//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan  (Read 583961 times)

0 Members and 2 Guests are viewing this topic.

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #930 on: 19 October 2011, 03:59:18 PM »
Thx jawaban kk sebelumnya cukup dipahami....
Maap tanya lagi yah.... ;D Menurut kk aliran sesat itu yg seperti apa yah? Apakah lebih baik kita melawannya atau membiarkannya? Thx.....
Kalau di Buddhis itu tidak ada dibilang aliran sesat, tapi pandangan salah. Yang disebut pandangan salah itu yang tidak membawa orang pada pemahaman kebenaran apa-adanya, dan karenanya, masih terjebak dalam lingkaran kelahiran dan kematian. (Walaupun Buddhis, sebelum mencapai kesucian minimal Sotapatti-magga, seseorang belum bisa dikatakan merealisasi pandangan benar.)

Walaupun sama-sama pandangan salah, wujud dan berkembangnya bisa banyak macam, ada yang sekadar membuat orang mengkhayalkan apa yang bukan kenyataan, sampai pada yang menganjurkan orang berbuat jahat. Biasanya, yang sudah menghimbau orang berbuat jahat, melanggar hukum, meresahkan masyarakat, adalah yang umum disebut sebagai aliran sesat.

Kalau soal sikap kita terhadap mereka, apa gunanya kita melawan mereka? Ajaran Buddha adalah pandangan yang didasarkan pada pemahaman, bukan pemaksaan, keyakinan buta, atau ritual. Jadi tidak ada gunanya kita melawan atau memaksa mereka meninggalkan pandangannya. Sejauh yang bisa dilakukan adalah mengenalkan pandangan kita saja kepada mereka, atau bagi orang awam yang salah paham terhadap pandangan kita, kita bantu jelaskan.


Offline J.W

  • Sebelumnya: Jinaraga, JW. Jinaraga
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.864
  • Reputasi: 103
  • Gender: Male
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #931 on: 20 October 2011, 09:56:08 AM »
Quote
Walaupun sama-sama pandangan salah, wujud dan berkembangnya bisa banyak macam, ada yang sekadar membuat orang mengkhayalkan apa yang bukan kenyataan, sampai pada yang menganjurkan orang berbuat jahat. Biasanya, yang sudah menghimbau orang berbuat jahat, melanggar hukum, meresahkan masyarakat, adalah yang umum disebut sebagai aliran sesat.
Yg ini kalau mau diambil contoh, yang membuat org mengkhayal itu mgkn aliran M..
Dan yg menganjurkan org berbuat jahat, mungkin ajaran FLG yah ?

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #932 on: 20 October 2011, 10:51:53 AM »
Yg ini kalau mau diambil contoh, yang membuat org mengkhayal itu mgkn aliran M..
Dan yg menganjurkan org berbuat jahat, mungkin ajaran FLG yah ?
Tidak jauh-jauh ke 'tetangga', dalam Buddhisme Theravada sendiri misalnya ada yang mengkhayal sudah suci/arahat, lalu berdelusi sendiri dalam pandangannya.

Yang menganjurkan orang berbuat jahat juga ada, lihatlah baru-baru ini ada member yang masuk dan getol sekali ingin menghancurkan ajaran yang menurutnya sesat. Diri sendiri masih dipenuhi kebencian -dengan kata lain, berpandangan sesat-  tapi mau menghancurkan pandangan sesat. Hasilnya hanyalah meresahkan lingkungan.

Offline bawel

  • Sebelumnya: Comel
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.755
  • Reputasi: 71
  • Gender: Male
  • namanya juga bawel ;D
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #933 on: 21 October 2011, 02:15:58 PM »
kalo ada ungkapan "selama buah kamma belum berbuah, maka orang tersebut belum menyadari akibat dari tindakan yang telah dia lakukan".
nah, kalo memang buah kamma itu muncul setiap saat, apa benar dia sama sekali tidak menyadarinya? ;D
lalu buah kamma yang seperti apa yang bisa menyadarkan orang itu? ;D
atau malah tidak ada buah kamma yang bisa menyadarkan orang itu karena menganggap itu semua sebagai hal yang biasa? ;D

Menurut saya, ungkapan tersebut memang salah sama sekali dalam konteks hukum kamma. Ada bedanya antara sebab akibat secara umum, dan sebab-akibat secara kamma. Secara umum maling ditangkap lalu dihakimi massa, itu adalah sebab-akibat. Secara kamma, belum tentu demikian.

kebetulan ada yang mengutip di dc ;D. maksud saya ungkapan yang ini ;D.
* cuma mau meralat aja pernyataan sebelumnya ;D.

Quote
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 71 berikut :

Suatu perbuatan jahat yang telah dilakukan tidak segera menghasilkan buah, seperti air susu yang tidak langsung menjadi dadih; demikianlah perbuatan jahat itu membara mengikuti orang bodoh, seperti api yang ditutupi abu.

Sang Buddha membabarkan syair 119 dan 120 berikut :

Pembuat kejahatan hanya melihat hal yang baik selama buah perbuatan jahatnya belum masak, tetapi bilamana hasil perbuatannya itu telah masak, ia akan melihat akibat-akibatnya yang buruk.

Pembuat kebajikan hanya melihat hal yang buruk selama buah perbuatan bajiknya belum masak, tetapi bilamana hasil perbuatannya itu telah masak, ia akan melihat akibat-akibatnya yang baik.

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #934 on: 21 October 2011, 02:25:42 PM »
kebetulan ada yang mengutip di dc ;D. maksud saya ungkapan yang ini ;D.
* cuma mau meralat aja pernyataan sebelumnya ;D.

Quote
Sang Buddha membabarkan syair 119 dan 120 berikut :

Pembuat kejahatan hanya melihat hal yang baik selama buah perbuatan jahatnya belum masak, tetapi bilamana hasil perbuatannya itu telah masak, ia akan melihat akibat-akibatnya yang buruk.

Pembuat kebajikan hanya melihat hal yang buruk selama buah perbuatan bajiknya belum masak, tetapi bilamana hasil perbuatannya itu telah masak, ia akan melihat akibat-akibatnya yang baik.

Syair ini diucapkan Buddha Gotama dalam hubungannya dengan kisah Anathapindika. Di sini Anathapindika berdana terus kepada Buddha & Sangha, tapi karena kamma-nya belum berbuah, maka dia sampai jatuh miskin, dan disarankan oleh dewa penunggunya agar menghentikan dananya. Singkat cerita, kekayaan Anathapindika pulih kembali, dan dewa penunggu itu terheran-heran. 

Jadi di sini terlihat seperti "berdana pada Buddha" (perbuatan baik) -> menyebabkan kemiskinan. (Perbuatan/kamma baik terlihat berakibat buruk, karena kamma belum berbuah.) Tetapi ketika kemudian kekayaannya kembali lagi (karena buah dari kamma baik) maka si pelaku akan menikmati kebahagiaannya. 


Offline Mr.Jhonz

  • Sebelumnya: Chikennn
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.164
  • Reputasi: 148
  • Gender: Male
  • simple life
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #935 on: 26 October 2011, 06:28:37 AM »
Tanya,om; apakah seorang bhikkhu punya kewajiban untuk menyebarkan dhamma?

Nah,pengertian menyebarkan dhamma= memberikan dhammadesana secara rutin,membantu pembangunan sekolah..

Thank
buddha; "berjuanglah dengan tekun dan perhatian murni"

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #936 on: 26 October 2011, 09:09:44 AM »
Tanya,om; apakah seorang bhikkhu punya kewajiban untuk menyebarkan dhamma?

Nah,pengertian menyebarkan dhamma= memberikan dhammadesana secara rutin,membantu pembangunan sekolah..

Thank
Kalau dari yang saya baca di sutta, sepertinya tidak ada seperti itu. Para bhikkhu hanya punya satu kewajiban: berlatih mencapai kesucian. Hidupnya ditopang hanya dari dana, dan yang namanya dana, berarti bukan imbalan atas barang/jasa. Memberikan dhammadesana sepertinya pilihan saja. Kadang umat juga meminta ceramah atau nasihat, maka si bhikkhu memberikannya.

Kalau gambaran kebhikkhuan sekarang menurut persepsi saya sudah amat sangat lain, jadi saya kurang tahu bagaimanakah sistem interaksi bhikkhu-masyarakat.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #937 on: 26 October 2011, 09:18:24 AM »
Kalau dari yang saya baca di sutta, sepertinya tidak ada seperti itu. Para bhikkhu hanya punya satu kewajiban: berlatih mencapai kesucian. Hidupnya ditopang hanya dari dana, dan yang namanya dana, berarti bukan imbalan atas barang/jasa. Memberikan dhammadesana sepertinya pilihan saja. Kadang umat juga meminta ceramah atau nasihat, maka si bhikkhu memberikannya.

Kalau gambaran kebhikkhuan sekarang menurut persepsi saya sudah amat sangat lain, jadi saya kurang tahu bagaimanakah sistem interaksi bhikkhu-masyarakat.


setuju, membabarkan dhamma adalah tugas optional yg dilakukan setelah kewajiban utama terpenuhi. banyak orang berdalih bahwa Sang Buddha mewajibkan para bhikkhu menyebarkan Dhamma terbukto dari diutusnya 60 bhikkhu pertama utgk tugas penybaran Dhamma, tapi mrk mrk mengabaikan fakta bahwa 60 bhikkhu pertama itu adalah Para Arahat. Sang Buddha tdk mengutus non-Arahat utk menyebarkan Dhamma

Offline dhammadinna

  • Sebelumnya: Mayvise
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.627
  • Reputasi: 149
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #938 on: 26 October 2011, 11:28:36 AM »
Misalnya seorang bhikkhu berceramah, lalu karena ingin berterimakasih, maka umat memberikan sesuatu. Kalau tidak salah, hal ini bisa menyebabkan seorang bhikkhu melanggar vinaya? Ada ya vinaya yang mengatur hal itu?

Sepertinya karena di masyarakat ada anggapan umum bahwa "tidak ada yang gratis". Dan (masalahnya) inipun diterapkan saat berinteraksi dengan bhikkhu. Jadi seolah-olah ada pertukaran "Sokongan vs Ceramah". Dan sebaliknya, kalau bhikkhu memberi ceramah, maka umat pun merasa ingin berterima kasih dengan memberikan sesuatu.
« Last Edit: 26 October 2011, 11:35:23 AM by dhammadinna »

Offline hemayanti

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.477
  • Reputasi: 186
  • Gender: Female
  • Appamadena Sampadetha
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #939 on: 27 October 2011, 09:48:27 AM »
bagaimana dengan ini om?

Quote
“Para Bhikkhu, Saya telah terbebas dan semua ikatan yang mengikat makhluk hidup, baik para dewa maupun manusia. Kalian juga telah terbebas dan semua ikatan yang mengikat makhluk hidup, baik para dewa maupun manusia. Pergilah, para Bhikkhu, demi kesejahteraan dan kebahagiaan banyak makhluk, atas dasar welas asih kepada dunia, demi kebaikan, kesejahteraan, dan kebahagiaan para dewa dan manusia (caratha, bhikkhave, carikam bahujanahitaya bahujanasukhaya lokanukampaya atthtaya hitaya sukhaya devamanussanam). Janganlah pergi berdua dalam satu jalan! Para Bhikkhu, babarkanlah Dhamma yang indah pada awalnya, indah pada pertengahannya, dan indah pada akhirnya, dalam makna maupun isinya. Serukanlah hidup suci, yang sungguh sempurna dan murni. Ada makhluk dengan sedikit debu di mata yang akan tersesat karena tidak mendengarkan Dhamma. Ada mereka yang mampu memahami Dhamma. Para Bhikkhu, Saya sendiri akan pergi ke Uruvela di Senanigama untuk membabarkan Dhamma.”

bukankah jelas bahwa Sang Buddha menyuruh para bhikkhu untuk pergi membabarkan dhamma?
"Sekarang, para bhikkhu, Aku mengatakan ini sebagai nasihat terakhir-Ku: kehancuran adalah sifat dari segala sesuatu yang terbentuk. Oleh karena itu, berjuanglah dengan penuh kesadaran."

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #940 on: 27 October 2011, 10:00:31 AM »
bagaimana dengan ini om?

bukankah jelas bahwa Sang Buddha menyuruh para bhikkhu untuk pergi membabarkan dhamma?

itulah mengapa penting sekali mengutip secara lengkap utk mengetahui gambaran situasi dan lawan bicara kepada siapa Sang Buddha berbicara. dalam adegan itu Sang Buddha sedang berbicara kepada para bhikkhu Arahat.

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #941 on: 27 October 2011, 10:08:10 AM »
Misalnya seorang bhikkhu berceramah, lalu karena ingin berterimakasih, maka umat memberikan sesuatu. Kalau tidak salah, hal ini bisa menyebabkan seorang bhikkhu melanggar vinaya? Ada ya vinaya yang mengatur hal itu?

Sepertinya karena di masyarakat ada anggapan umum bahwa "tidak ada yang gratis". Dan (masalahnya) inipun diterapkan saat berinteraksi dengan bhikkhu. Jadi seolah-olah ada pertukaran "Sokongan vs Ceramah". Dan sebaliknya, kalau bhikkhu memberi ceramah, maka umat pun merasa ingin berterima kasih dengan memberikan sesuatu.
Kebetulan sekali ini disinggung. Seorang bhikkhu seharusnya tidak menerima makanan karena dia berceramah, sebab kalau begitu, namanya bukan 'dana makanan', tapi 'ongkos ceramah'.

Saya lihat memang Buddha itu super-bijak. Ada kisah di Samyutta Nikaya, satu kali ada brahmana bernama Sundarika Bharadvaja yang sedang melakukan pemujaan api, lalu mau mendanakan makanan. Buddha Gotama (yang sudah tahu potensi si brahmana) memang sengaja duduk dekat situ. Lalu si brahmana mendatangi, dan Buddha membuka penutup kepalanya. Paham brahmana tertentu menganggap para petapa/samana (yang biasanya mencukur kepalanya), itu adalah keturunan paling rendah, dari tapak kaki Brahma, jadi ketika melihat kepala Buddha Gotama, niatnya terhenti. Tapi kemudian dia merenungkan, "beberapa samana juga berasal dari kasta brahmana", maka ia mendekati dan bertanya dari kasta manakah Buddha ini.

Buddha kemudian memberikan ceramah tentang kasta di mana dari kelahiran/kasta manapun, seseorang bisa menjinakkan dirinya, bisa menjadi mulia, dan memiliki kebijaksanaan. Sundarika kemudian senang dan berniat memberikan dana, tetapi Buddha menolaknya. Buddha mengatakan dana selayaknya diberikan kepada mereka yang melatih diri dan penuh perhatian. Tapi tidak pantas seorang Buddha menerima dana karena mengucapkan syair/mengajar.

Saya tidak ketemu vinaya yang mengatur hal ini, tapi menurut pendapat saya, selain dari 'menerima dana makanan', melakukan suatu hal dengan tujuan mendapatkan imbalan -apakah dengan ceramah, baca paritta/mantra, pemberkatan, dll- termasuk penghidupan salah bagi seorang bhikkhu. Sudah sepantasnya bhikkhu melayani umat dalam hal-hal dhamma, dan sepantasnya juga umat menyokong para bhikkhu yang memiliki tujuan mulia lewat jalan petapa. Tapi hal tersebut janganlah dijadikan bentuk kewajiban 'profesional', namun dilihat sebagai satu interaksi Sangha-umat yang berdasarkan pandangan benar.


Offline hemayanti

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.477
  • Reputasi: 186
  • Gender: Female
  • Appamadena Sampadetha
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #942 on: 27 October 2011, 10:47:33 AM »
itulah mengapa penting sekali mengutip secara lengkap utk mengetahui gambaran situasi dan lawan bicara kepada siapa Sang Buddha berbicara. dalam adegan itu Sang Buddha sedang berbicara kepada para bhikkhu Arahat.
iya memang arahat, ini lengkapnya.

Spoiler: ShowHide
PARA MISIONARI BUDDHIS PERTAMA

Setelah Sang Bhagava memberikan Pencerahan kepada kelima Petapa, Beliau bersama kelima siswa pertama-Nya itu berdiam di Taman Rusa di Isipatana untuk melewati musim hujan. Dan ketika Sang Bhagava sedang berjalan-jalan ditempat terbuka, Ia bertemu putra seorang saudagar kaya, bernama Yasa yang mengalami kegundahan batin terhadap kehidupannya dan pergi dari rumahnya. Yasa tidak lain adalah putra dari Sujata dari Senanigama, seorang wanita yang pernah mempersembahkan nasi susu kepada Bodhisatta sebelum Pencerahan-Nya.

Setelah bertemu dengan Sang Bhagava, Yasa mendengarkan Dhamma yang dibabarkan oleh Sang Bhagava dengan saksama. Dan ketika batinnya sudah siap, bisa menerima, bebas rintangan, bersemangat, dan yakin, Sang Bhagava membabarkan Empat Kebenaran Arya.

Ketika ayah Yasa mencari putranya yang telah pergi dari rumah, ia pun bertemu dengan Sang Bhagava. Kemudian Sang Bhagava juga mengajarkannya ajaran bertahap dan Empat Kebenaran Arya seperti yang telah dilakukan-Nya terhadap Yasa. Setelah pembabaran Dhamma selesai, ayah Yasa mencapai Sotapanna dan berlindung pada Tiratana (Buddha, Dhamma dan Sangha), dan Yasa pun mencapai tataran Arahat dan menjadi bhikkhu.

Selanjutnya berturut-turut, keluarga ibu Yasa dan mantan istri Yasa menembus Dhamma dan menjadi Sotapanna setelah Sang Bhagava mengajarkan Dhamma kepada mereka ketika ayah Yasa mengundang Sang Bhagava ke rumahnya.

Begitu pula kelima puluh empat teman Yasa yang empat diantaranya adalah sahabat karib Yasa yang bernama Vimala, Subahu, Punnaji, dan Gavampati, mereka juga menerima pengajaran dari Sang Bhagava, menerima penahbisan menjadi bhikkhu, dan mencapai tataran Arahat.

Demikianlah, pada saat itu terdapat enam puluh satu Arahat di dunia, yaitu, Buddha, Bhikkhu Pancavaggiya, Bhikkhu Yasa, dan kelima puluh empat sahabat Yasa.

Pada saat berakhirnya tiga bulan masa kediaman musim hujan (vassana), Sang Bhagava telah mencerahkan enam puluh tiga orang. Di antara mereka, enam puluh orang mencapai tataran Arahat dan memasuki Persamuhan Bhikkhu, sementara yang lainnya - ayah, ibu, dan mantan istri Yasa menjadi Sotapanna dan terkukuhkan sebagai siswa awam sampai akhir hayat mereka. Kemudian, Sang Bhagava bermaksud menyebarkan Dhamma kepada semua makhluk di alam semesta, tanpa memandang apakah mereka adalah dewa ataupun manusia, tanpa memandang apakah mereka berkasta tinggi, rendah, atau paria; tanpa memandang apakah mereka raja ataupun pelayan, kaya ataupun miskin, cantik ataupun buruk, sehat ataupun sakit, patuh ataupun tidak patuh pada hukum.

Kemudian Sang Bhagava berkata kepada keenam puluh bhikkhu Arahant tersebut: “Para Bhikkhu, Saya telah terbebas dan semua ikatan yang mengikat makhluk hidup, baik para dewa maupun manusia. Kalian juga telah terbebas dan semua ikatan yang mengikat makhluk hidup, baik para dewa maupun manusia. Pergilah, para Bhikkhu, demi kesejahteraan dan kebahagiaan banyak makhluk, atas dasar welas asih kepada dunia, demi kebaikan, kesejahteraan, dan kebahagiaan para dewa dan manusia (caratha, bhikkhave, carikam bahujanahitaya bahujanasukhaya lokanukampaya atthtaya hitaya sukhaya devamanussanam). Janganlah pergi berdua dalam satu jalan! Para Bhikkhu, babarkanlah Dhamma yang indah pada awalnya, indah pada pertengahannya, dan indah pada akhirnya, dalam makna maupun isinya. Serukanlah hidup suci, yang sungguh sempurna dan murni. Ada makhluk dengan sedikit debu di mata yang akan tersesat karena tidak mendengarkan Dhamma. Ada mereka yang mampu memahami Dhamma. Para Bhikkhu, Saya sendiri akan pergi ke Uruvela di Senanigama untuk membabarkan Dhamma.”

Demikianlah, Yang Terberkahi mengutus keenam puluh siswa¬Nya yang telah tercerahkan untuk mengembara dan satu tempat ke tempat lain. Ini menandakan karya misionari pertama dalam sejarah umat manusia. Mereka menyebarluaskan Dhamma yang luhur atas dasar welas asih terhadap makhluk lain dan tanpa mengharapkan pamrih apa pun. Mereka membahagiakan orang dengan mengajarkan moralitas, memberikan bimbingan meditasi, dan menunjukkan manfaat hidup suci.
"Sekarang, para bhikkhu, Aku mengatakan ini sebagai nasihat terakhir-Ku: kehancuran adalah sifat dari segala sesuatu yang terbentuk. Oleh karena itu, berjuanglah dengan penuh kesadaran."

Offline hemayanti

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.477
  • Reputasi: 186
  • Gender: Female
  • Appamadena Sampadetha
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #943 on: 27 October 2011, 10:51:44 AM »
oh iya, ceritanya om kainyn sepertinya saya juga pernah baca, tapi tidak terlalu menagkap maksudnya.  ;D
saya jadi ingat, bagaimana kalo misalnya ada upacara rumah baru om kainyn, terus waktu itu para bhikkhu dan umat diundang untuk melakukan puja bakti di rumah yang dimaksud, kemudian setelahnya ada jamuan makan siang, apakah para bhikkhu tidak boleh menerima dana makanan yang dipersembahkan oleh yang punya rumah?
"Sekarang, para bhikkhu, Aku mengatakan ini sebagai nasihat terakhir-Ku: kehancuran adalah sifat dari segala sesuatu yang terbentuk. Oleh karena itu, berjuanglah dengan penuh kesadaran."

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #944 on: 27 October 2011, 11:07:04 AM »
oh iya, ceritanya om kainyn sepertinya saya juga pernah baca, tapi tidak terlalu menagkap maksudnya.  ;D
saya jadi ingat, bagaimana kalo misalnya ada upacara rumah baru om kainyn, terus waktu itu para bhikkhu dan umat diundang untuk melakukan puja bakti di rumah yang dimaksud, kemudian setelahnya ada jamuan makan siang, apakah para bhikkhu tidak boleh menerima dana makanan yang dipersembahkan oleh yang punya rumah?
Saya pikir kalau secara umum seperti itu, tidak terlalu masalah. Kadang di vihara, si bhikkhu juga belum tentu tau apakah makanan yang diberikan itu adalah karena dana, atau karena 'sogokan' untuk berceramah yang bagus. Tapi terlepas dari itu, tidak apa untuk dimakan. Menurut saya yang perlu diperhatikan adalah pandangan benar dari masing2 pribadi, termasuk bhikkhu & pendana, di mana melihat layanan bhikkhu tidak dilakukan untuk dapat imbalan 'dana', juga sebaliknya 'dana' bukan ditujukan untuk membayar pelayanan si bhikkhu terhadap umat.


 

anything