Bro Triyana,
saya mohon maaf jika ulasan saya terkesan tidak netral buat Anda. Saya sendiri, sebagai Mahayanis, sudah berusaha senetral mungkin dalam hal ini. Kalau menurut Anda ternyata saya timpang dalam menakar data, saya tidak bermaksud menyinggung Anda, kendati saya masih berpegang (untuk sementara ini) dengan pandangan yang masih lemah ini sampai ada pembuktian yang lebih
sahih (menggunakan istilah Anda). Adapun beberapa jawaban saya tentang sanggahan Anda akan kusampaikan di bawah ini.
= Seharusnya saudara tidak gegabah mengatakan ada ketidakkonsistenan dalam Saddharma Pundarika Sutra karena setiap Sutra yang ada sudah diteliti dan dicermati dan terbukti tepat dan benar. Disini anda menjawab bahwa sebenarnya perlu dikaji lebih jauh pada naskah-naskah terjemahan lebih awal, ketimbang hanya pada terjemahan bahasa inggrisnya, perlu saudara ketahui bahwa hal tersebut sudah dilakukan oleh para cendekiawan Buddhis.
Saya sadar sekali soal ini bro., oleh karena itu, ketika saya mengatakan perlu kajian yang lebih cermat, yang saya maksudkan adalah diskusi di dalam forum ini, bukan diskusi secara luas di seluruh dunia. Tentu saja sudah banyak sarjana Buddhis maupun non-Buddhis yang menganalisis sutra ini, namun memang karena saya sampai saat ini belum menemukannya, yang mungkin karena kekurangan pengetahuan saya dalam hal2 demikian.
Seharusnya saudara dalam menjawab pertanyaan tidak spekulatif tetapi berdasarkan fakta agar tidak menimbulkan fitnah. Hal ini juga untuk menjaga kredibilitas saudara sendiri.
Pertama, jika saya berniat memfitnah, maka seharusnya saya tidak menyebutkan asumsi-asumsi yang kubuat semata-mata spekulatif. Orang yang sedang berusaha memfitnah selalu mengatakan kata-kata adalah kebenaran dengan bertujuan agar orang percaya dengan kata-katanya mengenai sasaran yang akan dijatuhkan. Coba Anda pikiran buat apa seseorang yang sedang berniat memfitnah mengakui bahwa kata-katanya adalah spekulatif belaka
Kedua, fitnah dilakukan semata-mata untuk menjatuhkan menjatuhkan sasarannya. Anda boleh percaya atau tidak percaya, saya sama sekali tidak bermaksud menjatuhkan Sutra Teratai. Buat apa saya menjatuhkan sutra yang sebenarnya juga saya kagumi dan sanjung kesuciannya
Saya bahkan selalu kagum dengan isi dalam sutra ini yang mengatakan bahwa walaupun terdapat tiga yana pada hakikatnya hanya satu yana, yaitu Buddhayana. Terutama lagi, pesan yang terkandung di dalamnya agar tidak melemehkan kebajikan-kebajikan "kecil" demi perkembangan Dharma.
Dalam hal ini yang mengetahui motif saya yang sebenarnya hanya diri saya sendiri, walaupun saya sangat ingin Anda menjadi sama tahu dengan diri saya mengenai motif saya, tapi hal tersebut tidak mungkin karena tidak ada yang bisa menengok langsung ke dalam isi batin seseorang. Jadi apa boleh buat, kalaupun anda tetap menganggap saya sedang berusaha memfitnah, toh saya hanya bisa memberikan penjelasan apa adanya. Semuanya tergantung pada Anda apakah mau meneri atau menolak pembelaan diri saya.
= Perlu saudara ketahui bahwa terjemahan yang digunakan berasal dari kanon Tiongkok (Taisho Tripitaka 0262) yang telah diakui tepat dan benar.
Ini kabar gembira. Akan lebih positif lagi jika Anda juga menyertakan refrensinya, agar saya juga bisa menikmati kegembiraan yang sama
Seperti yang telah saya jelaskan diawal bahwa dimungkinkan ada 2 terjemahan dalam satu Sutra yang sama dikarenakan perbedaan kanon.
Anda sudah jelaskan soal ini. Namun, saya belum menemukan dengan pasti apakah terjemahan N. Kern dan BTTS yang Anda kutip berasal dari sumber yang sama atau tidak. Misalnya, jika sumber terjemahan keduanya berasal dari sumber yang sama, Sutra Teratai terjemahan Kumarajiva ke dalam bahasa Mandarin, maka sungguh aneh jika sumber terjemahannya sama namun isinya berbeda. Seandainya jika demikian, mungkin salah satunya dari terjemahan tersebut kurang akurat atau dua-duanya memang hanya akurat pada sebagian. Dalam hal ini
saya tidak mempermasalahkan terjemahan Kumarajiva, namun terjemahan bahasa Inggris dari terjemahan Kumarajiva Sansekerta-Mandarin tersebut. Mohon Anda tidak mempertukarkan antara terjemahan versi bahasa Inggrisnya dengan terjemahan yang dibuat Kumarajiva langsung dari Sansekerta ke bahasa Mandarin. Namun jika sendainya ternyata sumber untuk terjemahan antara keduanya berbeda,
misalkan sumber N. Kern berasal dari terjemahan versi lain (Bahasa Jepang misalnya) sedangkan BTTS dari bahasa Mandarin terjemahan Kumarajiva, maka mungkin potensi kesalahannya lebih besar ada pada terjemahannya N. Kern. Maksud saya sebenarnya hanya itu, menunjukkan suatu alur penyelidikan keabsahan suatu teks terjemahan dan kemungkinan-kemungkinannya, bukan benar-benar mengatakan ada kesalahan dalam terjemahan.
Tetapi tidak pernah, saya tegaskan kembali tidak pernah ada kekeliruan dalam Sutra-Sutra tersebut apalagi kekeliruan tentang ke Arahat an Ananda.
Saya menghargai pendirian Anda. Seperti yang saya katakan di atas, uraian saya di atas hanya spekulasi dengan landasan berbagai ragam asumsi yang memang sangat terbuka untuk disanggah siapapu. Keyakinan Anda akan kemurnian sutra-sutra ibarat intan yang keras, sedangkan kata-kata hanyalah seperti kumpulan daun. Mana mungkin kan daun memotong intang
Jadi saudara harus lebih berhati-hati dalam berkomentar.
Karena berhati-hati itulah saya selalu mengatakan di depan bahwa kata-kata adalah "spekulasi" belaka, dan pada setiap bagian tulisan saya selalu menambahkan kata "mungkin" atau "seandainya" di sela-selanya. Tidak cukup berhati-hatikah itu menurut Anda?
Sekali lagi mohon maaf jika uraian saya menyinggung Anda, terimakasih bro Triyana, atas komentarnya yang menarik