//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Show Posts

This section allows you to view all posts made by this member. Note that you can only see posts made in areas you currently have access to.


Messages - Utphala Dhamma

Pages: [1] 2 3 4 5 6 7 8
1
Quote
SN 22.59. ANATTA-LAKKHANA SUTTA: Khotbah tentang Karakteristik Bukan-Diri


Demikian yang telah kudengar. Pada suatu waktu Yang Terberkahi sedang tinggal di Varanasi di dalam tempat peristirahatan perburuan di Isipatana. Beliau berbicara pada kelompok lima orang bhikkhu:
"Jasmani, para bhikkhu, adalah bukan diri. JIKA JASMANI ADALAH DIRI, JASMANI INI TIDAK AKAN MENYEBABKAN KEKECEWAAN. Akan mungkin [untuk mengatakan] sehubungan dengan jasmani,'Semoga jasmani ini menjadi demikian. Semoga jasmani ini tidak menjadi demikian.'
TETAPI KARENA JASMANI BUKAN DIRI, MAKA JASMANI MENYEBABKAN KEKECEWAAN. Dan tidaklah mungkin [untuk mengatakan] sehubungan dengan jasmani, 'Semoga jasmani ini menjadi demikian. Semoga jasmani ini tidak menjadi demikian'

"Perasaan (sensasi) bukanlah diri...
"Persepsi bukanlah diri...
"Bentukan [batin] bukanlah diri...

"Kesadaran bukanlah diri. JIKA KESADARAN ADALAH DIRI, KESADARAN INI TIDAK AKAN MENYEBABKAN KEKECEWAAN. Adalah mungkin [untuk mengatakan] sehubungan dengan kesadaran, 'Semoga kesadaranku menjadi demikian. Semoga kesadaranku tidak menjadi demikian.'
TETAPI KARENA KESADARAN BUKAN DIRI, KESADARAN MENYEBABKAN KEKECEWAAN. Dan tidaklah mungkin [untuk mengatakan] sehubungan dengan kesadaran, 'Semoga kesadaranku menjadi demikian. Semoga kesadaranku tidak menjadi demikian'

"Bagaimana menurutmu, para bhikkhu — Apakah jasmani kekal atau tidak kekal?"
"Tidak kekal, Bhante."

"Dan apakah hal yang tidak kekal itu memberikan kenyamanan (memuaskan) atau penderitaan (tidak memuaskan)?"
"Penderitaan (tidak memuaskan), Bhante."

"Dan apakah tepat sesuatu yang tidak kekal, menyebabkan penderitaan, tunduk pada hukum perubahan sebagai: 'Ini milikku. Ini adalah diriku. Ini adalah aku'?"
Tidak, Bhante."

"Apakah perasaan..., persepsi..., bentukan..., kesadaran kekal atau tidak kekal?"
"Tidak kekal, Bhante."

"Bagaimana menurutmu, para bhikkhu — Apakah kesadaran kekal atau tidak kekal?"
"Tidak kekal, Bhante."

"Dan apakah hal yang tidak kekal itu memberikan kenyamanan (memuaskan) atau penderitaan (tidak memuaskan) ?"
"Penderitaan (tidak memuaskan), Bhante."

"Dan apakah tepat sesuatu yang tidak kekal, menyebabkan penderitaan, tunduk pada hukum perubahan sebagai: 'Ini milikku. Ini adalah diriku. Ini adalah aku'?"
"Tidak, Bhante."

"Karena itu, para bhikkhu, apapun jasmani di masa lampau, masa depan, atau masa sekarang; di dalam atau di luar; kasar atau halus; rendah atau luhur; jauh atau dekat; apapun jasmani dilihat sebagai apa adanya dengan pemahaman benar sebagai: 'Ini bukan milikku. Ini bukan diriku. Ini bukan aku.'

"Perasaan (sensasi) apapun...Persepsi apapun... Bentukan [batin] apapun... Kesadaran apapun di masa lampau, masa depan, atau masa sekarang; di dalam atau di luar; kasar atau halus; rendah atau luhur; jauh atau dekat: apapun kesadaran dilihat sebagai apa adanya dengan pemahaman benar sebagai: 'Ini bukan milikku. Ini bukan diriku. Ini bukan aku.'

"Melihat demikian, siswa Ariya, yang telah memahaminya dengan baik, menjadi:
TAK TERPESONA pada jasmani,
TAK TERPESONA pada perasaan,
TAK TERPESONA pada persepsi,
TAK TERPESONA pada bentukan [batin],
TAK TERPESONA pada kesadaran.
SETELAH TAK TERPESONA [nibbida] dia menjadi TIDAK TERTARIK [viraga, padamnya nafsu].
SETELAH tidak tertarik, dia TERBEBAS SEPENUHNYA [vimutti].
Dengan terbebas penuh, disana ada pengetahuan [asavakkhayañana], 'Terbebas sepenuhnya.' Dia mengetahui bahwa 'Kelahiran telah berakhir, kehidupan suci telah terpenuhi, tugas telah selesai. Tidak ada lagi lebih jauh untuk dunia ini' (lingkaran samsara terpatahkan)."

Demikian yang dikatakan Sang Bhagava. Berterimakasih, kelompok lima bhikkhu tersebut gembira atas kata-kata Beliau. Sewaktu penjelasan ini sedang diberikan, batin kelompok lima bhikkhu, melalui ketidakmelekatan, terbebas sepenuhnya dari kekotoran batin.

2
SEANDAINYA Pancakkhandha, Kelima Khandha, adalah "Diri, Milik Diri"

Bila fenomena JASMANI [rupa] adalah diri & milik diri, jasmani bisa mutlak kita kuasai & inginkan sesuka hati kita tanpa tergantung suatu kondisi-kondisi penyebab/penunjangnya (bisa bebas dari mekanisme keterkondisiannya, proses alami sebab akibat impersonal); memiliki bentuk & pertumbuhan sesuka kita, bebas mengatur denyut jantung, bebas menentukan seberapa cepat pertumbuhan rambut/kuku/dsb, tidak perlu bernapas & makan minum, tidak melapuk, tidak menua, tidak rusak, kekal, bebas dari ketidakkekalan, selalu memuaskan, tidak pernah tak memuaskan, dsb.

Bila fenomena PERASAAN [vedana] adalah diri & milik diri, perasaan bisa mutlak kita kuasai & inginkan sesuka hati kita tanpa tergantung suatu kondisi-kondisi penyebab/penunjangnya (bisa bebas dari mekanisme keterkondisiannya, proses alami sebab akibat impersonal); selalu bahagia, tidak pernah sakit atau sedih atau menderita, kekal, selalu memuaskan, tidak pernah tak memuaskan, dsb.

Bila fenomena PERSEPSI [sañña] adalah diri & milik diri, persepsi bisa mutlak kita kuasai & inginkan sesuka hati kita tanpa tergantung suatu kondisi-kondisi penyebab/penunjangnya (bisa bebas dari mekanisme keterkondisiannya, proses alami sebab akibat impersonal); bisa bebas mengatur persepsi dari pancaindera & persepsi dari pikiran, 'seperti ini', 'jangan seperti itu' tanpa tergantung keterbatasan mekanisme indera, bisa lenyap atau ada seperti yang kita inginkan, kekal, selalu memuaskan, tidak pernah tak memuaskan, dsb.

Bila fenomena BENTUK-BENTUK BATIN/AKTIVITAS PIKIRAN [sankhara] adalah diri & milik diri, sankhara bisa mutlak kita kuasai & inginkan sesuka hati kita tanpa tergantung suatu kondisi-kondisi penyebab/penunjangnya (bisa bebas dari mekanisme keterkondisiannya, proses alami sebab akibat impersonal); bebas dari bentuk-2 batin yg tak diinginkan (nafsu, kebencian, kebodohan), bebas mempertahankan yang diinginkan (welas asih, konsentrasi, ketenangan, kegiuran, dll), 'semoga kehendak seperti ini tidak seperti itu', 'semoga sankhara selalu membentuk di alam bahagia', 'semoga sankhara tidak membentuk di alam menderita', 'semoga sankhara membentuk di alam tertentu saja', 'semoga sankhara tidak membentuk lagi', 'semoga sankhara lekas terbebas dari avijja & segala kekotoran batin', bisa dipertahankan, kekal, selalu memuaskan, tidak pernah tak memuaskan, dsb.

Bila fenomena KESADARAN [viññana] adalah diri & milik diri, kesadaran bisa mutlak kita kuasai & inginkan sesuka hati kita tanpa tergantung suatu kondisi-kondisi penyebab/penunjangnya (bisa bebas dari mekanisme keterkondisiannya, proses alami sebab akibat impersonal); dapat bebas sekehendak hati mengaturnya agar selalu terjaga menerima rangsangan objek di 6 gerbang indera siang maupun malam; tak terpengaruh obat-obatan, makanan, atau minuman, tidak terpengaruh kondisi jasmani, atau bebas mengaturnya hadir pada gerbang indera tertentu saja dalam waktu yang tak terbatas sekehendak kita, bisa dipertahankan, kekal, selalu memuaskan, tidak pernah tak memuaskan, dsb.

--->> TAPI KARENA mereka BUKAN DIRI/BUKAN PERSONAL & BUKAN MILIK KITA, mereka memiliki sifat tipikal, kondisi-kondisi penunjang, mekanisme keterkondisiannya, & perilaku alaminya sendiri, dan bekerja atau berproses sesuai proses sebab akibat impersonal, mengikuti hukum alaminya.

KARENA bukan diri/personal (ANATTA) & kosong dari suatu diri/ personal (SUÑÑATA), Mereka timbul, ada, berubah, berproses, & lenyap; berperilaku sesuai kondisi-kondisi penunjangnya dan mengikuti hukum alaminya, DENGAN atau TANPA SEPENGETAHUAN kita, SEJALAN atau TIDAK SEJALAN dengan keinginan/kehendak...

3
SEANDAINYA Pancakkhandha, Kelima Khandha, adalah "Diri, Milik Diri"

Bila fenomena JASMANI [rupa] adalah diri & milik diri, jasmani bisa mutlak kita kuasai & inginkan sesuka hati kita tanpa tergantung suatu kondisi-kondisi penyebab/penunjangnya (bisa bebas dari mekanisme keterkondisiannya, proses alami sebab akibat impersonal); memiliki bentuk & pertumbuhan sesuka kita, bebas mengatur denyut jantung, bebas menentukan seberapa cepat pertumbuhan rambut/kuku/dsb, tidak perlu bernapas & makan minum, tidak melapuk, tidak menua, tidak rusak, kekal, bebas dari ketidakkekalan, selalu memuaskan, tidak pernah tak memuaskan, dsb.

Bila fenomena PERASAAN [vedana] adalah diri & milik diri, perasaan bisa mutlak kita kuasai & inginkan sesuka hati kita tanpa tergantung suatu kondisi-kondisi penyebab/penunjangnya (bisa bebas dari mekanisme keterkondisiannya, proses alami sebab akibat impersonal); selalu bahagia, tidak pernah sakit atau sedih atau menderita, kekal, selalu memuaskan, tidak pernah tak memuaskan, dsb.

Bila fenomena PERSEPSI [sañña] adalah diri & milik diri, persepsi bisa mutlak kita kuasai & inginkan sesuka hati kita tanpa tergantung suatu kondisi-kondisi penyebab/penunjangnya (bisa bebas dari mekanisme keterkondisiannya, proses alami sebab akibat impersonal); bisa bebas mengatur persepsi dari pancaindera & persepsi dari pikiran, 'seperti ini', 'jangan seperti itu' tanpa tergantung keterbatasan mekanisme indera, bisa lenyap atau ada seperti yang kita inginkan, kekal, selalu memuaskan, tidak pernah tak memuaskan, dsb.

Bila fenomena BENTUK-BENTUK BATIN/AKTIVITAS PIKIRAN [sankhara] adalah diri & milik diri, sankhara bisa mutlak kita kuasai & inginkan sesuka hati kita tanpa tergantung suatu kondisi-kondisi penyebab/penunjangnya (bisa bebas dari mekanisme keterkondisiannya, proses alami sebab akibat impersonal); bebas dari bentuk-2 batin yg tak diinginkan (nafsu, kebencian, kebodohan), bebas mempertahankan yang diinginkan (welas asih, konsentrasi, ketenangan, kegiuran, dll), 'semoga kehendak seperti ini tidak seperti itu', 'semoga sankhara selalu membentuk di alam bahagia', 'semoga sankhara tidak membentuk di alam menderita', 'semoga sankhara membentuk di alam tertentu saja', 'semoga sankhara tidak membentuk lagi', 'semoga sankhara lekas terbebas dari avijja & segala kekotoran batin', bisa dipertahankan, kekal, selalu memuaskan, tidak pernah tak memuaskan, dsb.

Bila fenomena KESADARAN [viññana] adalah diri & milik diri, kesadaran bisa mutlak kita kuasai & inginkan sesuka hati kita tanpa tergantung suatu kondisi-kondisi penyebab/penunjangnya (bisa bebas dari mekanisme keterkondisiannya, proses alami sebab akibat impersonal); dapat bebas sekehendak hati mengaturnya agar selalu terjaga menerima rangsangan objek di 6 gerbang indera siang maupun malam; tak terpengaruh obat-obatan, makanan, atau minuman, tidak terpengaruh kondisi jasmani, atau bebas mengaturnya hadir pada gerbang indera tertentu saja dalam waktu yang tak terbatas sekehendak kita, bisa dipertahankan, kekal, selalu memuaskan, tidak pernah tak memuaskan, dsb.

--->> TAPI KARENA mereka BUKAN DIRI/BUKAN PERSONAL & BUKAN MILIK KITA, mereka memiliki sifat tipikal, kondisi-kondisi penunjang, mekanisme keterkondisiannya, & perilaku alaminya sendiri, dan bekerja atau berproses sesuai proses sebab akibat impersonal, mengikuti hukum alaminya.

KARENA bukan diri/personal (ANATTA) & kosong dari suatu diri/ personal (SUÑÑATA), Mereka timbul, ada, berubah, berproses, & lenyap; berperilaku sesuai kondisi-kondisi penunjangnya dan mengikuti hukum alaminya, DENGAN atau TANPA SEPENGETAHUAN kita, SEJALAN atau TIDAK SEJALAN dengan keinginan/kehendak...

4
‎‎SEKELUMIT TIPS DALAM BERLATIH VIPASSANA & MEMAHAMI DN 22. MAHASATIPATTHANA SUTTA

Meditasi VIPASSANA atau meditasi pengembangan pandangan terang adalah pelaksanaan dari PERHATIAN BENAR (Samma Sati) sebagai salah satu unsur dalam JALAN MULIA BERUAS DELAPAN, dalam bentuk Empat Pengembangan Perhatian/ Kewaspadaan/Perenungan (4 Satipatthana) dengan objek atau landasan sebagai berikut:

1. JASMANI (KAYA/RUPA);
Misalnya KELUAR MASUKNYA NAPAS (ANAPANASATI), sikap atau postur tubuh, aktivitas tubuh, organ-organ penyusun tubuh, mayat, empat unsur utama, dll.
Latihan ini disebut KAYANUPASSANA.

2. PERASAAN (Vedana);
Secara umum menyadari, mengamati & merenungkan keberadaan, timbulnya, lenyapnya, atau timbul lenyapnya perasaan-perasaan (apakah yang menyenangkan, yang tidak menyenangkan, ataupun yang netral).
Latihan ini disebut VEDANANUPASSANA.

3. PIKIRAN (Paduan atau aktivitas bersama Viññana, Sankhara dan Sañña);
Secara umum menyadari, mengamati & merenungkan keberadaan, timbulnya, lenyapnya, atau timbul lenyapnya pikiran (apakah pikiran baik atau buruk yang timbul, yang diliputi maupun yang bebas dari Lobha, Dosa, dan Moha misalnya nafsu keserakahan, kebencian, keraguan/kebingungan, gelisah dan sesal, kemalasan & kelambanan batin, dll.; atau apakah saat ini pikiran terkonsentrasi atau tidak, dsb).
Latihan ini disebut CITTANUPASSANA.

4. DHAMMA (Segala Fenomena);
Secara umum merenungkan Fenomena apapun (dhamma) baik fenomena jasmani/fisik maupun fenomena batin, keberadaan dan timbul lenyapnya. Dalam Maha Satipatthana Sutta, ada fenomena bentuk-bentuk batin seperti PANCA NIVARANA (5 Rintangan Batin) dan SATTA BOJJHANGA (7 Faktor Pencerahan) sebagai objek pengamatan; atau juga fenomena batin jasmani baik dalam kerangka PANCAKHANDHA maupun dalam kerangka 6 AYATANA (6 indera internal & 6 objek eksternal) serta belenggu yang menyertainya, dan juga 4 KESUNYATAAN MULIA sebagai objek perenungan yang berupa fenomena adanya dukkha, fenomena asal mulanya, fenomena berhentinya, serta fenomena yang mengkondisi lenyapnya. Semua dapat diamati sebagai semata fenomena yang bukan suatu diri/ruh/atta/personal, tidak mengandung suatu diri/ruh/atta/personal, & bukan milik suatu diri/ruh/atta/personal; fenomena alam dengan sifat, karakter, corak, mekanisme, perilaku tipikal, keterkondisian, kondisi-kondisi penunjang dan hukumnya masing-masing.
Latihan ini disebut DHAMMANUPASSANA.


Sekelumit tips dalam berlatih vipassana sesuai DN 22. Mahasatipatthana Sutta:


1. Dalam Mahavagga, Samyutta Nikaya di bagian tentang 4 Landasan Kesadaran, dapat disimpulkan bahwa ANAPANASATI adalah fondasi, tulang punggung & yang membawa latihan VIPASSANA menjadi sempurna. Di samping itu dengan sering berlatih ANAPANASATI, SATI akan menguat, dominan dalam keseharian, & muncul tanpa usaha (kesadaran pasif). Bisa dibandingkan dengan bila kita tidak atau jarang berlatih ANAPANASATI.


2. Dalam berlatih vipassana, pemilìhan landasan perhatian, objek-objek & sub-sub objeknya adalah BERTAHAP (dalam arti tidak terburu-buru & tidak harus terpaku pada urutan yang ada di dalam sutta) dan FLEKSIBEL (tidak kaku), tergantung dari tingkat kemampuan batin & carita individu yg berbeda-beda satu dengan yg lain; atau kondisi batin kita sendiri yg bisa berubah-ubah dari satu momen ke momen lain seperti tingkat konsentrasi, orientasi perenungan yg diinginkan, atau fenomena apa yg dirasakan dominan, dsb.

3. Mengetahui ALTERNATIF-ALTERNATIF yg tersedia, yang bisa digolongkan berdasarkan aspek-aspek yang diamati. Garis besarnya terutama:

Quote
A. KEBERADAAN (eksistensinya)/b]
Yaitu sekedar menyadari adanya jasmani (bahwa "jasmani itu ada"), menyadari adanya perasaan (bahwa "perasaan itu ada"), menyadari adanya pikiran (bahwa "pikiran itu ada"), atau menyadari adanya fenomena batin & jasmani (bahwa "fenomena batin & jasmani itu ada") seperti fenomena Panca nivarana, Pancakhandha, Enam Landasan Indera, Objeknya, & Belenggu (samyojana ~> perwujudan Lobha, Dosa, & Moha) yang menyertainya (seperti tanha, mana, ditthi termasuk sakkhaya ditthi atau pandangan keliru mengenai adanya entitas tunggal berupa "diri"), atau menyadari keberadaan dukkha, mekanisme timbulnya, mekanisme lenyapnya, dan kondisi-kondisi yang menyebabkan lenyapnya Dukkha (4 Kebenaran Mulia), atau menyadari keberadaan Faktor-faktor pencerahan, sebagai suatu fenomena semata.

B. JENIS
Misalnya untuk perasaan, apakah itu menyenangkan, tidak menyenangkan ataukah netral. Untuk pikiran, misalnya apakah disertai Lobha, Dosa, & Moha atau tidak, terkonsentrasi atau tidak, luhur atau tidak, dsb.

C. TIMBULNYA, atau LENYAPNYA (berganti atau berubah), atau TIMBUL LENYAPNYA
Ibarat seseorang yg ingin mengukur panjang lintasan peluru yg ditembakkan, lalu dia menandai dengan hati-hati titik awal di mana peluru ditembakkan & titik akhir di mana peluru jatuh ke tanah; demikian pula dalam menyadari ketidakkekalan diperlukan penyadaran pada saat suatu fenomena timbul dan saat fenomena itu lenyap atau berganti. Bahkan pada saat timbulnya fenomena luput disadari, kita masih bisa menyadari keberadaannya dan lenyapnya. Dengan semakin terlatihnya kewaspadaan kita terhadap timbulnya & terhadap lenyapnya fenomena, penyadaran menyeluruh terhadap ketidakkekalan suatu fenomena, dari mulai timbulnya sampai lenyapnya, memberikan kita pengalaman langsung dan penembusan mengenai sifat ketidakkekalan.

D. TEMPAT TERJADINYA
1. Secara INTERNAL ~> Mengamati fenomena batin & jasmani yang dijumpai pada "diri sendiri", kumpulan pancakkhandha ini,
2. Secara EXTERNAL ~> Mengamati fenomena batin & jasmani di luar kumpulan pancakkhandha ini, misalnya pada fenomena alam di sekitar kita atau orang atau makhluk lain.


4. Dimulai dari membuat jasmani kita rileks dan tanpa membuat target apapun. RILEKS adalah salah satu faktor dalam 7 FAKTOR PENCERAHAN (7 Bojjhanga). Sang Buddha mengatakan bahwa ketujuh faktor-faktor batin ini bila terkembang dalam batin akan mengkondisikan pandangan terang. Mereka adalah:
1. SATI (perhatian; kesadaran; kewaspadaan)
2. DHAMMAVICAYO (penyelidikan atau perenungan terhadap dhamma/realita/fenomena batin & jasmani, misalnya 5 Khandha atau 6 Ayatana),
3. VIRIYA (ketekunan; semangat),
4. PITI (kegiuran batin),
5. PASSADDHI (kondisi rileks/santai/tidak tegang; kondisi batin & jasmani yang rileks),
6. SAMADHI (konsentrasi), &
7. UPEKKHA (keseimbangan batin).

Note: Ada 2 jenis PASSADDHI (kondisi rileks/santai/tidak tegang):
1. KAYA Passaddhi (Jasmani yang rileks)
2. CITTA Passaddhi (Batin yang rileks).

Dalam Samyutta Nikaya dikatakan bahwa meditasi seperti memasak masakan. Unsur-unsurnya harus seimbang, pas racikannya, tidak baik bila ada yang berlebih, disesuaikan dengan kondisi batin saat itu. Begitulah 7 Faktor-faktor Pencerahan dikembangkan dan diseimbangkan, di mana Sati selalu bertindak sebagai faktor batin yang memimpin.


5. Mengikuti retreat meditasi Vipassana bila ada kesempatan, rajin mengikuti artikel-artikel atau ceramah tentang Vipassana, konsultasi dengan pembimbing yang berpengalaman dan membaca isi MAHA SATIPATTHANA SUTTA, baik versi terjemahan bahasa Indonesia maupun versi bahasa Inggris atau bila memungkinkan versi bahasa Pali-nya.


6. Hakekat dasar dari perenungan terhadap EMPAT LANDASAN KESADARAN (4 Satipatthana), singkatnya adalah "MELALUI PENGALAMAN LANGSUNG":

a. Mengetahui JASMANI, hanyalah sebagai JASMANI semata..
b. Mengetahui PERASAAN, hanyalah sebagai PERASAAN semata..
c. Mengetahui PIKIRAN, hanyalah sebagai PIKIRAN semata..
d. Mengetahui SEGALA SESUATU/FENOMENA, hanyalah sebagai FENOMENA semata..
~> Semata fenomena yang ANICCA, DUKKHA & ANATTA, terus berubah, timbul lenyap, tak memuaskan, terkondisi, bukan suatu diri/personal, tidak mengandung suatu diri/personal, bukan milik suatu diri/personal, melainkan semata fenomena yg diliputi ANICCA, DUKKHA & ANATTA yang memilikii sifat/karakter alaminya sendiri, perilaku/mekanisme tipikalnya sendiri, keterkondisiannya sendiri, kondisi-kondisi penunjang dan tunduk pada hukum alaminya sendiri.


7. Memiliki pandangan benar mengenai sifat Anatta atau sifat bukan diri dari PANCAKHANDHA. Sutta-sutta yang membahas mengenai Anatta dengan berbagai pendekatan misalnya antara lain Anattalakkhana Sutta, Dhamaniyama Sutta, Vina Sutta, Vajira Sutta, Alagaddupama Sutta, Maha Puññama Sutta, dsb. Dengan disertai pemahaman jernih atau pengertian benar [sampajana], bahwa segala fenomena adalah bukan diri/ bukan pribadi/ bukan personal [anatta], maka sikap batin kita terhadap fenomena apapun yang ada adalah semata menyadari, mengamati, & merenungkannya tanpa terpikat juga tanpa menolaknya. (Pemahaman ini membantu kita dalam pengamatan untuk fokus atau melihat secara objektif fenomena batin & jasmani sebagaimana adanya). IBARAT seorang anak yang diberi pengertian bahwa ular karet mainan hanyalah mainan semata, atau ibarat seorang calon dokter bedah yang mengerti mayat dalam praktikum hanyalah mayat semata, SEHINGGA IA BISA TERFOKUS dengan jernih, tanpa banyak rintangan & tanpa takut mengamatinya, begitupula dengan pengertian benar [SAMPAJANA] mengenai sifat bukan diri/bukan personal [anatta] - yang menyertai perhatian [SATI] - membantu pikiran terfokus dengan jernih & leluasa dalam mengamati fenomena batin maupun jasmani sebagaimana adanya.


Dengan didukung tujuh aspek lain dalam Jalan Mulia Beruas 8, setelah terlatih dalam menyadari, mengamati, merenungkan, dan kemudian mengetahui lalu memaklumi segala sesuatu sebagaimana adanya di atas; sedikit demi sedikit kita bisa melepas, sampai akhirnya tak melekat, tak terpesona, tak terikat dan tergoncangkan lagi oleh apapun jua. Tercapailah pembebasan.

~>Beginilah JASMANI.
Ada, tapi hanyalah jasmani semata dengan segala sifat-sifat khasnya.

~>Beginilah PERASAAN.
Ada, tapi hanyalah perasaan semata dengan segala sifat-sifat khasnya.

~>Beginilah PIKIRAN.
Ada, tapi hanyalah pikiran semata dengan segala sifat-sifat khasnya.

~>Begitulah SEGALA FENOMENA (dhamma).
Ada, tapi hanyalah dhamma semata dengan segala sifat-sifat khasnya.

Namo Buddhaya.
Namo Dhammaya.
Namo Sanghaya.

Semoga dengan "mengetahui, memaklumi dan melepas", semua makhluk berbahagia dan terbebas dari segala bentuk penderitaan, rintangan, dan hal-hal yang tidak perlu _/\_.

5
~ PELINDUNG SEJATI : 4 Satipatthana ~

Quote
...
Ananda,
Jadikanlah dirimu sebagai pulaumu,
Jadikanlah dirimu sebagai perlindunganmu,
dan jangan mencari perlindungan lain.
Jadikanlah Dhamma sebagai pulaumu,
Jadikanlah Dhamma sebagai perlindunganmu
dan jangan mencari perlindungan lain.

DAN BAGAIMANA, Ananda,
Menjadikan dirimu sebagai pulaumu, ... perlindunganmu,
dan jangan mencari perlindungan lain.
Menjadikan Dhamma sebagai pulaumu, ...perlindunganmu
dan jangan mencari perlindungan lain?

O Ananda, apabila seseorang:

1. MERENUNGKAN JASMANI SEBAGAI JASMANI SEMATA [bukan diri, bukan diriku, bukan milikku], dengan antusias, penuh perhatian (waspada) disertai pemahaman yang jernih (pengertan benar), dengan menanggalkan keinginan & kekecewaan duniawi sehubungan dengannya (mengamati tanpa terlibat, tanpa menginginkan juga tanpa menolak),

2. MERENUNGKAN PERASAAN SEBAGAI PERASAAN SEMATA [bukan diri, bukan diriku, bukan milikku],...

3. MERENUNGKAN PIKIRAN SEBAGAI PIKIRAN SEMATA [bukan diri, bukan diriku, bukan milikku],...

4. MERENUNGKAN DHAMMA (segala fenomena; realita; keberadaan, timbul, & lenyapnya unsur-unsur batiniah dan unsur-unsur jasmaniah) SEBAGAI DHAMMA SEMATA [bukan diri, bukan diriku, bukan milikku],... dengan antusias, penuh perhatian (waspada) disertai pemahaman yang jernih (pengertan benar), dengan menanggalkan keinginan & kekecewaan duniawi sehubungan dengannya (mengamati tanpa terlibat, tanpa menginginkan juga tanpa menolak).

Maka sesungguhnya ia membuat suatu pulau bagi dirinya sendiri, suatu perlindungan bagi dirinya sendiri, tiada mencari perlindungan lain, memiliki Dhamma sebagai pulau dan perlindungannya, tiada mencari perlindungan yang lain.

Para bhikkhu yang berpegang teguh pada pulau bagi diri mereka sendiri, perlindungan bagi diri mereka sendiri, tiada mencari lain perlindungan di luar karena telah memiliki Dhamma sebagai pulau dan perlindungan bagi mereka, tiada mencari perlindungan lain,
Mereka akan mencapai kesempurnaan dan kesucian, apabila mereka mempunyai keinginan untuk menempuhnya.

<DN 16. MAHA-PARINIBBANA SUTTA: Hari-hari Terakhir Sang Buddha>

6
BUKAN MILIK KALIAN

Quote
...
"Dengan demikian, para bhikkhu, apa pun yang bukan milik kalian, lepaskanlah;
Melepaskannya, akan menimbulkan kesejahteraan dan kebahagiaan jangka panjang bagi kalian. APAKAH yang bukan milik kalian?

JASMANI bukan milik kalian, lepaskanlah;
Melepaskannya, akan menimbulkan kesejahteraan dan kebahagiaan jangka panjang bagi kalian.

PERASAAN bukan milik kalian, lepaskanlah;
Melepaskannya, akan menimbulkan kesejahteraan dan kebahagiaan jangka panjang bagi kalian.

PERSEPSI bukan milik kalian, lepaskanlah;
Melepaskannya, akan menimbulkan kesejahteraan dan kebahagiaan jangka panjang bagi kalian.

BENTUK-BENTUK PIKIRAN bukan milik kalian, lepaskanlah;
Melepaskannya, akan menimbulkan kesejahteraan dan kebahagiaan jangka panjang bagi kalian.

KESADARAN bukan milik kalian, lepaskanlah;
Melepaskannya, akan menimbulkan kesejahteraan dan kebahagiaan jangka panjang bagi kalian.

"Para bhikkhu, bagaimana menurut kalian?
Jika orang-orang mengambil rerumputan, ranting-ranting, dahan-dahan, dan dedaunan dalam Hutan Jeta ini, atau membakarnya, atau melakukan apa yang mereka sukai terhadapnya, akankah kalian berpikir: 'Orang-orang mengambil kami atau membakar kami atau melakukan apa yang mereka sukai terhadap kami'?"
"Tidak, bhante."

"Mengapa begitu?"
"Oleh karena itu bukan diri kami maupun milik kami."

"Begitu pula, para bhikkhu, apa pun yang bukan milik kalian, lepaskanlah; Melepaskannya, itu akan menimbulkan kesejahteraan dan kebahagiaan jangka panjang bagi kalian.

JASMANI bukan milik kalian ...
PERASAAN bukan milik kalian ...
PERSEPSI bukan milik kalian ...
BENTUK-BENTUK PIKIRAN bukan milik kalian ...
KESADARAN bukan milik kalian,

LEPASKANLAH; Melepaskannya akan menimbulkan kesejahteraan dan kebahagiaan jangka panjang bagi kalian.

<MN 22. ALAGADDUPAMA SUTTA>

7
KARENA bukan diri/personal (ANATTA) & kosong dari suatu diri/ personal (SUÑÑATA),
Mereka timbul, ada, berubah, berproses, dan lenyap; berperilaku sesuai kondisi-kondisi penunjangnya dan mengikuti hukum alaminya,
DENGAN atau TANPA SEPENGETAHUAN kita,
SEJALAN atau TIDAK SEJALAN dengan keinginan/kehendak...

Begitulah adanya unsur-unsur batin dan jasmani ini dengan segala sifat-sifat tipikalnya.
LET GO OF THEM AS THEY REALLY ARE...
What do we expect?

********************

BENTUKAN/MATRIX BATIN (Sankhara/Mental Fabrications):

SEANDAINYA bentukan batiniah (sankhara) ini adalah suatu diri/personal, ia tidak memerlukan suatu kondisi penunjang, syarat, proses tipikal, atau mekanisme untuk bersih dari segala kekotoran. TETAPI karena sankhara BUKAN DIRI/PERSONAL, ia membutuhkan kondisi-kondisi penunjang untuk terbebas dari LOBHA, DOSA, & MOHA, yakni faktor-faktor dalam Jalan Tengah, Jalan Mulia Beruas 8.

Dan SEANDAINYA sankhara ini suatu diri, setelah kematian ia akan sejalan dengan kehendak kita untuk membentuk di alam kelahiran manapun yang kita inginkan. TAPI KARENA sankhara BUKAN DIRI/PERSONAL, ia memerlukan, dipengaruhi, atau tergantung kondisi-kondisi tertentu dalam membentuk di alam-alam kelahiran yang sesuai.

Juga SEANDAINYA bentukan KEHENDAK (salah satu bentuk sankhara) adalah suatu diri, kita dapat benar-benar bebas mengatur atau menguncinya tanpa terkondisi oleh perasaan dan persepsi (pencerapan; pengertian; pemahaman). Kehendak BUKANLAH DIRI, ia semata adalah bentukan batin yang timbul atau muncul akibat terkondisi, dipengaruhi, atau sangat tergantung oleh kontak, perasaan, & persepsi; bukan tidak terkondisi. Menarik bahwa Jalan Mulia Beruas 8 diawali dengan Pandangan Benar (persepsi yang benar).

NOTE:

~ INTENTION is Not-Self, Empty, Impersonal ~

KEHENDAK adalah Bukan-diri, Kosong, Bukan Suatu Personal
[Bentukan kehendak termasuk dalam kelompok SANKHARA KHANDHA, Mental Formations]

"Bentukan kehendak HANYA dapat timbul bila:
1. komponen-komponen pengkondisinya berkumpul DAN
2. komponen-komponen tersebut berada dalam kondisi yang sesuai atau memenuhi syarat."

Tanpa terlibat, sekedar menyadari & "mencatat dalam batin" aktivitas-2 pikiran atau perasaan yang timbul baik DI SAAT fokus terhadap satu objek meditasi maupun terhadap suatu pekerjaan akan menuntun pada pemahaman bahwa fenomena-fenomena batin apapun seperti kesadaran, dan bentuk-bentuk batin seperti kontak, perasaan, persepsi, bahkan kehendak, adalah BUKAN suatu diri, BEGITU terkondisi/bersyarat dan bukan tidak terkondisi, serta tidak kekal & tidak bisa dijadikan landasan kepuasan (dukkha).

Perasaan dan persepsi dikatakan sebagai pengkondisi atau penggerak pikiran, CITTA SANKHARA (Mind Conditioner/ Mind Generator).

Termasuk kehendak (intention/cetana) adalah terkondisi, bukan tak terkondisi.

Mengingat pikiran adalah pelopor, demikianlah betapa bermanfaatnya untuk memiliki persepsi yang benar terhadap segala sesuatu, Pengertian/Pandangan Benar (Samma Ditthi; Sampajanna; Panna) serta sangat bermanfaat memahami sifat perasaan, memaklumi, dan tak terlalu melekat atau terpengaruh padanya.

KONTAK/Kesan indera [phassa] adalah bertemunya 3 hal yakni indera, objek indera yang bersangkutan, & kesadaran [viññana; consciousness].

Ada 6 landasan indera, yakni:
1. mata
2. telinga
3. hidung
4. lidah
5. tubuh [indera peraba]
6. indera pikiran [mano]

Setelah kontak timbul, maka bentuk-bentuk batin lain akan bermunculan mengikuti, seperti perasaan, persepsi, kehendak, dll.

Jadi, bentukan kehendak HANYA dapat timbul bila:
1. komponen-komponen pengkondisinya berkumpul DAN
2. komponen-komponen tersebut berada dalam kondisi yang sesuai atau memenuhi syarat.

"The doer" is not-self.
__________

KESADARAN (Viññana/Consciousness):

SEANDAINYA kesadaran (viññana) adalah suatu diri maka kita bebas mengaturnya agar tak dapat bebas sekehendak hati mengaturnya agar selalu terjaga, menerima rangsangan objek di 6 gerbang indera, siang maupun malam; tak terpengaruh obat-obatan, makanan, atau minuman, tidak terpengaruh kondisi jasmani, atau bebas mengaturnya hadir pada gerbang indera tertentu saja dalam waktu yang tak terbatas sekehendak kita. TAPI KARENA kesadaran BUKAN DIRI/PERSONAL, ia memiliki sifat tipikal, kondisi-kondisi penunjangnya sendiri, dan bekerja atau berproses sesuai hukum alaminya.

8
Sebelum kemunculan Buddha atau sebelum mendengar Dhamma, kita cenderung menganggap bahwa dalam suatu makhluk ada satu komponen utama yang bersifat personifikasi, atau suatu unsur utama, atau inti diri berupa jiwa, suatu ruh, suatu atta. PERSIS perumpamaan yg diberikan Sang Buddha mengenai seorang raja yang terpesona oleh suara kecapi lalu menganggap suara tersebut adalah salah satu unsur, atau komponen inti, dari kecapi.

Quote
SN 35.205. VINA SUTTA:

Misalkan ada seorang raja atau menteri kerajaan yang belum pernah mendengar suara musik kecapi. Kemudian pada suatu hari ia mendengarkannya dan berkata,"Orang baik beritahukanlah kepadaku, suara apakah itu, yang begitu mempesona, begitu menyenangkan, begitu memabukkan, begitu menggairahkan, dengan kekuatan yang begitu mengikat?"

Lalu mereka berkata kepadanya,"Paduka, itu adalah suara musik kecapi."

Maka ia berkata,"Pergilah, bawakan aku kecapi itu!"

Lalu mereka membawakan kecapi itu kepadanya tetapi ia berkata,"Cukup sudah dengan kecapi ini. Bawakan saja aku musiknya!"

Mereka lalu berujar,"Paduka, kecapi ini terdiri dari berbagai dan banyak bagian: perut, kulit, tangkai, kerangka, senar, kuda-kuda, dan upaya pemain. Dan kecapi itu bersuara karena mereka. Kecapi itu bersuara karena banyak bagian".

Lalu raja tersebut memecahkan kecapi itu menjadi ratusan bagian, memecah dan memecahnya lagi, membakarnya, menaruh abunya dalam sebuah timbunan, dan menampinya dalam sebuah tong atau mencucinya dengan air agar dapat menemukan suara musiknya.

Setelah melakukan hal ini, ia berkata, "Kecapi merupakan benda yang sungguh jelek; apapun gerangan sebuah kecapi itu, dunia telah terbawa sesat oleh benda itu".

Demikian pula, pada seseorang yang menyelidiki badan JASMANI sejauh apapun badan jasmani mengada dan berubah, menyelidiki PERASAAN..., menyelidiki PERSEPSI (pencerapan)..., menyelidiki BENTUK-BENTUK BATIN/PIKIRAN..., menyelidiki KESADARAN sejauh apapun kesadaran mengada dan berubah, tidak akan ditemukan atau timbul gagasan atau pandangan mengenai "Diriku, Milikku, Aku".

<SN 35.205. Vina Sutta, Samyutta Nikaya>
********************

Di Vajira Sutta, Bhikkhuni Vajira, seorang Arahat, saat menegur dan memberi penjelasan pada Mara yg berusaha menggodanya, mengatakan bahwa yg kita sebut "diri" ini adalah semata kumpulan dari sankhara/bentukan ("fabrications") seumpama "kereta" hanya ada karena komponen-komponennya berkumpul, berpadu atau terintegrasi. Anattalakkhana, Culasaccaka, Mahapuññama Sutta dll, menjelaskan bhw masing-masing dari pancakhandha bukanlah atta/diri/aku/personifikasi.


Quote
Kutipan SN 5.10 VAJIRA SUTTA:

Mara, dengan tujuan mengganggu dan menteror, mendekat dan bertanya:

"Oleh siapa makhluk itu diciptakan?
Dimana Sang Pencipta berada?
Di mana makhluk diciptakan?
Di mana lenyapnya makhluk?"

Bhikkhuni Vajira, seorang Arahat, menjawab:

"Makhluk, kau bilang? Itukah pemikiranmu?
Yang ada di sini, hanyalah kumpulan/tumpukan bentukan-bentukan (sankhara) semata. Tidak bisa ditemukan makhluk di tumpukan ini."

Lanjut Sang Bhikkhuni:

"Seperti halnya bila komponen-komponennya lengkap berkumpul, ada istilah 'kereta'; begitupula halnya bila khandha-khandha hadir berkumpul, maka sebagai perjanjian umum ada istilah 'makhluk'."

"Hanya penderitaan yang mengada menjelma tercipta;
Penderitaanlah yang tercipta dan lenyap;
Tiada apapun melainkan penderitaan yang tercipta.
Tiada apapun melainkan penderitaan yang lenyap."

Menyadari Sang Bhikkuni mengenalinya, Mara kecewa dan segera menghilang.

<SN 5.10 Vajira Sutta>

9
Khotbah yang KEDUA dari Sang Buddha setelah khotbah pertamanya, Dhammacakkappavattana Sutta:

Quote
SN 22.59. ANATTA-LAKKHANA SUTTA: Khotbah tentang Karakteristik Bukan-Diri

Demikian yang telah kudengar. Pada suatu waktu Yang Terberkahi sedang tinggal di Varanasi di dalam tempat peristirahatan perburuan di Isipatana. Beliau berbicara pada kelompok lima orang bhikkhu:
"Jasmani, para bhikkhu, adalah bukan diri. JIKA JASMANI ADALAH DIRI, JASMANI INI TIDAK AKAN MENYEBABKAN KEKECEWAAN. Akan mungkin [untuk mengatakan] sehubungan dengan jasmani,'Semoga jasmani ini menjadi demikian. Semoga jasmani ini tidak menjadi demikian.'
TETAPI KARENA JASMANI BUKAN DIRI, MAKA JASMANI MENYEBABKAN KEKECEWAAN. Dan tidaklah mungkin [untuk mengatakan] sehubungan dengan jasmani, 'Semoga jasmani ini menjadi demikian. Semoga jasmani ini tidak menjadi demikian'

"Perasaan (sensasi) bukanlah diri...
"Persepsi bukanlah diri...
"Bentukan [batin] bukanlah diri...

"Kesadaran bukanlah diri. JIKA KESADARAN ADALAH DIRI, KESADARAN INI TIDAK AKAN MENYEBABKAN KEKECEWAAN. Adalah mungkin [untuk mengatakan] sehubungan dengan kesadaran, 'Semoga kesadaranku menjadi demikian. Semoga kesadaranku tidak menjadi demikian.'
TETAPI KARENA KESADARAN BUKAN DIRI, KESADARAN MENYEBABKAN KEKECEWAAN. Dan tidaklah mungkin [untuk mengatakan] sehubungan dengan kesadaran, 'Semoga kesadaranku menjadi demikian. Semoga kesadaranku tidak menjadi demikian'

"Bagaimana menurutmu, para bhikkhu — Apakah jasmani kekal atau tidak kekal?"
"Tidak kekal, Bhante."

"Dan apakah hal yang tidak kekal itu memberikan kenyamanan (memuaskan) atau penderitaan (tidak memuaskan)?"
"Penderitaan (tidak memuaskan), Bhante."

"Dan apakah tepat sesuatu yang tidak kekal, menyebabkan penderitaan, tunduk pada hukum perubahan sebagai: 'Ini milikku. Ini adalah diriku. Ini adalah aku'?"
Tidak, Bhante."

"Apakah perasaan..., persepsi..., bentukan..., kesadaran kekal atau tidak kekal?"
"Tidak kekal, Bhante."

"Bagaimana menurutmu, para bhikkhu — Apakah kesadaran kekal atau tidak kekal?"
"Tidak kekal, Bhante."

"Dan apakah hal yang tidak kekal itu memberikan kenyamanan (memuaskan) atau penderitaan (tidak memuaskan) ?"
"Penderitaan (tidak memuaskan), Bhante."

"Dan apakah tepat sesuatu yang tidak kekal, menyebabkan penderitaan, tunduk pada hukum perubahan sebagai: 'Ini milikku. Ini adalah diriku. Ini adalah aku'?"
"Tidak, Bhante."

"Karena itu, para bhikkhu, apapun jasmani di masa lampau, masa depan, atau masa sekarang; di dalam atau di luar; kasar atau halus; rendah atau luhur; jauh atau dekat; apapun jasmani dilihat sebagai apa adanya dengan pemahaman benar sebagai: 'Ini bukan milikku. Ini bukan diriku. Ini bukan aku.'

"Perasaan (sensasi) apapun...Persepsi apapun... Bentukan [batin] apapun... Kesadaran apapun di masa lampau, masa depan, atau masa sekarang; di dalam atau di luar; kasar atau halus; rendah atau luhur; jauh atau dekat: apapun kesadaran dilihat sebagai apa adanya dengan pemahaman benar sebagai: 'Ini bukan milikku. Ini bukan diriku. Ini bukan aku.'

"Melihat demikian, siswa Ariya, yang telah memahaminya dengan baik, menjadi:
TAK TERPESONA pada jasmani,
TAK TERPESONA pada perasaan,
TAK TERPESONA pada persepsi,
TAK TERPESONA pada bentukan [batin],
TAK TERPESONA pada kesadaran.
SETELAH TAK TERPESONA [nibbida] dia menjadi TIDAK TERTARIK [viraga, padamnya nafsu].
SETELAH tidak tertarik, dia TERBEBAS SEPENUHNYA [vimutti].

Dengan terbebas penuh, disana ada pengetahuan [asavakkhayañana], 'Terbebas sepenuhnya.' Dia mengetahui bahwa 'Kelahiran telah berakhir, kehidupan suci telah terpenuhi, tugas telah selesai. Tidak ada lagi lebih jauh untuk dunia ini' (lingkaran samsara terpatahkan)."

Demikian yang dikatakan Sang Bhagava. Berterimakasih, kelompok lima bhikkhu tersebut gembira atas kata-kata Beliau. Sewaktu penjelasan ini sedang diberikan, batin kelompok lima bhikkhu, melalui ketidakmelekatan, terbebas sepenuhnya dari kekotoran batin.

10
Quote
AN 3.134. DHAMMANIYĀMA SUTTA:

Demikianlah telah kudengar:Pada suatu ketika Sang Bhagavā bersemayam di dekat Savatthi di hutan Jeta milik Anathapindika.

Sang Buddha berkata kepada para Bhikkhu:“O, para bhikkhu.”
“Ya, Bhante,” jawab para Bhikkhu.Selanjutnya Sang Bhagavā berkata:

“O, para bhikkhu, apakah para Tathāgata muncul di dunia atau tidak,
terdapat hukum yang tetap dari segala sesuatu [dhamma],
terdapat hukum yang pasti dari segala sesuatu, bahwa:
SEGALA YANG TERBENTUK adalah TIDAK KEKAL.”
[sabbe saṅkhārā aniccā"ti]

Tathāgata mengetahui dan mengerti sepenuhnya hal itu,
Setelah sepenuhnya mengetahui dan mengerti,
Ia Memaklumkannya, Menunjukkannya,Menegaskan, Menandaskan,Menjelaskan, Menguraikan, dan Membentangkan bahwa:
SEGALA YANG TERBENTUK adalah TIDAK KEKAL.”
[sabbe saṅkhārā aniccā"ti]

“O, para bhikkhu, apakah para Tathāgata muncul di dunia atau tidak,
terdapat hukum yang tetap dari segala sesuatu [dhamma],
terdapat hukum yang pasti dari segala sesuatu, bahwa:
SEGALA YANG TERBENTUK adalah TIDAK MEMUASKAN.”
[sabbe saṅkhārā dukkhā"ti]

Tathāgata mengetahui dan mengerti sepenuhnya hal itu,
Setelah sepenuhnya mengetahui dan mengerti,
Ia Memaklumkannya, Menunjukkannya,Menegaskan, Menandaskan,Menjelaskan, Menguraikan, dan Membentangkan bahwa:
SEGALA YANG TERBENTUK adalah TIDAK MEMUASKAN.”
[sabbe saṅkhārā dukkhā"ti]

“O, para bhikkhu, apakah para Tathāgata muncul di dunia atau tidak,
terdapat hukum yang tetap dari segala sesuatu [dhamma],
terdapat hukum yang pasti dari segala sesuatu, bahwa:
SEGALA SESUATU (yang terbentuk maupun yang tidak terbentuk) adalah BUKAN DIRI/BUKAN PERSONAL.”
[sabbe dhammā anattā"ti]

Tathāgata mengetahui dan mengerti sepenuhnya hal itu,
Setelah sepenuhnya mengetahui dan mengerti,
Ia Memaklumkannya, Menunjukkannya,Menegaskan, Menandaskan,Menjelaskan, Menguraikan, dan Membentangkan bahwa:
SEGALA SESUATU (yang terbentuk maupun yang tidak terbentuk) adalah BUKAN DIRI/BUKAN PERSONAL.”
[sabbe dhammā anattā"ti]

<AN 3.134. DHAMMANIYĀMA SUTTA>

11
YA BEGINILAH
By: Ajahn Chah

Di mana Dhamma? Segenap Dhamma sedang duduk di sini bersama kita. Apa pun yang anda alami adalah benar, seperti apa adanya. Ketika anda menjadi tua, jangan pikir bahwa itu adalah sesuatu yang salah. Ketika punggung anda sakit, jangan pikir itu semacam kekeliruan. Jika anda menderita, jangan pikir itu salah. Jika anda bahagia, jangan pikir itu salah.

Semuanya ini adalah Dhamma. Penderitaan hanyalah penderitaan. Kebahagiaan hanyalah kebahagiaan. Panas hanyalah panas. Dingin hanyalah dingin. Dhamma bukanlah ”Aku bahagia, aku menderita, aku baik, aku buruk,aku mendapat sesuatu, aku kehilangan sesuatu.” Apakah ada yang bisa dihilangkan seseorang? Tidak ada sama sekali. Mendapatkan sesuatu adalah Dhamma. Kehilangan sesuatu adalah Dhamma. Bahagia dan nyaman adalah Dhamma. Sakit adalah Dhamma. Dhamma berarti tidak melekat pada kondisi-kondisi ini, namun mengenali mereka apa adanya. Jika anda memiliki kebahagiaan, Anda sadari, ”Oh! Kebahagiaan tidaklah tetap.” Jika Anda menderita, Anda sadari, ”Oh! Duka tidaklah tetap.” ”Oh, ini benar-benar baik!”—tidak tetap. ”Itu benar-benar buruk!”—tidak tetap. Mereka punya keterbatasan, jadi jangan berpegang begitu erat pada mereka.

Buddha mengajarkan mengenai ketidaktetapan. Beginilah segala sesuatu sebagaimana adanya—mereka tidak mengikuti kehendak siapapun. Itulah kebenaran mulia. Ketidaktetapan menguasai dunia, dan itu adalah sesuatu yang tetap. Inilah titik tempat kita terkelabui, jadi inilah tempat di mana seharusnya Anda lihat. Apapun yang terjadi, kenalilah itu sebagai benar. Segala sesuatu benar dalam sifat alaminya sendiri, yaitu pergerakan tiada henti dan perubahan. Tubuh kita demikian. Semua fenomena badan dan batin pun demikian. Kita tidak bisa menghentikan mereka; mereka tidak bisa dibuat diam. Tidak diam berarti sifat mereka adalah tidak tetap. Jika kita tidak bergulat dengan kenyataan ini, maka di mana pun kita berada, kita akan bahagia. Di mana pun kita duduk, kita bahagia. Di mana pun kita tidur, kita bahagia. Bahkan ketika kita menjadi tua, kita tidak akan terlalu menggubrisnya. Anda berdiri dan punggung Anda sakit, lalu Anda pikir, ”Ya, ini kira-kira benar seperti ini.” Itu benar, jadi jangan melawannya. Ketika rasa sakit itu berhenti, Anda mungkin berpikir, ”Ah! Lebih baik!” Tapi itu bukannya lebih baik. Anda masih hidup, jadi punggung Anda akan sakit lagi. Inilah jalan sebagaimana adanya, sehingga Anda harus terus mengarahkan batin pada perenungan ini, dan jangan membiarkan batin berpaling dari praktik. Tetaplah gigih di dalamnya, dan jangan memercayai segala sesuatu terlalu banyak; alih-alih percayailah Dhamma, bahwa kehidupan itu ya seperti ini. Jangan memercayai kebahagiaan. Jangan memercayai duka. Jangan terpaku mengejar apa pun.

Dengan landasan seperti ini, maka apa pun yang terjadi, janganlah dipikirkan—itu bukanlah sesuatu yang tetap, itu bukanlah sesuatu yang pasti. Dunia adalah seperti ini. Maka di sana ada jalan bagi kita, jalan untuk menata hidup kita dan melindungi kita. Dengan penyadaran murni dan pemahaman jernih terhadap kita sendiri, dengan kebijaksanaan yang melingkupi-segalanya, itulah jalan dalam keselarasan. Tak ada yang bisa mengelabui kita, karena kita telah memasuki jalan. Tetaplah melihat ke sini, kita bertemu dengan Dhamma sepanjang masa.

Sumber: Inipun Akan Berlalu - Ajahn Chah, Ehipassiko Foundation

12
KETIDAKTAHUAN ADALAH PENYEBAB PENDERITAAN
Oleh: Bhikkhu Atthadhiro (26 September 2010)

Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammāsambuddhassa 3x

...Jadilah pelita bagi dirimu sendiri. Jadilah pelindung bagi dirimu sendiri.
Jangan menyandarkan dirimu pada orang lain. Pegang teguh Dhamma
sebagai pelita. Pegang teguh Dhamma sebagai pelindungmu.
(Mahāparinibbāna Sutta)

Penderitaan merupakan hal yang sering dijumpai dalam kehidupan kita. Banyak orang yang sering mengeluh, mungkin juga bosan akan hal ini, mengingat bahwa setiap orang selalu ingin mendapatkan sebanyak mungkin kebahagiaan dan berkeinginan untuk sedikit mungkin akan penderitaan. Tetapi apa yang terjadi ternyata kebahagiaan yang diharapkan, justru penderitaan yang datang. Supaya kita tidak semakin menderita, maka Sang Buddha mengajarkan Dhamma kepada kita, sehingga kegelapan di dalam batin kita semakin berkurang.

Banyak orang yang hidup di dunia ini yang masih belum mengetahui akan sifat atau corak dari kehidupan. Ketika seseorang belum memahami atau mengetahui sifat dari kehidupan, maka yang terjadi adalah penderitaan. Apakah sifat atau corak dari kehidupan yang perlu kita ketahui?

Sang Buddha sabdakan bahwa:

Sabbe saṅkhārā aniccā,
Sabbe saṅkhārā dukkhā,
Sabbe dhammā anattā.



SABBE SAṅKHĀRĀ ANICCĀ
Inilah corak dari kehidupan yang pertama yang perlu kita ketahui, bahwa segala bentukan adalah tidak kekal adanya. Pada umumnya, orang masih menganggap apa yang dimilikinya sebagai sesuatu yang kekal adanya. Mereka akan menolak akan kebenaran ini, karena mereka takut kehilangan apa yang mereka cintai dan karena mereka tidak mau berpisah dengan apa yang mereka cintai, sehingga mereka tidak mempedulikan kebenaran ini. Akibatnya, ketika seseorang tidak mengetahui akan kebenaran ini, maka yang muncul adalah derita, ratap tangis, sedih, dan lain-lain. Seperti orang yang panik, akan bertanya-tanya; “Mengapa ini bisa begini? Mengapa ini bisa terjadi?”

Kalau kita amati di sekitar kita atau diri kita sendiri, baik menggunakan penginderaan maupun pemikiran, kita akan menyimpulkan bahwa segala bentukan memang tidak ada yang tetap dan akan terus berubah. Setelah muncul akan mengalami kelenyapan. Tidak hanya fisik kita, tetapi apa saja yang merupakan kumpulan dari bentukan akan mengalami perubahan atau ketidakkekalan. Kebenaran ini bukan membuat manusia menjadi pesimis, tetapi kebenaran ini mengajarkan manusia untuk melihat realitas yang sesungguhnya, karena kebenaran ini pasti akan terjadi dalam hidup manusia.

Karena ini kebenaran yang ada dalam hidup ini, maka kita sekarang seyogyanya berlatih untuk mengamati, mencermati akan kebenaran ini. Agar sewaktu apa yang kita miliki berpisah, apa yang kita cintai berpisah atau meninggalkan kita, kita tidak lagi menderita, andai kata menderita tidak larut terlalu lama.


SABBE SAṅKHĀRĀ DUKKHĀ

Inilah corak dari kehidupan kita yang kedua yang perlu kita ketahui. Bahwa segala bentukan yang merupakan perpaduan adalah dukkha. Pengertian dukkha sangatlah kompleks, tidak hanya pada derita, tetapi dukkha juga memiliki makna sukar bertahan, keberadaan yang menekan, menghimpit. Kebanyakan orang sesungguhnya sudah mengenalnya, tetapi hanya bersifat pemahaman biasa. Mereka pada umumnya masih menganggap kehidupan ini sebagai sukha. Ketika seseorang belum memahami corak kehidupan ini, maka yang muncul adalah derita, kecewa, sedih, ratap tangis, dan lain-lain.

Kebenaran ini sesungguhnya adalah realita yang sering muncul dalam hidup kita. Coba kita renungkan kembali, ‘Banyak mana antara bahagia dan derita?’ Tentu lebih banyak derita. Tetapi yang namanya manusia berkeinginan terbalik, inginnya banyak bahagia, sedikit derita. Apa yang terjadi, sudah menderita jadi bertambah menderita, itulah yang akan dialami. Manusia memang ingin selalu bahagia, bahagia muncul tidak harus dengan merubah derita, tetapi bahagia akan muncul tatkala seseorang bisa memahami akan derita. Dengan memahami akan kebenaran ini, derita yang kita alami akan semakin berkurang.


SABBE DHAMMĀ ANATTĀ
Inilah corak dari kehidupan kita yang ketiga yang perlu kita ketahui, bahwa segala bentukan maupun bukan bentukan adalah bukan diri. Mengapa dikatakan bukan diri? Sebab keberadaannya tidak bisa kita atur, ia tidak bisa mengikuti kehendak kita. Sebagai contoh: kulitku jangan keriput ia tetap saja keriput, rambutku jangan menjadi putih ia tetap putih. Apakah sesuatu yang tidak bisa kita atur, tidak bisa kita perintah bisa kita sebut sebagai diriku, aku atau milikku.

Banyak sekali orang masih beranggapan diri sebagai aku, atau milikku, maka ketika apa yang disebut aku atau milikku berubah yang timbul adalah derita. Sang Buddha menjelaskan kebenaran ini dengan jelas dalam Anattalakkhana Sutta.

Dengan melepas persepsi tentang keakuan akan bebas dari kemelekatan, bebas dari derita, bebas dari kesedihan. Sebagai contoh: ketika ada keluarga kita sendiri sakit, kenapa kita sedih, tetapi kalau ada tetangga yang sakit kita tidak sedih. Ini disebabkan karena masih adanya kemelekatan terhadap keakuan bahwa itu adalah keluargaku. Kata ”ku” inilah yang menjadikan ia menderita.
Jadi dengan memahami akan corak yang ketiga ini, kita akan bebas dari penderitaan.

Dengan memahami ketiga hal itu, maka kita akan tahu corak atau sifat kehidupan ini dengan sebagaimana adanya, sehingga kita akan bisa menyikapi permasalahan atau fenomena hidup dengan bijak.


www.dhammacakka.org/index.php?option=com_content&view=article&id=478%3Abd-ketidaktahuan-penyebab-penderitaan&catid=95%3A2010-september&Itemid=126

13
AN 3.134. DHAMMANIYĀMA  SUTTA

Demikianlah telah kudengar:Pada suatu ketika Sang Bhagavā bersemayam di dekat Savatthi di hutan Jeta milik Anathapindika.

Sang Buddha berkata kepada para Bhikkhu:“O, para bhikkhu.”
“Ya, Bhante,” jawab para Bhikkhu.Selanjutnya Sang Bhagavā berkata:


“O, para bhikkhu, apakah para Tathāgata muncul di dunia atau tidak,
terdapat hukum yang tetap dari segala sesuatu [dhamma],
terdapat hukum yang pasti dari segala sesuatu, bahwa:
SEGALA YANG TERBENTUK adalah TIDAK KEKAL.”
[sabbe saṅkhārā aniccā"ti]

Tathāgata mengetahui dan mengerti sepenuhnya hal itu,
Setelah sepenuhnya mengetahui dan mengerti,
Ia Memaklumkannya, Menunjukkannya,Menegaskan, Menandaskan,Menjelaskan, Menguraikan, dan Membentangkan bahwa:
SEGALA YANG TERBENTUK adalah TIDAK KEKAL.”
[sabbe saṅkhārā aniccā"ti]



“O, para bhikkhu, apakah para Tathāgata muncul di dunia atau tidak,
terdapat hukum yang tetap dari segala sesuatu [dhamma],
terdapat hukum yang pasti dari segala sesuatu, bahwa:
SEGALA YANG TERBENTUK adalah TIDAK MEMUASKAN.”
[sabbe saṅkhārā dukkhā"ti]

Tathāgata mengetahui dan mengerti sepenuhnya hal itu,
Setelah sepenuhnya mengetahui dan mengerti,
Ia Memaklumkannya, Menunjukkannya,Menegaskan, Menandaskan,Menjelaskan, Menguraikan, dan Membentangkan bahwa:
SEGALA YANG TERBENTUK adalah TIDAK MEMUASKAN.”
[sabbe saṅkhārā dukkhā"ti]



“O, para bhikkhu, apakah para Tathāgata muncul di dunia atau tidak,
terdapat hukum yang tetap dari segala sesuatu [dhamma],
terdapat hukum yang pasti dari segala sesuatu, bahwa:
SEGALA SESUATU (yang terbentuk maupun yang tidak terbentuk) adalah BUKAN DIRI/BUKAN PERSONAL.”
[sabbe dhammā anattā"ti]

Tathāgata mengetahui dan mengerti sepenuhnya hal itu,
Setelah sepenuhnya mengetahui dan mengerti,
Ia Memaklumkannya, Menunjukkannya,Menegaskan, Menandaskan,Menjelaskan, Menguraikan, dan Membentangkan bahwa:
SEGALA SESUATU (yang terbentuk maupun yang tidak terbentuk) adalah BUKAN DIRI/BUKAN PERSONAL.”
[sabbe dhammā anattā"ti]


<AN 3.134. DHAMMANIYĀMA  SUTTA>
----------------------------


Evamme sutaṃ.
Ekam samayaṃ Bhagavā sāvatthiyaṃ viharati jetavane anāthapindikassa ārāme.

Tatra kho Bhagavā bhikkhū āmantesi bhikkhavo’ti.
Bhadante’ti te bhikkhū Bhagavato paccassosuṃ.
Bhagavā etadavoca:

Uppādā vā bhikkhave tathāgatānaṃ anuppādā vā tathāgatānaṃ ṭhitāva sā dhātu dhammaṭṭhitatā dhammaniyāmatā "sabbe saṅkhārā aniccā"ti. Taṃ tathāgato abhisambujjhati abhisameti. Abhisambujjhitvā abhisametvā ācikkhati deseti paññāpeti paṭṭhapeti vivarati vibhajati uttānī karoti "sabbe saṅkhārā aniccā’ti.
 
Uppādā vā bhikkhave tathāgatānaṃ anuppādā vā tathāgatānaṃ ṭhitāva sā dhātu dhammaṭṭhitatā dhammaniyāmatā "sabbe saṅkhārā dukkhā"ti. Taṃ tathāgato abhisambujjhati abhisameti. Abhisambujjhitvā abhisametvā ācikkhati deseti paññāpeti paṭṭhapeti vivarati vibhajati uttānī karoti "sabbe saṅkhārā dukkhā’ti.
 
Uppādā vā bhikkhave tathāgatānaṃ anuppādā vā tathāgatānaṃ ṭhitāva sā dhātu dhammaṭṭhitatā dhammaniyāmatā "sabbe dhammā anattā"ti. Taṃ tathāgato abhisambujjhati abhisameti. Abhisambujjhitvā abhisametvā ācikkhati deseti paññāpeti paṭṭhapeti vivarati vibhajati uttānī karoti "sabbe dhammā anattā’ti.

<AN 3.134. DHAMMANIYĀMA  SUTTA>
Quote



14
...
 
"Tissa, seumpama ada dua orang, yang satu tidak tahu jalan,  yang lain tahu jalan. Dalam hal ini, yang tidak tahu jalan bertanya pada  orang yang tahu jalan. Ia menjawab, 'Benar, Sobat, inilah jalannya. Teruskanlah selama beberapa saat dan engkau akan tiba pada suatu persimpangan. Jangan ambil yang kiri, tapi ambillah jalan yang di  sebelah kanan. Teruskan sedikit, dan engkau akan sampai pada sebuah hutan rimba yang lebat. Lanjutkan sedikit lagi, dan engkau akan melihat sebuah rawa yang luas. Lanjutkan sedikit lebih jauh, dan engkau  akan  melihat jurang yang dalam. Tetap lanjutkan sedikit lebih jauh lagi, dan  engkau akan melihat sebidang tanah lapang yang menyenangkan.'

Aku membuat perumpamaan ini untuk menjelaskan maksudku:

Orang yang tidak tahu jalan mewakili umat awam (yang belum memasuki arus),
dan orang yang tahu jalan mewakili Sang Tathagata, Arahat, Samma Sambuddha, yang telah mencapai Penerangan Sempurna.

PERSIMPANGAN JALAN mewakili keragu-raguan.

CABANG sebelah kiri mewakili jalan yang salah,
dan CABANG sebelah kanan mewakili Jalan Mulia Beruas Delapan:
1.  Pengertian/Pandangan Benar
2.  Pikiran Benar
3.  Ucapan Benar
4.  Perbuatan Benar
5.  Mata Pencaharian Benar
6.  Daya Upaya/Ikhtiar Benar
7.  Perhatian/Kewaspadaan Benar
8.  Konsentrasi Benar

HUTAN yang lebat mewakili ketidaktahuan.

RAWA yang luas mewakili nafsu indera.

JURANG yang dalam melambangkan kejengkelan dan keputusasaan. 

SEBIDANG TANAH LAPANG yang menyenangkan mewakili Nibbana.

Bergembiralah, Tissa, Bergembiralah.
Aku di sini untuk menasihatimu, mendukungmu, dan memberimu petunjuk!"

~ KUTIPAN SN 22.84. Tissa Sutta: Dorongan Semangat dari Sang Buddha kepada Bhikkhu Tissa

********


Karena ada persimpangan, perumpamaan dari keraguan, kita jadi tak bergerak.

Karena hutan rimba ketidaktahuan, kegelapan batin, kebingungan, kita mungkin mundur menyerah terhadap Dhamma dan pelaksanaannya.

Tapi begitu titik terang mulai di dapat, hutan rimba dilalui, nafsu indera menggoda.

Begitu nafsu indera dilemahkan, rawa-rawa dilalui, muncul keinginan untuk segera mendapat hasil.

Bila tak waspada, timbul kejengkelan dan keputus-asaan (karena masih diliputi gagasan atau persepsi laten yang keliru mengenai adanya "diri") seumpama melewati jurang yang dalam. Bila pada waktu itu belum memasuki arus atau tak memiliki keyakinan pada Tiratana, pada magga (JMB 8), cenderung mengarah pada kesesatan pandangan atau nafsu pelenyapan "diri" yang halus [*VIBHAVA TANHA], karena masih diliputi gagasan atau persepsi laten yang keliru mengenai adanya "diri".

Tapi bila terus berjalan dengan keyakinan, semangat, kewaspadaan, konsentrasi, & kebijaksanaan [*PANCA BALA - 5 Kekuatan/Modal], akhirnya kita terus mematangkan kondisi-kondisi yang diperlukan, sampai akhirnya segala kekotoran batin dan kegelapan batin lenyap total.

Note:
1. VIBHAVA TANHA (craving for non-becoming) adalah nafsu keinginan terhadap KELENYAPAN suatu keberadaan [sehubungan dengan gagasan salah mengenai adanya "diri" - ditthi asmi mano]. Vibhava tanha disertai pandangan keliru bahwa pancakkhandha dianggap sebagai penyebab atau asal mula dukkha, dengan kata lain tidak melihat hukum Paticcasamuppada, hukum sebab musabab yang saling bergantungan, dimana di sana terlihat hubungan mata rantai antara Avijja, Tanha, & Dukkha.

2. PANCA BALA (5 Kekuatan):
1. Saddha (keyakinan),
2. Viriya (ketekunan, semangat)
3. Sati (perhatian, kesadaran, kewaspadaan)
4. Samadhi (konsentrasi yang tenang)
5. Pañña (kebijaksanaan)

Saddha menunjang Viriya.
Viriya menunjang Sati.
Sati menunjang Samadhi.
Samadhi menunjang Pañña.
Pañña menunjang Saddha, Saddha menunjang Viriya,
Viriya menunjang Sati.
Sati menunjang Samadhi,
dst...

15
BUKAN MILIK KALIAN

...
"Dengan demikian, para bhikkhu, apa pun yang bukan milik kalian, lepaskanlah;
Melepaskannya, akan menimbulkan kesejahteraan dan kebahagiaan jangka panjang bagi kalian. APAKAH yang bukan milik kalian?
...
JASMANI bukan milik kalian, lepaskanlah;
Melepaskannya, akan menimbulkan kesejahteraan dan kebahagiaan jangka panjang bagi kalian.

PERASAAN bukan milik kalian, lepaskanlah;
Melepaskannya, akan menimbulkan kesejahteraan dan kebahagiaan jangka panjang bagi kalian.

PENCERAPAN bukan milik kalian, lepaskanlah;
Melepaskannya, akan menimbulkan kesejahteraan dan kebahagiaan jangka panjang bagi kalian.

BENTUK-BENTUK PIKIRAN bukan milik kalian, lepaskanlah;
Melepaskannya, akan menimbulkan kesejahteraan dan kebahagiaan jangka panjang bagi kalian.

KESADARAN bukan milik kalian, lepaskanlah;
Melepaskannya, akan menimbulkan kesejahteraan dan kebahagiaan jangka panjang bagi kalian.

"Para bhikkhu, bagaimana menurut kalian?
Jika orang-orang mengambil rerumputan, ranting-ranting, dahan-dahan, dan dedaunan dalam Hutan Jeta ini, atau membakarnya, atau melakukan apa yang mereka sukai terhadapnya, akankah kalian berpikir: 'Orang-orang mengambil kami atau membakar kami atau melakukan apa yang mereka sukai terhadap kami'?"

"Tidak, bhante."

"Mengapa begitu?"
"Oleh karena itu bukan diri kami maupun milik kami."

"Begitu pula, para bhikkhu, apa pun yang bukan milik kalian, lepaskanlah; Melepaskannya, itu akan menimbulkan kesejahteraan dan kebahagiaan jangka panjang bagi kalian.

JASMANI bukan milik kalian ...
PERASAAN bukan milik kalian ...
PENCERAPAN bukan milik kalian ...
BENTUK-BENTUK PIKIRAN bukan milik kalian ...
KESADARAN bukan milik kalian,

LEPASKANLAH; Melepaskannya akan menimbulkan kesejahteraan dan kebahagiaan jangka panjang bagi kalian.

...

<MN 22. ALAGADDUPAMA SUTTA>

Pages: [1] 2 3 4 5 6 7 8
anything