FILSAFAT RASA HIDUP
Ki Ageng Suryomentaram
Filsafat Rasa HidupFilsafat ialah pengetahuan tentang segala apa yang ada. Filsafat memberi jawaban atas pertanyaan "Apakah hakikatnya segala yang ada di atas bumi dan di kolong langit?"
Segala apa yang ada ini dapat dibagi dua bagian, yaitu benda hidup dan benda tidak hidup. Benda tidak hidup berupa cangkir, piring, meja, kursi, batu dan sebagainya. Benda hidup berupa tumbuh-tumbuhan, hewan, manusia. Jadi segala apa yang ada hanya terdiri dari benda hidup dan benda tidak hidup, selain itu tidak ada.
Benda tidak hidup tidak bergerak, kecuali bila digerakkan oleh benda lain. Sedangkan benda hidup bergerak walaupun tidak digerakkan oleh benda lain. Dengan demikian maka hidup itu bersifat gerak pribadi (dapat bergerak sendiri).
Gerak dan diam ialah sifat laku (bhs. Jawa: lelampahan). Diam ialah tetap pada tempatnya, dan bergerak ialah berpindah tempat, walaupun yang bergerak hanya bagian benda itu. Jadi hidup itu bersifat gerak. Yang bergerak ialah satu persatu benda jadi. Wujud satuan benda jadi ialah hewan, manusia, meja, kursi dan sebagainya. Wujud manusia sebagai benda disebut badan (raga). Raga manusia senantiasa dapat bergerak sendiri. Kalau raga itu tidak dapat lagi bergerak sendiri, maka raga itu disebut mati. Jadi mati ialah tidak lagi dapat bergerak sendiri.
Kalau kita mengerti bahwa hidup ialah laku, maka orang bebas dari anggapan bahwa hidup ialah benda. Anggapan bahwa hidup itu benda, menimbulkan persoalan yang berupa pertanyaan sebagai berikut, "Bila orang telah meninggal, maka akan ke manakah hidupnya?". Teranglah pertanyaan ini menanyakan tempat benda, yaitu si hidup yang dianggapnya benda.
Yang memerlukan tempat ialah benda, tetapi gerak tidak memerlukan tempat. Misalnya duduk ialah suatu gerak, dan oleh karena itu tidak memerlukan tempat. Yang membutuhkan tempat ialah raga yang duduk; seperti halnya si Dadap duduk di kursi. Jadi yang memerlukan tempat di kursi ialah raga si Dadap.
Laku dapat dibagi-bagi menurut artinya. Bagian-bagian laku merupakan rentetan kejadian yang saling kait-mengait dalam hubungan sebab dan akibat, yang berlangsung di dalam waktu (jaman). Maka laku memakan waktu.
Benda hidup dapat dibagi menjadi tiga golongan, yakni tumbuh-tumbuhan, hewan, dan manusia. Benda hidup yang dinamakan manusia, ia merasa hidup. Jadi manusia mempunyai rasa hidup. Rasa hidup inilah yang mendorong manusia bergerak.
Di sini perlu diselingi keterangan, bahwa tindakan manusia itu terdorong oleh perasaannya. Orang mencari minum karena terdorong oleh rasa haus, dan orang ingin tidur karena terdorong oleh rasa kantuk.
Bahkan bukan saja gerak manusia, tetapi gerak semua benda hidup, tumbuh-tumbuhan atau hewan, juga didorong oleh rasa hidup. Karena gerak benda hidup terdorong oleh rasa hidup, maka maksud gerak semua benda hidup ialah supaya hidupnya berlangsung terus. Maka rasa hidup menolak kematian.
Sebagai contoh, misalnya pohon mangga itu bergerak, dan akar-akarnya masuk ke dalam tanah mencari makanan, tentu dengan maksud agar hidupnya berlangsung walaupun tidak disadari. Setelah besar (dewasa) pohon mangga itu tidak berhenti di situ saja, tetapi tentu akan berbunga, dan bunga ini menjadi putik yang kemudian menjadi buah. Buah mangga itu setelah masak akan jatuh di tanah, yang kemudian tumbuh menjadi pohon mangga lain lagi. Maka bila pohon yang tua mati, yang muda akan menggantikan hidupnya.
Keadaan seperti di atas yang melangsungkan jenis pohon mangga, karena pohon muda itu pun bila sudah dewasa akan berbuah, dan demikian seterusnya. Jadi selain melangsungkan hidupnya, gerakan pohon mangga itu pun melangsungkan jenisnya.
Di sini jelaslah bahwa gerak pohon mempunyai dua macam maksud, yakni agar dapat melangsungkan hidupnya dan melangsungkan jenisnya. Demikian juga maksud gerak hewan dan manusia. Maka maksud gerak bagi pohon, hewan dan manusia ialah sama, yaitu supaya dapat melangsungkan hidup dan jenisnya.
Gerak manusia yang ditujukan untuk melangsungkan hidupnya seperti makan, berpakaian, bertempat tinggal (bhs. Jawa: pangan, sandang, papan) disebut memenuhi kebutuhan hidup (bhs. Jawa: pangupa jiwa). Bila tidak makan, manusia akan menjadi sakit, dan kemudian mati. Maka makan ialah kebutuhan hidup. Kegunaan pakaian ialah untuk melindungi badan dari hawa panas atau dingin. Karena bila terserang panas atau dingin yang hebat, badan menjadi sakit, dan kemudian mati. Maka pakaian merupakan kebutuhan hidup. Kegunaan tempat tinggal ialah untuk beristirahat atau tidur. Bila tidak tidur orang menjadi sakit, dan kemudian mati. Maka tempat tinggal atau perumahan merupakan kebutuhan hidup.
Gerak manusia yang ditujukan untuk melangsungkan jenisnya berupa perkawinan. Bila tidak kawin, orang tidak dapat beranak-cucu, hingga habislah jenis manusia. Maka perkawinan merupakan kebutuhan hidup.
Demikianlah, "pangupa jiwa" dan perkawinan menjadi kebutuhan hidup. Bila kebutuhan hidupnya tidak terpenuhi maka orang akan mati atau tidak akan berketurunan. Oleh karena itu, bila kebutuhan hidupnya dapat terpenuhi, orang merasa senang dan bila tidak, orang merasa susah. Maka rasa hidup ini menimbulkan takut mati dan takut tidak berketurunan, dan mendorongnya untuk menghindari apa yang dapat menyebabkan ia mati atau tidak mempunyai keturunan.
Penyakit, kelaparan, ketelanjangan, tidak bertempat tinggal dan sebagainya, merupakan sebab kematian. Yang menyebabkan tidak berketurunan, ialah tidak dapat jodoh, perceraian, mandul, dan sebagainya. Jadi takut mati dan takut tidak mempunyai keturunan, menurut rasa hidup ialah wajar.
Bila jiwa mengalami kelainan, sering orang melakukan pantang makan, pantang tidur, pantang istri/suami dan sebagainya. Kelainan jiwa ini disebabkan karena keinginan memperoleh keunggulan dalam suatu hal (bhs. Jawa: linangkung) atau karunia dari Yang Mahakuasa. Menolak kebutuhan hidup demikian itu tidak wajar.
Menolak kebutuhan hidup menimbulkan perang batin. Padahal perang batin mengakibatkan penderitaan. Maka menolak kebutuhan hidup berarti mengalami penderitaan jiwa (bhs. Jawa: cilaka).
Bagaimanakah perang batin itu timbul? Seseorang yang pantang makan tentu akan merasa lapar. Di situ rasa ingin makan bertentangan dengan rasa pantang makan, maka terjadilah perang batin. Dalam perang batin kadang-kadang diri sendiri menjadi "yang ingin makan", dan kadang-kadang menjadi "yang pantang makan". Ketika menjadi "yang ingin makan", rasanya "aku ingin makan". Ketika menjadi "yang pantang makan", rasanya "aku pantang makan". Akulah yang menguasai nafsuku, dan yang ingin makan ialah godaan. Seolah-olah dirinya sendiri pecah menjadi dua. Demikian kebingungan seorang bila timbul perang batin, sehingga sangat sukar untuk mengatakan yang manakah dirinya sendiri.
Apabila orang menyadari kelainan dalam jiwanya, yang berupa keinginannya memperoleh keunggulan atau karunia, perang batin itu sirna. Lenyapnya perang batin, membangunkan rasa tenteram.
KebudayaanSemua gerak tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia, didorong oleh rasa hidup dengan maksud yang sama, yakni supaya berlangsung hidupnya dan jenisnya. Tetapi cara manusia bergerak untuk mencukupi kebutuhan hidupnya berbeda dengan tumbuh-tumbuhan dan hewan. Cara bergerak tumbuh-tumbuhan dan hewan berlangsung tanpa pengertian, karena mereka tidak memiliki pikiran. Sedangkan cara bergerak manusia berlandaskan pengertian, sebab manusia memiliki pikiran. Jadi perbedaan antara manusia dan benda hidup yang bukan manusia, hanya terletak pada kenyataan, bahwa yang satu mempunyai pikiran, sedang yang lain tidak mempunyainya.
Jika seseorang memakai pikirannya untuk berpikir, maka ia akan mendapat pengertian. Jumlah pelbagai pengertiannya ini merupakan ilmu. Maka tindakan manusia untuk mencukupi kebutuhan hidupnya perlu berlandaskan ilmu, karena tanpa ilmu ia tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.
Benda hidup lain, kecuali manusia, dapat bertindak untuk mencukupi kebutuhan hidupnya tanpa ilmu. Misalnya telur itik yang menetas langsung menjadi anak itik. Anak itik itu walaupun baru sehari umurnya, bila terjun ke air sudah pandai berenang. Sedang manusia yang belajar berenang dalam tiga bulan lamanya, masih kalah pandainya dari anak itik. Dalam usahanya mencari makanan, anak itik tidak pernah mendapat didikan dari induknya, namun ia tidak pernah salah menelan pecahan kaca.
Demikianlah tindakan hewan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya dapat terlaksana tanpa pengertian. Sebaliknya bayi berusia satu tahun, bila tidak dijaga oleh pengasuhnya sering menelan batu kerikil, karena ia tidak mengerti. Tetapi karena bayi itu anak manusia, seharusnyalah ia mengerti. Maka supaya tidak bertindak keliru bayi itu perlu diawasi oleh pengasuhnya. Karena itu manusia memerlukan pendidikan.
Jadi tindakan hewan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya tidak bisa keliru. Seekor kucing tidak pernah keliru menerkam ketimun, sedang manusia bisa salah menelan asap tembakau. Kambing tidak pernah menggantung diri, tetapi manusia acapkali menggantung diri. Hewan tidak pernah menyimpang dari maksud tujuan gerak hidup, tetapi manusia bisa menyimpang dari maksud tujuan gerak hidup.
Dari itu bila manusia bertindak tanpa ilmu pengetahuan, maksud tujuan tindakannya tidak akan tercapai. Umpamanya orang menanak nasi, bila tanpa pengetahuan, berasnya tidak bisa menjadi nasi. Bagi manusia, ilmu pengetahuan ialah syarat mutlak untuk mencukupi kebutuhan hidupnya.
Dalam masyarakat terdapat banyak ilmu pengetahuan guna mencukupi kebutuhan masyarakat dan perorangan. Macam-macam ilmu itu ialah ilmu pertanian, peternakan, pertukangan, sosial, ekonomi, perkawinan, politik, filsafat, ilmu jiwa dan sebagainya. Jumlah semua ilmu yang ada di masyarakat itu dinamakan kebudayaan.
Dengan semua ilmu itu, lahirlah barang-barang buatan manusia, sebagai alat untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Karena pikiran bila diolah bisa mengalami kemajuan, maka cara manusia untuk mewujudkan barang-barang bisa mengalami kemajuan juga.
Dalam usaha memenuhi kebutuhan makan, manusia mula-mula mengambil hasil hutan dan memburu hewan, kemudian maju dengan bercocok tanam dan memelihara ternak. Demikian pula dalam hal pakaian, dari hanya memakai kulit kayu atau kulit hewan yang diikatkan pada badannya, kemudian maju memintal benang dan menenun kain. Dalam hal tempat tinggal, dari hanya berdiam di gua, kemudian maju membuat rumah bambu, rumah kayu, rumah gedung dan seterusnya.
Sebaliknya karena hewan tidak mempunyai pikiran, maka alat-alatnya tidak mengalami kemajuan. Misalnya pembuatan sarang burung tempua (manyar). Walaupun sarang itu indah mungil, tetapi seratus tahun yang lampau dan seratus tahun yang akan datang, sarang itu tetap serupa. Ada sejenis hewan yang dianggap lebih maju dari jenis lainnya, tetapi karena alat-alat jenis hewan ini pun tidak mengalami kemajuan, maka apa yang dihasilkan oleh hewan ini tiada pula mengalami kemajuan.
Ada lagi perbedaan antara manusia dan hewan, yakni dalam bidang kesenian. Manusia membutuhkan keindahan yang dirasakan melalui pancainderanya. Kebutuhan tadi diwujudkan dalam bentuk barang yang dapat memenuhi kebutuhan jiwa melalui pancaindera. Barang itu berwujud pelbagai macam seni rupa, seni bangunan, seni gerak dan seni tari yang indah, seni suara, dan macam-macam seni lainnya yang dapat dinikmati melalui hidung, lidah dan alat peraba.
Ada lagi perbedaan antara manusia dan hewan dalam hal rasa, yang disebabkan ada dan tidak adanya pikiran. Hewan hanya mempunyai rasa senang dan susah, tetapi tidak mempunyai rasa bahagia dan derita. Sedang manusia, selain mempunyai senang dan susah, juga mempunyai rasa bahagia dan derita. Karena manusia mempunyai pikiran, maka ia mempunyai cita-cita. Bahagia bila cita-citanya tercapai dan derita bila cita-citanya tidak tercapai.
Cita-cita inilah yang dapat menyelewengkan tindakannya dari tujuan hidup, yaitu kelangsungan hidup pribadinya dan jenisnya. Bila cita-citanya gagal, orang sering bersikap nekad, bahkan bersedia untuk bunuh diri, Ini jelas bertentangan dengan tujuan hidup. Jadi cita-cita itu menyebabkan orang tergelincir dari rel tujuan hidup.
Apabila orang mencita-citakan sesuatu, tetapi tidak mengerti cara bagaimana mencapainya, sering ia berpantang tidur atau berpantang hubungan istri/suami. Padahal semua yang dipantangnya merupakan kebutuhan hidup. Maka pantangan tadi ialah tindakan menyimpang dari jalan tujuan hidup.
Dalam masyarakat terdapat banyak macam ilmu untuk mencukupi kebutuhan hidup. Jumlah ilmu itu dinamakan kebudayaan. Jadi dalam masyarakat terdapat kebudayaan.
Masyarakat dunia terdiri dari bangsa-bangsa. Bangsa-bangsa itu mendiami tanah yang berbeda-beda keadaannya, ada tanah datar dan ada tanah pegunungan; ada yang hawanya dingin dan ada yang panas. Karena itu, alat-alat untuk mencukupi kebutuhan hidup pun berbeda bagi masing-masing bangsa. Perbedaan alat-alat itulah yang menyebabkan corak kebudayaan masing-masing bangsa berbeda-beda pula.
Perbedaan corak kebudayaan ini sering dipakai sebagai senjata untuk saling mengejek. Ejek-mengejek ini kerap kali menimbulkan peperangan.
Jadi tiap-tiap bangsa, masing-masing mempunyai kebudayaan yang berbeda-beda. Ada yang terbelakang dan ada yang maju. Pada umumnya, terbelakang atau majunya kebudayaan suatu bangsa, digunakan sebagai ukuran bagi rendah atau tingginya derajat bangsa itu.
Maka bangsa yang tinggi kebudayaannya, dianggap tinggi derajatnya.
Bagian-bagian kebudayaan suatu bangsa, ada yang terbelakang dan ada yang sudah maju. Suatu bangsa, yang cara menggarap sawahnya dengan bajak ditarik hewan, dianggap lebih rendah daripada bangsa lain yang cara menggarap sawahnya dengan mesin. Jadi bajak ditarik hewan, dianggap lebih rendah dari mesin, dalam arti kebudayaan.
Bangsa yang bagian kebudayaannya rendah, dapat belajar dari bangsa lain. Sedang bangsa yang bagian kebudayaannya tinggi, dapat menyumbang pada bangsa lain. Demikianlah bangsa-bangsa dapat saling memperoleh faedah dalam kebudayaan, dan ini memungkinkan terwujudnya kesejahteraan bersama lahir dan batin.