Dgn Kundalini Melihat Tangga Sorga di Gn. Batur
Putu Ngurah Ardika
I Putu Ngurah Ardika, S.Sn adalah sosok manusia biasa. Tidak beda dengan
manusia lainnya yang lahir dari rahim seorang ibu. Hanya saja, lelaki yang
diberi sapaan akrab "Gede" oleh Ibunya bernama Ni Luh Pasek Suteni mempunyai
sejarah kelahiran yang penuh dengan nuansa keanehan. I Putu Ngurah Ardika,
yang kini menjadi Guru Sejati Kundalini yang bertubuh atletis ini mempunyai
riwayat keluarga sedikit unik. Leluhur beliau berasal dari Desa Sakti, Nusa
Penida, Kecamatan Nusa Penida, Klungkung.
Tidak disebutkan detail kisah perjalanan dari Bumi Nusa Sakti, Klungkung,
akhirnya menginjak Bumi Panji Sakti Buleleng. Setelah lama di Buleleng,
pasangan suami istri I Wayan Manca dan Ni Luh Pasek Suteni melahirkan
seorang bocah lucu yang diberi nama I Putu Ngurah Ardika, buah hati yang
pertama dari empat bersaudara.
Menurut ibundanya, semenjak dalam kandungan ia sering didatangi para dewa
dan orang-orang suci. Begitu juga ketika Ngurah Ardika lahir (2 September
1970) terjadi keajaiban alam yang luar biasa. Tidak biasa terjadi bagi
kelahiran orang kebanyakan. Misalnya, terjadi keanehan alam seperti gempa
yang mengguncang bumi. Juga disambut oleh ledakan guntur yang maha hebat,
termasuk hujan turun begitu lebatnya. Dengan tanda-tanda alam tersebut, Ibu
Suteni tidak menyadari akan perjalanan putra pertamanya seperti apa
nantinya.
Bahkan, ketika sudah dewasa, Ibu Suteni cukup gelisah, lantaran si sulung
tidak seperti saudara-saudaranya yang memilih bekerja di jalur formal,
seperti dokter, PNS dan pilihan lainnya. Melihat kondisi yang tidak jelas
bagi pilihan I Putu Ngurah Ardika, membuat sang ibu sedikit kecewa, bahkan
merasa ragu akan perjalanan hidupnya.
Begitu juga citra keluarga di Buleleng sedikit terganggu, karena masyarakat
menganggap pilihan anak pertamanya yang lebih dikenal dengan balian, akan
memberikan penilaian miring. Itu juga yang membuat Ibu Suteni sedikit kurang
sreg. Tapi, bagi Putu Ngurah Ardika pilihan tersebut justru memberikan
derajatnya semakin mempunyai arti. Hidup Putu Ngurah Ardika justru mempunyai
nilai lebih dalam dunia spiritual.
Karena apa? Begitu dirinya diketahui mempunyai kelebihan dan mampu membuat
orang bahagia, damai, rukun, sejahtera, berbondong-bondong umat manusia
mendatangi rumahnya yang berada di bilangan Jalan Lembu Sura, Perum Taman
Lembu Sura, Kav. I/1, Banjar Poh Gading, Ubung Kaja, Denpasar.
Sebelum tenar bersama Yayasan Spiritual Dharma Sastra, beliau berjuang demi
hidupnya dan umat manusia. Berbekal dari Honda Kharisma sosok Putu Ngurah
Ardika terus melaju dengan deru motornya menuju Denpasar-Marga, sebuah
kesibukan yang penuh dengan pelayanan.
Di satu sisi, ia juga pernah menyebarkan media untuk dibagi-bagikan kepada
murid-muridnya yang waktu itu belum banyak. Bahkan, ia juga pernah berjuang
sendiri memasarkan produknya yakni Media Spiritual. Media inilah yang
memberikan andil, mengapa yayasan ini menjadi diburu dan dicari orang yang
dibelit berbagai masalah jasmani dan rohani.
Begitu juga hasil karyanya berupa buku-buku, pertama kali adalah Sastra
Kundalini juga ia sendiri yang memasarkannya. Begitu penuh semangat dan
tanggung jawab, Ngurah Ardika memang penuh dengan kerja keras. Dimitosi
dengan ajaran agama, "Siapa yang mau bekerja keras akan mendapatkan hasil
bahkan selalu mendapat keselamatan dan disayangi Tuhan."
Sekitar tahun 2005, dalam derasnya hujan ia menyambangi rumah
murid-muridnya. Etos kerja keras sampai sekarang masih tertular bagi semua
orang-orang yang mengenalnya. Akhirnya puncak kesuksesan diraihnya juga,
kursus meditasinya menjadi perhatian banyak orang.
Kesuksesan spiritual memang sulit diukur, apakah dengan sembuhnya
murid-murid atau dengan banyaknya pujian. Ngurah Ardika masih melakukan
dhrama baktinya tanpa melihat kesuksesan maupun perjuangan yang
tertatih-tatih.
Menurut Ngurah Ardika, selain berinteraksi dengan manusia, ia juga sering
dikunjungi oleh Niyang Swabawa yang dikenal dengan sebutan Ratun Samar atau
ratu salah satu mahluk halus. Sebutan lain dari Niyang Swabawa adalah Ratu
Indra Belaka. Saat berumur 0-5 tahun, ia mengaku sering diberi
senjata-senjata gaib antara lain berupa keris, cakra dan cambuk.
Demikian pun dengan ibunya, yang waktu itu menjadi guru di Kintamani,
Bangli, sering dikunjungi oleh Dewi Danu. Ngurah Ardika waktu itu sudah bisa
melihat Gunung Batur yang akan meletus. Kejadian aneh lainnya adalah sering
ada uang di kantong tanpa tahu siapa yang memberi. Bahkan, begitu
pengakuannya, bisa melihat bahwa ada tangga di Gunung Batur yang menuju
surga, yang biasa digunakan oleh Raja Sri Tapolung untuk ke sorga.
Kundalini sebagai Ajaran Suci
Di alam ini masih banyak bertebaran kekayaan yang bersifat rohani yang mampu
memberikan kebahagiaan bagi umat manusia. Begitu juga, berbagai olah rohani
masih dapat digali, diolah dan dimanfaat sesuai dengan kemampuan dan karma.
Bagi Ngurah Ardika, ia telah memilih ajaran suci kundalini untuk
membahagiakan umat manusia. Dengan berbagai jalan, ajaran kundalini
dijadikan media, sarana untuk memberikan yang terbaiki bagi umat manusia.
Bagi Putu Ngurah Ardika, kekayaan rohani ini sudah ada di dalam tubuh setiap
manusia, hanya saja belum bisa mengolahnya. Pasalnya, diperlukan orang-orang
yang diberkahi dan layak untuk membimbing insan lain. Orang-orang itu tentu
adalah bukan sembarang orang. Tuhan pasti memberikan jalan bagi mereka yang
layak dan siapa yang berkarma dalam bidang spiritual. Di sinilah pentingnya
Guru Sejati.
Dikatakannya, mengakrabi ajaran suci Spiritual Kundalini sebagai suatu
ajaran yang sangat membutuhkan sosok yang betul-betul dipilih oleh kehendak
alam. Menggali energi ini tidaklah mudah, walaupun setiap orang memilikinya
di dalam pura badannya. Kekuatan ini tidaklah dapat dilihat, juga tidak
dapat diraba. Hanya dapat dirasakan dan dijadikan media sesuai dengan
kebutuhan tubuh, seperti penyucian, penyembuhan yang akhirnya menjadikan
umat manusia hidup dalam penuh kebahagiaan.
Kalau dirunut ke belakang, Putu Ngurah Ardika melakoni kehidupan spiritual
yang bertahap, sebagaimana yang diakuinya. Usia 12 sampai 29 tahun adalah
tahap belajar spiritual. Pada masa ini ia mengaku menimba ilmu dari para
guru yaitu Tuhan, Dewa-Dewi, Sapta Rsi serta leluhur beliau yaitu Arya
Sentong yang ada di Jawa dan di Bali. Usia 29 sampai 34 tahun adalah tahap
penyucian diri. Masa penyucian diri dimulai dengan berendam di sebuah sumber
mata air yang berada di tengah laut di daerah Sanur. Berendam dilakukan 5
jam sehari selama 43 hari. Lima jam tersebut dibagi menjadi lima bagian
yaitu: satu jam menghadap utara, satu jam menghadap barat, satu jam
menghadap selatan, satu jam menghadap timur, satu jam menghadap ke atas.
Setelah itu dilanjutkan dengan melukat di laut Pulau Menjangan. Terakhir ia
melukat di Pura Tirta Empul Tampak Siring hingga sekarang. Usia 34 sampai
sekarang adalah tahap pengamalan ilmu. Pada tahap ini Ngurah Ardika mulai
mengajarkan ilmu yang dimilikinya dan mulai membantu membangkitkan kundalini
orang lain. Ia beberapa kali mengadakan pembangkitan kundalini secara gratis
di sebuah toko buku yang dihadiri oleh sekitar 300 orang.
Gde Indra