Tentang ajaran membunuh pakai mantra, memang berasal dari tantrayana, yang notabene tercampur dengan ajaran-ajaran india. gue nocomment deh.
Kalo di jaman sekarang semua bhiksu disuruh berjalan kaki untuk menyebarkan dharma, kayaknya koq ketinggalan jaman ya, (evangelis agama tetangga sudah naik pesawat jet untuk menyebarkan agama). kalo mau mengundang bhiksu datang ke indonesia gak pake pesawat terbang kasihan juga bhiksunya. masa bhiksu disuruh pake kekuatan abhinna untuk menyeberangi lautan.
soal bhiksu menyimpan uang sebenarnya wajar-wajar saja sesuai dengan jaman. kalau jaman dahulu jadi bhiksu gak punya uang, banyak umat yang berebutan untuk berdana kepadanya. coba kalau jaman sekarang, apalagi tinggal di negeri orang bule, dimana masyarakat disana menganggap bhiksu itu pengangguran, gak berguna, dan gak menghasilkan duit. Mana mungkin bhiksu yang gak menyimpan uang bisa hidup di negeri orang bule?
Dalam konteks jaman sekarang di negeri orang bule, asalkan tidak melekat secara berlebihan pada uang, saya kira bhiksu itu masih wajar-wajar saja apabila menyimpan uang.
Btw, Sang Buddha tidak menggunakan uangnya untuk membangun vihara, karena sudah ada umat yang bermurah hati membuatkan vihara untuk beliau dan murid-muridnya. Coba pada waktu itu gak ada donatur yang murah hati, mungkin beliau sudah menggunakan uangnya sendiri untuk membangun vihara juga.
Mengenai sadhana abhicaruka, saya juga
no comment. Yang saya mau tekankan adalah bukti historik menunjukkan bahwa Sang Buddha tidak pernah membunuh atau mengajarkan pembunuhan (meskipun untuk menolong).
Di zaman dahulu, tidak ada jalan raya. Gajah dan kuda hanya "kendaraan" yang digunakan untuk membuat seseorang lebih cepat sampai di tujuan dan agar penunggang tidak letih dalam menempuh perjalanan. Sang Buddha dan para bhikkhu tidak mengambil kenyamanan duniawi ini. Namun pada zaman sekarang, sudah penuh dengan jalan raya. Bila bhikkhu harus berjalan kaki di jalan raya, itu jelas tidak efektif. Menurut saya bhikkhu pergi ke tujuan dengan naik mobil atau pesawat terbang itu tidak apa-apa. Asalkan pikirannya jangan mendambakan kenyamanan tersebut. Namun yang saya singgung di postingan sebelumnya adalah, LSY memiliki Roll Royce sebagai hak milik pribadinya. Apakah seorang bhikkhu boleh memiliki aset? Menurut saya itu tidak boleh, sebab prinsip bhikkhu (ala Buddha Gotama) adalah melepaskan keluarga, strata, harta maupun tahta. Sampai di sini, kita bisa melihat bahwa prinsip Buddha Gotama dan LSY jelas berbeda.
Yang diperlukan seorang bhikkhu hanyalah makan untuk bertahan hidup, pakaian untuk menutupi tubuh, dan tempat tinggal untuk berteduh. Jika semua sudah terpenuhi, uang pun menjadi tidak diperlukan lagi. Buddha Gotama memang tidak pernah membebani diri-Nya dan Sangha dengan uang. Kalau ada umat mendanakan vihara, Sang Buddha bisa menerimanya. Tapi kalau ada umat mendanakan uang untuk bangun vihara, Sang Buddha tidak menerimanya. Sedangkan LSY mencari dukungan dan menerima donasi dari umat, menyimpan uangnya, lalu digunakan untuk mengembangkan TBSN.
Jadi sebenarnya TBSN memang sebuah produk marketing. Sedangkan Sangha yang didirikan Sang Buddha merupakan sebuah jalan hidup yang justru didukung oleh orang-orang dan simpatisan. Ini perbedaan lainnya.
Sang Buddha tidak mengeluarkan sepeser uang pun untuk menyebarkan Ajaran-Nya, sebab Beliau sendiri tidak punya uang sepeser pun. Sikap Sang Buddha mengundang banyak simpatisan, sehingga banyak dermawan yang menyokong kebutuhan Sangha. Seumpamanya tidak ada dermawan yang menyokong Sangha, Sang Buddha juga tetap tidak akan menggunakan uang-Nya. Sebab Sang Buddha tidak punya uang sepeser pun.