//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: "Kosong = Isi, Isi = Kosong"  (Read 199922 times)

0 Members and 2 Guests are viewing this topic.

Offline cumi polos

  • Sebelumnya: Teko
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.130
  • Reputasi: 82
  • Gender: Male
  • mohon transparansinya
Re: "Kosong = Isi, Isi = Kosong"
« Reply #270 on: 19 December 2012, 10:01:34 AM »
Ke gereja tidak ada kaitannya dengan masih sektarian atau tidak. Bisa saja Anda ke gereja bukan untuk ibadah, melainkan hanya urusan pekerjaan/karir, studi, kegiatan sosial-kemasyarakatan, atau asmara. Lagipula, kalaupun Anda sampai seorang pluralis (lintas agama), tetap tidak menjamin Anda tidak sektarian. Tentu Anda paham maksud sektarian disini masih dalam lingkup satu agama.
ini kalau dibahas lebih lanjut... maka belut pun nambah2 in lagi..., tapi memang anak pendeta itu cantik 1X

Tindakan Anda yang mengagung-agungkan sutta, postingan-postingan Anda yang mengesankan keberatan dikritik sutta-minded, serta sikap Anda membentur-benturkan aliran (dengan membawa konsep Tilakkhana dan 4 Kebenaran Mulia tidak pada tempatnya), bagi saya sudah mengindikasikan unsur sektarian pada Anda (fanatik pada ajaran/konsep tertentu, melekat pada guru/ajaran/organisasi tertentu).
kalau bro bilang cumi mengagungkan sutta.. ahhh... trus ngapain 500 arahat dan Ananda kumpul utk nulis ulang apa yg telah dikatakan Buddha ? kalau gak penting ngapain kengangguran NULIS2..buat jadi SUTTA2 ?
cumi udah tentu menghargain sutta, spt juga manual book, manual book bagaimana merawat mobil dst dst...
sebelum kita memakai alat elektronik tsb, sebaiknya kita baca manual book nya dulu...

master sunya ngomong sektarian...tuhhhh cumi gak ngerti...


Bila ini mau dilanjutkan, tentu hal di atas harus bisa diminimalisir (bila dihilangkan tentu perlu proses).
Bisakah Anda mengendalikan ego sektarian Anda untuk sesaat, be an empty cup untuk sementara?
ini adalah contoh bagaimana gerakan BELUT mau membatasin pertanyaan cumi,
atau lepas tangan dari pertanyaan2 tsb...

BE A MAN....


Kalau jawabannya bisa, baru diteruskan.
lebih gampang nyari alasan dari pada menjawab tohhh
Salam bahagia tanpa diskriminasi aliran.  _/\_

kalau master sunya sering meditasi,.. udah capai jhana keberapa ya ?  ;D  terima murid gak ?  8)
merryXmas n happyNewYYYY 2018

Offline cumi polos

  • Sebelumnya: Teko
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.130
  • Reputasi: 82
  • Gender: Male
  • mohon transparansinya
Re: bagaimana hubungan sunyata dgn anatta ?
« Reply #271 on: 19 December 2012, 10:03:20 AM »
Sesudah Anda berkomitmen tidak fanatik dan melekat pada aliran/ajaran tertentu, baru saya jelaskan.

apakah master sunya telah menjelaskan dgn baik... sebelum cumi mampir ke thread ini ? jawablah dgn jujur.

Tidak ada yang kabur (Anda yang berpersepsi saya kabur, setelah sekian jam saya tidak menulis postingan).

Salam.  _/\_

kalau tak ada yg kabur....lanjut...
merryXmas n happyNewYYYY 2018

Offline djoe

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 892
  • Reputasi: -13
  • Gender: Male
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: "Kosong = Isi, Isi = Kosong"
« Reply #272 on: 19 December 2012, 01:55:22 PM »
Someone asked how and why did the Bodhisattva attain the Tao and became enlightened by observing the ebb tide? The Bodhisattva, while practicing by the sea, contemplated the sound as it increased, decreased and then came to full stop, occurring simultaneously with the ebb tide. He pondered the root of causes and finally attained enlightenment by understanding that all existence is subject to birth and death and, therefore, is impermanent. Yet the hearing is timeless, hence beyond birth and death. Those without practice can hear, but do not listen. While hearing the sounds they only think of "outside"; the sound of the tide has birth and death, but the nature of hearing does not. Why? Because even when the sound of the tide stops, our capacity or nature for hearing does not. We can still hear the wind in the branches of a tree, the songs of birds and the shrill sound of the cicadas. Had our capacity for hearing vanished with the sound, we should not be able to hear ever again. Even when all is quiet late at night, we are aware of silence or non-sound, because of our capacity for hearing. There are two kinds of hearing: One comes and goes in response to stimulation, the other functions independently of it. Thus we can safely say that although sounds have birth and death, the hearing capacity does not. It actually never vanishes. All existence, including dharmas, is impermanent and therefore subject to birth and death - just like magic, like bubbles or like shadows. The nature of hearing, on the other hand, can never be destroyed.

In that manner we come to know the bright and accomplished nature of hearing. Our mind accords with whatever we observe: If we observe birth and death, there is birth and death. If we observe non-birth and non-death, there is no birth and no death. All things are produced by the mind; they are completed through contemplation. Everyone has a mind and consequently a potential to formulate the world according to own intentions, but without effort he/she will not succeed. Nature is the substance, mind, the function. The function never separates from the substance, nor the substance from the function. Function and substance, though separate, are causally connected. Nature governs the mind and the mind is the nature's function; they mesh. Although both retain their own character, they are inseparable. Dharma practice can start right at this point. One needs to understand one's mind, see one's True Nature and following that, attain the Tao.

Kosong itu substansi
Wujud itu fungsi

kosng dan wujud tidak terpisahkan, sama halnya substansi dan fungsi tidak terpisahkan

Demikian juga True nature kita adalah kosong dan merupakan eksistensi sejati dan eksis tetapi kekosongan sejati

Offline adi lim

  • Sebelumnya: adiharto
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.993
  • Reputasi: 108
  • Gender: Male
  • Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta
Re: "Kosong = Isi, Isi = Kosong"
« Reply #273 on: 19 December 2012, 02:04:20 PM »
Sesudah Anda berkomitmen tidak fanatik dan melekat pada aliran/ajaran tertentu, baru saya jelaskan.

jika sesuai dengan keingian anda meminta orang tidak fanatik, baru mau dijelaskan.
saya yakin orang itu tidak butuh penjelasan anda, karena andalah orang fanatik yang menuduh orang lain fanatik   ^-^
« Last Edit: 19 December 2012, 02:06:03 PM by adi lim »
Seringlah PancaKhanda direnungkan sebagai Ini Bukan MILIKKU, Ini Bukan AKU, Ini Bukan DIRIKU, bermanfaat mengurangi keSERAKAHan, mengurangi keSOMBONGan, Semoga dapat menjauhi Pandangan SALAH.

Offline Sunya

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 876
  • Reputasi: -16
  • Nothing, but your perception ONLY
Re: "Kosong = Isi, Isi = Kosong"
« Reply #274 on: 19 December 2012, 05:03:34 PM »
capek deh !
butuh jawaban simpel dan gampang, tapi dijawab dengan segala teori komentar :o

contoh seperti ini pengakuan saya,
             saya bukan bhikkhu, biksu/i atau samanera/i 
             selesai toh

saya tidak butuh komentar kosong dan isi anda yang panjang dan bosan.  ???

Apa saya juga butuh komentar Anda yang agak emosional?  ^-^

Kita tidak bisa mengharap jawaban sesuai keinginan kita, dewasalah. :)

Offline Sunya

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 876
  • Reputasi: -16
  • Nothing, but your perception ONLY
Re: "Kosong = Isi, Isi = Kosong"
« Reply #275 on: 19 December 2012, 05:06:47 PM »
Someone asked how and why did the Bodhisattva attain the Tao and became enlightened by observing the ebb tide? The Bodhisattva, while practicing by the sea, contemplated the sound as it increased, decreased and then came to full stop, occurring simultaneously with the ebb tide. He pondered the root of causes and finally attained enlightenment by understanding that all existence is subject to birth and death and, therefore, is impermanent. Yet the hearing is timeless, hence beyond birth and death. Those without practice can hear, but do not listen. While hearing the sounds they only think of "outside"; the sound of the tide has birth and death, but the nature of hearing does not. Why? Because even when the sound of the tide stops, our capacity or nature for hearing does not. We can still hear the wind in the branches of a tree, the songs of birds and the shrill sound of the cicadas. Had our capacity for hearing vanished with the sound, we should not be able to hear ever again. Even when all is quiet late at night, we are aware of silence or non-sound, because of our capacity for hearing. There are two kinds of hearing: One comes and goes in response to stimulation, the other functions independently of it. Thus we can safely say that although sounds have birth and death, the hearing capacity does not. It actually never vanishes. All existence, including dharmas, is impermanent and therefore subject to birth and death - just like magic, like bubbles or like shadows. The nature of hearing, on the other hand, can never be destroyed.

In that manner we come to know the bright and accomplished nature of hearing. Our mind accords with whatever we observe: If we observe birth and death, there is birth and death. If we observe non-birth and non-death, there is no birth and no death. All things are produced by the mind; they are completed through contemplation. Everyone has a mind and consequently a potential to formulate the world according to own intentions, but without effort he/she will not succeed. Nature is the substance, mind, the function. The function never separates from the substance, nor the substance from the function. Function and substance, though separate, are causally connected. Nature governs the mind and the mind is the nature's function; they mesh. Although both retain their own character, they are inseparable. Dharma practice can start right at this point. One needs to understand one's mind, see one's True Nature and following that, attain the Tao.

Kosong itu substansi
Wujud itu fungsi

kosng dan wujud tidak terpisahkan, sama halnya substansi dan fungsi tidak terpisahkan

Demikian juga True nature kita adalah kosong dan merupakan eksistensi sejati dan eksis tetapi kekosongan sejati

Terima kasih untuk tambahannya, Sdr. Djoe. Salam dharma dan semoga sukses dan berbahagia. :)

Offline Sunya

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 876
  • Reputasi: -16
  • Nothing, but your perception ONLY
Re: "Kosong = Isi, Isi = Kosong"
« Reply #276 on: 19 December 2012, 05:07:50 PM »
jika sesuai dengan keingian anda meminta orang tidak fanatik, baru mau dijelaskan.
saya yakin orang itu tidak butuh penjelasan anda, karena andalah orang fanatik yang menuduh orang lain fanatik   ^-^

Silakan Anda menulis apapun, sejauh Anda bisa membuktikannya. :)

Salam dharma dan semoga berbahagia.  _/\_

Offline Sunya

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 876
  • Reputasi: -16
  • Nothing, but your perception ONLY
Re: "Kosong = Isi, Isi = Kosong"
« Reply #277 on: 19 December 2012, 05:15:48 PM »
Kefanatikan dan kemelekatan adalah salah satu penghalang besar untuk memahami ajaran mulia dari Guru Agung Buddha Gautama. Kenapa saya menolak menjelaskan selama pikiran belum bisa 'open-minded', karena dengan kemelekatan besar serta saddha yang keliru (keyakinan membuta), maka pikiran secara otomatis menolak faham-faham yang dianggapnya salah (tidak sesuai yang dipahaminya dari aliran/sekte dia bernaung dan belajar), tidak ada di buku panduannya (teks/sutra/kitab suci), tidak diajarkan selama ini oleh orang-orang yang mengajarinya (walau mereka bukan Tercerahkan/Buddha).

Jadi, selama cangkir sudah penuh, siapa yang mau mengisinya? Biarlah begitu (diisi juga akan meluber, seperti bisa dilihat disini).

Oke, salam dharma dan semoga semua berbahagia. :)

Offline Hendra Tan

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 412
  • Reputasi: 5
  • Gender: Male
  • Keep Calm, Soft, Pray, Spirit & Smile In My Life
Re: "Kosong = Isi, Isi = Kosong"
« Reply #278 on: 19 December 2012, 05:18:56 PM »
 [at] sunya : anda pernah ikut latihan samanera yah?? Dalam bangetpengetahuan agama buddhanya

Offline khiong

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 478
  • Reputasi: 29
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: "Kosong = Isi, Isi = Kosong"
« Reply #279 on: 19 December 2012, 06:07:57 PM »
Tanya;Om sunya, 2 kata ini kata "wujud" dan kata "isi" . wujud=kosong, kosong=wujud apa sama istilah isi=kosong, kosong=isi?

Offline adi lim

  • Sebelumnya: adiharto
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.993
  • Reputasi: 108
  • Gender: Male
  • Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta
Re: "Kosong = Isi, Isi = Kosong"
« Reply #280 on: 19 December 2012, 06:25:29 PM »
Silakan Anda menulis apapun, sejauh Anda bisa membuktikannya. :)

Salam dharma dan semoga berbahagia.  _/\_

harusnya anda duluan membuktikan dulu sebelum menuduh  ^-^

lempar tangan sembunyi batu (bold, silahkan balik sendiri)
« Last Edit: 19 December 2012, 06:33:19 PM by adi lim »
Seringlah PancaKhanda direnungkan sebagai Ini Bukan MILIKKU, Ini Bukan AKU, Ini Bukan DIRIKU, bermanfaat mengurangi keSERAKAHan, mengurangi keSOMBONGan, Semoga dapat menjauhi Pandangan SALAH.

Offline cumi polos

  • Sebelumnya: Teko
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.130
  • Reputasi: 82
  • Gender: Male
  • mohon transparansinya
Re: "Kosong = Isi, Isi = Kosong"
« Reply #281 on: 19 December 2012, 06:26:19 PM »
Kefanatikan dan kemelekatan adalah salah satu penghalang besar untuk memahami ajaran mulia dari Guru Agung Buddha Gautama. Kenapa saya menolak menjelaskan selama pikiran belum bisa 'open-minded', karena dengan kemelekatan besar serta saddha yang keliru (keyakinan membuta), maka pikiran secara otomatis menolak faham-faham yang dianggapnya salah (tidak sesuai yang dipahaminya dari aliran/sekte dia bernaung dan belajar), tidak ada di buku panduannya (teks/sutra/kitab suci), tidak diajarkan selama ini oleh orang-orang yang mengajarinya (walau mereka bukan Tercerahkan/Buddha).

Jadi, selama cangkir sudah penuh, siapa yang mau mengisinya? Biarlah begitu (diisi juga akan meluber, seperti bisa dilihat disini).

Oke, salam dharma dan semoga semua berbahagia. :)
jangan2 master sunya ini fanatiknya master Lu Sheng Yen... sehingga dia agak malu2 mengutarakannya...
menglabel orang lain fanatik, apa tolak ukurnya, apa tanda2nya, jangan asbun aja dehhh...nuduh2 org panatik!
merryXmas n happyNewYYYY 2018

Offline adi lim

  • Sebelumnya: adiharto
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.993
  • Reputasi: 108
  • Gender: Male
  • Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta
Re: "Kosong = Isi, Isi = Kosong"
« Reply #282 on: 19 December 2012, 06:27:21 PM »
Kefanatikan dan kemelekatan adalah salah satu penghalang besar untuk memahami ajaran mulia dari Guru Agung Buddha Gautama. Kenapa saya menolak menjelaskan selama pikiran belum bisa 'open-minded', karena dengan kemelekatan besar serta saddha yang keliru (keyakinan membuta), maka pikiran secara otomatis menolak faham-faham yang dianggapnya salah (tidak sesuai yang dipahaminya dari aliran/sekte dia bernaung dan belajar), tidak ada di buku panduannya (teks/sutra/kitab suci), tidak diajarkan selama ini oleh orang-orang yang mengajarinya (walau mereka bukan Tercerahkan/Buddha).

Jadi, selama cangkir sudah penuh, siapa yang mau mengisinya? Biarlah begitu (diisi juga akan meluber, seperti bisa dilihat disini).

Oke, salam dharma dan semoga semua berbahagia. :)

bukannya Buddha juga fanatik ? wong Buddha mempertahankan ajarannya kok !  :whistle:
Seringlah PancaKhanda direnungkan sebagai Ini Bukan MILIKKU, Ini Bukan AKU, Ini Bukan DIRIKU, bermanfaat mengurangi keSERAKAHan, mengurangi keSOMBONGan, Semoga dapat menjauhi Pandangan SALAH.

Offline adi lim

  • Sebelumnya: adiharto
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.993
  • Reputasi: 108
  • Gender: Male
  • Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta
Re: "Kosong = Isi, Isi = Kosong"
« Reply #283 on: 19 December 2012, 06:29:11 PM »
Terima kasih untuk tambahannya, Sdr. Djoe. Salam dharma dan semoga sukses dan berbahagia. :)

kayaknya memang seia sekata sih  :))
Seringlah PancaKhanda direnungkan sebagai Ini Bukan MILIKKU, Ini Bukan AKU, Ini Bukan DIRIKU, bermanfaat mengurangi keSERAKAHan, mengurangi keSOMBONGan, Semoga dapat menjauhi Pandangan SALAH.

Offline adi lim

  • Sebelumnya: adiharto
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.993
  • Reputasi: 108
  • Gender: Male
  • Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta
Re: "Kosong = Isi, Isi = Kosong"
« Reply #284 on: 19 December 2012, 06:31:01 PM »
jangan2 master sunya ini fanatiknya master Lu Sheng Yen... sehingga dia agak malu2 mengutarakannya...
menglabel orang lain fanatik, apa tolak ukurnya, apa tanda2nya, jangan asbun aja dehhh...nuduh2 org panatik!

sudah punya gelar yang sama kok 'master' :))
Seringlah PancaKhanda direnungkan sebagai Ini Bukan MILIKKU, Ini Bukan AKU, Ini Bukan DIRIKU, bermanfaat mengurangi keSERAKAHan, mengurangi keSOMBONGan, Semoga dapat menjauhi Pandangan SALAH.