Bolehkah saya simpulkan dari jawaban bro. Bahwa yang PASTI AKAN MERUGIKAN MAKHLUK LAIN hanya seperti yang bro sebutkan diatas. Sekalipun cuma pisau dapur, tapi pasti barang tsb dibuat memang untuk tujuan menghabisi nyawa makhluk lain.
Disini perlunya bijaksana kita masing-masing untuk menentukan sendiri, apakah kira2 pekerjaan/barang yg kita jual memang berpotensi besar untuk menghabisi nyawa makhluk lain? Dirumuskan dengan tepat juga selalu bisa dicari celahnya bagi yg memang berniat membenarkan pekerjaannya.
Seperti misalnya, ada yg mengajak saya untuk membuka restoran semacam KFC kecil2an, saya menolak ajakan ini krn jelas -menurut saya- setiap hari saya memesan ayam untuk dibantai.
Pelanggaran berarti ada peraturan. Peraturan apa?
Ini masih berkaitan dengan bahasan kita apakah pelacuran melanggar sila-3, pekerjaan yg pantas dan tidak pantas menurut Buddhisme.
Makhluk seperti manusia punya kemampuan untuk memilah yang mana benar dan tidak benar. Bagi saya pribadi menilai hina atau tidak-nya suatu pekerjaan tergantung orang yang mengerjakannya. Lihatlah niat kita saat mengerjakan dan pikirkan akibat yang harus diterima oleh diri kita sendiri dan akibat yang harus diterima oleh orang lain karena perbuatan kita.
Saya lebih setuju dengan cara menimbang seperti dibawah ini.Dengan bro mengatakan pelacur bukanlah pekerjaan hina. Selama dia tidak melanggar peraturan. Jika peraturan dari sila bro.Saya tidak menemukan bahwa memeras atau menjadi parasit itu melanggar sila.
Dan ada juga salah satu point dari sila itu mengatakan pria/wanita yang sudah menikah maka itu melanggar. Bagi saya pribadi tidak mutlak harus seperti itu.
Seandainya suatu hari saya terkena sakit parah dan sudah tidak bisa lagi untuk memenuhi kebutuhan biologis suami saya. Yang saya lakukan pasti mengijinkan dia untuk menyalurkan kebutuhan biologis-nya walaupun lewat pelacur. Dengan catatan, jangan sembarangan sehingga dia,anak istrinya tidak terkena penyakit. Point lain-nya, jangan sampai kebutuhan anak istrinya terlantar cuma karena memenuhi kebutuhan biologis diri-nya.
Bagi saya itu tidak melanggar, karena sama-sama saling mengetahui, sama-sama menyadari dan tidak ada unsur paksaan/terpaksa.
Saya setuju dengan quote Sis diatas... memang kita sebagai praktisi Buddhisme harus sering melatih pertimbangan kita dari sisi 'manfaat-tidak bermanfaat' ketimbang 'langgar-tidak melanggar'. Setuju.
::