi suatu apapun.
Benar.
Karena yang Anda lihat adalah kilatan historis dari planet/bintang tersebut, yang tiba di mata Anda sekian ribu, juta atau miliaran tahun setelah kejadian sesungguhnya.
Sebagai penguat pandangan di atas, jika Anda sudah terbebas dari siklus lahir dan mati, saya konfirmasi bahwa Anda bisa memilih ruang waktu mana saja untuk dimasuki (diinkarnasi ke- /
incarnated to).
Itu dari pengalaman saya (semoga bukan diterjemahkan sebagai kesombongan atau klaim tertentu).
Oke, nanti saya perdalam lagi. Jika Anda rasa bermanfaat, fokuslah (jaga pembicaraan agar tidak melebar). Nanti saya berikan banyak hal yang belum Anda ketahui dan selama ini penjelajahan spiritual hanya dari buku dan tulisan. Semoga bisa jadi pertimbangan Anda dalam mendalami ajaran Buddha, dan memperkaya perspektif Anda tentang hidup/kehidupan.
Oke, salam bahagia dan persaudaraan. Mari belajar.