SEKELUMIT TIPS DALAM BERLATIH VIPASSANA & MEMAHAMI DN 22. MAHASATIPATTHANA SUTTAMeditasi VIPASSANA atau meditasi pengembangan pandangan terang adalah pelaksanaan dari PERHATIAN BENAR (Samma Sati) sebagai salah satu unsur dalam JALAN MULIA BERUAS DELAPAN, dalam bentuk Empat Pengembangan Perhatian/ Kewaspadaan/Perenungan (4 Satipatthana) dengan objek atau landasan sebagai berikut:1. JASMANI (KAYA/RUPA);
Misalnya KELUAR MASUKNYA NAPAS (ANAPANASATI), sikap atau postur tubuh, aktivitas tubuh, organ-organ penyusun tubuh, mayat, empat unsur utama, dll.
Latihan ini disebut
KAYANUPASSANA.
2. PERASAAN (Vedana);
Secara umum menyadari, mengamati & merenungkan keberadaan, timbulnya, lenyapnya, atau timbul lenyapnya perasaan-perasaan (apakah yang menyenangkan, yang tidak menyenangkan, ataupun yang netral).
Latihan ini disebut
VEDANANUPASSANA.
3. PIKIRAN (Paduan atau aktivitas bersama Viññana, Sankhara dan Sañña);
Secara umum menyadari, mengamati & merenungkan keberadaan, timbulnya, lenyapnya, atau timbul lenyapnya pikiran (apakah pikiran baik atau buruk yang timbul, yang diliputi maupun yang bebas dari Lobha, Dosa, dan Moha misalnya nafsu keserakahan, kebencian, keraguan/kebingungan, gelisah dan sesal, kemalasan & kelambanan batin, dll.; atau apakah saat ini pikiran terkonsentrasi atau tidak, dsb).
Latihan ini disebut
CITTANUPASSANA.
4. DHAMMA (Segala Fenomena);
Secara umum merenungkan Fenomena apapun (dhamma) baik fenomena jasmani/fisik maupun fenomena batin, keberadaan dan timbul lenyapnya. Dalam Maha Satipatthana Sutta, ada fenomena bentuk-bentuk batin seperti PANCA NIVARANA (5 Rintangan Batin) dan SATTA BOJJHANGA (7 Faktor Pencerahan) sebagai objek pengamatan; atau juga fenomena batin jasmani baik dalam kerangka PANCAKHANDHA maupun dalam kerangka 6 AYATANA (6 indera internal & 6 objek eksternal) serta belenggu yang menyertainya, dan juga 4 KESUNYATAAN MULIA sebagai objek perenungan yang berupa fenomena adanya dukkha, fenomena asal mulanya, fenomena berhentinya, serta fenomena yang mengkondisi lenyapnya. Semua dapat diamati sebagai semata fenomena yang bukan suatu diri/ruh/atta/personal, tidak mengandung suatu diri/ruh/atta/personal, & bukan milik suatu diri/ruh/atta/personal; fenomena alam dengan sifat, karakter, corak, mekanisme, perilaku tipikal, keterkondisian, kondisi-kondisi penunjang dan hukumnya masing-masing.
Latihan ini disebut
DHAMMANUPASSANA.
Sekelumit tips dalam berlatih vipassana sesuai DN 22. Mahasatipatthana Sutta:
1. Dalam Mahavagga, Samyutta Nikaya di bagian tentang 4 Landasan Kesadaran, dapat disimpulkan bahwa ANAPANASATI adalah fondasi, tulang punggung & yang membawa latihan VIPASSANA menjadi sempurna. Di samping itu dengan sering berlatih ANAPANASATI, SATI akan menguat, dominan dalam keseharian, & muncul tanpa usaha (kesadaran pasif). Bisa dibandingkan dengan bila kita tidak atau jarang berlatih ANAPANASATI.
2. Dalam berlatih vipassana, pemilìhan landasan perhatian, objek-objek & sub-sub objeknya adalah BERTAHAP (dalam arti tidak terburu-buru & tidak harus terpaku pada urutan yang ada di dalam sutta) dan FLEKSIBEL (tidak kaku), tergantung dari tingkat kemampuan batin & carita individu yg berbeda-beda satu dengan yg lain; atau kondisi batin kita sendiri yg bisa berubah-ubah dari satu momen ke momen lain seperti tingkat konsentrasi, orientasi perenungan yg diinginkan, atau fenomena apa yg dirasakan dominan, dsb.
3. Mengetahui ALTERNATIF-ALTERNATIF yg tersedia, yang bisa digolongkan berdasarkan aspek-aspek yang diamati. Garis besarnya terutama:
A. KEBERADAAN (eksistensinya)/b]
Yaitu sekedar menyadari adanya jasmani (bahwa "jasmani itu ada"), menyadari adanya perasaan (bahwa "perasaan itu ada"), menyadari adanya pikiran (bahwa "pikiran itu ada"), atau menyadari adanya fenomena batin & jasmani (bahwa "fenomena batin & jasmani itu ada") seperti fenomena Panca nivarana, Pancakhandha, Enam Landasan Indera, Objeknya, & Belenggu (samyojana ~> perwujudan Lobha, Dosa, & Moha) yang menyertainya (seperti tanha, mana, ditthi termasuk sakkhaya ditthi atau pandangan keliru mengenai adanya entitas tunggal berupa "diri"), atau menyadari keberadaan dukkha, mekanisme timbulnya, mekanisme lenyapnya, dan kondisi-kondisi yang menyebabkan lenyapnya Dukkha (4 Kebenaran Mulia), atau menyadari keberadaan Faktor-faktor pencerahan, sebagai suatu fenomena semata.
B. JENIS
Misalnya untuk perasaan, apakah itu menyenangkan, tidak menyenangkan ataukah netral. Untuk pikiran, misalnya apakah disertai Lobha, Dosa, & Moha atau tidak, terkonsentrasi atau tidak, luhur atau tidak, dsb.
C. TIMBULNYA, atau LENYAPNYA (berganti atau berubah), atau TIMBUL LENYAPNYA
Ibarat seseorang yg ingin mengukur panjang lintasan peluru yg ditembakkan, lalu dia menandai dengan hati-hati titik awal di mana peluru ditembakkan & titik akhir di mana peluru jatuh ke tanah; demikian pula dalam menyadari ketidakkekalan diperlukan penyadaran pada saat suatu fenomena timbul dan saat fenomena itu lenyap atau berganti. Bahkan pada saat timbulnya fenomena luput disadari, kita masih bisa menyadari keberadaannya dan lenyapnya. Dengan semakin terlatihnya kewaspadaan kita terhadap timbulnya & terhadap lenyapnya fenomena, penyadaran menyeluruh terhadap ketidakkekalan suatu fenomena, dari mulai timbulnya sampai lenyapnya, memberikan kita pengalaman langsung dan penembusan mengenai sifat ketidakkekalan.
D. TEMPAT TERJADINYA
1. Secara INTERNAL ~> Mengamati fenomena batin & jasmani yang dijumpai pada "diri sendiri", kumpulan pancakkhandha ini,
2. Secara EXTERNAL ~> Mengamati fenomena batin & jasmani di luar kumpulan pancakkhandha ini, misalnya pada fenomena alam di sekitar kita atau orang atau makhluk lain.
4. Dimulai dari membuat jasmani kita rileks dan tanpa membuat target apapun. RILEKS adalah salah satu faktor dalam 7 FAKTOR PENCERAHAN (7 Bojjhanga). Sang Buddha mengatakan bahwa ketujuh faktor-faktor batin ini bila terkembang dalam batin akan mengkondisikan pandangan terang. Mereka adalah:
1. SATI (perhatian; kesadaran; kewaspadaan)
2. DHAMMAVICAYO (penyelidikan atau perenungan terhadap dhamma/realita/fenomena batin & jasmani, misalnya 5 Khandha atau 6 Ayatana),
3. VIRIYA (ketekunan; semangat),
4. PITI (kegiuran batin),
5. PASSADDHI (kondisi rileks/santai/tidak tegang; kondisi batin & jasmani yang rileks),
6. SAMADHI (konsentrasi), &
7. UPEKKHA (keseimbangan batin).
Note: Ada 2 jenis PASSADDHI (kondisi rileks/santai/tidak tegang):
1. KAYA Passaddhi (Jasmani yang rileks)
2. CITTA Passaddhi (Batin yang rileks).
Dalam Samyutta Nikaya dikatakan bahwa meditasi seperti memasak masakan. Unsur-unsurnya harus seimbang, pas racikannya, tidak baik bila ada yang berlebih, disesuaikan dengan kondisi batin saat itu. Begitulah 7 Faktor-faktor Pencerahan dikembangkan dan diseimbangkan, di mana Sati selalu bertindak sebagai faktor batin yang memimpin.
5. Mengikuti retreat meditasi Vipassana bila ada kesempatan, rajin mengikuti artikel-artikel atau ceramah tentang Vipassana, konsultasi dengan pembimbing yang berpengalaman dan membaca isi MAHA SATIPATTHANA SUTTA, baik versi terjemahan bahasa Indonesia maupun versi bahasa Inggris atau bila memungkinkan versi bahasa Pali-nya.
6. Hakekat dasar dari perenungan terhadap EMPAT LANDASAN KESADARAN (4 Satipatthana), singkatnya adalah "MELALUI PENGALAMAN LANGSUNG":
a. Mengetahui JASMANI, hanyalah sebagai JASMANI semata..
b. Mengetahui PERASAAN, hanyalah sebagai PERASAAN semata..
c. Mengetahui PIKIRAN, hanyalah sebagai PIKIRAN semata..
d. Mengetahui SEGALA SESUATU/FENOMENA, hanyalah sebagai FENOMENA semata..
~> Semata fenomena yang ANICCA, DUKKHA & ANATTA, terus berubah, timbul lenyap, tak memuaskan, terkondisi, bukan suatu diri/personal, tidak mengandung suatu diri/personal, bukan milik suatu diri/personal, melainkan semata fenomena yg diliputi ANICCA, DUKKHA & ANATTA yang memilikii sifat/karakter alaminya sendiri, perilaku/mekanisme tipikalnya sendiri, keterkondisiannya sendiri, kondisi-kondisi penunjang dan tunduk pada hukum alaminya sendiri.
7. Memiliki pandangan benar mengenai sifat Anatta atau sifat bukan diri dari PANCAKHANDHA. Sutta-sutta yang membahas mengenai Anatta dengan berbagai pendekatan misalnya antara lain Anattalakkhana Sutta, Dhamaniyama Sutta, Vina Sutta, Vajira Sutta, Alagaddupama Sutta, Maha Puññama Sutta, dsb. Dengan disertai pemahaman jernih atau pengertian benar [sampajana], bahwa segala fenomena adalah bukan diri/ bukan pribadi/ bukan personal [anatta], maka sikap batin kita terhadap fenomena apapun yang ada adalah semata menyadari, mengamati, & merenungkannya tanpa terpikat juga tanpa menolaknya. (Pemahaman ini membantu kita dalam pengamatan untuk fokus atau melihat secara objektif fenomena batin & jasmani sebagaimana adanya). IBARAT seorang anak yang diberi pengertian bahwa ular karet mainan hanyalah mainan semata, atau ibarat seorang calon dokter bedah yang mengerti mayat dalam praktikum hanyalah mayat semata, SEHINGGA IA BISA TERFOKUS dengan jernih, tanpa banyak rintangan & tanpa takut mengamatinya, begitupula dengan pengertian benar [SAMPAJANA] mengenai sifat bukan diri/bukan personal [anatta] - yang menyertai perhatian [SATI] - membantu pikiran terfokus dengan jernih & leluasa dalam mengamati fenomena batin maupun jasmani sebagaimana adanya.
Dengan didukung tujuh aspek lain dalam Jalan Mulia Beruas 8, setelah terlatih dalam menyadari, mengamati, merenungkan, dan kemudian mengetahui lalu memaklumi segala sesuatu sebagaimana adanya di atas; sedikit demi sedikit kita bisa melepas, sampai akhirnya tak melekat, tak terpesona, tak terikat dan tergoncangkan lagi oleh apapun jua. Tercapailah pembebasan.
~>Beginilah JASMANI.
Ada, tapi hanyalah jasmani semata dengan segala sifat-sifat khasnya.
~>Beginilah PERASAAN.
Ada, tapi hanyalah perasaan semata dengan segala sifat-sifat khasnya.
~>Beginilah PIKIRAN.
Ada, tapi hanyalah pikiran semata dengan segala sifat-sifat khasnya.
~>Begitulah SEGALA FENOMENA (dhamma).
Ada, tapi hanyalah dhamma semata dengan segala sifat-sifat khasnya.
Namo Buddhaya.
Namo Dhammaya.
Namo Sanghaya.
Semoga dengan "mengetahui, memaklumi dan melepas", semua makhluk berbahagia dan terbebas dari segala bentuk penderitaan, rintangan, dan hal-hal yang tidak perlu
.