ane disini berusaha mencari ilmu agar semakin bijak dalam menghadapi masalah.. ane ga berpatokan dalam satu kepercayaan untuk mencari ilmu.. tapi ane bukan atheis, ane masih pegang kepercayaan ane..sungguh pemikiran yang luas, anda bisa berpikiran seperti itu...
agak beda..
ya, konsepnya sama kayak vini, vidi, vici gt ya gan? semoga kita semakin bijak dalam menghadapi masalah..
sebelumnya ane mohon maaf bukan maksud mencampur adukan antara ras dengan kepercayaan... di postingan ane juga udah memohon maaf sebelumnya.. kalo memang ga berkenan, ane mohon maaf sama agan..
tapi sekarang kembali lagi ke mayoritas dan minoritas.. mayoritas dari pemeluk agama budhism di indonesia ber ras chinese... dan itu menjadi kaum minoritas di negara Indonesia ini.. terus saya harus menitik beratkan ke mana lagi kalo bukan chinese sebagai pemeluk budhism di Indonesia?
ane ngakuin kalo ane memiliki kepercayaan sebagai kaum minoritas.. tapi dibalik minoritas itu bukan berarti kita harus kebawa lingkungan yang dimana kita ikut2an memeluk kepercayaan sesuai mayoritas di negara ini.. yang namnay kepercayaan adalah keyakinan.. seberapa besar keyakinan ane terhadap kepercayaan ane adalah komitmen hidup ane.. walaupun hanya sebagai minoritas dan mungkin lebih spesifiknya (agak) terkucilkan, tapi ane tetep berpegang teguh dengan darah kepercayaan leluhur ane..
so, dengan kepercayaan tersebut ane mau menghargai leluhur ane untuk kembali seperti semula yg notabene seorang chinese..
tankyu gan atas saran dan kritiknya..
...., Bro juga bisa ikut pertemuan gathering rutin, atau gathering tahunan Dhammacitta.. Nah disitu banyak cew2 DC rata2 berdarah chinesse yg semuanya aduhai... Siapa tau ada yg jodoh... Lalu pasti akan tertarik juga ke vihara..nah disitu juga banyak organisasi anak mudanya, bisa jodoh juga...
::
Mencius' mother
Mencius' mother is often held up as an exemplary female figure in Chinese culture. One of the most famous traditional Chinese four-character idioms is 孟母三遷 (mèng mǔ sān qiān; literal translation: "Mencius' mother, three moves").
This saying refers to the legend that Mencius' mother moved house three times before finding a location that she felt was suitable for the child's upbringing. As an expression, the idiom refers to the importance of finding the proper environment for raising children.
Mencius's father died when he was very young. His mother Zhang (仉) raised her son alone. They were very poor.
1 At first they lived by a cemetery, where the mother found her son imitating the paid mourners in funeral processions. Therefore the mother decided to move.
2 The next house was near a market in the town. There the boy began to imitate the cries of merchants (merchants were despised in early China).
3 So the mother moved to a house next to a school. Inspired by the scholars and students, Mencius began to study. His mother decided to remain, and Mencius became a scholar.
Wah dimana.. dimana.. yg aduhai :o ??? Kapan.. kapan.. gatheringnya....??? :o :o
;D ;D ;D
Mau dong...