//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: sila ke enam  (Read 10162 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Kelana

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.225
  • Reputasi: 142
Re: sila ke enam
« Reply #15 on: 04 September 2014, 06:45:54 PM »
mgkn krn tradisi ye? tp dimana2 budhis ngakunya ga ikut tradisi...

Oleh karena itu, warga suku Kalama, janganlah percaya begitu saja berita yang disampaikan kepadamu, atau oleh karena sesuatu yang sudah merupakan tradisi, atau sesuatu yang didesas-desuskan. Janganlah percaya begitu saja apa yang tertulis di dalam kitab-kitab suci; juga apa yang dikatakan sesuai dengan logika atau kesimpulan belaka; juga apa yang katanya telah direnungkan dengan seksama; juga apa yang kelihatannya cocok dengan pandanganmu; atau karena ingin menghormat seorang pertapa yang menjadi gurumu.

binun...   ::)

Sebaiknya tidak memotong satu paragraf kalimat asli dari Kalama Sutta. Kebiasaan orang suka memotong-potong kalimat dari Kalama Sutta. Di sana sebenarnya ada terusannya:

......Tetapi, warga suku Kalama, kalau setelah diselidiki sendiri, kamu mengetahui, ‘Hal ini tidak berguna, hal ini tercela, hal ini tidak dibenarkan oleh para Bijaksana, hal ini kalau terus dilakukan akan mengakibatkan kerugian dan penderitaan, maka sudah selayaknya kamu menolak hal-hal tersebut.”

Jadi mengikuti tradisi bukannya tidak boleh sama sekali tapi harus ditelaah dulu apakah berguna, tercela, tidak dibenarkan oleh para Bijaksana, mengakibatkan kerugian dan penderitaan.

Kalama Sutta bukan mengajarkan agar menjadi antipati dengan berita, kitab, ajaran, tradisi, dll.
GKBU
 
_/\_ suvatthi hotu


- finire -

Offline Meruem

  • Teman
  • **
  • Posts: 88
  • Reputasi: -4
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: sila ke enam
« Reply #16 on: 04 September 2014, 06:53:19 PM »
Sebaiknya tidak memotong satu paragraf kalimat asli dari Kalama Sutta. Kebiasaan orang suka memotong-potong kalimat dari Kalama Sutta. Di sana sebenarnya ada terusannya:

......Tetapi, warga suku Kalama, kalau setelah diselidiki sendiri, kamu mengetahui, ‘Hal ini tidak berguna, hal ini tercela, hal ini tidak dibenarkan oleh para Bijaksana, hal ini kalau terus dilakukan akan mengakibatkan kerugian dan penderitaan, maka sudah selayaknya kamu menolak hal-hal tersebut.”

Jadi mengikuti tradisi bukannya tidak boleh sama sekali tapi harus ditelaah dulu apakah berguna, tercela, tidak dibenarkan oleh para Bijaksana, mengakibatkan kerugian dan penderitaan.

Kalama Sutta bukan mengajarkan agar menjadi antipati dengan berita, kitab, ajaran, tradisi, dll.
iya kk drtd ane tanya gunany apa makan sblm tgh hr? tercelany gmana kalo stlh tgh hr? kalo buddha bilang ga bole mkn ikan tongkol hny krn buddha dianggep bijaksana lantes diikutin aje??


Offline dhammadinna

  • Sebelumnya: Mayvise
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.627
  • Reputasi: 149
Re: sila ke enam
« Reply #17 on: 04 September 2014, 07:43:36 PM »
 [at] Meruem:

Para Bhikkhu di jaman itu, pergi mengembara mencari dana makanan. Malam hari adalah waktu yang salah karena memungkinkan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan (ada di postingan saya yang km bilang sudah km baca)

Jadi peraturan untuk tidak makan di malam hari, sudah jelas diantaranya untuk menghindari hal-hal buruk ini.

Apakah para bhikkhu di jaman itu menjalani aturan ini hanya karena sekadar menghormati guru dan tidak tau tujuannya? entahlah... saya tidak tau pikiran mereka. Tapi kalaupun mereka tidak makan malam karena itu, maka inipun tidak salah. Bahkan sudah sewajarnya seseorang yang bernaung dalam suatu kelompok, mengikuti aturan yang berlaku di dalamnya (ngerti atau tidak, suka atau tidak).
________________________

Lalu apakah peraturan ini masih relevan di jaman sekarang (kan para bhikkhu tidak perlu mengembara lagi untuk mencari dana makanan)? Menurut saya, selama suatu peraturan itu tidak merugikan, maka tidak ada alasan untuk menghilangkannya.
________________________

Bagaimana dengan umat awam yang ikut-ikutan? menurut saya, umat awam tersebutlah yang sepatutnya merenungkan. Adakah manfaat yang diperolehnya? Adakah kerugian yang diperolehnya? Apa tujuannya melakukan ini?

Sesuatu yang bagi kita tidak bermanfaat, belum tentu tidak bermanfaat juga bagi orang lain. Dan sebaliknya.
« Last Edit: 04 September 2014, 07:56:15 PM by dhammadinna »

Offline Anshi

  • Bukan Tamu
  • *
  • Posts: 41
  • Reputasi: 1
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: sila ke enam
« Reply #18 on: 04 September 2014, 11:31:01 PM »
Di zaman Buddha, tidak makan pada waktu yang salah satu paket dengan hanya makan sekali sehari.

"Para Arahat, sepanjang hidup hanya makan sekali, berhenti santap malam, menghindari makan pada waktu yang salah. Saya pun hari ini, siang dan malam ini hanya akan makan sekali (sehari), berhenti santap malam, menghindari makan pada waktu yang salah. Dengan cara demikianlah saya meneladan para Arahat, dan akan mengamalkan uposatha." (Uposatha-Sutta)

Memang tidak dijelaskan mengapa tidak makan malam. Dugaan saya :
1. Umumnya para petapa sudah mulai meditasi pada siang sampai malam hari. Keluyuran pada senja atau malam hari mempunyai konotasi buruk di zaman Buddha.
2. Bagi yang pernah ikut retret meditasi mempunyai pengalaman bahwa umumnya setiap kali habis makan akan terasa ngantuk. Oleh karena itu makan sekali sehari akan memaksimalkan hasil upaya meditasi.
3. Menurut penelitian, makan malam tidak bagus untuk kesehatan.
4. Di zaman dulu belum ada listrik, malam hari sangat gelap, cukup repot bila makan malam (mempersiapkan makanan, mencuci piring/mangkuk sehabis makan). Apalagi bagi seorang petapa yang tinggal di hutan.
5. Para petapa seyogianya hidup sederhana, termasuk dalam hal makan, cukup sekali saja sehari. Toh masih tetap bisa hidup.
6. Umat melaksanakan Atthasila untuk mempersiapkan diri mengikuti gaya hidup para petapa.

Itulah kira-kira alasan mengapa tidak makan pada waktu yang salah :-)

Offline Meruem

  • Teman
  • **
  • Posts: 88
  • Reputasi: -4
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: sila ke enam
« Reply #19 on: 05 September 2014, 08:58:37 AM »
Para Bhikkhu di jaman itu, pergi mengembara mencari dana makanan. Malam hari adalah waktu yang salah karena memungkinkan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan (ada di postingan saya yang km bilang sudah km baca)

Jadi peraturan untuk tidak makan di malam hari, sudah jelas diantaranya untuk menghindari hal-hal buruk ini.


   uda baca kk... tp itu kan buat bhkhu emng apa efekny buat umt awam??


Apakah para bhikkhu di jaman itu menjalani aturan ini hanya karena sekadar menghormati guru dan tidak tau tujuannya? entahlah... saya tidak tau pikiran mereka. Tapi kalaupun mereka tidak makan malam karena itu, maka inipun tidak salah. Bahkan sudah sewajarnya seseorang yang bernaung dalam suatu kelompok, mengikuti aturan yang berlaku di dalamnya (ngerti atau tidak, suka atau tidak).

   iye bearti sama kea monyet yg nggebugin temen yg naek tangga dunk??



Lalu apakah peraturan ini masih relevan di jaman sekarang (kan para bhikkhu tidak perlu mengembara lagi untuk mencari dana makanan)? Menurut saya, selama suatu peraturan itu tidak merugikan, maka tidak ada alasan untuk menghilangkannya.
________________________

Bagaimana dengan umat awam yang ikut-ikutan? menurut saya, umat awam tersebutlah yang sepatutnya merenungkan. Adakah manfaat yang diperolehnya? Adakah kerugian yang diperolehnya? Apa tujuannya melakukan ini?

Sesuatu yang bagi kita tidak bermanfaat, belum tentu tidak bermanfaat juga bagi orang lain. Dan sebaliknya.

    :o jdny buddha ga jelasin ni manfaatny?? smua tgantung msg2 org mrenungkan?


Offline Meruem

  • Teman
  • **
  • Posts: 88
  • Reputasi: -4
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: sila ke enam
« Reply #20 on: 05 September 2014, 09:18:13 AM »
Di zaman Buddha, tidak makan pada waktu yang salah satu paket dengan hanya makan sekali sehari.

"Para Arahat, sepanjang hidup hanya makan sekali, berhenti santap malam, menghindari makan pada waktu yang salah. Saya pun hari ini, siang dan malam ini hanya akan makan sekali (sehari), berhenti santap malam, menghindari makan pada waktu yang salah. Dengan cara demikianlah saya meneladan para Arahat, dan akan mengamalkan uposatha." (Uposatha-Sutta)


Memang tidak dijelaskan mengapa tidak makan malam. Dugaan saya :
1. Umumnya para petapa sudah mulai meditasi pada siang sampai malam hari. Keluyuran pada senja atau malam hari mempunyai konotasi buruk di zaman Buddha.

   peraturany kan ga lgsg ga mkn mlm duluny bole mkn sore ama mlm. bearti bkn konotasi buruk... makane baca postingan dhammadina tuh yg nomer 2 hehehe  ^:)^


2. Bagi yang pernah ikut retret meditasi mempunyai pengalaman bahwa umumnya setiap kali habis makan akan terasa ngantuk. Oleh karena itu makan sekali sehari akan memaksimalkan hasil upaya meditasi.

   bknny justru lbh bgs mkn mlm?? abis mkn ngantuk bobo de...  |-)


3. Menurut penelitian, makan malam tidak bagus untuk kesehatan.

   mnurut penelitian mana?? alesany apa?  ???


4. Di zaman dulu belum ada listrik, malam hari sangat gelap, cukup repot bila makan malam (mempersiapkan makanan, mencuci piring/mangkuk sehabis makan). Apalagi bagi seorang petapa yang tinggal di hutan.

   ga seprimitip itu keleus... jmn itu uda ada pelita. jem jaga pertama aje msh ada bhikhu ama umat yg dtg nyari buddha. lagian jg ada bulan bintang. blm lg klo dikunjungin dewa tuch... ktny menerangi seluruh utan...  :>-


5. Para petapa seyogianya hidup sederhana, termasuk dalam hal makan, cukup sekali saja sehari. Toh masih tetap bisa hidup.

   klo ini kea nya ane setuju  ^:)^


6. Umat melaksanakan Atthasila untuk mempersiapkan diri mengikuti gaya hidup para petapa.

Itulah kira-kira alasan mengapa tidak makan pada waktu yang salah :-)

   jd tujuany kt ikut2 aturan spy jd ptapa nantiny?? emangny tujuan buddhis jd ptapa??  :o
« Last Edit: 05 September 2014, 09:20:35 AM by Meruem »

Offline Kelana

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.225
  • Reputasi: 142
Re: sila ke enam
« Reply #21 on: 05 September 2014, 10:10:00 AM »
iya kk drtd ane tanya gunany apa makan sblm tgh hr? tercelany gmana kalo stlh tgh hr? kalo buddha bilang ga bole mkn ikan tongkol hny krn buddha dianggep bijaksana lantes diikutin aje??

Lalu mengapa Anda bertanya dan menyatakan:
“mgkn krn tradisi ye? tp dimana2 budhis ngakunya ga ikut tradisi...”
Ini berarti anda memang kurang memahami Kalama Sutta sehingga anda bingung.

Jika anda memilih untuk tidak mendengarkan tradisi, apa kata orang, maka kenapa Anda tidak langsung praktikkan dan  cari tau secara langsung apa manfaatnya?

Jika anda memilih untuk mendengarkan pendapat orang, kata Buddha dalam sutta, bukankah mungkin nanti anda akan menjadi termasuk dari salah satu yang ikut tradisi saja?

Dari sutta sudah disampaikan oleh Sdr. Dhammadinna. Singkatnya adalah untuk kenyamanan, pengendalian diri praktisi itu sendiri dan kenyamanan (tidak mengganggu) orang lain. Dalam praktik, beberapa orang menyatakan mereka lebih menjadi lebih eling. Dan tambahan dari saya yaitu mengenai sosial kemasyarakatan, yaitu masyarakat khususnya India pada waktu itu banyak yang bertani, segala aktivitas dimulai pagi hari termasuk memasak makanan, saat itulah saat yang tepat mengumpulkan makanan karena para perumah tangga bisa mempersiapkan menyisakan makanan. Hal ini mempermudah para bhikkhu untuk mendapatkan makanan.

Manfaatnya bagi umat awam? Jelas ada, namum mungkin tidak selengkap untuk para bhikkhu karena sudah beda profesi. Yang jelas ada pengendalian dan pengorbanan diri, apakah dari hasil praktik karena tahu latar belakangnya maupun tidak tahu latar belakang dari sila yang pada dasarnya sifatnya mengatur hal yang berbeda dari kebiasaan kecenderungan kita sehari-hari. 
GKBU
 
_/\_ suvatthi hotu


- finire -

Offline Meruem

  • Teman
  • **
  • Posts: 88
  • Reputasi: -4
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: sila ke enam
« Reply #22 on: 05 September 2014, 11:06:13 AM »
Lalu mengapa Anda bertanya dan menyatakan:
“mgkn krn tradisi ye? tp dimana2 budhis ngakunya ga ikut tradisi...”
Ini berarti anda memang kurang memahami Kalama Sutta sehingga anda bingung.

Jika anda memilih untuk tidak mendengarkan tradisi, apa kata orang, maka kenapa Anda tidak langsung praktikkan dan  cari tau secara langsung apa manfaatnya?

   kamsudny bkn anti trdisi tp ga ikut2 cuman krn trdisi tp ga tau gunany  ^:)^



Jika anda memilih untuk mendengarkan pendapat orang, kata Buddha dalam sutta, bukankah mungkin nanti anda akan menjadi termasuk dari salah satu yang ikut tradisi saja?

   ane denger alesannya dulu kk ga maen ikut nyemplung mkny lg tanya ni...


Dari sutta sudah disampaikan oleh Sdr. Dhammadinna. Singkatnya adalah untuk kenyamanan, pengendalian diri praktisi itu sendiri dan kenyamanan (tidak mengganggu) orang lain. Dalam praktik, beberapa orang menyatakan mereka lebih menjadi lebih eling. Dan tambahan dari saya yaitu mengenai sosial kemasyarakatan, yaitu masyarakat khususnya India pada waktu itu banyak yang bertani, segala aktivitas dimulai pagi hari termasuk memasak makanan, saat itulah saat yang tepat mengumpulkan makanan karena para perumah tangga bisa mempersiapkan menyisakan makanan. Hal ini mempermudah para bhikkhu untuk mendapatkan makanan.

   iih... kk jg ga baca postny dhammadina nomer 2...  ntar diomelin lhooo  :-SS 

 ia berkata: ‘Sisihkanlah itu dan kita akan memakannya bersama pada malam hari.’ [Hampir] semua makanan dipersiapkan pada malam hari, sedikit pada siang hari.

nga ada hubngan sm susahny dpt makan klo malem krn makan mlm itu sisa siang2 pny..



Manfaatnya bagi umat awam? Jelas ada, namum mungkin tidak selengkap untuk para bhikkhu karena sudah beda profesi. Yang jelas ada pengendalian dan pengorbanan diri, apakah dari hasil praktik karena tahu latar belakangnya maupun tidak tahu latar belakang dari sila yang pada dasarnya sifatnya mengatur hal yang berbeda dari kebiasaan kecenderungan kita sehari-hari.

   klo praktik menyiksa diri gmn kk? kan sm jg ga minum air dingin ga makan seminggu ada pengendalian dan pengorbanan diri jg. jd bedany apa? ???



Offline dhammadinna

  • Sebelumnya: Mayvise
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.627
  • Reputasi: 149
Re: sila ke enam
« Reply #23 on: 05 September 2014, 12:50:58 PM »
iye bearti sama kea monyet yg nggebugin temen yg naek tangga dunk??

untuk umat awam, praktik tidak makan setelah tengah hari bukanlah kewajiban. Jika ada yang memutuskan untuk tidak makan malam, berarti ada alasan di balik keputusannya itu.

Beda dengan monyet, yang melakukan sesuatu secara spontan karena kebiasaan.
____________________________

sedangkan untuk para bhikkhu, ketika mereka memutuskan untuk menjadi bhikkhu maka mereka wajib mematuhi aturan yang berlaku. Keputusan ini mereka ambil secara sadar, dan tau konsekuensinya.

Beda dengan monyet, yang melakukan sesuatu secara spontan karena kebiasaan.

Quote
:o jdny buddha ga jelasin ni manfaatny?? smua tgantung msg2 org mrenungkan?

bagi umat awam, saya belum baca adanya penjelasan tentang manfaat tidak makan setelah tengah hari.

Yang pernah saya baca adalah tentang "makan secukupnya", dan tidak memuaskan nafsu indria.

Offline Meruem

  • Teman
  • **
  • Posts: 88
  • Reputasi: -4
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: sila ke enam
« Reply #24 on: 05 September 2014, 04:57:31 PM »
untuk umat awam, praktik tidak makan setelah tengah hari bukanlah kewajiban. Jika ada yang memutuskan untuk tidak makan malam, berarti ada alasan di balik keputusannya itu.

Beda dengan monyet, yang melakukan sesuatu secara spontan karena kebiasaan.

   kamsudny monyet yg di gambar.. posting no 13 di atas..
jdny ga ade penjelasanny smua tgantung msg2 pertimbanganny??


sedangkan untuk para bhikkhu, ketika mereka memutuskan untuk menjadi bhikkhu maka mereka wajib mematuhi aturan yang berlaku. Keputusan ini mereka ambil secara sadar, dan tau konsekuensinya.

Beda dengan monyet, yang melakukan sesuatu secara spontan karena kebiasaan.

   yaa klo buat bhikhu ya ndak aneh uda p'aturan organisasi gitu low...

   kk ngak ngerti gbr monyet itu ye? bkn spontan krn kbiasaan tp krn 'tradisi' yg diturunkan ama monyet sblmny.



bagi umat awam, saya belum baca adanya penjelasan tentang manfaat tidak makan setelah tengah hari.

Yang pernah saya baca adalah tentang "makan secukupnya", dan tidak memuaskan nafsu indria.

    oo... :yes: klo ada baca jgn lupa jelasin y...  ^:)^

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: sila ke enam
« Reply #25 on: 05 September 2014, 05:40:36 PM »
Setelah monyet, saya juga jadi ingat kucing. Kehadiran kucing dalam meditasi tidak diketahui secara pasti alasannya, namun karena sudah menjadi kebiasaan, maka dibuatlah cocologi tentang pentingnya kehadiran kucing dalam meditasi. Kisah lengkapnya bisa dibaca di sini.

Offline Meruem

  • Teman
  • **
  • Posts: 88
  • Reputasi: -4
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: sila ke enam
« Reply #26 on: 10 September 2014, 10:54:54 AM »
Setelah monyet, saya juga jadi ingat kucing. Kehadiran kucing dalam meditasi tidak diketahui secara pasti alasannya, namun karena sudah menjadi kebiasaan, maka dibuatlah cocologi tentang pentingnya kehadiran kucing dalam meditasi. Kisah lengkapnya bisa dibaca di sini.

 :'( kacian kucingny diiket kk... nti abis medit dilepasiny pk cr fangshen ga??  :))


Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: sila ke enam
« Reply #27 on: 10 September 2014, 04:06:33 PM »
Pendapat Bhikkhu S. Dhammika tentang sila ke-6 ini:

Quote
The sixth of the eight Precepts and ten Precepts is Vikala bhojana vermani sikkhapadam samadhiami, I take the precept not to eat at the wrong time. 'Wrong time' (vikala) has long been interpreted to mean after noon or midday, although I know of no place in the suttas where this is specifically stated. The overall purpose of this rule is clear enough – to encourage moderation in eating (Sn.707) and to keep drowsiness due to a full stomach at bay. But the part about not eating after midday is less clear. The origin story in the Vinaya explaining this rule is unconvincing and obviously a later invention. According to this story, a monk was standing at someone's door late at night. As the woman of the house approached the door a sudden flash of lightening illuminated him, frightening the woman half to death, and to prevent this from happening again the Buddha instituted the rule. The only justification the Buddha gives for this rule is that it is good for the health and he does not mention what the 'wrong time' is other than to say the 'evening' or 'night' (ratti). He said, 'I do not eat in the evening and thus I am free from illness and affliction and enjoy health, strength and ease' (M.I,473). But I can see not reason why eating only in the morning should be any more or less healthy than eating only in the afternoon.

I suspect that the rule has its origins in two things. That eating before noon was already a well-established convention amongst wandering ascetics and the Buddha simply asked his monks and nuns to follow this convention. And the reason why this convention evolved in the first place was probably because, then as now, Indian peasant women cooked all the day's food early in the morning and the main meal of the day was in the morning. In other words, the most convenient time to go for alms gathering (pindapata) was in the morning. Noon was probably used as the cut-off point for not eating because it could be known exactly. Its also pretty certain also that monks and nuns only eat one meal a day because, not doing hard physical labour, they did not need that much food. So it is important to understand that noon is not some magical time, after which consuming food becomes a moral failing. It is just a convenient, and at that time a practical, way of dividing the day.

http://sdhammika.blogspot.com/2009/04/commandments-and-precepts_30.html

Sepertinya sila ini ditetapkan untuk mengikuti tradisi kebiasaan orang India kuno saat itu. Hmmm....  :-?
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline Meruem

  • Teman
  • **
  • Posts: 88
  • Reputasi: -4
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: sila ke enam
« Reply #28 on: 10 September 2014, 04:44:21 PM »
Pendapat Bhikkhu S. Dhammika tentang sila ke-6 ini:

Sepertinya sila ini ditetapkan untuk mengikuti tradisi kebiasaan orang India kuno saat itu. Hmmm....  :-?
tp kalo di sutta buddha ada umpamain bhikhu yg ga makan stlh lewat tgh hr yg mewarisi dhamma ntu...
mustiny gpp kan makan sisaan krn telat dtg?? ~X(

Offline Shasika

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.152
  • Reputasi: 101
  • Gender: Female
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: sila ke enam
« Reply #29 on: 10 September 2014, 07:07:49 PM »
tp kalo di sutta buddha ada umpamain bhikhu yg ga makan stlh lewat tgh hr yg mewarisi dhamma ntu...
mustiny gpp kan makan sisaan krn telat dtg?? ~X(
Ini nih ngeyel ato ngetest sihhh...udah deh cucu kalo ga mau ikutan kagak ada yang maksa juga kok...
Memang sang Buddha menerapkan peraturan dilarang makan diwaktu yang salah demikian untuk meningkatkan kesadaran, dikarenakan tujuan meditasi adalah meningkatkan kesadaran, efek dari jika makan malam hari akan meningkatkan kemalasan, kelambanan (thinamiddha) membuat para bhikkhu jadi kesulitan meningkatkan kosentrasinya karena mengantuk (krn perut kenyang setelah makan mengakibatkan mengantuk). Kita memerlukan tenaga untuk kegiatan di pagi hingga sore hari sehingga kita butuh asupan energi yang didapat dari makan, sedangkan malam kita sudah tidak melakukan kegiatan apa2 jadi tidak membutuhkan asupan energi dari makan lagi, dan akan membantu tubuh untuk membuang racun dalam tubuh dg mengistirahatkan pencernaan, dengan cara puasa tidak makan malam hari adalah juga salah satu cara membuang racun dalam tubuh.
I'm an ordinary human only