Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Topik Buddhisme => Buddhisme untuk Pemula => Topic started by: markosprawira on 29 September 2009, 09:07:27 AM

Title: JALAN MELENYAPKAN PENDERITAAN
Post by: markosprawira on 29 September 2009, 09:07:27 AM
Forward dari milis tetangga



Dhammadesana oleh Bhikkhu Pannyavaro
Patidana, 27Sep2009
Vihara Budha Sasana Kelapa Gading
 
 
Hidup sabagai manusia amatlah singkat. Karena itu, hidup yang singkat ini menjadi amat berharga dan sudah selayak diisi dengan melakukan hal-hal yang bermanfaat.
Dengan melakukan hal-hal yang baik, buahnya adalah kebahagiaan.. namun sayangnya, kebahagiaan tidak dapat menyelesaikan penderitaan. Kebahagiaan tidak sama artinya dengan berakhirnya penderitaan. Kebahagiaan hanya sekedar menutupi penderitaan sementara waktu. Dan ketika kebahagiaan itu berubah / berakhir, maka penderitaan akan  muncul kembali.
 
Itulah Maha Bijaksananya Sang Guru Agung kita, Budha Gautama. Beliau tidak mengajarkan umatnya untuk mencapai kebahagiaan sebagai tujuan akhir. Justru tujuan akhir yang ingin dicapai adalah lenyapnya penderitaan.
 
Untuk dapat mengetahui cara melenyapkan penderitaan, kita perlu mengetahui lebih dulu apa penyebab timbulnya penderitaan itu.
Dalam pengertian yang lebih sederhana, penyebab timbulnya penderitaan adalah karena adanya persepsi ataupun cara berpikir yang salah.
 
Coba Anda renungkan dan bayangkan perumpamaan dibawah ini :
Anda baru saja membeli dan menempati sebuah rumah sederhana, belum sampai 10hari. Kemudian, rumah tetangga sebelah rumah Anda, terbakar habis.. Beruntung sekali, rumah Anda selamat, tidak terbakar sedikit pun juga.
Apa Anda menderita? Tentu tidak.
Mengapa demikian? Karena itu adalah rumah tetangga Anda.
 
Namun jika rumah yang terbakar itu adalah rumah Anda.
Apa Anda menderita ?
Jawab Anda: ‘ Tentu saja Bhante ‘
Mengapa demikian? Bukankah keduanya sama-sama hanya sebuah rumah ?
Jawab Anda : ‘ Karena itu rumahKU’
 
Inilah penyebab penderitaan.
RumahKu, milikKu, perasaanKu, jasaKu, perjuanganKU, AKU, AKU, dan AKU.
 
Adanya ikatan dengan rumah yang kita anggap sebagai milikku itulah yang menyebabkan penderitaan.
Semakin lama, ikatan itu akan semakin kuat karena ada lem penguatnya, yaitu kenikmatan, kesenangan, kenyamanan yang sangat sulit untuk diputuskan/dipotong. Kita menjadi ketagihan dengan kenikmatan-kenikmatan itu. Dan jika suatu hari kenikmatan itu lenyap, rumahku terbakar, kenyamanku lenyap, maka penderitaan itu datang.
Dan semakin melekat kita dengan ikatan itu, maka akan semakin menderitalah.
 
Ada umat2, yang setelah mengetahui hal ini secara intelektual, dan berkeinginan untuk memutuskan kemelaktan dan melenyapkan keAKUan. Apakah itu bisa dilakukan?
Jawabnya tidak mungkin Anda dapat melenyapkan KeAKUan, hanya dengan konsep2 dan pengertian intelektual. Keinginan untuk melenyapkan Sang Aku, malah menimbulkan satu ‘keinginan’ yang baru. Perlu digarisbawahi, bahwa keinganan tidak dapat diatasi dengan keinginan juga. Keinginan justru membawa kita pada kemelekatan yang baru.
 
Walaupun secara teoritis, secara baku, kita sudah mengerti konsep kelengketan terhadap Sang Aku, tapi konsep Aku tetap akan terus menerus muncul sepanjang hari. Karena kita memang sudah terbiasa dengan konsep AKU itu, bahkan dalam banyak kehidupan.
 
Lantas, bagaimana cara untuk mengurangi kemelekatan itu?
 
Ketika konsep keAKUan itu muncul, janganlah dilawan dengan konsep TIADA AKU. Karena perlawanan hanya akan menimbulkan keributan dalam pikiran, dan tidak membawa penyelesaian masalah.
 
Tetapi, ketika konsep KeAKUan itu muncul, maka cukup diperhatikan saja dengan sati dan awereness.
Tidak perlu ditanyakan kenapa bisa muncul, tidak usah diladeni, tidak perlu juga dikembangkan, atau tidk usah berusaha disingkirkan. Cukup diperhatikan saja.
Dalam hal ini, kita membutuhkan kekuatan perhatian. Dengan memperhatikan dalam kesadaran maka KeAKUan itu akan lenyap dengan sendirinya. Ketika ia muncul lagi, perhatikan lagi, maka  akan lenyap lagi. Dan demikian seterusnya.
 
 
Pertanyaan selanjutnya, bagaimana kita bisa memiliki sati atau perhatian yang kuat? 
Harus dilatih!! Kekuatan perhatian, dan kesadaran itu hanya dapat dikembangkan melalui meditasi.
 
Maka Bhante menyarankan agar melakukan meditasi secara rutin, setidaknya satu kali sehari. Dengan tujuan untuk mengembangkan dan ‘me-recharge’ batere kesadaran kita.
Dan kesadaran inilah yang kemudian kita gunakan untuk menyadari segala macam perasaan, pikiran, keAKUan, kekotoran batin2 yang halus sekalipun.
 
Kembali bahwa hidup itu singkat.
Apakah orang yang memiliki kesadaran tidak akan menjadi tua, sakit dan mati? Tentu saja, mereka juga akan mengalami tua, sakit dan mati.
Namun, orang yang memiliki kesadaran, melihat fenomena sebagaimana adanya, tidak akan menderita. Ada usia tua, sakit dan mati, tetapi tidak ada AKU  yang menjadi semakin tua, tidak ada AKU yang sakit, tidak ada AKU yang akan mati.
Maka, sakit itu tetap ada, tetapi penderitaan tidak ada.
 
Misalnya saat Sang Budha menderita sakit diare. Beliau tetap merasakan sakit ( PAIN ), tetap Beliau tidak merasakan penderitaan ( SUFFERING )
 
Selama masih ada konsep AKU, milikKU, perasaanKU, jasaKu, keluargaKu, AKU, maka penderitaan tidak akan lenyap.  Hanya dengan kesadaran, dengan sati, dengan kemampuan untuk melihat segala fenomena dengan benar, maka keAkuan pun akan semakin berkurang.
Dan dengan berkurangnya keAKUan, maka berkurang pulalah penderitaan. Sampai pada akhirnya, tercapai nibbana, yaitu lenyapnya penderitaan.
 
Inilah jalan yang dapat membawa kita untuk mengakhiri penderitaan.
 
 
Semoga Semua Mahluk Berbahagia
 
 
Pelimpahan jasa ini dipersembahkan untuk :
Alm. Gouw Kim Hua   ( Irawan )
Semoga selalu berbahagia.
Title: Re: JALAN MELENYAPKAN PENDERITAAN
Post by: dhammadinna on 29 September 2009, 10:57:00 AM
Artikelnya bagus. Rajin2 post yg spt ini ya  :D
Title: Re: JALAN MELENYAPKAN PENDERITAAN
Post by: Elin on 29 September 2009, 11:22:30 AM
Artikelnya bagus. Rajin2 post yg spt ini ya  :D

:))
bro markos mah sering kok post info yg sangat bermanfaat

Melia, rajin2 lah untuk baca thread di DC yach :)
Title: Re: JALAN MELENYAPKAN PENDERITAAN
Post by: dhammadinna on 29 September 2009, 12:07:43 PM
oh ya, hueheheee...  :P Oke oke, thanks sis Elin :)
Title: Re: JALAN MELENYAPKAN PENDERITAAN
Post by: johan3000 on 29 September 2009, 12:28:23 PM
Sewaktu rumah Thomas Alfa Edison terbakar...

kelihatanya dia gak sedih tuh....

katanya waahhh ini api memang terbesar yg pernah dia lihat di Menlo Park...

so kalau gak mau sedih,.... siap2 pasang asuransi kebakaran deh...
Title: Re: JALAN MELENYAPKAN PENDERITAAN
Post by: markosprawira on 29 September 2009, 12:32:24 PM
saat kita bisa mengurangi kemelekatan, saat itu kesedihan kita akan berkurang
Title: Re: JALAN MELENYAPKAN PENDERITAAN
Post by: hatRed on 29 September 2009, 12:33:54 PM
tapi melekat itu "asyik"

nah loh, ada gak yg melekat tapi tidak sedih?
Title: Re: JALAN MELENYAPKAN PENDERITAAN
Post by: Jerry on 29 September 2009, 09:24:23 PM
Artikelnya bagus. Rajin2 post yg spt ini ya  :D
wah cucu menasehati engkong :))

Misalnya saat Sang Budha menderita sakit diare. Beliau tetap merasakan sakit ( PAIN ), tetap Beliau tidak merasakan penderitaan ( SUFFERING )
"Suffering is optional but pain is inevitable, eh?" :D

top dah Om Markus.. anumodana. _/\_
Title: Re: JALAN MELENYAPKAN PENDERITAAN
Post by: dhammadinna on 30 September 2009, 10:16:44 AM
Artikelnya bagus. Rajin2 post yg spt ini ya  :D
wah cucu menasehati engkong :))

Huehehee... gak lah... soalnya kalo g sendiri, senang kalau ada yang memberi apresiasi (saat g memberi sesuatu yg berarti). Jd g jg senang memberi apresiasi ke org (kalo org itu memberi sesuatu yg berarti). Yah, istilahnya apresiasi itu seperti bahan bakar lah gitu. Tapi belakangan ini g merasa itu jg suatu bentuk kemelekatan sih. Karena spertinya kurang afdol kalo di saat g memberi sesuatu tp tidak dihargai, alhasil kebahagiaan berkurang. Lebih parahnya lagi, bahan bakar menipis untuk 'memberi'. Jd intinya, g merasa memberi dgn pamrih. G merasa ada yg sdikit salah dgn ini.
Title: Re: JALAN MELENYAPKAN PENDERITAAN
Post by: bond on 30 September 2009, 01:21:47 PM
Quote
Misalnya saat Sang Budha menderita sakit diare. Beliau tetap merasakan sakit ( PAIN ), tetap Beliau tidak merasakan penderitaan ( SUFFERING )

Sering kita dengar bahwa seorang arahat yg masih hidup masih terkena tilakhana yaitu anicca, dukkha dan anatta

khusus mengenai tilakhana yaitu dukkha sesuai dengan penyataan bhante Pannavaro, apakah rasa sakit sebagai dukkha menurut tilakhana sementara dalam sakit  tidak ada rasa penderitaan bagi arahat yg hidup?

Menurut pendapat saya Arahat telah melenyapkan dukkha dan tidak terkena hukum dukhha dalam arti batinnya telah bebas. Kalau sakit ..iya..tapi itu bukan dukkha tetapi proses alami jasmani dari akusala vipaka masa lampau. Padahal tujuan mencapai kerahatan adalah bebas dari dukkha.

Artinya jika dikatakan arahat telah mengatasi dukkha saya melihatnya saat sakit tidak merasakan penderitaan. Tetapi sering hal yg didiskusikan bahwa arahat masih terkena salah satu hukum tilakhana yaitu dukkha--> entah ini pernyataan bebas atau menurut abhidhamma.?


Mohon pencerahannya  _/\_
Title: Re: JALAN MELENYAPKAN PENDERITAAN
Post by: markosprawira on 30 September 2009, 01:58:52 PM
kembali pada jenis2 vedana yang ada 5 itu bro
1. akusala vipaka
2. kusala vipaka

keduanya di fisik

3. menyenangkan
4. tidak menyenangkan
5. netral

ketiga ini yg ada di batin

jadi secara fisik, arahat tetap mengalami dukkha sebagai akusala vipakanya
buddha juga mengalami luka di kakinya, atau difitnah oleh cinca

namun secara batin, dia sudah tidak mengalami dukkha lagi karena kondisinya sudah kiriya (bukan kusala, pun bukan akusala)

semoga bisa jelas bedanya dengan putthujhana yg kusala - akusala
Title: Re: JALAN MELENYAPKAN PENDERITAAN
Post by: bond on 30 September 2009, 04:41:26 PM
kembali pada jenis2 vedana yang ada 5 itu bro
1. akusala vipaka
2. kusala vipaka

keduanya di fisik

3. menyenangkan
4. tidak menyenangkan
5. netral

ketiga ini yg ada di batin

jadi secara fisik, arahat tetap mengalami dukkha sebagai akusala vipakanya
buddha juga mengalami luka di kakinya, atau difitnah oleh cinca

namun secara batin, dia sudah tidak mengalami dukkha lagi karena kondisinya sudah kiriya (bukan kusala, pun bukan akusala)

semoga bisa jelas bedanya dengan putthujhana yg kusala - akusala

Ok sudah jelas bro. Jadi intinya dukha secara fisik dan tidak dukkha secara batin pada arahat.

Smoga jawaban bro bisa bermanfaat bagi semuanya juga

Anumodana  _/\_
Title: Re: JALAN MELENYAPKAN PENDERITAAN
Post by: markosprawira on 30 September 2009, 04:57:59 PM
yup, nti kalo bro bond liat di tabel citta, silahkan liat di bagian lokuttara yang kiriya : http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,12076.0.html

isinya mirip kaya kusala, tapi kondisinya kiriya
Title: Re: JALAN MELENYAPKAN PENDERITAAN
Post by: bond on 30 September 2009, 05:11:20 PM
ok thx infonya bro.
Title: Re: JALAN MELENYAPKAN PENDERITAAN
Post by: Jerry on 30 September 2009, 05:40:54 PM
Dukkha itu ada bbrp yah stau g:
- dukkha fisik
- dukkha batin (domanassa) kalo ga salah?
Kata Sayadaw Ashin Pannobhasa dlm sebuah dhammatalk, bahwa body suffering pasti masih dirasakan, bahkan Sang Buddha pun masih bisa sakit perut setelah makanan terakhirnya. Tp tdk timbul mental suffering dlm diri-Nya.
Title: Re: JALAN MELENYAPKAN PENDERITAAN
Post by: markosprawira on 30 September 2009, 08:55:51 PM
Dukkha itu ada bbrp yah stau g:
- dukkha fisik
- dukkha batin (domanassa) kalo ga salah?
Kata Sayadaw Ashin Pannobhasa dlm sebuah dhammatalk, bahwa body suffering pasti masih dirasakan, bahkan Sang Buddha pun masih bisa sakit perut setelah makanan terakhirnya. Tp tdk timbul mental suffering dlm diri-Nya.

secara umum, dukkha dibagi menjadi 3 yaitu :
3 jenis dukkha :

a. Dukkha dukkha (Dukkha biasa)

Duka ini dialami oleh setiap orang dalam hidup sehari-hari.
Contoh dukkha : sakit jasmani, kecewa.

b. Viparimana dukkha (Dukkha karena perubahan)

Duka ini terjadi karena adanya suatu kondisi yang berubah.
Contoh dukkha : tadinya muda jadi tua, ga menerima kenyataan, menderita
tadinya sehat jadi sakit, menderita
tadinya berkumpul lalu berpisah, menderita

c. Sankhara dukkha (Dukkha karena kondisi yang bersyarat)

Duka ini terjadi karena ada kondisi.
Contoh dukkha : karena kita punya kepala, maka kita sakit kepala
karena kita punya kaki, bisa keselandung, maka berdarah
karena kita punya pacar, putus, sakit hati.

Jadi sesungguhnya dukkha yg paling banyak kita alami, ada di batin, bukanlah di fisik.
Mungkin fisik mengalami akusala 1x namun batin kita terus menerus mengulang2 betapa menyakitkannya akusala vipaka di fisik kita itu
padahal jika kita tahu, bhw sesungguhnya dengan mengulang2 itu, kita sudah membuat trend batin yg semakin akusala

Disinilah peran penting pengetahuan mengenai batin itu. Bagaimana jika kita sudah semakin kenal, kita akan mulai bisa mengontrol akusala saat mulai muncul, agar tidak berkepanjangan dan berlarut2, yg notabene membuat kita semakin menderita di waktu yg akan datang

semoga bermanfaat  _/\_
Title: Re: JALAN MELENYAPKAN PENDERITAAN
Post by: johan3000 on 30 September 2009, 09:53:37 PM
bro markosprawira,

nah kalau IRI... termasuk yg dimana ?

iri (membandingkan yg lebih baik dari dia) sehingga dia merasa yg kurang mendapatkan rejeki. jadi sedih dehhh
Title: Re: JALAN MELENYAPKAN PENDERITAAN
Post by: markosprawira on 30 September 2009, 10:24:00 PM
Iri itu masuk dalam cetasika dosa, bro.... namanya adalah issa

sifatnya adalah menolak objek, jadi dia tidak senang dengan objek lain
karena itu sifatnya adalah tidak menghargai, tidak senang dengan keberuntungan org lain, senang mencari2 kesalahan org lain

rekan dekatnya Issa adalah macchariya yaitu egois.
karena itu sifatnya adalah mementingkan diri sendiri, tidak dermawan, tidak suka menolong org lain
Title: Re: JALAN MELENYAPKAN PENDERITAAN
Post by: johan3000 on 01 October 2009, 02:39:26 AM
Iri itu masuk dalam cetasika dosa, bro.... namanya adalah issa

sifatnya adalah menolak objek, jadi dia tidak senang dengan objek lain
karena itu sifatnya adalah tidak menghargai, tidak senang dengan keberuntungan org lain, senang mencari2 kesalahan org lain

rekan dekatnya Issa adalah macchariya yaitu egois.
karena itu sifatnya adalah mementingkan diri sendiri, tidak dermawan, tidak suka menolong org lain


Thanks bro markosprawira,

wah pengetahuan dhamma saya masih minim sekali.

iri, egois, pelit.......... itulah komplotannya...
Title: Re: JALAN MELENYAPKAN PENDERITAAN
Post by: markosprawira on 01 October 2009, 10:04:42 AM
beda ama yg selama dikenal khan bro... seolah pelit itu identik dengan lobha

padahal sesungguhnya pelit itu adalah menolak objek lain utk menikmati milikKU
Title: Re: JALAN MELENYAPKAN PENDERITAAN
Post by: Lily W on 01 October 2009, 11:16:54 AM
Quote
Misalnya saat Sang Budha menderita sakit diare. Beliau tetap merasakan sakit ( PAIN ), tetap Beliau tidak merasakan penderitaan ( SUFFERING )

Sering kita dengar bahwa seorang arahat yg masih hidup masih terkena tilakhana yaitu anicca, dukkha dan anatta

khusus mengenai tilakhana yaitu dukkha sesuai dengan penyataan bhante Pannavaro, apakah rasa sakit sebagai dukkha menurut tilakhana sementara dalam sakit  tidak ada rasa penderitaan bagi arahat yg hidup?

Menurut pendapat saya Arahat telah melenyapkan dukkha dan tidak terkena hukum dukhha dalam arti batinnya telah bebas. Kalau sakit ..iya..tapi itu bukan dukkha tetapi proses alami jasmani dari akusala vipaka masa lampau. Padahal tujuan mencapai kerahatan adalah bebas dari dukkha.

Artinya jika dikatakan arahat telah mengatasi dukkha saya melihatnya saat sakit tidak merasakan penderitaan. Tetapi sering hal yg didiskusikan bahwa arahat masih terkena salah satu hukum tilakhana yaitu dukkha--> entah ini pernyataan bebas atau menurut abhidhamma.?


Mohon pencerahannya  _/\_

Bond...... :jempol:

Arahat masih di cengkeram oleh DUKKHA (TILAKKHANA) ... tetapi arahat telah bebas dari DUKKHA (ariya sacca). Makanya dukkha yg ada di Tilakkhana tidak bisa di sebut penderitaan.

_/\_ :lotus: