[at] Indra:
Di Kitab Komentar hanya dikatakan demikian:
"Tena hīti yasmā te kāruññaṃ uppannaṃ, tasmāti attho. Ariyāya jātiyāti, aṅgulimāla, etaṃ tvaṃ mā gaṇhi, nesā tava jāti. Gihikālo esa, gihī nāma pāṇampi hananti, adinnādānādīnipi karonti. Idāni pana te ariyā nāma jāti. Tasmā tvaṃ ‘‘yato ahaṃ, bhagini, jāto’’ti sace evaṃ vattuṃ kukkuccāyasi, tena hi ‘‘ariyāya jātiyā’’ti evaṃ visesetvā vadāhīti uyyojesi".
"(Kalimat Sang Buddha)' tena hi / kalau begitu' bermakna 'karena (Sang Buddha) memiliki kasih sayang kepadanya (Angulimala), oleh karenanya (dikatakan demikian). Kalimat 'ariyāya jātiya / sejak terlahir mulia', berarti: '(Sang Buddha berpikir)', 'Aṅgulimala, jangan ambil itu (pernyataan yang pertama), itu bukanlah kelahiran (mulia)mu. Di kala hidup sebagai perumah tangga, orang-orang membunuh makhluk, melakukan pencurian, dsb. Sekarang engkau telah lahir mulia. Oleh karenanya, jika engkau menyesal untuk mengatakan, 'Sejak aku dilahirkan..(yang pernyataan pertama)', sekarang, katakanlah, 'Sejak terlahir mulia'."
Pernyataan Kitab Komentar di atas memang tidak menunjukkan alasan mengapa Sang Buddha mengatakan pernyataan pertama meski Beliau sendiri mengharapkan bhikkhu Angulimala untuk tidak menerimanya. Namun saya pribadi berpendapat bahwa ini merupakan taktik Sang Buddha. Jika Sang Buddha langsung memberikan pernyataan kedua, kesan yang tertanam pada Aṅgulimala terhadap pernyataan kedua tidak akan menjadi sangat kuat. Namun, jika ia sendiri telah mengakui betapa jahatnya dia sebelum menjadi bhikkhu, dan juga mengetahui melalui kebenaran pernyataan Sang Buddha kedua bahwa setelah menjadi bhikkhu (lahir mulia) ia tidak sedikitpun memiliki keinginan untuk membunuh, kesan yang ditimbulkan dari pernyataan yang kedua sebagai kebenaran menjadi tertanam kuat. Kesan yang kuat ini atau dengan kata lain, keyakinan kuat yang ditimbulkan oleh kebenaran semua ini (pengakuan kejahatannya sebelum menjadi bhikkhu dan pengakuan bahwa ia tidak melakukan pembunuhan setelah menjadi bhikkhu), akan membantunya bukan hanya perempuan tersebut, tetapi praktiknya sendiri. Sebenarnya, kutipan dari kitab komentar yang saya kutip pertama sudah ada indikasi bahwa Sang Buddha sengaja membuat Angulimala untuk mengatakan pernyataan kebenaran (saccakiriya). Oleh karenanya, Beliau membuat dua pernyataan kepada Angulimala.
Sebenarnya kasus pertama memiliki kemiripan dengan kasus Kisagotami. Untuk membuat Kisagotami sadar dengan sendirinya, Sang Buddha menyuruhnya untuk mencari bawang putih (?) di keluarga di mana belum ada peristiwa kematian. Sang Buddha tahu bahwa hal itu tidak mungkin didapatkan, tetapi jika tidak menyuruhnya, Kisagotami tidak akan sadar dengan sendirinya. Demikian pula, jika Sang Buddha langsung memberikan peryataaan kedua kepada Angulimala, kesan yang ditimbulkan tidak akan menjadi kuat. Oleh karena itu, Beliau mengatakan pernyataan kedua untuk mengajakanya berpikir dan mengakui kesalahannya sendiri terlebih dahulu.
Mettacittena,