IMO, kalau anda ikuti diskusi di sebelah, anda bisa mendapatkan penjelasan lebih jelas ketimbang dari pembicaraan 'khusus meditator' di sini.
Kalau merujuk pada Samyutta Nikaya, Salayatana Samyutta, Channavaggo, Suññataloka sutta, "kosong" yang dimaksud di sini bukan merujuk pada hal lain, namun kepada ketiadaan satu elemen apapun yang tetap, yang bisa ditunjuk atau dilekati sebagai "diri/atta". Apakah itu objek dari mata, telinga, ... , pikiran, semuanya adalah muncul bergantungan bersama kondisi, dan lenyap pula bersama lenyapnya kondisi.
Seperti sudah dijelaskan rekan Kelana di sebelah, bahwa "kosong = isi; isi = kosong" tampaknya adalah kesalahan penerjemahan yang sudah terimprovisasi jauh, namun sudah mendarah daging dipercaya secara buta oleh banyak orang. Sebetulnya sutra tersebut membahas hal yang hampir mirip dengan sutta dari Samyutta Nikaya, hanya saja dari sudut panca skandha -sementara SN bahas dari sudut Salayatana.
Bukan begitu. Doktrin "pemutaran roda ke dua" ini adalah ajaran dari Mahayana India, bukan di China. Tetapi memang aliran-aliran Mahayana ini yang kemudian menyebar ke China, sehingga ketika invasi Is1am menghabisi seluruh aliran Buddhis, tersisa hanya aliran2 Mahayana di China dan Tamraparniya (salah satu aliran Vibhajjavada yang dibawa & berkembang di Srilanka, kemudian dikenal sebagai Theravada).
Sekedar bertanya, apakah dengan mendengar penjelasan orang bisa mengerti sepenuhnya sunyata? Bukankah semua pemahaman harus dijalani dan dipraktekkan baru merasakan sendiri seperti apa yang dijelaskan? Kalau ada yang bisa jamin bahwa ada penjelasan yang cocok dan sempurna untuk setiap makhluk, saya ingin mendengar dan membacanya.
Ketiadaan satu elemen apapun yang tetap, yang bisa ditunjuk atau dilekati sebagai "diri/atta". Apakah itu objek dari mata, telinga, ... , pikiran, semuanya adalah muncul bergantungan bersama kondisi, dan lenyap pula bersama lenyapnya kondisi. Ini adalah penjelasan tentang anatta dan paticcasamuppada. Ini tidak menjelaskan tentang kondisi lain di luar "aku", seperti tentang kejadian alam, perang, pergolakan politik/ekonomi/sosial, percintaan (asmara), keberuntungan dan kemalangan, serta hal lainnya yang bersifat eksternal.
Maka dari itu semua hal bersifat eksternal selalu dilimpahkan pada "hukum alam" (niyama), yang kemudian (di level awam) melahirkan lagi pertanyaan, siapa yang menciptakan hukum alam (termasuk sebab-akibat), surga-neraka, dsb. Hal ini tidak bisa dijawab lewat penjelasan Panca Niyama, Hukum Karma, Paticcasamuppada, ataupun Tilakkhana.
Karena itu (dalam taraf tertentu) maka diajarkan bahwa di balik semua keberadaan tersebut (tanpa kecuali), ada satu hukum yang tersamar (tersembunyi) dari para makhluk belum tercerahkan, yaitu Sunyata. Ini menjelaskan segalanya, termasuk pencapaian nibbana, segala faktor mental, rupa/wujud, keberadaan pikiran.
Jadi kebenaran mutlak dalam aliran/sekte tertentu, sebenarnya masih ada satu kebenaran lebih substansial di belakangnya, yakni: SUNYATA (kekosongan dari segala fenomena).
Tentang tudingan salah terjemahan, improvisasi doktrin, mempercayai secara buta, sepertinya ini sudah bersifat vonis ya? Atau masih ada pintu diskusi?
Tentang sejarah awal Mahayana dari India, saya sependapat. Lebih jelasnya dapat dilihat disini: id.wikipedia.org/wiki/Mahāyāna
Oke, salam sejahtera untuk Anda. Semoga berbahagia.