IMO, sebenarnya yang kenapa seorang tidak boleh mengaku telah mencapai arahat
karena dengan mengaku bahwa AKU telah mencapai arahat
maka timbul lah kemelekatan, timbul lah kesombongan
pd dasar nya yang ingin disampai kan oleh daimond sutra adalah Anatta (Tiada Aku)
Bahkan aku sendiri tidak ada, bagaimana aku bisa mencapai arahat???
bahkan dharma sendiri juga harus dilepas
apalagi yang bukan dharma???
jangan melekat terhadap dharma, semakin melekat semakin tidak bisa melepaskan...
Dalam sutta2 di Tipitaka, banyak fakta yang menunjukkan bahwa seorang arahat mengaku dirinya seorang arahat. Bahkan sudah menjadi kebiasaan pada jaman Sang BUddha bahwa setelah seorang bhikkhu menjadi kesucian arahat, ia akan datang kepada Sang Buddha bahwa ia telah mencapai kesucian arahat. Juga sudah menjadi kebiasaan pada jaman itu bahwa setelah selesai menjalankan masa vassa, para bhikkhu umumnya mengunjungi Sang Buddha dan menyatakan pencapaian2 yang dicapainya. Selain itu, ada beberapa sutta yang menggambarkan bagaimana beberapa bhikkhu telah menyatakan pencapaiannya kepada bhikkhu lain. Hal tersebut tidak ada salahnya jika memang benar adanya.
Dalam vinaya, seorang bhikkhu dikatakan telah melakukan pelanggaran pārājika jika mengaku dirinya telah mencapai kemampuan2 batin termasuk pencapaian arahat padahal sebenarnya tidak. Namun jika bhikkhu tersebut mengaku telah mencapai arahat karena salah menafsirkan pengalaman tertentu, ia dikatakn tidak melanggar peraturan pārājika.
Seorang bhikkhu yang mengatakan pencapaian2 tingginya kepada bhikkhu2 lain bukanlah sebuah pelanggaran selama itu benar, namun dalam pacittiya dikatakn bahwa seorang bhikkhu yng mengatakn pencapaian2 tinggi tertentu kepada umat awam dikatakn melanggar peraturan vinaya khususnya pacittiya.
Mengutarakan pencapaian arahat bukan sebuah kesombongan selama itu benar karena pada hakekatnya seorang arahat tidak memiliki kesombongan. Dalam salah satu Sutta bernama Arahantasutta dari Saṃyuttanikaya, ada percakapan antara Sang Buddha dengn seorang dewa kurang lebih berhubungan topik yang sedang dibahas. Percakapannya sebagai berikut:
Dewa:
“Jika seorang bhikkhu adalah arahat,
Telah melakukan apa yang diharus dilakukan,
Dengan kekotoran2 batin terhancurkan,
Seseorang yang menanggung tubuhnya yang terakhir,
Apakah ia masih mengatakan, ‘Saya berbicara’ ?,
Dan apakah ia mengatakan, ‘Mereka berbicara dengan saya’?”
Buddha:
“Jika seorang bhikkhu adalah arahat,
Telah melakukan apa yang diharus dilakukan,
Dengan kekotoran2 batin terhancurkan,
Seseorang yang menanggung tubuhnya yang terakhir,
Ia mungkin masih mengatakan, ‘Saya berbicara’ ?,
Dan ia mungkin mengatakan, ‘Mereka berbicara dengan saya’?”
Setelah mengetahui bahasa dunia, secara terampil.
Ia menggunakan istilah2 tersebut hanya sekedar ekspresi2 belaka.”
Dewa:
“Ketika seorang bhikkhu adalah arahat,
Telah melakukan apa yang diharus dilakukan,
Dengan kekotoran2 batin terhancurkan,
Seseorang yang menanggung tubuhnya yang terakhir,
Apakah karena ia mempunyai kesombongan sehinggga
Ia akan mengatakan, ‘Saya berbicara’ ?,
Dan ia akan mengatakan, ‘Mereka berbicara dengan saya’?”
Buddha:
“Ia yang telah menghancurkan kesombongan telah bebas dari belenggu2,
Baginya, semua belenggu2 kesombongan telah dihancurkan.
Meskipun seorang bijaksana telah pergi melampau apapun yang terpikirkan,
Ia mungkin masih mengatakan, ‘Saya berbicara’ ?,
Dan ia mungkin juga mengatakan, ‘Mereka berbicara dengan saya’?”
Setelah mengetahui bahasa dunia, secara terampil.
Ia menggunakan istilah2 tersebut hanya sekedar ekspresi2 belaka.”
Setelah membaca sutta di atas, anda semua bisa memberikan kesimpulan yang tepat di atas.
Dalam bahasa Pali, Sutta ini tertulis sebagai berikut:
Arahantasuttaṃ
‘‘Yo hoti bhikkhu arahaṃ katāvī,
Khīṇāsavo antimadehadhārī;
Ahaṃ vadāmītipi so vadeyya,
Mamaṃ vadantītipi so vadeyyā’’ti.
‘‘Yo hoti bhikkhu arahaṃ katāvī,
Khīṇāsavo antimadehadhārī;
Ahaṃ vadāmītipi so vadeyya,
Mamaṃ vadantītipi so vadeyya;
Loke samaññaṃ kusalo viditvā,
Vohāramattena so vohareyyā’’ti.
‘‘Yo hoti bhikkhu arahaṃ katāvī,
Khīṇāsavo antimadehadhārī;
Mānaṃ nu kho so upagamma bhikkhu,
Ahaṃ vadāmītipi so vadeyya;
Mamaṃ vadantītipi so vadeyyā’’ti.
‘‘Pahīnamānassa na santi ganthā,
Vidhūpitā mānaganthassa sabbe;
Sa vītivatto maññataṃ sumedho,
Ahaṃ vadāmītipi so vadeyya.
‘‘Mamaṃ vadantītipi so vadeyya;
Loke samaññaṃ kusalo viditvā;
Vohāramattena so vohareyyā’’ti.