//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma  (Read 97723 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline bond

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.666
  • Reputasi: 189
  • Buddhang Saranam Gacchami...
Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
« Reply #150 on: 25 February 2010, 02:14:29 PM »
[at] bond

Saya ada membaca sutta tentang pangeran nanda itu.Seingat saya dia ingin keluar karena ingat dengan wanita di tempat tinggalnya.Terus 1 lagi,bukankah pangeran nanda itu ada hubungan keluarga dengan Sang Buddha??jadi saya rasa pengetahuannya jauh lebih banyak dari pada umat awam seperti saya.

Mungkin juga ;D

Coba kalau umat awam diiming-iming begitu.Apalagi pria hidup belang.Meditasinya malah tambah parah..

Makannya kan saya bilang kasus itu case by case..kalau pukul rata...meditasinya kepalanya bisa berasap tuh ....kalo liat bidadari cantik  :))

Tapi hal ini ada tertulis di agama lain lho.Disana tertulis jika masuk surga akan ditemani oleh para bidadari yang cantik.Sory OOT.

Wah itu sih uda ngaco dah...salah sasaran ^-^

Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
« Reply #151 on: 25 February 2010, 02:28:05 PM »
Bagi saya, orang lain begitu, kita ga usah begitu. Misalnya sekarang ini 'kan di kalangan muda-mudi itu "berselingkuh" seperti jadi trend. Kalau ga punya selingkuhan, kurang "trendy". Yah, biarkan saja. Kekuatan dan daya tarik dari Buddha-dhamma adalah pelepasan, bukan kemelekatan inderawi. Jika demi hal-hal rendah kita malah menunjukkan sebaliknya, saat itulah Buddha-dhamma jadi kehilangan "jati diri"-nya.
yah kembali lagi donk k batasan(sila). selingkuh kan bisa dimasukan k pelanggaran sila 3 yah contoh aja tiger wood selingkuh n itu memang menjadi trend  di luar negri namun dalam buddhis tidak di benarkan, sedangkan dalam musik itu dilarang pada saat orang melaksanakan attha sila tidak menyaksikan pertunjukn. n klo u/tk umat awam kan masih patokan pancasila. memang ada batasan juga jenis musik? itu semua kebijaksanaan dari pencipta musik mau k aliran mana

Nah, kalau begitu saya kembalikan lagi pertanyaan ke Bro Lokkhitacaro. Jika menggunakan hal-hal yang menyenangkan nafsu indera, siapa yang akan "terjaring" dalam ceramah dhamma tersebut?

Saya berikan perumpamaan begini.
Anda adalah seorang kaya yang akan berdana. Lalu 1 penasihat anda menyarankan, "jika diadakan pesta yang menyenangkan indera, maka akan berkumpul banyak sekali orang dari berbagai penjuru yang akan menerima dana, dengan begitu dana akan terlaksana dengan baik." Lalu penasihat yang lain mengatakan, "jika dibuat sebuah tempat pemberian dana yang sederhana dan pantas, sesuai dengan moralitas dan nilai-nilai luhur, akan ada petapa, yang pantas menerima dana, datang menerima dana, namun jauh lebih sedikit."
Anda pilih yang mana? Mengapa?
begini perumpamaan goyang ngebor post dr saya adalah ketika ada acara dalam cetiya misalnya tahun baru trus bagi hadiah bagi umat yg rajin k vihara di beri hadiah n pemenangnya di kerjai suruh ngebor tentu akan memancing tawa di acara.jadi konteksnya bukan pada saat ceramah


Tujuan dari mendengar lagu adalah menikmati keindahan objek suara. Keindahan objek suara menimbulkan perasaan senang dan akhirnya adalah kemelekatan.

Tujuan dari dhamma adalah menyadari objek sebagaimana adanya. Dengan menyadarinya, ia mengetahui timbul dan tenggelamnya perasaan. Dengan mengetahuinya, maka ia tidak lagi melekat pada objek tersebut.

Apakah ada kesamaan dari dua tujuan tersebut?
sebenarnya antara dhamma dengan musik di sini harus d pisahkan seperti yg anda katakan di ats bahwa ke2nya bertentangan. misalkan bagi merka yg umat awam ketika k vihara / cetiya mereka akan senang ketika mendengar musik n ceramah yg di bumbui lelucon namun mungkin bagi anda yg memang benar2 secara spiritual mendalami dhamma tidak butuh itu, n pendapat dari saya kepada umat awam biasa layaknya kita harus bisa merangkul mereka walaupun dengan musik n lelucon namun tetap di arahkan menuju dhamma yg sejati karena tingkat kebijaksanaan masing2 org berbeda. anda tidak bisa mengharapkan semua yg beragama buddha akan menjadi sotapana n memiliki bhatin yg bagus karna umat buddha di indonesia saat ini sudah tercampur dengan kebudayaan n agama lain, bahkan mereka mempercayai bahwa buddha adlah tuhan n bila anda dengan keras menyampakan bahwa buddha bukan tuhan namun guru agung, tidak ada acara nyanyi, semua harus meditasi dengan objek asubha, jamin 100% bakalan menurun umat dengan drastis dan ini tujuan dhammaduta untuk merubah pandangan salah. nah bagi mereka yang memang mencari spiritual dalm buddhis mereka boleh mendalmi namun tidak hanya dalam teori namun praktek n menjadi bhikkhu
bagaimana pendapat anda tentang sutta ini :
http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,15166.msg245491.html#msg245491
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline kusalaputto

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.288
  • Reputasi: 30
  • Gender: Male
  • appamadena sampadetha
Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
« Reply #152 on: 25 February 2010, 02:45:06 PM »
^
bro pendapt g tent sutta ini a/ berisi bagaimana sang buddha berusaha menjahui hal2 duniawi demi mendapatkan penerangan sempurna ada baiknya memang kita menjalankan apa yg di lakukan oleh guru agung kita KALAU KITA SUADH SIAP UNTUK MENINGGALKAN KEDUNIAWIAN maka jalankan lah salah satunya dengan menjadi paling minim samanera/i. sedangkan kita saat ini masih di belenggu keduniawian n berusaha untuk membabarkan dhammanya. n menurut say dalam pembabaran tersebut sekurang2nya ada pembatasan pancasila n selama masih relevan n sejalan maka di jalankan, bila memang batasan tersebut pancasila masih berat ikutilah HIRI & OTTAPA. namun sebagai dhamma duta sebaiknya pun memakai batasan dengan standar yg tinggi agar tidak terjadi penyimpangan.
dalam kursus dhammaduta semua di minta harus mengikuti peraturan k panditaan itu pu menurut saya merupakan batasan yg berlaku saat berceramah.
semoga kamma baik saya melindungi saya, semoga kamma baik saya mengkondisikan saya menemukan seseorang yang baik pada saya dan anak saya, semoga kamma baik saya mengkondisikan tujuan yang ingin saya capai, semoga saya bisa meditasi lebih lama.

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
« Reply #153 on: 25 February 2010, 03:03:33 PM »
^
bro pendapt g tent sutta ini a/ berisi bagaimana sang buddha berusaha menjahui hal2 duniawi demi mendapatkan penerangan sempurna ada baiknya memang kita menjalankan apa yg di lakukan oleh guru agung kita KALAU KITA SUADH SIAP UNTUK MENINGGALKAN KEDUNIAWIAN maka jalankan lah salah satunya dengan menjadi paling minim samanera/i. sedangkan kita saat ini masih di belenggu keduniawian n berusaha untuk membabarkan dhammanya. n menurut say dalam pembabaran tersebut sekurang2nya ada pembatasan pancasila n selama masih relevan n sejalan maka di jalankan, bila memang batasan tersebut pancasila masih berat ikutilah HIRI & OTTAPA. namun sebagai dhamma duta sebaiknya pun memakai batasan dengan standar yg tinggi agar tidak terjadi penyimpangan.
dalam kursus dhammaduta semua di minta harus mengikuti peraturan k panditaan itu pu menurut saya merupakan batasan yg berlaku saat berceramah.
nah tugas kita juga untuk memberikan yang terbaik, bukannya malah memfasilitasi yang tidak perlu, seperti misalnya di vihara tidak ada lagu di ajaran lain ada lagu maka vihara juga harus ada lagu jadi seperti ikut2an ajaran lain, apakah ajaran Buddha sebegitu rendahnya sehingga harus ikut2 trend dan ajaran lain?
Ajaran Buddha ya ajaran Buddha, ajaran lain ya beda lagi, Umat kadang memberikan fasilitas yang tidak perlu untuk Bhikkhu dan malah tampak seperti memberikan bentuk2 kemelekatan baru untuk Bhikkhu itu dan memfasilitasi kesenangan2 indrawi yang Buddha sendiri menghindarinya, malah murid2nya menyenanginya, alangkah merananya ajaran Buddha menjadi seperti ini.
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
« Reply #154 on: 25 February 2010, 03:11:38 PM »
 [at]  kusalaputto

Seperti yang Bro ryu bilang, yang memang tidak perlu, janganlah ditambah.
Setahu saya, seseorang mengikuti Ajaran Buddha tujuannya adalah mengikis kemelekatan, apakah ia mengambil jalan petapa ataupun perumahtangga. Bukannya "kalau masih perumahtangga, kemelekatan boleh ditambah". Kalau perumahtangga tidak ditanamkan untuk berjuang menjauhi hal tersebut, lalu apa bedanya dengan kepercayaan lain? Kalau dari waktu menjadi perumahtangga tidak ada latihan untuk menjauhi hal-hal tersebut, sampai kapan bisa maju? Sementara kita tahu dalam dhamma, semua adalah sebab dan akibat. Perkembangan bathin terjadi karena suatu sebab, bukan jenis "time release" atau diwahyukan dari pihak luar.


Offline bond

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.666
  • Reputasi: 189
  • Buddhang Saranam Gacchami...
Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
« Reply #155 on: 25 February 2010, 03:16:14 PM »
Quote
Kalau boleh tahu,apa sih batasan vinayanya?daritadi banyak member menulis harus ada batasan,harus ada batasan,tetapi saya tidak menangkap apa yang dimaksud dengan "batasan" yang dimaksudkan,dan banyak yang ABU-ABU..

Pertama adalah Dhamma dan Vinaya beserta kesepakatan bersama dari sangha..Dalam hal kebhikkhuan. Dengan adanya case maka akan lebih jelas. Tukul VS Bhante Utamo...silakan anda nalar sendiri.
Yang kedua..Gunakan hatimu...kalo belum ngerti...nanti suatu saat ngerti   :)
Quote
nah,anda sungguh aneh...adakah saya bilang melanggar Vinaya?saya sendiri bukan Ahli Vinaya,dan baru ada 1 buku tentang Vinaya[mungkin kalau ada orang yang disini mau kasih saya semua buku tentang Vinaya,saya siap menampung dan sangat berterima kasih kepada orang tersebut..]..

Belajar memahami suatu kalimat adalah baik...saya tidak mengatakan anda mengatakan itu...tetapi informasi yg sifatnya comparative.

Quote
Sekali lagi saya katakan bahwa thread ini menyoroti tentang "Cara yang sesuai dalam pembabaran Dhamma" bukan menyoroti "pembabaran Dhamma yang melanggar Vinaya atau tidak Melanggar Vinaya.." bukan juga tentang "Oknum2 yang melanggar Dhamma Vinaya dalam membabarkan Dhamma"..
sekali lagi saya tuliskan,bahwa yang disoroti adalah "CARA atau TINGKAH LAKU"..Terima kasih saya ucapkan.. :)

Coba deh lihat korelasinya...Suatu masalah pasti ada korelasi dengan aspek lain...dan untuk membahas aspek lebih detil dari cara harus ada contoh2nya agar ada studi bandingnya. Baru ada kesimpulan cara yg tepat atau tingkah laku yg seharusnya. Tetapi kalau anda tidak bisa menerima alur pikiran ini, silakan saja..so far so good. :) Anda punya cara, saya pun punya cara bukan... :)

Quote
Kalau semuanya daritadi dibahas adalah batasan2 kewajaran yang wajar,apa sih batasannya?kalau anda menyuruh 'para pendengar'nya untuk meneliti nya sendiri..mending thread dilock saja..atau silakan saja semua orang membabarkan dhamma "semau gue",karena intinya "dhamma disampaikan dengan segala cara",pendengarnya mau mampus ya mampus sana saja..karena yang babarkan dhamma itu sudah ada mengandung Dhamma,caranya mau gimana terserah..yang salah itu "pendengar"nya..begitu ya?atau saya salah menafsirkan maksud anda..tolong di bantu yang lemah dan dungu ini didalam Dhamma Bhagava..

Tak ada yg bisa dibantu...hanya diri anda sendiri yg bisa...selamat berjuang...

Quote
Nah,kalau begitu,..Bhantenya yang bersangkutkan tidak perlu berceramah saja sekaligus,ngapain promosi susah2 dan vihara ke vihara,dari lembar2 brosur dan dari mouth to mouth dan di bombadir,kalau intinya anda berkata,"Kalau tidak setuju bukan kah lebih baik tidak tertawa dan kalau perlu ngak usah ikut dhammadesannya.."[menurut saya ini sikap egois dan ingin menang sendiri...Padahal Buddha berkata dengan sangat JELAS,bahwa hidup DIDUNIA,tak terlepas dari PRO dan KONTRA,DICELA atau DIPUJI]

ya itu penilaian anda, bukan fakta yg terjadi dilapangan... :)

Quote
Siapa bilang ada hukumnya?anda terlalu paranoid kayaknya.. :)
[Hello all member disini adakah yang berkata ada Sanksi bagi OKnum yang membabarkan Dhamma sambil ada selingan Joke?saya rasa saya tidak bilang ada SANkSi Vinaya deh??]
Kalau semuanya kembali ke diri sendiri,saya sudah bilang thread ini tidak perlu lagi,,di lock aja atau di remove aja..kalau INTInya semua kembali ke pendengar...Ini akan menjadi ALIBI yang sangat hebat,yang salah bisa dibenarkan..yang benar bisa disalahkan..karena akan banyak orang membabarkan Dhamma dengan "semau gue" dan berkata dengan enteng,"Intinya kembali ke pendengar"...Padahal jelas DHAMMA yang DIBABARKAN dengan SALAH bisa menghasilkn PANDANGAN YANG SALAH[dan jelas didalam sutta orang yang menyebabkan orang lain berpandangan salah hanya salah 1 diantara 2 alam yang akan ditujukan yaitu Niraya atau Tiracchana]..contoh saja LIHAT KASUS SAMAWATI,si MANGADIYA,yang salah MENGARTIKAN MAKSUD DARI BHAGAVA,dan MENDENDAM KEPADA BHAGAVA...jadi saya liat cara membabarkan Dhamma juga merupakan point penting didalam PENYAMPAIAN,sehingga ISInya tidak KABUR dan tidak menjadi sia-sia...Itu pun dilihat dari kasus SAMAWATI,MAGANDIYA, Buddha datang membabarkan Dhamma karena Cinta Kasih nya kepada orang tua MAGANDIYA yang akan memperoleh manfaat daripadaNya..

Silakan berkomentar dengan dugaan2 Anda.  :)  jika menurut anda ide anda yg benar silakan dijalankan...selamat berehipasiko. ^-^
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

Offline Brado

  • Sebelumnya: Lokkhitacaro
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.645
  • Reputasi: 67
Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
« Reply #156 on: 25 February 2010, 04:08:43 PM »
[at]  Riky

Bolehkah anda memberikan definisi ngelawak, joke atau humor yang anda maksudkan, dan ini dikaitkan dengan dhamma talk yang anda dengar langsung ?

 _/\_

Dhamma Talk Paramita Devi Ruang dan Waktu di Selecta yang lalu di medan..
Itu membabarkan Dhamma atau ngelawak?

Anumodana _/\_

Yang anda maksud ceramah bhante Uttamo yang dihadiri 4000 an orang, benarkah ? Karena saya lupa yang mana, karena banyak koleksinya. Karena ada yang dihadiri 2000 an dan 1000 an

Seandainya benar, apakah tidak ada manfaat dhamma yang dapat dipetik dari dhamma talk untuk umat awam ( tentu anda sendiri tidak dapat dijadikan sebagai dasar pengukurnya, karena anda telah menguasai dhamma yang sudah mendalam ).

Kadang-kadang saya mendengar langsung dhamma talk tersebut, saya ikut tertawa karena yang lainnya juga tertawa, tertawa bersama-sama, tersenyum saja walaupun yang lain tertawa, hanya diam walaupun yang lain tertawa.

Tertawa sendirian dan yang lain tidak tertawa ( yang ini tidak pernah dilakukan, nanti dikira tidak waras/ tahu diri dan tidak telmi )

BTY, apa definisi humor menurut anda dari dhamma talk tersebut ?

 _/\_

Inipun terjadi pada diri saya pribadi ketika mendengarkan ceramah yang lucu dan mengena, saya pun tertawa ..   
Karena mentertawai pula ketololan saya selama ini.. ketika mendengar banyolan yang sedikit membuka "pandangan lama" kita tsb.
Lalu pertanyaannya.. tidak bolehkah kita bereaksi tertawa ?
Atau perlu jugakah judul thread ini juga disertakan buat pendengar menjadi " Cara yang sesuai untuk mendengarkan Dhamma "

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
« Reply #157 on: 25 February 2010, 04:18:31 PM »
Inipun terjadi pada diri saya pribadi ketika mendengarkan ceramah yang lucu dan mengena, saya pun tertawa ..   
Karena mentertawai pula ketololan saya selama ini.. ketika mendengar banyolan yang sedikit membuka "pandangan lama" kita tsb.
Lalu pertanyaannya.. tidak bolehkah kita bereaksi tertawa ?
Atau perlu jugakah judul thread ini juga disertakan buat pendengar menjadi " Cara yang sesuai untuk mendengarkan Dhamma "
Mungkin untuk mendengarkan dhamma tidak banyak yang dibicarakan, intinya tidak berlebihan saja. Tertawa yah tertawa, tidak perlu sampai  =)) atau menggema sampai ke alam brahma.

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
« Reply #158 on: 25 February 2010, 04:35:53 PM »
[at]  Riky

Bolehkah anda memberikan definisi ngelawak, joke atau humor yang anda maksudkan, dan ini dikaitkan dengan dhamma talk yang anda dengar langsung ?

 _/\_

Dhamma Talk Paramita Devi Ruang dan Waktu di Selecta yang lalu di medan..
Itu membabarkan Dhamma atau ngelawak?

Anumodana _/\_

Yang anda maksud ceramah bhante Uttamo yang dihadiri 4000 an orang, benarkah ? Karena saya lupa yang mana, karena banyak koleksinya. Karena ada yang dihadiri 2000 an dan 1000 an

Seandainya benar, apakah tidak ada manfaat dhamma yang dapat dipetik dari dhamma talk untuk umat awam ( tentu anda sendiri tidak dapat dijadikan sebagai dasar pengukurnya, karena anda telah menguasai dhamma yang sudah mendalam ).

Kadang-kadang saya mendengar langsung dhamma talk tersebut, saya ikut tertawa karena yang lainnya juga tertawa, tertawa bersama-sama, tersenyum saja walaupun yang lain tertawa, hanya diam walaupun yang lain tertawa.

Tertawa sendirian dan yang lain tidak tertawa ( yang ini tidak pernah dilakukan, nanti dikira tidak waras/ tahu diri dan tidak telmi )

BTY, apa definisi humor menurut anda dari dhamma talk tersebut ?

 _/\_

Inipun terjadi pada diri saya pribadi ketika mendengarkan ceramah yang lucu dan mengena, saya pun tertawa ..   
Karena mentertawai pula ketololan saya selama ini.. ketika mendengar banyolan yang sedikit membuka "pandangan lama" kita tsb.
Lalu pertanyaannya.. tidak bolehkah kita bereaksi tertawa ?
Atau perlu jugakah judul thread ini juga disertakan buat pendengar menjadi " Cara yang sesuai untuk mendengarkan Dhamma "
saya copas lagi deh ini komentar Dari buku “the Truth of Nature” by Bhikkhu Buddhadasa :
"Bagaimana cara berpikir seorang nonpraktisi dan seorang Buddhis yang mempraktikkan ajaran Buddha?"

Mari kita perhatikan sebuah fakta yang akan menjadi petunjuk untuk membedakan cara berpikir seorang non praktisi dan seorang Buddhis yang mempraktikkan ajaran Buddha. Seorang non praktisi berarti seorang yang belum menjadi seorang umat Buddha yang baik dan tidak memahami ajaran Buddha. la hanya menjadi Buddhis karena label agama saja, sesuai dengan catatan kependudukan (seorang Buddhis KTP sejati) dan karena orangtuanya beragama Buddha. Mereka kita sebut dengan Buddhis non praktisi. Persyaratan untuk menjadi seorang Buddhis sejati seorang praktisi, Ariya (orang suci, maju pesat dalam latihan) adalah memiliki pandangan benar yang jauh lebih tinggi daripada seorang non praktisi terhadap semua hal yang ada di sekelilingnya.

Buddha bersabda, "Ada perbedaan yang sangat besar dalam cara pandang antara pandangan para ariya dan pandangan umat biasa." Karena itu, dalam pandangan para ariya, dan juga sesuai dengan peraturan para ariya, bernyanyi sama saja dengan menangis; menari adalah ciri khas orang gila; dan tertawa terbahak bahak adalah kelakuan anak anak ingusan. Orang orang pada umumnya menyanyi, tertawa, dan menikmati semua itu tanpa menyadari kapan dirinya akan lelah. Di dalam pandangan para ariya, menyanyi terlihat sama dengan menangis. Jika kita mengamati seorang yang menyanyi dan berteriak sekeras kerasnya, dia tidak hanya kelihatan seperti orang yang sedang menangis, tetapi selain itu, apa yang dilakukannya berasal dari kondisi kondisi emosional. yang sebenarnya sama dengan menangis.

Menari adalah kelakuan orang gila! Jika kita perhatikan sedikit lebih mendalam, kita akan menyadari bahwa ketika kita bangun dari tempat duduk untuk menari, kita paling tidak sudah menjadi sepuluh persen gila. Jika tidak, kita pasti tidak akan mau menari. Karena secara umum menari dipandang sebagai sebuah bentuk kesenangan, kita tidak menganggapnya sebagai kelakuan orang gila. Ada beberapa orang yang suka tertawa; tertawa memang menyenangkan. Mereka tertawa terbahak bahak, bahkan di saat saat yang tidak tepat. Tetapi bagi para ariya, dan di dalam peraturan mereka, tertawa adalah kelakuan anak kecil. Oleh sebab itu, jika kita mampu tidak tertawa, ini tentu baik. Tidak tertawa sama sekali bahkan lebih baik lagi.

Contoh contoh di atas menunjukkan bagaimana latihan displin (sila) para ariya berbeda dengan orang-orang pada umumnya. Secara umum, menyanyi, berdansa, dan tertawa sepertinya tidak membawa akibat dan bukan sesuatu yang istimewa. Namun bagi para ariya kegiatan kegiatan tersebut dianggap tidak berguna dan tidak terkendali. Demikianlah pandangan seseorang yang pikirannya sudah berkembang pesat.

Buddha tidak mengatakan, jangan lakukan hal-hal itu ketika kita menginginkannya, tetapi mengajarkan kita untuk memahami bahwa ada perbuatan yang terpuji dan perbuatan rendah, dan ada hal hal yang tidak layak untuk dilakukan. Karena belum menjadi seorang ariya, kita mungkin ingin melakukan perbuatan-perbuatan yang rendah. Ketika kita melakukannya, kita akan sadar bahwa hal itu terkadang memang tampak menyenangkan, tetapi pada akhirnya kita akan kelelahan. Selanjutnya, kita dapat meningkatkan diri kita ke tingkat yang lebih tinggi dan berlatih disiplin para ariya.

Sebagian orang tidak suka mendengar tentang "disiplin". Mereka khawatir bahwa mengendalikan diri menyebabkan "penderitaan." Tetapi, mengendalikan diri untuk tidak mengikuti perasaan adalah sebuah praktik dan latihan penting dalam agama Buddha.

Mengendalikan tubuh dan pikiran untuk tidak menuruti setiap perasaan bukanlah penderitaan. Sebaliknya, ini adalah sebuah metoda untuk melenyapkan dukkha. Kita harus menemukan cara. untuk mencegah diri kita agar tidak sampai dikuasai oleh ego atau kekotoran batin. Kita harus menjaga pikiran agar kekotoran batin tidak mengarahkan dan menguasai diri kita. Lihat orang orang yang sedang menari dan perhatikan betapa kuatnya kekotoran batin menguasai dan membuat mereka tunduk. Inikah yang disebut dengan kebebasan?


Oleh sebab itu, kita harus meningkatkan kemampuan batin kita bagaimanapun juga. Jangan menjadi seorang Buddhis awam selamanya! Buat diri Anda bisa menjadi anggota komunitas Buddhis praktisi, dengan memiliki pengetahuan, kecerdasan, kesadaran, dan pemahaman sehingga penderitaan akan berkurang. jangan lakukan hal hal yang tidak layak dan tidak bermanfaat bagi diri sendiri. Inilah hasil yang akan Anda dapatkan. Anda akan bertransformasi dari seorang Buddhis non praktisi awam menjadi seorang Buddhis praktisi, yang menaati disiplin para ariya. Buddha berharap akan lebih banyak lagi yang menjadi ariya, semakin banyak lagi orang yang akan meninggalkan keduniawian selamanya.
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline Riky_dave

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.229
  • Reputasi: -14
  • Gender: Male
Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
« Reply #159 on: 25 February 2010, 07:00:52 PM »
Quote
ini tulisan bro :
...Sekarang yang dilakukan oleh para Savaka Buddha bisanya adalah "menebak" apa yang sesuai dengan "muridnya

sehingga saya bertanya :

Yakin para savaka Buddha hanya menebak? atau situasinya yg perfect adalah Sang Buddha dan demi kesempurnaan pencapaian maka diberikanlah kepada Sang Buddha? Bagaimana setelah Sang Buddha parinibbana, apakah para savaka Buddha tidak ada yg tahu tentang muridnya walaupun tak sesempurna Sang Buddha?
Maap saja itu sesuai yang ada di Jataka,Khuddaka Nikaya,kalau mau mengomentari lebih jauh,silakan kita buka thread baru tentang judul Jataka yang berkaitan tersebut,...Dalam tolong ya...kata "menebak" itu sudah saya tanda kutip..
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

Offline Riky_dave

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.229
  • Reputasi: -14
  • Gender: Male
Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
« Reply #160 on: 25 February 2010, 07:05:53 PM »
Yang anda maksud ceramah bhante Uttamo yang dihadiri 4000 an orang, benarkah ? Karena saya lupa yang mana, karena banyak koleksinya. Karena ada yang dihadiri 2000 an dan 1000 an
yang saya tulis tadi,"Dhamma Talk Paramita Devi Ruang dan Waktu di Selecta yang lalu di medan..
Itu membabarkan Dhamma atau ngelawak?"
bukan ceramah Bhante Uttamo.. _/\_

Quote
Seandainya benar, apakah tidak ada manfaat dhamma yang dapat dipetik dari dhamma talk untuk umat awam ( tentu anda sendiri tidak dapat dijadikan sebagai dasar pengukurnya, karena anda telah menguasai dhamma yang sudah mendalam ).
yang dikritisi bukan soal tahu Dhamma dan tidak tahu Dhamma,sebenarnya fungsi Dhamma Talk itu sendiri apa ya?apakah untuk mencari DONATUR?atau mencari KUANTITAS UMAT BUDDHIS?atau memberikan DHAMMA kepada pendengarnya?

Quote
Kadang-kadang saya mendengar langsung dhamma talk tersebut, saya ikut tertawa karena yang lainnya juga tertawa, tertawa bersama-sama, tersenyum saja walaupun yang lain tertawa, hanya diam walaupun yang lain tertawa.

Tertawa sendirian dan yang lain tidak tertawa ( yang ini tidak pernah dilakukan, nanti dikira tidak waras/ tahu diri dan tidak telmi )
sebenarnya bagi saya..mau tertawa,mau ngakak,mau teriak2 tidak ada masalah sama sekali..masalahnya adalah pandangan umat Buddhisme kepada Dhamma Talk itu sendiri..Banyak yang menganggap itu seperti ajang melawak..Apakah itu pantas menurut anda?


Quote
BTY, apa definisi humor menurut anda dari dhamma talk tersebut ?

 _/\_
apa hubungan dengan hal yang saya sampaikan?
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

Offline Riky_dave

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.229
  • Reputasi: -14
  • Gender: Male
Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
« Reply #161 on: 25 February 2010, 07:11:01 PM »
tentu semuanya harus sesuai dengan vinaya atau batas mana yang boleh sesuai dengan vinaya wa rasa makin tinggi moralitas nya akan terlihat.

karena ada juga memang bhikku yang jadi seperti penyanyi dll di china sono itu kata katanya sih terlihat benar tapi apakah sebenar itu wa liat fotonya pakai kacamata ( kacamata biasa sih tidak apa apa itu kacamata seperti rebyan punya coba buat apa di pakai) di telinga nya ada tuh yang buat freehand phone kemana dayakanya? terus apa kah pantas seperti itu? katanya sih lagu yang di rekam untuk mengenalkan Buddhist ke generasi muda. kalo dengar Bhikku lain yang se viharanya sih bilang (wah lupa juga nih yang keingat saja) harus yang sepantasnya.     

betul..saya jadi ke ingat dan mau bertanya,ada Bhikkhu mazhab Theravada di medan ini,masa punya HP dan ngendarain MOBIL MEWAH???apakah itu SESUAI VINAYA??
mengendarai sendiri atau menumpangi mobil dayaka? lain loh artinya. trus napa bhikkhu ga boleh punya hp? klo hpnya selalu ganti2 saya ga setuju  namun bila hp di milikinya adalah dana dari umat, n tujuan dr hp itu lain dengan kita2 namun sekedar untuk memudahkan komunikasi dan tidak melekat. sebenernya mirip surat namun jaman dah berubah jadi k hp.
jelas saya tulis disana NGENDARAIIN...dan mau lebih jelasnya lagi Si Bhante tersebut sedang belajar nyupir!!!dan saya kurang setuju dengan dalih menggunakan hp sebagai alat komunikasi...itu suatu bentuk kemelekatan,karena masih melekat pada umat...Bhikkhu itu berjuang untuk mensucikan diri,berjuang untuk belajar DIAM dan HENING,bukan BERSOSIALISASI berlebihan...Lagian seperti kata anda,sudah ada dakkaya,kalau memang di dana in hp,bukannya semua itu ada tugas dakkaya?kenapa harus Bhantenya yang ambil atau memakai hp tersebut?aneh..dan lebih anehnya bukan hp butut..[dan dari rumor2 yang saya dengar seputar Bhante tersebut dari aktivis di Vihara tersebut,Bhante yang bersangkutan juga biasanya di Vihara bersikap otoritas dan menggangap Vihara adalah MILIKnya dan tidak mau berbagi dengan Bhante yang lainnya,sampai kasus ini diceritakan sekarang,si Bhante sudah pindah dari vihara tersebut,dan mendirikan Vihara sendiri tepatnya bukan Vihara,seperti Cetiya di tempat yang lain.]

Anumodana _/\_
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

Offline Riky_dave

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.229
  • Reputasi: -14
  • Gender: Male
Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
« Reply #162 on: 25 February 2010, 07:18:51 PM »
Justru terbalik lho menurut saya...banyak anak Sutomo 2 biasanya disuruh guru Agama saya ke Dhamma Talk[kalau saya tidak salah lihat,guru Agama Buddha saya juga merupakan member disini deh,tapi saya tidak tahu dia pake ID apa...dia lah guru pertama saya didalam membabarkan Dhamma kepada saya,walau dia membabarkan Dhamma dengan lelucon tetapi "isi" Dhammanya sungguh mengena ke hati saya..] ,selalu yang menjadi motif utama mereka adalah Dhamma Talk indentik dengan "tawa" dan "ketawa ketiwi",simplenya bagi mereka Dhamma Talk yang bagus hanya dikategorikan dalam dua 2 hal..Kalau membuat mereka tertawa ngakak ya berati Dhamma Talknya bagus...Kalau tidak membuat mereka tertawa mereka menggangap Dhamma Talknya tidak bagus[silakan saya tantang untuk melakukan sensus ke anak Sutomo 2 yang sering mendengarkan Dhamma mulai dari Dhamma Bhante Uttamo,Ajahn Bramahvamso sampai Paramitta Devi,yang ada ceramah di medan..Kita kasih pertanyaan,apakah menurut mereka Dhamma Talk yang dikategorikan bagus dan tidak bagus,bagaimana cara si oknum membawakan Dhamma Talknya..kira2 ada ratusan anak Sutomo2 yang sering mengikuti ceramah Dhamma Talk dari kelas 1 smp,2smp,3smp,1sma,2sma,3sma,dan alumni2 yang telah tamat seperti saya,teman2 saya,dan ada lagi alumni senior saya..]

Anumodana _/\_
bro berhubung bro anak sutomo2(g ga tau d mana) cb anda yg survey n ksh ahsilnya d dc ok ;)
trus bro riki sdh pernah ada mengisi dhamma desana? alangkah baiknya anda jg berfikir dengan sudut dharmaduta itu akan lebih membantu melihat kondisi yg sbenarnya terjadi di vihara2.;)

Salah 1 sekolah favorite di Medan...saya yang survei?tentunya nanti itu tidak dianggap valid,kalau saya doang,dan waste my time aja...
setahu saya,selama saya berbicara dengan ko Indra sendiri,rasanya ko Indra sharing dhamma ke saya ,tidak pakai lelucon2 deh..??Guru agama saya waktu nerangin ke semua muridnya,tidak pakai lelucon2 deh?yang ada malah dia menekan Dhammanya dengan TEGAS dan TEPAT...Leluconnya pun tidak terus menerus sehingga orang bisa membedain antara LELUCON dan DHAMMA...masalahnya timbul ketika kita mendengar dengan serius kemudian ketika mau mendapatkan jawaban atas pertanyaan tiba2 disambung dengan celutukan dan lelucon..bagi saya bukan DhammaNya yang dapat malah yang ada jadi BUYAR...jadi BINGUNG entah apa yang mau disampaikan oleh si penceramah...Selingan Joke cukup lah menjadi SELINGAN JOKE,,...Kemudian Dhamma ya Dhamma...Jangan lah DICAMPUR ADUKAN menjadi SATU KESATUAN..itu yang menjadi masalah dan yang sedang "dipertanyakan" disini..
Saya tahu susahnya berceramah dan menjadi DhammaDuta,tetapi kesulitan atau kegagalan dalam ceramah bukan berati mencari alasan atas kegagalan tersebut,dan membenarkan segala cara untuk mendapatkan umat yang mendengar bukan?Apa yang ditekankan disini,apakah KUALITAS atau KUANTITAS?Kalau KUANTITASnya saja,saya tidak mau berkomentar lebih jauh lagi..

Anumodana _/\_
« Last Edit: 25 February 2010, 07:25:36 PM by Riky_dave »
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

Offline CHANGE

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 598
  • Reputasi: 63
Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
« Reply #163 on: 26 February 2010, 08:42:27 AM »
 [at]  Riky Dave

Saya tidak tahu yang anda maksud dhamma talk yang mana, dan nampaknya anda MUNGKIN mengeneralisasi semua dhamma talk plus humor adalah tidak PANTAS ( dan diharapkan tidak menjadi hyperbola ). Mungkin ada baiknya dilakukan studi kasus / per case dalam menilai, jangan berdasarkan penilaian SUBJEKTIF yang menjurus ke propaganda opini secara negatif, karena ini membahayakan kelangsungan pengembangan Buddism. Saya yakin anda dan saya ( mungkin juga yang lain ) tidak dapat memberikan parameter pengukur ke PANTAS an tersebut, artinya hanya KESEPAKATAN opini saja ( belum tentu benar ) tentu bukan sepihak. Pernahkah dengar pepatah “ Perkataan Tiga Orang Menjadi Harimau” arti sederhana ( tidak kutip cerita panjang, nanti dinilai OOT ) adalah Rumor Yang tersebar luas dan berulang-ulang pada akhirnya diyakini sebagai KEBENARAN ( walaupun belum tentu Benar atau Salah ). Ini adalah tindakan berbahaya dan merugikan bahkan dikatakan tidak bermoral. Saya akan memberikan satu dhamma talk plus humor untuk anda nilai kepantasannya dari kacamata anda sendiri.

Mengenai kualitas tujuan suatu dhamma talk plus humor, saya TIDAK BERANI menilai karena saya TAHU DIRI bahwa PERILAKU diri sendiri yang sesuai dhamma saja tidak dapat dijadikan contoh panutan dan belum pernah memberikan manfaat kepada orang lain,  tapi saya berani mengatakan dhamma talk plus humor banyak memberikan manfaat di lingkungan saya, karena ada hasil efek domino positif. Misalnya dari pemarah menjadi lebih sabar dan pemaaf, tidak stress. dll ( yang sederhana saja dulu ) walaupun kita tahu TUJUAN yang lebih tinggi ( karena tidak setiap level mampu menyerap sekaligus ). Ini adalah contoh level untuk makhluk yang baru mengecap dan mencicipi manfaat Dhamma yang LUAR BIASA, sekali lagi level ini tidak bisa dibandingkan dengan level anda yang sudah “TINGGI”. Karena Buddhism di Indonesia baru berkembang beberapa tahun ini, mungkin karma baik makhluk tersebut tidak sebaik dibandingkan dengan anda dalam mendapat KESEMPATAN duluan untuk mengenal Dhamma yang Luar Biasa ( artinya yang baru dengan yang lama tentu berbeda level )

Apapun definisi humor, saya tidak permasalahkan, tapi yang penting jangan melihat dan memahami definisi humor dengan cara membandingkan ( study banding ) dhamma talk plus humor dengan acara tukul, jojon, acara ngelawak atau apapun dengan persepsi pribadi yang mana parameter pengukur tidak ada.. Menurut saya ini adalah TINDAKAN YANG “TIDAK PANTAS”. Jangan-jangan dikemudian hari berkembang rumor menjadi pembabar dhamma plus humor adalah BADUT. Memang setiap orang punya hak untuk mengeluarkan pendapat, tetapi tentu ingat ada koridornya atau BATASAN KEPANTASANnya. Untuk menilai suatu KEPANTASAN, seharusnya dilakukan dengan PANNA atau Kutub Kesadaran apalagi ini dilakukan oleh makhluk yang  telah merasakan MANFAAT dari Dhamma, bukan dengan Kutub Keegoaan.

Menurut saya pribadi kutipan Dhamma talk plus humor adalah sangat Luar Biasa, bahkan mengoyak dan menampar KEEGOAN saya. Dan saya menyadari bahwa ini adalah salah satu cara untuk “ MENGIKIS “ keegoaan. Karena saya menyadari belum mampu “ MEMCABUT SAMPAI KE AKARNYA ( LDM ) “. Jadi tidak ada yang perlu dibanggakan dengan perilaku saya pada saat ini, karena masih tebal LDM nya. Silahkan anda melihat dari KACAMATA anda ( kutipan yang pernah diposting ) ats Dhamma Talk ini...

Bersambung...   

Offline CHANGE

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 598
  • Reputasi: 63
Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
« Reply #164 on: 26 February 2010, 08:46:25 AM »
SAAT AKU BERHENTI, PENDERITAAN BERHENTI

Oleh: YM. Sri Paññāvaro Mahāthera


Ibu, Bapak & Saudara,

Pada saat Guru Agung Buddha Gotama membabarkan Dhamma, atau Dharma, untuk pertama kali, yang dikenal dengan “Memutar Roda Dhamma”, Dhamma-cakka-ppavattana, beliau membabarkan empat Kebenaran Mulia, Cattāri Ariya Saccāni. Kalau Empat Kebenaran Mulia ini boleh diringkas—dan yang meringkas adalah Guru Agung kita sendiri—maka ringkasan itu menjadi kalimat yang sederhana. Guru Agung kita pernah menyampaikan kalimat itu kepada Bhikkhu Anuradha. Guru Agung kita mengatakan, “Pubbe cāhaṃ Anurādha, etarahi ca dukkhañce va paññāpemi dukkhassa ca nirodhan’ti.” Artinya, “O, Anuradha, dahulu dan sekarang, hanya ini yang Kuajarkan: dukkhañce va paññāpemi dukkhassa ca nirodha, tentang dukkha/penderitaan dan tentang lenyapnya penderitaan.” Jadi kalau Empat Kebenaran Mulia, Cattāri Ariya Saccāni, diringkas, kepada Bhikkhu Anuradha Guru Agung kita mengatakan, “Dulu dan sekarang, yang Kuajarkan hanyalah penderitaan dan lenyapnya penderitaan.”

Ibu, Bapak & Saudara,

Uraian malam hari ini memang tidak begitu sederhana, sulit. Tidak berlebihan bila saya memohon dengan hormat dengan kerendahan hati perhatian Ibu, Bapak & Saudara. Kami mengira, Asadha Agung yang diisi dengan Dhamma-sakaccha, berbincang-bincang tentang Dhamma, akan dihadiri oleh dua ratus sampai tiga ratus orang; tetapi malam ini hadir dua ribu sampai tiga ribu orang. Tentu tidak mudah untuk memaparkan, menyampaikan, menjelaskan pokok dasar ajaran Guru Agung kita kalau tanpa perhatian seksama. Oleh karena itu harapan saya, semogalah Ibu, Bapak & Saudara bisa memberikan perhatian kepada uraian kami malam hari ini.

Ibu, Bapak & Saudara,

Persoalannya sekarang adalah tidak ada seorang pun yang senang menderita, semua orang emoh dukkha, apa pun agama, kepercayaan, golongan dsb. Siapakah di antara kita yang ingin menderita, yang senang menderita? Tidak ada seorang pun yang senang menderita, semuanya tidak ingin, tidak senang menderita. Semuanya ingin melenyapkan penderitaan.

Ibu, Bapak & Saudara,

Mohon maaf, kalau saya harus menyampaikan, tetapi keinginan tinggallah keinginan, Ibu, Bapak & Saudara. Kita sering tidak sungguh-sungguh melenyapkan penderitaan. Kita tidak senang menderita, kita emoh menderita, tetapi kita tidak sungguh-sungguh melenyapkan penderitaan. Apa yang kita lakukan? Yang kita lakukan hanya menutup-nutupi penderitaan, tidak melenyapkan penderitaan.

Saya akan mulai dengan tidak berbuat buruk, karena perbuatan buruk menimbulkan kesedihan, korban, diri sendiri, demikian juga orang lain. Tidak usah harus menganut Agama Buddha, tapi saya mohon kalimat ini jangan dipotong, ikuti kalimat selanjutnya. Agama apa pun yang dianut, tidak harus mengerti hukum karma, hukum sebab-akibat; mengerti hukum karma atau tidak meyakini hukum karma, mengerti anicca atau tidak mengerti anicca, mengerti dan meyakini anatta atau tidak mengerti anatta sama sekali, tidak soal, Saudara. Tapi kalau membuat bom, itu buruk. Siapa pun, apa pun agamanya, apa pun keyakinannya, menimbulkan korban, menimbulkan kesedihan, menghancurkan. Tetapi, apa pun keyakinannya, mengerti anatta atau tidak mengerti anatta, mengerti hukum karma atau menolak hukum karma, kalau orang berbuat yang baik, yang bajik, mengendalikan dirinya dari perilaku yang buruk, menolong, membantu, meringankan mereka yang menderita, perbuatan mereka adalah perbuatan yang baik. Kebaikan membawa manfaat bagi orang banyak. dan kebaikan membawa manfaat bagi dirinya sendiri. Keburukan tidak hanya merugikan dirinya, tetapi setiap perbuatan yang buruk tentu memakan korban. Dari yang sederhana, mencaci maki, memfitnah, mencuri, berselingkuh, menyeleweng, berbohong, tidak jujur, sampai kepada pembunuhan dsb, mesti membawa korban, istri, anak, suami, lingkungan dan orang banyak.

Tetapi, Saudara, izinkan saya masuk kepada yang lebih dalam lagi. Tetapi, dengan tidak berbuat buruk, yang menghancurkan kehidupannya sendiri dan merugikan orang lain, dengan banyak berbuat bajik, banyak berbuat baik, tidak menyelesaikan penderitaan. Saya mengulangi kalimat ini: ya, menghindari keburukan, mengendalikan diri dari perbuatan buruk, yang menghancurkan orang lain, yang membawa korban, ya; dan berbuat bajik, berbuat baik semaksimal mungkin, benar; tetapi tidak berbuat buruk dan berbuat bajik tidak mampu melenyapkan penderitaan. Berbuat bajik berguna, benar; berbuat bajik membawa kemajuan, kelancaran, kebahagiaan, benar; keburukan menghancurkan, keburukan merugikan, benar sekali; tetapi apakah kebahagiaan kekal? Apakah kelancaran, kenyamanan itu bisa melenyapkan penderitaan untuk tidak timbul kembali? Tidak. Saya ingin memberikan ilustrasi yang sederhana.

Ibu, Bapak & Saudara,

Saudara sudah mempunyai tekad yang kuat, samādhāna, untuk tidak berbuat buruk. – “Apakah ini tidak terpuji, Bhante?” – Terpuji. Kemudian, Ibu/Bapak banyak menanam kebajikan, menolong, beramal. – “Apakah itu tidak terpuji, Bhante?” – Sangat terpuji. Tetapi, suatu saat Ibu memberikan satu bungkus roti yang enak kepada orang yang tidak Ibu kenal, tetapi Ibu berjumpa di mal, atau di airport, di stasiun, di terminal. Orang ini miskin tampaknya, menderita, kusut, Ibu memberikan satu dos besar berisi roti yang enak itu yang tentu Ibu punya perkiraan orang seperti itu tidak sering makan roti seperti ini, dan Ibu memberikan dengan terbuka, “Ini untuk kamu, makanlah.” Orang ini hanya berkata, “Terima kasih, Bu” – selesai. Ibu, Bapak & Saudara bisa mendongkol, “Kenapa orang ini tidak menunjukkan ekspresi yang terkejut, ‘Ooo, luar biasa hari ini, Bu, makanan yang sangat enak.” Ibu, Bapak & Saudara mengharapkan respons, tanggapan seperti itu dari orang yang menerima hadiah satu dos besar roti yang sangat enak. Ibu, Bapak & Saudara tidak mendapatkan itu. “Aku tidak dihargai” – pada saat itu penderitaan muncul, sekalipun Ibu, Bapak & Saudara tidak berbuat buruk dan sering berbuat baik.

barsambung...

 

anything