konon dalam vinaya dikatakan sih tidak boleh.
Alasannya apa ya ?
Apakah ini termasuk diskriminasi ?
Sungguh kasihan org2 yg terlahir cacat, ternyata Dhamma / Vinaya pun pilih2 kasih dgn dalih "repot"...
Larangan ini dikeluarkan bukan dengan maksud mendiskriminasikan atau "tidak mau repot".
Kisahnya berawal dari Jivaka, dokter dari Raja Bimbisara yang juga merawat Buddha dan para bhikkhu yang mendapat permintaan perawatan oleh orang-orang. Ia menolak karena tidak sempat menangani begitu banyak permintaan. Akhirnya orang-orang itu berpikir untuk menjadi bhikkhu agar bisa dirawat oleh Jivaka. Saking banyaknya orang yang harus dirawat, akhirnya Jivaka sendiri lalai akan tugasnya melayani Raja Bimbisara; juga para bhikkhu tidak sempat berlatih karena ikut merawat orang sakit yang begitu banyaknya.
Kemudian yang lebih parah, banyak dari orang-orang itu yang memang hanya "menumpang pengobatan", sehingga ketika sembuh, mereka langsung lepas jubah. Jadi mereka tidak ingin menjalankan hidup suci, tetapi menjadi bhikkhu/bhikkhuni dengan maksud tertentu. Oleh karena itulah dikeluarkan vinaya tentang itu.
Apa bedanya "buta sejak lahir" dgn "buta dipertengahan hidup" shg terjadi diskriminasi dlm anggota Sangha ?
Sama seperti penyakit atau cacat lainnya, jika ketika ditahbiskan, bhikkhu itu tidak memiliki gangguan demikian, namun di kemudian hari ia mendapat gangguan (seperti buta, cacat, dlsb), maka ia tetap sebagai bhikkhu, tidak dikeluarkan, dan sesama bhikkhu harus merawatnya.
Bedanya adalah, yang pasti, ia tidak menjadi bhikkhu untuk memperoleh perawatan karena pada saat itu ia sehat-sehat saja.
Jika demikian, mengapa org cacat tidak diperkenankan jadi anggota Sangha dgn dalih tdk bisa capai kesucian akibat dia terlahir cacat ? sedangkan yg anggota sangha yg normal jg belon tentu bisa capai kesucian ?
Mengapa dibeda-bedakan ? sedangkan disisi lain, anggota Sangha selalu mendengung2kan cintakasih universal..
Terlahir tanpa gangguan saja, seseorang walaupun menjalankan hidup sebagai bhikkhu, belum tentu mencapai kesucian, apalagi dengan gangguan tertentu. Menjadi bhikkhu juga punya kewajiban berlatih, bukan hanya terima makanan dan kebutuhan hidup dari umat, lalu bersantai saja. Latihan itu juga mencakup 4 posisi (iriyapatha), yaitu berdiri, berjalan, duduk, dan berbaring.
Jadi bukan untuk diskriminasi, tetapi untuk melakukan sesuatu ada syarat-syaratnya. Ini sama seperti menjadi dokter tidak bisa diterima jika ada buta warna, walaupun orang itu sangat pandai. Hal ini bukan supaya keren-kerenan dokter tidak ada yang buta warna atau diskriminasi konspirasi orang yang tidak buta warna, tetapi karena orang buta warna tidak bisa melihat perbedaan arteri dan vena, yang tentu saja adalah krusial dalam kedokteran.
Lagipula pencapaian kesucian juga sama sekali tidak mutlak harus menjadi bhikkhu/bhikkhuni. Seseorang yang cacat dan memiliki kekurangan, jika tetap mengembangkan kesadaran dan berlatih, tetap bisa mencapai kesucian.
Contohnya Tambadathika yang mempunyai wajah buruk rupa dan menyeramkan yang jangankan sangha, bahkan kelompok perampok pun menolaknya bergabung karena wajahnya itu, dapat mencapai Sotapatti Magga dengan mengembangkan perhatian pada khotbah Sariputta.
Suppabuddha, juga mendengarkan khotbah Buddha dengan penuh perhatian dan mencapai Sotapatti phala walaupun ia seorang lepra/kusta.
bhikkhu Culapanthaka yang memiliki keterbatasan daya ingat, yang katanya bahkan tidak bisa mengingat 1 bait pun khotbah Dharma, tetapi pada akhirnya mencapai kesucian ARAHAT... Apakah bhikkhu Culapanthaka termasuk dalam kategori orang cacat ??
Bhikkhu Cula Panthaka sehat secara mental, hanya daya ingatnya sangat kurang.
Ada juga bhikkhu-bhikkhu lain yang sebetulnya ditahbiskan walaupun sepertinya tidak sesuai dengan vinaya misalnya:
1. Angulimala, yang merupakan buronan
2. Lakuntaka Bhaddiya, yang memiliki tubuh kerdil dan bungkuk
3. Subhadda, yang walaupun petapa aliran lain, tidak menjalankan masa percobaan 4 bulan
Meski demikian, Buddha memang mengetahui potensi dari mereka sehingga mereka diterima menjadi anggota Sangha.