Saya pakai analogi agar kamu mengerti. Bisa kamu tunjukkan inti buku atau inti diri?
Tidak bisa bukan?
Untuk kamu yang berpikir sesuatu itu eksis atau tidak eksis, atau kalau tidak A, ya berarti B, tentu konsep "anatta" (tanpa diri) ini sulit kamu mengerti.
Kamu sebagai penganut paham eternalist menganggap ada roh/inti diri yang selama-lamanya harus kamu lindungi.
Buddhisme mengambil Jalan Tengah (Middle Way) antara eternalist dan nihilist.
Jadi ada yang namanya "aku" (yang kamu rasakan sekarang), tapi "aku" ini tidaklah sekonsisten yang kamu anggap. Setiap detik terjadi tidak terhitung kelahiran dan kematian yang tidak kamu sadari, misalnya regenerasi sel atau perubahan pola pikir.
apakah cocok jika kualitas hidup dianalogikan dengan materi/benda mati?
bahkan analogi kehidupan dengan kehidupanpun harus yang sebanding....
sebagai contoh : kualitas unggul orang baik mana bisa dianalogikan dengan anjing,
atau orang yang tahu aturan, etika, sopan santun disamakan dengan monyet,
atau orang yang berhati-hati bicara disamakan dengan bebek?
coba kalau isi tulisannya, berganti apapun juga bentuk medianya, itu menunjuk kepada si pengarang.
seperti juga karma (hasil tabur tuaian perbuatan makhluk kehidupan), siapakah yang mengalaminya, jika ketiadaan diri? menunjuk kepada siapa? koq bisa-bisanya jika tiada diri, guru Buddha bisa menceritakan kesinambungan kehidupannya merujuk kepada kesinambungan pribadi kehidupan yang sama, menceritakan kehidupan-kehidupan lampaunya sampai bodhisatva sampai saat Ia sebagai Buddha?
mengapa bisa ditunjukan that's Him.