//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Show Posts

This section allows you to view all posts made by this member. Note that you can only see posts made in areas you currently have access to.


Topics - Deva19

Pages: [1] 2 3
1
Kafe Jongkok / [Fiksi] istriku mati, Gan!
« on: 09 August 2010, 03:44:28 PM »
[Admin]Ini adalah kisah fiksi[/admin]
"Bunuhlah saja aku!" Demikian teriak istriku, sambil menyusupkan gunting ke telapak tanganku, memegangkan tanganku pada gunting itu, serta membimbing tanganku untuk menusukan gunting itu ke arah leher nya. mulutku terdiam, tapi tanganku menahan agar gunting itu tidak mengenai lehernya. sementara istriku terus mencaci maki ku sambil menangis sejadi-jadinya. itu karena, ia baru saja mengetahui bahwa uang siampanan nya sebanyak 80 juta rupiah sudah ludes. uang tersebut direncanakan untuk membeli rumah. karena sampai saat ini, kami masih hidup mengontrak.

aku lah yang menghabiskan semua uang itu tanpa sepengetahuan istriku. padahal, uang itu telah dikumpulkan olehnya selama 10 tahun, dari pengahasilanku dan penghasilannya. sebagian besarnya, merupakan pemberian dari ayah ibunya, yaitu mertuaku.

sambil menangis, istriku terus menginterograsi aku, "cepat katakan, kau gunakan untuk apa uang sebanyak itu?"

tapi tak ada jawaban yang keluar dari mulutku. aku bingung dan tidak tahu, harus menjawab apa yang benar. berkali-kali istriku memukuli wajahku, tapi aku diam saja. duduk bersila, dan berusaha menenangkan diri seperti ketika aku bermeditasi. istriku makin kalap, dan menodongkan gunting ke leherku. "Jawab..! atau ku bunuh kau...?". saya diam saja. akhirnya dia tidak terkendali, mencoba melukai tubuhku dengan menghujamkan gunting ke dada dan bahuku. tapi, sayang gunting itu tidak menembus kulitku. bajuku pun tidak robek. mungkin guntingnya sudah tumpul.

tidak cukup sampai di sana, ..istriku mengambil ember terisi setengah air lalu membantingkannya ke kepala ku. pecahlah ember itu, air nya tersebar ke mana-mana, mengenai TV dan Piano. anak-anak kami menangis. saya tidak bisa berbuat apa-apa lagi. tidak ada tetangga yang melerai. seperti nya mereka bersembunyi karena tak ingin mencampuri urusan rumah tangga orang lain.

walaupun aku basah kuyup, seperti biasanya, aku berusaha menenangkan diri, menarik dan mengeluarkan nafas. walaupun kepalaku dan bahuku terasa sakit terkena ember dan tusukan gunting, tapi aku percaya apa yang disebut sakit itu hanyalah ilusi. jika aku memperhatikan rasa sakit itu, semua akan menguap begitu saja.

aku berusaha menahan nafas, saat istriku menancapkan kukunya ke daun telinga ku, serta memelintirnya dengan keras sekali. darah menetes dari daun telingaku. lalu kelepaskan nafas pelan-pelan, dengan mengencangkan otot-otot diperutku.

istriku semakin putus asa. ia pergi ke kamar tidur, dan menangis di sana sendirian, menghabiskan tangisnya. kedua anakku memburuku,dan saya memeluk mereka berdua. dengan baju basah kuyup, aku pergi membawa kedua anakku ke rumah orang tuaku untuk menitipkan kedua anakku tersebut. aku segera kembali. "Barangkali istriku masih ingin memukuli diriku". demikian bisikku dalam hati.

sesampainya di rumah, terdengar istriku berbicara dengan orang tuanya melalui HP sambil terisak-isak. aku kasihan padanya. dan aku merasa bersalah. tapi aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan.

beberapa saat setelah istriku berhenti bicara, HP ku berbunyi. mertua ku menelepon. "apa benar uang itu sudah habis?"

"iya. Benar." jawabaku pendek.

"masya Allah. habis untuk apa uang segitu banyak bisa habis begitu?" tanya mertua.

saya diam saja. mertua perempuan ku itu mengajukan banyak pertanyaan, seperti yang diajukan oleh istriku. lalu diakhiri dengan tangisan. disambung dengan bapak mertua ku, dia marah besar dan mencaci maki ku, menyebutku sebagai pria tidak bertanggung jawab dan brengsek.  saya diam.

lama sekali aku menempelkan HP di telingaku, untuk mendengar caci maki kedua mertuaku, sampai akhirnya terputus sendiri. mungkin pulsa mertua ku sudah habis.

aku berjalan menuju kamar, bersimpuh di samping istriku yang sedang berbaring dan tampak tampak tangisannya sudah mereda.

"Bu,...maafkan ayah!" kata ku perlahan-lahan.

"maaf, maaf! enak saja minta maaf! pergi sana! pergi!" istriku mengusir. aku terdiam lagi. aku mencoba menyentuh tangannya. tapi istriku menarik tangannya, serta membanting tanganku untuk menunjukan bahwa dia tak mau aku sentuh.


keesokan hari nya, orang tua ku dan orang tuanya berkumpul. semua menginterogasiku. semua menyudurkan aku. semua mencaci maki aku. seperti biasanya, aku diam. tak satupun dari pertanyaan-pertanyaan itu aku jawab. semua orang heran padaku, dan tampaknya mereka putus asa. sangat ingin tau, apa yang sudah aku lakukan sehingga menghabiskan uang puluhan juta rupiah tanpa ada penjelasan sedikitpun. keadaanku seperti narapidana yang bersiap-siap menghadapi hukuman gantung. dan aku sudah pasrah.

seumur hidup, baru kali ini aku dihujani begitu banyak kebencian. isrtriku, mertuaku, kaka iparku, ayahku, nenekku, bibi ku, semuanya, mereka memandangku dengan penuh kebencian. sepertinya saat ini, aku lebih mejijikan dari tahi anjing di mata mereka. bila tidak takut dikatakan tidak bermoral, mungkin mereka semua akan meludahi wajahku. di dalam sidang keluarga itu hanya ibuku saja yang tampak memandangku dengan rasa iba dan kasihan, karena melihat anak yang dilahirkannya kini sedang dihujani hinaan dan caci maki. tentu, tidak ada seorang ibu pun yang mengharapkan anak yang dicintainya menjadi seperti itu.

aku telah kenyang dengan seribu caci maki. dan aku tidak kehilangan ketenangan. aku tidak  pernah membiarkan batinku gelisah dan pikiran menjadi kacau. selalu ku jaga, agar pikiranku tetap jernih serta memiliki pengertian jelas. salah satu, agar pikiranku tetap jernih, aku memusatkan perhatian pada keluar masuknya nafas, serta berusaha melihat objek nafas dengan sejelas-jelasnya, sehingga dengan jelas aku bisa membedakan ini nafas masuk, ini nafas keluar, nafas ini panjang dan nafas ini pendek, dan aku tidak lepas dari 4 objek perhatian murni. aku berpikir, "kendatipun aku harus mati, biarlah aku mati dalam keadaan pikiran yang tenang dan jernih."

akhirnya sidangpun bubar, tanpa keputusan yang pasti. istriku telah mengusirku untuk pergi dari rumah. tapi aku tidak pergi, karena tidak tahu, bagaimana harus kulangkahkan kaki. bukan tak berani aku mengembara seperti dulu, pergi ke hutan-hutan sendirian, aku hanya tidak tahu, apakah benar itu harus aku lakukan sekarang. oleh karena itu, aku diam saja, sampai datang kebenaran yang jelas kepadaku tentang apa yang seharusnya aku lakukan.

sejak saat itu, istriku tak mau bangkit dari tempat tidurnya. dia tidak mau makan, tubuhnya pun demam. lebih dari itu, dia tidak mau melihat wajahku lagi. aku dilarang masuk ke kamarnya. selama berhari-hari istriku dirawat oleh mertua perempuanku.

aku masuk ke kamar kerjaku sendirian, untuk merenungi diri. "ah, kenapa aku harus menyiksa diri." pikirku."biarlah apa yang sudah berlalu untuk berlalu. aku tidak hidup di masa lalu, tidak pula hidup di masa depan. kesalahan apapun yang telah aku lakukan, itu adalah masa lalu. harapan apapun yang ada di dalam dadaku, itu adalah khayalan. faktanya, aku hidup saat ini disini, seharusnya aku, istriku dan semua orang menikmati saja hidup saat ini. kami mengumpulkan uang sampai puluhan juta, karena mengharapkan bisa hidup bahagia. ternyata salah. kebahagiaan tidak ada pada uang puluhan juta rupiah. sebaliknya, uang itu justru membuat kehidupan istriku menjadi menderita seperti hari ini." demikian renunganku.

diluar sana, masih banyak orang yang masih sering kelaparan, tak punya baju dan rumah. sedangkan kami tidaklah kelaparan. walaupun mengontrak, rumah tempat tinggal kami cukup bagus. airnya bersih. lingkungnanya aman dan bersih. walaupun kehilangan uang 80 juta rupiah, tapi kami masih menyimpan beberapa juta rupiah di rumah. lalu kenapa, istriku harus menyakiti dirinya sendiri dengan dendam kesumat serta enggan makan dan enggan diobati? ah, tapi yang namanya pikiran orang, tak bisa kita ubah sekehendak diriku. semua orang menempuh jalannya masing-masing dan memiliki cara berpikir yang berbeda-beda. aku harus menerima fakta itu.

beberapa dokter telah dipanggil ke rumah. karena istriku tidk mau dibawa ke RS. aku tidak tahu, bagaimana parahnya keadaan istriku, karena aku dilarang masuk ke kamarnya. bila aku mencoba mengitip dari balik pintu, mertua perempuanku langsung marah-marah, dan membanting pintu kamar, agar aku tidak melihat istriku.

tadi,.. dini hari pukul 01:30 aku terbangun dari tidur, karena mendengar tangisan mertua ku di kamar istriku. aku segera menuju ke kamar istriku. tampak istriku sedang bergerak-gerak gelisah. tampak sulit bernafas dan kadang matanya terbalik-balik. aku mendekatinya dan mengusap keningnya. sungguh aku mencintai dan menyayanginya. dan aku begitu iba, hingga berderai-derai air mataku.

sejurus, aku melihat sorot pandang istriku, tampaknya ia masih menyimpan kemarahan padaku. aku hanya bisa berharap dalam hati, bahwa dia akan memaafkan aku. karena itulah yang akan bisa menyejukan hatinya yang begitu gersang.

rupanya, istriku sudah tidak tahan dengan sakitnya. ia menghembuskan nafasnya yang terakhir. aku pun tersungkur ditangannya sambil menangis. seandainya dapat, tentu aku ingin turut serta, pergi bersama dia. istriku telah mati, Gan!

saat mengantar jenazah istriku ke pekuburan. anakku yang sulung bertanya, "ayah, kenapa ibu meninggal?"

"Ibu pergi ke surga, nak. nanti kita semua akan berkumpul di sana. nanti kita ketemu ibu lagi." demikian jawabku.

anak ku berkata lagi dengan sedih, "kata kakek, ibu dibunuh sama ayah. benar enggak yah?"

tak kuasa aku menahan derai air mataku. aku tahu, orang-orang memandang aku tak ubahnya sebagai pembunuh istriku. karena dianggap yang menyebabkan istriku jatuh sakit hingga meninggal dunia. lalu, kini apa yang harus aku katakan. haruskah aku berdebat dengan anakku sperti di forum diskusi, untuk menjelaskan mana pandangan yang benar. tidak. itu bukan waktunya berdebat dan berdiskusi. tapi, apakah aku harus membiarkan anakku menanggap ayahnya yang membunuh ibunya? tidak. tak bisa kubiarkan hal itu terjadi. "Mari nak, kita doakan, agar ibumu hidup bahagia di dalam sorga!".

Ampun, Gan!
ingin aku berlari
entah kemana aku harus berlari
ingin aku berteriak
dada ku hendak meledak

aduh, Tuan
hamba memang bersalah
mengapa istriku yang dimatikan
mengapa tidak aku saja
kurasa, hidup merupakan hukuman yang berat dari kematian

ingin rasanya aku pergi ke hutan
menjalani hidup sebagai pertapa
seperti sang bodhisatva
tapi anak-anak ku, bagaimanakah pula

aku berdiri disini sperti patung
tak tahu kemana harus melangkah
maju salah, mundur pun salah
kiri kanan atas bawah
semua serba salah

ampun, Tuan
berilah daku hidup bahagia
sebagaimana dahulu kala
jangan seperti ini

dalam berdiri aku samadhi
menyusuri jejak sang istri
dimana ia berada, kemana ia telah pergi

sungguh sangat kasihan
ia jatuh ke dalam neraka
tejerembab di dalam udara yang berputar
seperti yang terbawa arus sungai
lalu beputar-putar di dalam pusaran air
tampak ia mengharap belas kasihan
dan minta pertolongan

lalu aku datang, untuk menolong dia
dia mengulurkan tangan
hendak meraih tanganku
tapi dia terpental ke belakang
dihembuskan angin kebencian
sungguh aku tidak tahu lagi
bagaimana cara menolongnya

saat ku buka mata
aku melangkah
walaupun sedih dan menderita
tapi hidup harus kulanjutkan
aku harus pergi bekerja
demi anak-anak kami

2
Kafe Jongkok / Selamat Tinggal Alam Gaib
« on: 07 August 2010, 10:58:50 PM »
biasa bro... cyrat. maksud ku curhat...   :)

sejak tahun 2000, saya gemar berinternet. Kini kegemaran berinternet ini sudah menjadi kegemaran umum. Dapat dikatakan, "tidak ada yang tak gemar internet". Tetapi, orientasi dan motivasi masing-masing orang dalam berinternet itu berbeda-beda. Saya sebagai contoh, orientasi utama dalam berinternet adalah untuk menemukan artikel-artikel menarik, mengembangkan pengetahuan dan hiburan. Inti dari semua itu adalah "cara untuk memperoleh hal yang menyenangkan".

Hal yang paling saya sukai dalam berinternet adalah diskusi di forum-forum online. Menekuni dunia diskusi di forum-forum diskusi dunia maya, memiliki manfaat yang cukup besar. Terutama untuk mengembangkan kedewasaan berpikir kita, dan membuat pikiran kita bisa lebih membumi. Seperti saya contohnya,  mulanya memiliki pemikiran yang sangat idealis, jauh dari jangakauan pemikiran orang lain, seperti mengambang diawang-awang, sulit diraih (difahami) orang lain. Dengan seringnya berdiskusi, saya jadi mengerti mana pemikiran-pemikiran yang bisa diterima oleh orang lain dan mana yang tidak. Akhirnya, saya merasa "bangun" dari mimpi. Dan ini adalah salah satu bentuk manfaat dari diskusi online.

"Bangun dari mimpi" bukan berarti saya mengakui bahwa selama ini saya telah hidup di dalam mimpi atau terbuai oleh halusinasi. Tetapi kini saya menyadari bahwa pengetahuan-pengetahuan yang berusaha saya transoformasikan kepada publik, bagaikan mimpi bagi mereka. Dan saya sadar, bahwa saya harus berbicara sesuai dengan tarap pemikiran publik. Dulu saya tidak mengerti, mengapa orang-orang itu membantah kebenaran yang saya sampaikan. Kini saya mengerti bahwa hal itu disebabkan karena apa yang saya sampaikan tidak berpijak terhadap pemikiran mereka sendiri. Pemikiran saya melangit, mengambang diangkasa. Tapi, karena penolakan-penolakan itu, maka saya sperti turun ke bumi, berpijak di atas tanah, sehingga dapat disentuh makhluk bumi. Inilah yang saya sebut "bangun dari mimpi". Sementara bagi saya, itu hanyalah bentuk perubahan metoda, kepada suatu bentuk metoda yang lebih dapat diterima oleh publik, sedangkan publik akan melihat saya sebagai seseorang "baru keluar dari ilusi". Tak mengapa, karena saya harus menggunakan istilah-istilah berpijak kepada cara pandang publik, sehingga saya tidak keberatan  untuk dinilai sebagai "orang yang bangun" dari mimpi dalam makna yang negatif.

Orang-orang di forum diskusi, yang telah banyak mengkritik saya, merekalah yang telah membangunkan saya dari mimpi. Mereka telah menunjukan bahwa pengalaman-pengalaman spiritual yang saya alami, ternyata tidak ada harganya sama sekali bagi kehidupan ini, atau mungkin hanya sedikit saja harganya. Bagi mereka, tiada guna sama sekali, seandainya saya seorang yang sakti, mampu melihat sorga, neraka, mampu menembus bumi, berjalan diatas air, atau dapat memindahkah gunung himalaya sekalipun, bila ternyata kemampuan saya ini tidak berefek apapun terhadap mereka. Apalagi bila aku tidak sehebat itu. Inilah fakta baru yang aku lihat.

Selama ini, saya merasa telah masuk ke dunia spiritual yang menakjubkan. Betapa tidak, saya mengalami pengalaman spiritual yang luar biasa, seperti melihat surga, neraka, makhluk-makhluk halus, dan mukjizat-mukjizat yang luar biasa. Tetapi, jika diukur, semua itu seperti tak ada manfaatnya sama sekali bagi kehidupan. Ibu saya mengalami sakit bertahun-tahun, dan saya tidak dapat menolongnya. Kerabat saya mengalami kesulitan ekonomi yang parah, sedangkan saya pun tidak dapat membantu mereka. Bahkan istri saya sendiripun mengalami sakit yang menahun, tak juga kunjung sembuh. Jadi, apa manfaat dari semua kemajuan kebatinan yang aku alami bagi istriku?

Saya telah menceritakan pengalaman spritual saya ketika mati suri, melihat surga dan neraka, bagaimana sifat surga, neraka, dan bagaimana saya bertemu para arwah dan malaikat. Hasilnya, 90 % manusia menganggap pengakuan saya tersebut sebagai kisah "dusta". Mereka menunjukan bahwa di dunia ini, banyak orang yang mengalami mati suri, dan mereka mengalami pengalaman spritual sesuai dengan keyakinan agama masing-masing. Orang kr****n mengaku bertemu Yesus. Orang Islam mengaku bertemu Muhammad. Dan belakangan ini, saya membaca artikel yang menceritakan seorang Bikhu Budhis yang melihat sang Budha di dalam neraka, sehingga bikhu tersebut akhirnya masuk kr****n. Karena itulah, mereka menyimpulkan bahwa pengalaman-pengalaman spiritual tersebut hanyalah halusinasi belaka. Dan kata mereka, "seandainya itu pengalaman yang nyata, tetapi apa manfaat dari semua itu untuk kehidupan ini?"  ku renungkan hal itu, ada benarnya juga. Pengalaman spiritual seseorang bersifat sangat pribadi, diluar jangkauan pengalaman orang lain. Oleh karena itu, ia tidak dapat dijadikan argumentasi bagi kebenaran yang disampaikan kepada orang lain.

Ku akui, bahwa perkembangan mental dan spiritual saya telah memberikan cukup banyak manfaat bagi kehidupan. Paling tidak, bagi diri saya sendiri, saya dapat memperoleh kebahagiaan hidup yang muncul karena kemampuan dalam mengembangkan ketenangan, mampu mengatasi persoalan-persoalan mental yang pelik, serta menyelesaikan problem-problem yang berkaitan dengan mistik.

Sekali, pernah ada seorang perempuan yang sedang sekarat. Saya hadir disitu, sehingga saya melihat perempuan itu menghembuskan nafasnya yang terakhir. Tetapi secara batin, saya melihat ada yang janggal. Ada 5 ruh yang keluar dari tubuh perempuan itu. Dan salah satunya seperti diseret secara paksa. Saya mengikuti kemana perginya para arwah tersebut. Dan saya menemukan ruh perempuan itu ada di jurang neraka, terjepit oleh dua batu besar, sehingga membuat perempuan itu sesak. Seandainya kedua batu tersebut terbuka, maka jatuh lah ia ke dalam api  yang berkobar-kobar. Saya menarik menolong perempuan itu dari sana, setelah bernegosiasi dengan para penjaga neraka.

Kisah-kisah seperti itu, tentu hanya akan menjadi bahan tertawaan orang-orang. Bila lebih banyak diceritakan, berarti lebih banyak mengumpulkan "tuduhan gila" atau "pengkhayal" atau "sesat" terhadap diriku sendiri. Tapi, apapun tuduhan mereka, perempuan yang terjepit di jurang neraka itu, telah mengakui kebenarannya. Dan ia hidup kembali di dunia ini seperti sedia kala. Keluarga nya pun gembira. Hidup nya kembali perempuan yang sudah mati tersebut, merupakan manfaat yang nyata dari kamampuan batin yang selama ini aku miliki, terlepas dari berbagai tuduhan miring tentangnya. Terlepas dari apaka orang lain mengakui kebenarannya atau pun tidak, diriku sendiri telah dapat melihat manfaat ilmu kebatinan yang luar biasa. Akan tetapi, seperti seseorang yang tercebur ke laut dan hampir tenggelam, seandainya dilemparkan emas intan permata, tentu tak berguna baginya sama sekali. Karena satu-satu nya yang dia perlukan saat itu adalah sesuatu yang bisa menyelamatkan nyawanya dari tenggelam, seperti ban bekas atau pelampung. Demikian pula, segenap kemajuan saya dalam ilmu kebatinan, saat ini ia seperti emas intan permata yang di ku genggam saat diriku terpeleset jatuh ke laut. Justru, jika emas intan tersebut tidak ku buang, aku bisa lebih cepat tenggelam ke dasar laut tanpa terselamatkan. Oleh karena itu, kini aku lepaskan baju kebatinan yang memberatkan hidup ku itu. Seakan-akan aku berkata, "selamat tinggal alam gaib, sampai jumpa lagi nanti!"

Ada banyak pengetahuan yang ku lihat di alam gaib. Semakin aku menyelami kebatinan, maka semakin banyak fakta-fakta gaib yang kulihat, dan aku sudah  pasti terdesak untuk mentranformasikan pengetahuan tersebut kepada publik. Jika itu terjadi, maka orang-orang akan berduyun-duyun mendatangi ku, sebagai menonton "orang gila", masih untung bila aku tidak diseret-seret masuk ke rumah sakit jiwa.

Aku dapat pergi menyepi sendiri, ke hutan atau tinggal di dalam gua, seperti seorang pertapa untuk menyelami kebenaran sendirian. Tetapi untuk apa, justru aku berasal dari sana, dari alam kesendirian. Dan kebenaran tidaklah dapat difahami di sana. Di sana, tidak ada yang disebut kebenaran atau kesalahan. Justru aku datang ke sini, karena tertarik untuk menyelami apa yang disebut benar, salah, keadilan dan ketidak adilan. Semua ini di luar jangkauan pemikiran publik. Sehingga tidak ada jalan bagi mereka untuk bisa menilai bahwa semua itu adalah benar. Tapi untunglah, sebelum saya mencoba mentransformasikan pengetahuan di dunia nyata, aku menguji cobakannya di dunia maya, di forum-forum diskusi online. Setidaknya, konflik yang ditimbulkan tidak terlalu keras. Dan setelah melalui diskusi-diskusi yang panjang itu, akhirnya aku membatalkan niat untuk menstranformasikan pengetahuan-pengetahuan ku kepada umat manusia.

Saat ini, orientasi saya dalam berinternet sudah mulai berubah. Saya mulai tertarik dengan peluang bisnis di internet. Saya merasa tidak punya cukup waktu lagi seperti dahulu. Keadaan saya sekarang, seperti tukang bajaj yang dikejar-kejar setoran. Hal itu karena saya sudah merasa begitu jemu hidup tinggal di rumah kontrakan. Dengan harapan memperoleh penghasilan yang cukup untuk bisa menabung, dengan maksud tabungannya kelak bisa untuk membeli rumah, maka saya mencoba mencari peluang-peluang bisnis yang bisa mewujudkan keinginan saya tersebut. Saya tidak punya banyak waktu lagi untuk berdiskusi ria di internet, ngobrol ngalor ngidul hingga berjam-jam memperdebatkan soal agama atau filsafat. Saya merasa terdesak, harus menggunakan waktu sefektif mungkin, paling tidak, agar saya bisa memenuhi kebutuhan keluarga.

 



Semua persoalan hidup ini dapat saya abaikan, dan saya bisa tetap tenggelam di alam spiritual yang indah. Tapi, bila aku harus bangun dari mimpi yang indah itu, aku harus melihat bahwa kini aku harus membangun kehidupan ekonomi. Aku tidak lagi dapat berpikir seperti dulu, "tak usahlah mengkhawatirkan dirimu tak berpakaian, sebab tuhan telah memberi mu badan." intinya, aku bersyukur bahwa tuhan telah memberiku tubuh yang sempurna, tidak cacat. Tetapi, bila sebagai suami, aku tidak dapat membelikan rumah bagi anak istriku, maka serasa aku menjadi pria yang cacat. Terdorong oleh rasa takut akan munculnya penderitaan yang ditimbulkan oleh lemahnya ekomomi, aku bangkit untuk bekerja dan mencari peluang-peluang bisnis yang baru. Dan untuk itu, sepertinya aku harus mengubah kebiasaan lama ku, yaitu menghabiskan waktu untuk berfilsafat ria. Karena aku harus memulai bisnis.

Hal yang membuatku terbuai oleh filsafat adalah kemampuan ku untuk menggali ide-ide tanpa harus beranjak dari tempat duduk. Dengan keterampilan meditasi tertentu, aku mampu mengembangkan pemikiran. Selalu saja ada ide-ide baru yang menarik untuk aku tulis. Pengetahuan-pengetahuan meditatif tersebut merupakan filsafat. Tak ubahnya seperti pertapa yang selalu memperoleh bisikan dewa-dewa.

Dengan keterampilan meditasi ilmu, aku menjadi orang yang produktif dalam menulis. Aku menjadi orang yang tidak pernah kehabisan ide untuk menulis. Sekali saja aku bermeditasi, maka berhari-hari aku tahan duduk di dalam kamar, untuk menulis banyak sekali ide-ide yang menarik untuk ditulis. Walaupun apa yang disebut menarik, itu merupakan hal yang relatif menurut masing-masing, tetapi seorang penulis, akan memulia tulisannya dari apa yang menarik menurut dirinya sendiri. Bila ia menemukan hal-hal yang menarik, berarti dia memiliki ide dan bahan tulisan.

Aku sudah membuat 3 jilid buku, yang masing-masing buku terdiri dari 600 halaman. Ditambah lagi, aku telah mengumpulkan sekitar 12 ribu artikel yang belum aku bukukan. Belum lagi artikel-artikel yang pernah aku tulis di forum-forum online. Murni karya tulis ku sendiri. Hal ini menunjukan bahwa aku cukup produktif dalam menulis. Dan produktifitas ini dipengaruhi oleh kemampuan kebatinan tadi.

Cukup dengan melatih sedikit konsentrasi, menjaga agar perut tidak terlalu kenyang, tidak terlalu lapar, tidak terlalu banyak tidur, tidak pula kekurangan tidur, maka otak kita akan selalu dialiri oleh intuisi-intuisi yang peka terhadap pengetahuan yang akan menjadi bahan tulisan. Pemahaman tentang tata cara mengembangkan pemikiran tersebut, menunjukan bahwa saya memiliki metoda khusus dalam mengembangkan pengetahuan tanpa beranjak dari tempat duduk.

Berkembangnya kemampuan kebatinan dan filsafat di dalam diriku, telah membuatku semakin jauh dari manusia. Pemikiran ku melangit bukan karena aku memiliki khayalan tinggi, tapi karena apa yang menjadi objek pemikiran ku jauh di luar jangakauan pemikiran orang-orang pada umumnya. Sehingga hal itu membuat saya menemukan kesulitan dalam menstranformasikan pengetahuan kepada orang lain dan membuat saya malas untuk membicarakan pengetahuan  sesuai dengan taraf pemikiran orang lain.

3
Kafe Jongkok / Aisyah, Maafkanlah Daku!
« on: 06 August 2010, 03:50:05 PM »
Mulanya cuma iseng chating... di plaza.com. nickname ku waktu itu Kragh

saya berkenalan dengan Aisyah, gadis usia 18 tahun. katanya dia tinggal dan bekeja di jakarta. aku sendiri tinggal di Bandung.

dalam beberapa minggu saja, saya sudah begitu akrab dengannya. tampaknya dia juga begitu menyukai aku, dan merasa nyaman bersamaku di dunia Maya. Usianya 18 tahun, dan ia bekerja di sebuah perusahaan.

ketika tengah asyik-asyiknya kami bersahabat, aku menghilang begitu saja dari dunia maya, karena kesibukan yang berat, hampir 1 tahun lamanya.

setahun kemudian, aku kembali ke dunia Maya dengan anama Rudiman. dan bertemu kembali dengan Aisyah. dia sudah berhenti bekerja. Langsung saja aku menyatakan cinta kepadanya.

"Bagaimana bisa, km baru mengenal saya, langsung menyatakan cinta begini?" tanya Aisyah.

"Oh tidak sayang. sesungguhnya, aku telah lama mengenalmu. aku selalu memperhatikan mu saat kamu sedang bekerja. hatiku selalu kagum, bagaimana bisa ada wanita secantik kamu?!" kataku merayu.

"Ah, masa sih, emank km ini siapa?" tanya Aisyah.

"aku adalah pengagum sejati mu. dalam dua tahun terakhir ini, aku selalu menunggu kesempatan untuk bisa menyatakan cinta kepada mu. tapi aku tidak cukup keberanian. ku tahan sendiri di dalam hati. sampai akhirnya km menghilang dari tempat kerja, aku pun menyesal. kini, aku bertekad untuk bertemu dengan mu dan menyatakan cinta secara langsung, mengerahkan seluruh keberanian ku." kataku.

"coba deh katakan, bagaimana ciri-ciri saya, bila km emank kenal banget dengan ku!". kata Aisyah.

di alis kanan bagian atas, km punya tahi lalat, kecil tapi manis dipandang mata. km selalu memotong rambutmu sebahu. aku tidak pernah melihat rambutnya trlalu pendek atau terlalu panjang. kau punya banyak baju berwarna merah jambu, karna itu kesukaanmu. km duduk di meja paling depan di kantor mu. nama sahabat yang ada di sebelahmu itu adalah Elly. aku juga pernah berkenalan dengan adik mu, saat dia menjemputmu pulang kerja. namanya Subhan.

lalu kurangkai seribu satu kata, yang membuat Aisyah terlena dalam indahnya cinta. akhirnya, dia begitu percaya bahwa aku benar-benar mencintainya. dan dia sudah benar-benar jatuh cinta padaku, kendatipun belum pernah bertatap muka. dia berkata, "aku benar-benar bahagia, karna menemukan pria yang benar-benar menyayangi ku, bijaksana, sabar dan sangat pengertian."

kami pun sering telpon-telponan.

"aku ingin segera bertemu dengan mu. aku telah sangat kenal dengan pribadi mu. aku tidak peduli dengan rupa mu. aku akan terima kamu apa adanya." kata Aisyah.

"Sabar Yang, saya masih sibuk sampai dengan hari jum`at nanti. Insya Allah, sabtu siang, saya berangkat ke Jakarta, untuk menemui mu. aku akan langsung bawa orang tua ku, karena bila kamu setuju dan dapat menerima aku, aku ingin kita langsung bertunangan." kata ku.

betapa gembiranya Aisyah. hatinya begitu berbunga-bunga.

sementara aku, sedih dan bingung serta mengutuk diri sendiri, "wah brengsek diriku ini. gimana nih, kalo udah gini, kasian si Aisyah. gak mungkin lah aku ke Jakarta buat ngelamar dia. aku udah punya  istri dan anak. kalo aku terus terang, pasti lah akan sangat menyakiti hatinya. kalo enggak terus terang, gmana juga. uh.. dasar bahlul aku..."

hari sabtu yang dijanjikan, telepon berdering. "A, sudah sampai mana?" tanya Aisyah.

"aku baru sampai terimanal leuwi panjang. baru mau naik bis." jawab ku berbohong, padhal aku sedang berbaringan di dalam kamar.

Beberapa lama kemudian, Aisyah menelpon lagi. saya jawab, baru sampai sini baru sampai situ, sambil dibumbui cerita-cerita boong, biar dia percaya bahwa aku sedang berada di perjalanan. saat anakku yang berusia 5 tahun masuk ke kamar dan berteriak-teriak, "Ayah..Ayah...!" aku cepat-cepat matikan HP. saat Aisyah menelpon lagi, dia tanya, "tadi itu siapa ada anak manggil ayah-ayah?"

"itu tadi, ada anak kecil manggil-manggil ayahnya. emank kenapa?" tanyaku.

"enggak, kok kenceng banget suaranya. kayak lagi di dalam ruangan." Aisyah keheranan.

tapi dasar lidahku pandai berkelit. ada saja kata-kata yang bisa digunakan untuk berbohong dan membuat orang lain menjadi yakin. rasanya, aku mnjadi orang yang paling brengsek.

sampai jam 12 malam. "Yang, udah nyampe mana sih, kok belum nyampe-nyampe. Mama Papa udah nanyain tuh...".

wah...tambah runyam urusan. sejak lama Aisyah selalu curhat kepada ibunya tentang adanya seorang pria yang sayang kepadanya. dan rupanya ibunya pun mendukung, dan ikut senang bila anak nya bahagia. entahlah, karma apa yang akan berlaku pada diriku, karna perbuatan ini.

"Sekarang kan udah malam sayang, saya tidur di hotel aja dulu. gak enak malam-malam ke rumah mu. besok pagi aku baru ke rmah mu, OK?! sekarang, bobo lah yang nyenyak.!" Demikian bujuk ku pada Aisyah. Kuhibur hatinya dengan setujua sms puisi, sampai dia ngantuk dan terlelap tidur.

aku termenung sendirian serta menyesali perbuatanku sndiri. aku marah pada diriku sndiri, knapa aku tega membodohi gadis yang tak berdosa itu. ku pikir, semua ini harus ku akhiri, tapi aku tak sanggup untuk jujur. ku buka kartu HP ku, lalu ku buang ke tempat sampah. "Selamat tinggal Aisyah. Maafkan aku! tidurlah yang nyeyak dan lupakan aku!".

entahlah, mungkin sejak saat itu, Aisyah selalu menunggu-nunggu aku. entahlah, apa sakit hatinya telah terobati ataukah tidak. seandainya, Aisyah membaca tulisan ku ini, semoga tidak menggugah luka hati kembali.

semoga orang lain, tidak ada yang meniru perilaku aku yang brengsek sperti itu.

4
Diskusi Umum / Kebahagiaan yang terlahir dari kesendirian
« on: 06 August 2010, 02:27:28 PM »
(1). bolehkah kita merindukan kebahagiaan yang terlahir dari kesendirian?
(2).Apakah kerinduan terhadap kebahagiaan yang terlahir dari kesendirian tersebut merupakan bentuk kemelekatan?
(3).Apakah kerinduan tersebut bersifat baik ataukah buruk?

Quote
di sini, para bikhu, seorang memasuki dan berdiam di Jhanna Pertama, yang dibarengi oleh pemikiran dan pemeriksaan, dengan suka-cita dan kebahagiaan yang terlahir dari kesendirian. Dia menikmati, merindukan dan menemukan kepuasan di dalamnya. Setelah menjadi mantap, kokoh, dan sering berdiam di dalamnya, tanpa terjatuh darinya, ketika mati, dia terlahir kembali di antara kelompok para Dewa di alam Brahma.

sumber : Petikan Angutrara Nikaya 2, hal.

5
Pengalaman Pribadi / syair yang kubaca, bila usai meditasi
« on: 30 July 2010, 09:07:41 PM »
saya tidak tau, apakah dalam budhisme kita dianjurkan membaca mantra sebelum atau sesudah bermeditasi ataukah tidak. Jadi, sekalian saya ingin menanyakan tradisi umat budhis, tentang apa yang biasa mereka lakukan sebelum atau sesudah bermeditasi? apakah suka membaca mantra atau syair seperti yang saya lakukan?

berikut ini, adalah syair yang sering saya baca, bila saya usai meditasi.

belumkah lega dadaku
telah lepaskah dariku beban
(yaitu) beban yang memberatkan punggungku
dan telah terangkatkah namaku
hingga ke langit, terkenal diantara para dewa
beritanya sampai ke alam brahma
sehingga mereka tertarik untuk datang dan melihat
tentang siapa yang sedang bersemedi
sampai mengguncang alam asura
menakutkan para mara
dikagumi para devi
maka sesungguhnya suka itu bersama dukha
sesungguhnya bersama dukha itu sukha
bila meditasi telah usai
aku akan bangkit untuk bekerja
melakukan apa yang seharusnya aku lakukan
dan tak satupun yang kulakukan
kecuali agar dapat merealisasi nibbana

6
Diskusi Umum / akibat karmanya sendiri
« on: 29 July 2010, 08:58:33 AM »
dua orang karyawan, pulang kerja larut malam. Maklum lagi banyak lemburan. Sepulang kerja, karena beberapa urusan, mereka berdua mampir ke rumah rekan kerja nya yang lain. Pukul 01:30, barulah mereka beranjak menuju pulang ke rumah.

Tak disangka, di perjalanan mereka berpapasan dengan sekelompok geng motor di gang sempit. Hanya dengan alasan menghalangi jalan, dua karywan tersebut diseret ke lapangan terbuka serta dianiaya oleh kelompok geng motor tersebut, dengan tangan kosong dan senjata tajam. Para gengster itu mengeluarkan cerulit yang tajam dan mengkilap, serta menyabetkannya ke dua karyawan malang tadi. Dalam sejekap, lapangan yang biasanya digunakan untuk bermain anak-anak di sore hari, kini penuh bersimbah darah.  Itu terjadi di tengah pemukiman yang padat penduduk, hanya 100 meter dari rumah ku.

Teriakan-teriakan iblis terdengar penuh kebengisan, bercampur jeritan-jeritan dua manusia malang yang tubuhnya terkoyak-koyak. Suara motor para geng motor dibunyikan sekencang-kencangnya, seperti hendak mereka jadikan irama nyanyian bagi tangisan dua orang yang tengah sekarat.

Dengan suara segemuruh itu, tidaklah mungkin masyarakat setempat tidak ada yang mendengar. Semua orang punya telinga dan mata, sehingga pastilah tau apa yang terjadi. Tapi, tak ada seorangpun yang hendak terjun untuk menolong. Para penduduk takut, dan tak dapat menolong. Mereka hanya mengintip dari balik celah jendela, atau dari lubang kunci pintu, atau hanya mendengar jeritan-jeritan itu di atas kasurnya, sambil berselimutkan selimut yang hangat, sambil memeluk erat-erat istrinya. Sebagian terdiam dan bingung. Sebagian ingin menolong, tapi tak ada yang bisa dilakukan. Sebagian mengutuk kebengisan geng motor tersebut. Sebagian orang komat-kamit, berdoa dan mengharap keajaiban. Sebagian orang menyingsingkan lengan baju, serta mulai menenteng samurai bermaksud hendak ikut bertempur menghadapi para pengikut iblis yang tak memiliki hati. Tapi, sebagian yang lain mencegah orang yang punya keberanian untuk tidak meneruskan maksudnya dengan berkata, "jangan konyol, kau akan mati. Biarkan saja itu, toh itu tidak akan terjadi kecuali atas karmanya sendiri. Itu bukan karma kita. Itu bukan salah kita."

sebagian orang menelepon polisi. Sungguh terlambat datanya polisi itu. Dini hari yang sunyi, sejak jauh polisi sudah membunyikan sirine. Tentulah para iblis itu tau akan kedatangan aparat. Mereka pun kabur melarikan diri, meninggalkan dua orang malang yang sekarat. Ku kira, akan datang sepasukan polisi dengan senjata lengkap. Eh ternyata, Cuma dua orang polisi. Kemana yang lainnya? Kalau begitu, bagaimana bisa para iblis itu akan ditangkap?

Dua pria malang itu ditolong oleh polisi, dilarikan ke rumah sakit. Tapi sayang, nyawanya tidak tertolong.

aku pulang dari warnet, habis diskusi dan berdebat dengan para pendiskusi dan para pendebat di forum-forum diskusi. Melihat darah tercecer di mana-mana. Hatiku geram. "biadab!". menurut saksi mata, para geng motor tersebut tampaknya para pemuda belasan tahun. Sangatlah pedih hatiku mendengar berita itu.

Teringat dengan apa yang terjadi padaku di masa lalu, aku mengalami kejadian yang serupa. Hanya karena aku salah sedikit kata, para geng itu memukuli habis-habisan, dan ditonton oleh kaum bapak, kaum ibu, pemuda, gadis, dan anak-anak. Semua hanya menjerit dan berteriak, tanpa seorangpun yang berani mengulurkan tangan, untukku yang sedang tertimpa malang. Mungkinkah mereka berpikir, "tak usah kita tolong, toh itu karmanya sendiri." sebuah cara berpikir yang tampaknya sangat menyenangkan kaum penjajah dan para penguasa yang diktator. Seakan bangsa kita telah melupakan semboyan nenek moyangnya sendiri "bersatu kita teguh bercerai kita runtuh".

Kasus geng motor masih belum terselesaikan hingga saat ini. Kasus diatas, belum lama ini terjadi. Dan sudah terjadi beberapa kali lagi. Ketika kehadiran para geng motor belum dapat ditumpas, sudah muncul kasus lain yang lebih mengerikan, yakni penculikan anak-anak yang sudah terjadi di mana-mana. Hari sabtu yang lalu seorang anak telah hilang di Bandung. Dan orang tuanya mencarinya ke mana-mana. Tapi tak menemukan. Hari senin ditemukan sudah menjadi mayat, tanpa jantung dan mata. Lalu, haruskah kita berkata, "biarkan saja itu semua, toh itu karmanya sendiri. Tak ada yang bisa kita lakukan. Semua harus menerima karmanya masing-masing."

uh… tampaknya menyenangkan, dengan cara pandang seperti itu, kita dapat tetap perpangku tangan, atau tidur nyenyak dibalik selimut yang hangat, tanpa peduli dengan persoalan-persoalan kriminal yang terjadi disekitar kita, "tak perlu khawatir, tak usah gelisah, hiduplah dengan tenang, biarkan apa yang harus terjadi untuk terjadi, tidak ada yang bisa kita lakukan. Manusia menerima karmanya masing-masing."

7
Diskusi Umum / Apakah semua pembunuhan itu merupakan pelanggaran?
« on: 22 July 2010, 05:35:26 PM »
siapakah pembunuh yang mampu mencapai kesucian sotapanna?

Jawab : Seorang algojo yang terbebas dari rasa bersalah atas pembunuhan yang selalu dilakukan selama hidupnya .

Apakah pembunuhan yang dilakukan bukan atas kehendak diri sendiri merupakan suatu pelanggaran?

Mungkin jawabannya dapat ditemukan dalam kisah berikut :

Pada masa kehidupan Budha, ada sebuah cerita tentang seorang algojo yang bertugas melakukan hukuman mati. Selama hidupnya, dia melayani raja sebagai seorang algojo. sampai menjelang tua dia mengundurkan diri karena sudah tidak kuat lagi melakukan tugasnya.

Bikhu Sariputa bertemu dengan algojo itu ketika ia menjelang ajal. Bikhu Sariputa membabarkan Dhamma untuknya, tetapi dia tidak dapat berkonsentrasi  pada Dhamma yang dibabarkan, karena terlalu banyak hal yang bertentangan dengan apa yang telah dilakukan oleh algojo tersebut.

Mengetahui hal itu, Bikhu Sariputa bertanya, "Apakah Anda melakukan eksekusi berdasarkan keinginan Anda atau atas perintah Raja?"

Algojo itu menjawab, "saya harus melaksanakan perintah raja. Saya tidak membunuh atas kehendak saya sendiri."

Bikhu Sariputa melanjutkan,"Jika begitu adanya, apakah hal itu dikatakan pelanggaran?" Bikhu Sariputa melanjutkan pembabarannya. Orang tua itu mulai berpikir dan kelihatan ia terbebas dari rasa bersalah dan pikirannya menjadi tenang. Sembari mendengarkan Dhamma yang dibabarkan bikhu Sariputta, dia mencapai tataran Culasotapanna (pemenang arus muda) dan terlahir kembali di alam deva (deva-loka) setelah kematiannya.

Sumber : ABHIDHAMMA SEHARI-HARI, HAL. 74

8
Pengalaman Pribadi / antara berdana, meditasi dan orang pelit
« on: 21 July 2010, 07:16:09 PM »
setahun yang lalu, saya mengalami kehidupan ekonomi yang sulit. Di tengah penderitaan hidup akibat terpuruknya ekonomi, saya tidak lupa untuk selalu bermeditasi. Paling tidak, meditasi ini dapat melepaskanku dari kegelisahan hidup yang berlebihan, membuat saya tetap tenang dan berpikir jernih walaupun kesusahan hidup menghimpit. Saya tidak bermaksud lari dari kehidupan dengan cara bermeditasi, tapi meditasi dapat saya jadikan sebagai tempat istirahat tubuh batin, setelah begitu lelahnya menghadapi sulitnya kehidupan. Setidaknya saya tidak mengalami mental yang stress. Faktanya, selama masa sulit tersebut, justru saya mengalami berbagai kemajuan yang besar dalam bermeditasi.

Kemudian, kehidupan ekonomi saya bangkit kembali. Kini kehidupan keluarga kami cukup baik. Saya telah mengambil beberapa proyek pekerjaan sebagia proyek yang waktunya tidak mengikat, mendapat cukup banyak order pemrograman dan mendapat jabatan baru di kantor sebagai Tata Usaha. Anggota keluarga pun tampak mengalami kegembiraan karena terpenuhinya kebutuhan hidup. Dan dalam keadaan hidup yang menyenangkan ini, sayapun tak lupa untuk selalu bermeditasi.

Hari ini sepulang bekerja, hati saya cukup riang dan berpikir, "uh… betapa menyenangkannya pekerjaanku, sangat sesuai dengan bidang keahlianku, seturut dengan bakatku, dan aku mencintai pekerjaanku." Bahkan atasan pun gembira, karena aku dipandang berprestasi dan mampu melakukan terobosan-terobosan baru yang bermanfaat bagi lembaga. Pujianpun datang dari sana sini. Tampaknya hal itu bisa menimbulkan kemelekatan di dalam diriku.

Di sore hari ini, saya bisa melakukan banyak hal yang menyenangkan bersama anak-anak, pergi ke mall, nonton bioskop, bersepeda bersama, atau sekedar bersantai ria di ruang tamu. Tapi, saya tidak memilih melakukan hal yang dianggap menyenangkan tersebut. Sebaliknya, saya memilih masuk ke dalam kamar sendirian, mematikan lampu dan bermeditasi.

Setelah satu jam bermeditasi, terasa olehku bahwa aku tidak mengalami banyak kemajuan. Kemurungan mulai muncul. Keriangan menjadi hilang. Dan ketika meditasi telah lebih dari 2 jam, mulai muncul pemikiran di dalam batinku, "aku telah banyak menyia-nyiakan waktu dengan duduk meditasi ini. Apa artinya duduk berjam-jam dengan memperhatikan nafas keluar masuk keluar masuk, tak tentu akhirnya, dan tak jelas hasilnya."

lalu, aku menyudahi meditasi dan merenung sendiri, "mengapa aku harus menyulitkan diri dan membuat masalah dalam hidup dengan cara bermeditasi. Hidupku sudah cukup baik, menyenangkankan, dan dengan uang yang kumiliki, aku bisa membeli banyak hal yang menyenangkan di dunia ini. Lalu kenapa aku menyusahkan diri dengan duduk menyendiri di kamar ini?"

lalu ku jawab sendiri pertanyaan itu. "ya, di dunia ini banyak hal yang menyenangkan. Dan ku tau, semua hal yang menyenangkan itu adalah potensi bagi penderitaan, seperti pegas atau seperti anak panah yang ditekan pada tali busurnya. Semakin keras menariknya, maka akan semakin kencang panah itu melesat menuju pada penderitaan. Oleh karena itu, aku tidak dapat membiarkan diriku terlena di dalam kesenangan hidupku, aku tidak akan bersenang-senang walaupun aku bisa melakukannya."

lalu terpikir olehku, "mungkinkah, sulitnya aku mengalami kemajuan dalam meditasi saat ini, justru karena aku mengalami hidup yang menyenangkan? Kenapa dulu, sewaktu aku mengalami kehidupan yang sulit, justru aku mudah mengalami kemajuan di dalam meditasi? Apakah justru kesulitan hidup itulah yang menjadi kekuatan bagiku untuk bisa mengembangkan batin melalui meditasi? Ya mungkin begitu."

aku juga teringat tentang prinsip landasan konsentrasi, bahwasannya konsentrasi itu memerlukan landasan. Meditasi sulit berkembang, karena konsentrasi sulit berkembang. Konsentrasi sulit berkembang karena mungkin landasannya lemah. Dan apa yang menjadi landasan konsentrasi ini? Yakni moralitas. Karena mengingat prinsip ini, berarti tidak seharusnya aku memaksakan untuk terus duduk bermeditasi bila meditasi sulit mengalami kemajuan. Sebaliknya, aku harus melatih dan mengembangkan moralitas di dalam kehidupan. Dan prinsip lain mengatakan "seseorang yang tidak dapat mengendalikan tubuhnya, maka ia tidak akan dapat mengendalikan pikirannya." dan latihan moralitas adalah latihan kedisiplinan tubuh. Dan latihan kedisiplinan tubuh ini merupakan latihan pengendalian tubuh. Dan latihan pengendalian tubuh merupakan langkah awal dari latihan pengendalian pikiran."

di dalam budhisme dikenal dengan tiga unsur, Sila Samadhi Panna. Dalam sebuah sutta, saya pernah membaca bahwa sang Budha bersabda, "Sila menjadi samadhi, dan samadhi menjadi panna. Panna menjadi samadhi, dan samadhi menjadi sila". Dan berdana merupakan bagian dari sila. Rupanya, berdana itu juga dapat menolong kita dalam mengembangkan batin di dalam meditasi. Mmh… tapi rupanya untuk berdana, aku termasuk "orang yang pelit". Menyadari bahwa diriku termasuk "orang yang pelit" aku merasa takut. Karena pelit berarti tanda kemelekatan di dalam diriku masih kuat. Dan di dalam sutta-sutta, sang Budha menjelaskan bahwa orang yang pelit, kelak akan menjadi orang miskin sebagai buah karma nya. Owh.. Sungguh menakutkan. Karena aku takut menjadi orang yang miskin. Tapi bukankah rasa takut menjadi orang yang miskin ini juga merupakan tanda kemelekatan? Maka, apakah aku akan berdana karena terdorong oleh kemelekatan? Dan aku juga tidak tau, apakah aku bekerja karena takut miskin, atau karena hal lainnya? Pemikiran ini pula yang akhirnya membuatku tetap menjadi "orang pelit". Terlebih lagi, mungkin aku trauma, karena dulu aku telah jatuh miskin, karena kata istriku aku terlalu dermawan ke sesama, menolong banyak orang sampai membuat hidup keluargaku sendiri menjadi sengsara. Tapi ketika aku jatuh miskin, tak seorangpun datang untuk menolong. Semua itu telah mengajariku agar aku tetap menjadi orang yang pelit.

Sampai saat ini, aku telah melihat "jalan kebenaran" seperti jalan-jalan diperkotaan yang rumit, bersaling silang, berliku-liku dan bisa menyesatkan orang kampung yang baru datang. Aku tidak tau dengan pasti, jalan mana yang harus ku tempuh untuk sampai pada suatu tujuan yang kuharapkan. Semuanya hanyalah "coba kulakukan". Banyak orang memberi petunjuk, tapi setelah dipraktikan, ternyata tidak selau benar. Bahkan justru banyak yang menyesatkan. Membuat aku tidak percaya lagi pada kata-kata orang. Dan aku berusaha sendiri untuk mencarinya.

9
Diskusi Umum / apa itu Berpikir?
« on: 17 July 2010, 10:18:40 PM »
apa itu berpikir

Saat kita memulai bermeditasi, muncul berbagai ingatan di dalam pikiran. Bayangan-bayangan ini mengganggu konsentrasi. Tetapi tidak ada yang lebih mengganggu samadhi melebihi pikiran yang berpikir.

Dalam meditasi, ketika kita mengamati keluar masuknya nafas, dan kita membantin "masuk, masuk, masuk" ketika nafas itu masuk, pada tahap ini, pikiran kita tidak disebut berpikir, tapi "menyadari" nafas masuk. Demikian pula ketika mengamati nafas keluar. Jika kita dapat mempertahankan sikap pikiran tanpa berpikir secara terus menerus, maka kita akan cepat sampai pada samadhi dan mencapai jhana-jhana. Tetapi, bila aktifitas berpikir selalu muncul, maka samadhi akan sulit tercapai. Oleh karena itulah kita harus mengenali apa itu berpikir. Untuk meditasi, bila kita tidak mengetahui "apa itu berpikir", maka kita seperti pergi ke medan tempur, tanpa tahu betul siapa musuh kita.

Munculnya ingatan-ingatan tentang masa lalu, pekerjaan-pekerjaan, dan berbagai macam bayangan lainnya di dalam pikiran itu merupakan vipaka (kesadaran hasil), sebagai akibat dari kamma. Tetapi, itu bukanlah apa yang disebut "berpikir".

Berbagai macam kata dapat bermunculan dalam pikiran kita tanpa tersusun sebagai kalimat-kalimat. Bahkan satu kata dengan kata lainnya tidak difahami hubungannya. Demikian juga, kita dapat melihat berbagai fenomena dalam pikiran tanpa memahami hubungan dari fenomena-fenoman itu. Ketika fenomena-fenomena itu muncul, ketika fenomena itu kita sebut nama-namanya, pada tahap itu, kita belum disebut berpikir. Tetapi bila kita mulai menceritakan pengalaman-pengalaman tadi, berarti kita telah berpikir.

Berpikir adalah menyusun kata-kata menjadi saling berhubungan satu sama lain. Berpikir juga berarti menghubungkan suatu fenomena dengan fenomena lainnya dalam pikiran.  Berpikir berarti menempatkan kesadaran kepada suatu objek sampai pikiran bergerak untuk menyadari bagian-bagian lain dari objek yang disadari itu. Seperti seseorang yang sedang berlatih menghadapi tembok yang tampak kosong. Setelah memperhatikan tembok itu beberapa lama dia dapat menemukan bahwa ditembok banyak sekali hal. Kemudian sanna melakukan suatu pencatatan dan dapat menghubungkan satu bagian dengan bagian lainnya. Adanya bahasa lisan dan tulisan, menandai adanya aktifitas berpikir. Adanya nama-nama, menandai adanya kesadaran dan sanna/persepsi.

Ada berbagai macam cara seseorang berpikir. Salah satunya adalah berpikir analitik. Berpikir analitik berarti menghubungkan satu objek dengan objek lainnya yang merupakan kemestian bagi objek yang pertama. Seperti misalnya, "benda" dengan "berat". Setiap benda memiliki berat. Contoh lainnya "api" dengan "panas". Setiap api itu panas. Setiap orang yang menyelidiki benda, tentu menemukan sifat berat. Setiap orang yang menyelidiki api, tentu menemukan sifat panas. Oleh karena itu menghubungkan objek yang menjadi kemestian bagi objek lainnya disebut dengan berpikir analitik.

Cara berpikir lainnya adalah cara berpikir sintetik. Cara berpikir sintetik, berarti menghubungkan satu objek dengan objek lainnya yang bukan merupakan kemestian bagi objek yang pertama. Semacam "baju" dan "basah". Sifat "basah" merupakan kemestian bagi "air" tapi bukan kemestian bagi "baju". Seseorang yang berkata, "bajuku basah", berarti dia telah berpikir dengan cara sintetik.

Contoh kalimat-kalimat lainnya yang merupakan tanda seseorang berpikir sintetik adalah sebagai berikut :

saya tidak berpikir
saya berpikir
saya ingin mengamati, apakah saya berpikir

Munculnya objek, perhatian, kesadaran dan pencatatan, merupakan awal terjadinya "berpikir". Ketika suatu objek muncul, kita memperhatikan, menyadari, mencatat atau menyebut namanya. Ketika objek nafas bergerak melewati lubang hidung, kita membantin "masuk, masuk, masuk". Tetapi, tanpa dikehendaki persepsi lain, selain persepsi tentang nafas bisa muncul secara tiba-tiba dan mengganggu konsentrasi. Pikiran tidak dapat tetap pada objek nafas. Bisa jadi terbayang suasana bandara kapal udara, dimana munculnya persepsi tersebut akhirnya menimbulkan dorongan kepada pikiran untuk menganalisis. Munculnya dorongan ini dapat disadari sebagai dorongan untuk berpikir. Tetapi, bila kita memperhatikan persepsi tersebut, dan mengamati satu persatu fenomena, menyebut nama-namanya, tanpa menghubungkan satu fenomena dengan fenomena lainnya, maka hal itu tidak termasuk kepada aktifitas berpikir. Walaupun tidak berpikir, tapi konsentrasi telah diganggu oleh ingatan-ingatan, imajinasi-imajinasi dan khayalan-khayalan yang muncul. Tetapi, bila kita sudah tidak berpikir, berarti satu macam penghalang dalam samadhi telah dapat kita singkirkan.

Selain munculnya persepsi, seringkali muncul kata-kata di dalam pikiran tanpa didahului objeknya secara jelas. Seperti misalnya "apa", "jika", "kenapa", "mencoba", "andaikata". Jika, kata-kata semacam ini muncul, maka hal itu merupakan tanda munculnya dorongan berpikir.  Karena kata-kata seperti itu, jika diteruskan, akan menyebabkan pikiran kita menghubungkan satu fenomena dengan fenomena lain. Ini berarti "berpikir".

hal yang mendorong aktifitas berpikir

Selanjutnya, perlu kita menyelidiki, apakah sebenarnya yang mendorong pikiran menghubung-hubungkan satu fenomena dengan fenomena lainnya? Penyebabnya adalah "ketidak tahuan". Baik berpikir analitik ataupun sintetik, keduanya terdorong untuk mengetahui. Orang terdorong untuk mengetahui, karena ketidak tahuan. Seandainya sudah mengetahui, maka apakah lagi yang mendorong dia untuk memikirkannya lagi?

Dalam meditasi, kita seringkali terdorong untuk menganalisis pengalaman kita sendiri. Usaha untuk menganalisis ini berarti berpikir. Sebelumnya kita tidak tahu banyak, apa yang akan terjadi dalam meditasi kita. Mungkin kita mengharapkan suatu pengalaman yang lebih dalam dalam suatu meditasi, dan mungkin kita mengalami suatu pengalaman yang luar biasa dalam meditasi kita. Tetapi, seringkali kali pula kita tidak cukup puas hanya dengan pengalaman luar biasa itu saja, karena kita terdorong untuk juga memahami pengalaman itu atau berusaha menstranformasikannya kedalam suatu bentuk pemikiran dan bahasa yang kiranya bisa dikomunikasikan.

Objek yang netral, bisa diidentifikasi sebagai objek yang membosankan, sehingga objek itu tidak mendorong seseorang untuk menyelidiki, menganalisis atau memikirkannya. Orang cenderung mengabaikan objek yang dianggap membosankan. Objek yang menyenangkan dan objek yang membencikan, keduanya membuat pikiran terpikat, dan melekati objek. Karena melekat inilah, maka muncul dorongan berpikir dari kemelekatan, setelah munculnya dorongan berpikir dari ketidak tahuan.

Pemikiran-pemikiran muncul karena pikiran sendiri yang menciptakannya, untuk mempertahankan hal yang menyenangkan dan menolak hal yang membencikan. Tapi, bila seseorang tidak melekati atau membenci sesuatu, maka ia akan membiarkan semua objek muncul dan berlalu tanpa sempat memikirkannya. Ada imajinasi-imajinasi yang kita pertahankan, ada khayalan-khayalan yang kita pertahankan, dan objek-objek yang tidak kita biarkan muncul dan berlalu dengan sendirinya. Kita mencoba menghentikan objek yang seharusnya berlalu, karena kita ingin menganalisisnya.

Untuk mengatasi munculnya "berpikir" di dalam meditasi, kita harus membiasakan diri di dalam kehidupan untuk menjauhi kesenangan duniawi. Sebab, seseorang yang terbiasa mengejar-ngejar kesenangan duniawi, maka pikirannya selalu berusaha menciptakan khayalan-khyalan yang menyenangkan di dalam meditasinya, seakan-akan perbuatan pikiran dalam menciptakan khayalan-khayalan itu terjadi dengan sendirinya secara otomatis. Karena itulah pemikiran-pemikiran menjadi selalu muncul dan samadhi sulit tercapai.

Sebelum bermeditasi, kita dapat mengukur diri, sampai sejauh mana kita akan dapat mengembangkan batin di dalam meditasi. Cara mengukurnya adalah dengan bertanya pada diri sendiri, "adakah di dunia ini suatu hal yang masih kita anggap menyenangkan?" lalu jawab secara jujur oleh diri sendiri. Jika kita masih berpikir, "ini menyenangkan, dan itu tidak menyenangkan", berarti pikiran kita belum terbebas dari khayalan dan kemalasan. Berarti tidak akan banyak kemajuan dalam meditasi yang akan kita capai. Bila kita sudah tidak dapat menemukan apa yang bisa dianggap menyenangkan di dunia ini, maka pada saat itulah, meditasi kita akan melesat seperti kilat. Karena pikiran mudah untuk ditundukan, tidak lagi liar, dan tidak lagi mencoba menciptakan khayalan-khyalan yang menyenangkan atau membencikan.

Kita sulit mencapai samadhi, karena kita masih memiliki pandangan X. adapun X = anggapan bahwa yang ini menyenangkan dan yang itu tidak menyenangkan. Setiap yang masih memiliki pandangan X, maka ia sulit mencapai samadhi.

Dari mana asal-usul premis mayor tersebut? Dari fakta pengalaman pribadi yang diamati dan dianalisis secara langsung. Bahwa saya menemukan pandangan X tersebut merupakan sesuatu yang membuat pikiran sulit mencapai samadhi. Tentu saja, pengalaman pribadi merupakan sesuatu yang berada di luar jangkauan orang lain. Tetapi, tidaklah mustahil orang mengalami dan menemukan hal yang serupa di dalam meditasi mereka, sebagaimana yang saya alami, sehingga bisa membuat suatu kesimpulan yang sama pula. Oleh karena itu, fakta pengalaman pribadi ini saya kemukakan untuk menjadi perbandingan dengan pengalaman pribadi orang lain, seolah saya bertanya, "apakah anda mengalami hal serupa dengan apa yang saya alami?"

Bagi sebagian orang, menghilangkan anggapan adanya hal yang menyenangkan di dunia ini adalah mustahil. Hal yang menyenangkan dan hal yang membencikan, dianggap sebuah fakta yang tidak dapat dipungkirinya adanya. Tapi, bagi sebagian orang lagi sesungguhnya tidak demikian. Lagi-lagi pengalaman pribadi yang berbicara, bahwa suatu waktu saya mengalami suatu kondisi meditatif, dimana batin saya tidak lagi memiliki pandangan x. tetapi bukan tidak mengetahui apa yang dianggap menyenangkan dan tidak menyenangkan, melainkan ketika munculnya sesuatu yang dianggap menyenangkan, maka saya memperhatikan lebih dalam, apa itu perasaan menyenangkan, dan akhirnya ditemukan bahwa ternyata itu hanyalah ilusi yang diciptakan oleh pikiran, dan itu adalah dukha.

Hal yang menyenangkan itu adalah dukha. Karena hal yang menyenangkan itu muncul dan lenyap dengan sangat cepat dan merupakan hal yang diharapkan munculnya. Oleh karena itu ada dukha yang muncul dari harapan yang tidak terpenuhi. Dan hal yang menyenangkan tidak direlakan kepergiannya. Oleh karena itu ada dukha dari lenyapnya hal yang menyenangkan. Dengan melihat semua itu, maka berarti hakikatnya, hal yang menyangkan itu adalah dukha atau hal yang menyebabkan dukha. Dan yang menjadi sebab utama dukha itu, bukanlah objek-objek menyenangkan di luar sana, tetapi sikap pikiran yang melekati objek yang dianggap menyenangkan itu.

Rasa menyenangkan itu sendiri, bukanlah sesuatu yang salah. Karena seumur hidup rasa menyenangkan akan selalu muncul dan lenyap mengikuti jalannya sendiri. Yang salah adalah kemelekatan terhadap rasa menyenangkan itu. Dan kemelekatan itulah yang saya maksud "pandangan X". Dan pandangan X bukanlah pengetahuan tentang yang menyenangkan dan bukan menyenangkan. Dan pandangan X tersebut bisa menjadi salah satu faktor yang mendorong seseorang untuk mengembangkan aktifitas berpikir, bukan sekedar untuk mengembangkan pengetahuan, malainkan untuk mengembangkan perasaan menyenangkan di dalam dirinya.

10
Diskusi Umum / Menelaah Budhisme dari sudut Logika
« on: 12 July 2010, 08:10:32 PM »
dan, buka topik baru, di postingan pertama dijelaskan rule2xnya dan tujuan topik itu.



sebagaimana telah disarankan oleh pak Sumedho, saya ingin membuka thread baru untuk mendiskusikan budhisme dari sudut pandang logika.

di thread ini, saya berjanji akan menjelaskan logika dengan cara yang baik dan sopan. bila saya menggunakan kata-kata kasar atau mencaci maki, silahkan moderator mengunci atau menghapus thread ini.

tetapi, thread ini tidak saya bukan untuk debat duet dengan seseorang, melainkan untuk menjelaskan bagaimana cara kerja logika dalam memahami Budhisme. di thread ini, saya akan mencoba menjelaskan segala sesuatunya secara lebih bertahap dan terperinci, sesuai dengan norma-norma logika.

tentu saja, misi dari thread ini adalah mensosialisasikan logika sambil mengembangkan pemahaman tentang budhisme. dalam hal ini, janganlah saya dipandang sebagai "orang yang mengajari", karena banyak orang "tak suka diajari". tetapi, pandanglah saya sebagai orang yang ingin menyampaikan informasi bagi yang merasa memerlukan informasi. siapa yang membutuhkan informasi ini? saya tidak tahu, hanya barangkali saja anda diantara pengunjung dhammacitta yang membutuhkan informasi seputar logika, sebagai jalan untuk memahami pengetahuan-pengetahuan agama dan filsafat dengan benar.

seandainya anda lebih tahu soal Logika dari pada saya, silahkan lengkapi saja penjelasan-penjelasan saya, tanpa perlu saling menyalahkan. jika dirasa, ada kekeliruan didalam apa yang saya nyatakan, silahkan buktikan saja kebenaran logika yang anda tahu. jika ada yang harus dibenarkan ataupun disalahkan, maka cukuplah kalimat yang dibenarkan dan silahkan, tak perlu membenarkan atau menyalahkn orangnya. mari fokus membahas pernyataan-pernyataan dan bukan fokus membahas orang yang membuat pernyataan.

11
Diskusi Umum / 4 Sarana Efektif Penyebaran Dhamma
« on: 08 July 2010, 06:56:11 PM »
4 sarana efektif penyebaran dhamma sebagaimana yang saya fahami adalah sebagai berikut :

1. penguasaan Tipitaka

tanpa mengutip kalimat-kalimat dari Tipitaka sekalipun, kebenaran dapat diungkapkan dan difahami. Tetapi, kebenaran yang dianggap tidak berlandaskan sutta bisa dianggap bukan ajaran dari Sang Budha. Karena itu, keyakinan dan semangat penerima ajaran jadi menurun. Sebaliknya, bila dikatakan ini tertulis di dalam sutta, dan benar-benar merupakan sabda sang Budha, maka keyakinan dan semangat penerima ajaran jadi meningkat.

Tetapi, penguasaan Tipitaka saja tidaklah mencukupi. Karena orang yang tertarik dengan Tipitaka, mulai berlomba-lomba untuk menguasainya. Dan mereka sengaja atau tidak sengaja, dengan mudah membuat tafsiran yang berbeda-beda. Oleh karena itu diperlukan sarana lain untuk menghindari kesalahan fahaman dan perbedaan tafsir. Sarana lain itu adalah Logika.


2. Penguasaan Logika

Logika adalah suatu sarana yang dapat menghentikan perbedaan tafsir, serta kesalah fahaman yang terjadi terhadap apa-apa yang tertulis di dalam sutta. Logika adalah jaminan 100 % dari kesesatan berpikir.

Tetapi, logika ini merupakan pengetahuan yang langka, jarang orang menguasainya. Orang merasa sulit mempelajarinya, apalagi menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, diperlukan sarana lain untuk menstranformasikan kebenaran ke masyarakat yang lebih mudah difahami dari pada bahasa Logika. Sarana lain tersebut adalah Retorika.

3. Penguasaan Retorika

Retorika adalah seni berbicara dan berperilaku yang bisa menimbulkan rasa simpati dan kepercayaan orang lain, sehingga orang lain tersebut dapat menerima pemikiran yang disampaikan. Akan tetapi, walaupun suatu kebenaran telah tertulis di dalam sutta, sesuai dengan logika, dan disampaikan dengan bahasa yang menggugah perasaan, hal itu tetap diingkari oleh sebagian orang. Karena mereka tidak dapat mengerti logika serta tidak tergugah oleh hal-hal yang sebenarnya menggugah. Mereka adalah orang yang memiliki hati yang keras seperti batu. Oleh karena itu, diperlukan sarana lain yang bisa menghancurkan hati yang keras itu, yakni kesaktian.

4. Kesaktian

Kesaktian yang dimaksud di sini adalah kemampuan mistis yang bisa membuat orang lain tunduk patuh, secara terpaksa ataupun sukarela, mereka merima dan mempraktikan ajaran yang kita sampaikan. Sang Budha pun menjadikan sarana keempat itu sebagai sarana penyebaran Dhamma.

Diceritakan bahwa ada seorang bikhu yang menghasut dan memfitnah kawannya di depan sang Budha, dengar serta merta tumbuh bisul-bisul di sekujur tubuh bikhu tersebut. Bisul-bisul tersebut membesar, matang dan pecah. Hingga akhirnya bikhu tersebut tewas. (benar enggak ya cerita ini, saya lupa membaca kisah itu di dalam sutta yang mana).

Dapat kita temukan berbagai kisah bagaimana kesaktian sang Budha berperan dalam penyebaran dhamma.

Sebagian orang berpandangan seolah-olah mengembangkan kesaktian adalah sesuatu yang salah, atau merupakan suatu tujuan yang salah dari praktik meditasi. Tentu saja salah, bila praktik meditasi nya adalah vipassana, tapi tujuannya untuk mengembangkan kesaktian. Karena vipassana bukan untuk mengembangkan kesaktian. Tetapi, mengembangkan kesaktian dengan jenis meditasi yang sesuai tidaklah salah. Walaupun untuk menyampaikan kebenaran tidak harus berbekal kesaktian, tapi itu sama halnya dengan menyampaikan kebenaran tanpa berbekal penguasaan sutta, logika dan retorika. Jika mengembangkan penguasaan sutta, logika dan retorika sebagai sarana komunikasi bukanlah sebagai sesuatu yang salah atau tercela, maka demikian pula dengan pengembangan kesaktian.

12
di forum Budhis, saya membuat statement bahwa Nabi Muhammad itu orang yang mencapai kesucian tertinggi. Seluruh umat Budhis yang ada di forum tersebut menyangkalnya. Bahwa menurut mereka, mustahil Nabi Muhammad mencapai tingkat kesucian tertinggi. [1]

Bagaimana logika mereka ?

Begini :

. Muhammad itu yang tidak mencapai kesucian tertinggi [1a]

karena…

. Muhammad adalah yang memiliki LDM [2]

sedangkan …

. Setiap yang memiliki LDM adalah yang tidak mencapai kesucian tertinggi

Logika tersebut benar dalam logika level 1. pada level 2, mengapa mereka mengatakan Muhammad masih memiliki LDM? Jawaban mereka :

karena…

. Muhammad adalah yang memiliki istri 4

sedangkan…

.setiap yang memiliki istri 4 adalah yang memiliki LDM

Logika tersebut benar. Pada level 2. tetapi, menurut mereka intinya bukan terletak pada term "beristri 4". Karena menurut mereka, "memiliki 1 istri saja sudah merupakan loba, maka apalagi 4 istri". Dengan demikian maka logikanya perlu di konversi ke dalam bentuk pernyataan sebagai berikut :

. Muhammad adalah yang memiliki LDM

karena…

. Muhammad adalah yang memiliki istri

sedangkan…

. Setiap yang memiliki istri adalah yang memiliki LDM

Logika level 2 tersebut benar. Pada level 3, mari kita pertanyakan kebenaran premis  mayornya. Pertama, dari mana asal usul dari pandangan bahwa "setiap yang memiliki istri berarti yang masih memiliki LDM" ? Saya jamin bahwa sang Budha tidak pernah menyatakan demikian. Yang menyatakan demikian adalah umat Budhis yang telah menyimpulkan dari ajaran sang Budha. Tetapi, kita perlu mengetahui, bagaimana kesimpulan tersebut dibuat? Oleh karena itu, jika Anda adalah umat Budhis yang mempunyai keyakinan bahwa "setiap yang memiliki istri adalah yang masih memiliki LDM", maka tolong kemukakanlah di sini premis-premisnya!

Jika premis-premisnya telah dikemukakan, maka kita akan mengujikan dengan Hukum Logika. Jika Logika pada level 3 ini terbukti tidak benar, maka semoga anda meninggalkan keyakinan yang tidak berdasar tersebut. Jika Logika pada level 3 tersebut benar,maka kita akan masuk pada pengujikan logika level 4. [3]


CK :

1. yang dimaksud kesucian tertinggi di sini, dalam keyakinan mereka berarti kesucian yang dicapai oleh sang Budha. Dengan demikian, saya telah menyatakan bahwa kesucian Nabi Muhammad setingkat dengan kesucian yang dicapai oleh sang Budha.

1a. Kalimat ini asalnya berbentuk E, tetapi telah dikonversi ke dalam bentuk A, dengan menambahkan kan kata "yang" pada predicate nya.

2. LDM = Loba, Dosa dan Moha. Loba = Keserakahan. Dosa = kebencian. Moha = Kebodohan spiritual.

3. ini adalah contoh teknik pengujian kebenaran melalui teknik berpikir logic terstruktur yang disebut dengan Piramida Logika. Piramida Logika tersebut terdiri dari piramida-piramida logika mulai dari level 1 hingga 4. setiap level terdiri dari 1 syllogisme.

13
Experimen Logika dan Ilmiah

X.1.logika adalah yang dibangun diatas pilar-pilar pemikiran yang tidak logis.

kenapa demikian ?

jika suatu pernyataan mengandung argumentasi. dan setiap argumentaisnya berargumenasi lagi, maka akan berujung kepada "tiadanya argumentasi"

sebagai contoh, berikut ini anggaplah argumentasi dari dari X.1 :

X.1.1. Logika adalah X
X.1.2. X adalah yang dibangun diatas pilar-pilar pemikiran yang tidak logis.

Disitu terdapat variabel X. apa itu artinya? Artinya tidak dapat ditemukan. Dengan demikian argumentasi tersebut "tidak logis" kenapa makna dari variabel x tidak dapat ditemukan? Karena argumentasi logis telah habis, disebabkan kalimat X.1 tersebut tidak lagi bersifat logika, melainkan bersifat ilmiah. Oleh karena itu tidak diperlukan lagi argumentasi logic, melainkan perlu dibuktikan oleh suatu pembuktian ilmiah.

Bagaimana cara membuktikan X.1 secara ilmiah? Yaitu dengan melakukan eksperimen seperti yang saya lakukan, yakni dengan menguji cobakan piramida logika itu sendiri. Dengan demikian eksperimen piramida logika tersebut merupakan eksperimen Logika dan juga Ilmiah. Tinggal kita saja yang memilah, mana yang dikategorikan sebagai ilmiah dan mana yang perlu di kategorikan sebagai Logika.

Akhirnya kita memahami bahwa yang dimaksud "tidak logis" belum tentu merupakan sesuatu yang salah. Karena tidak logis, bisa jadi berarti "ilmiah".

seputar persoalan ilmiah

Kenapa ilmiah disebut tidak logis?

"tidak logis" yang dimaksud dalam pengertian diatas adalah "bukan sesuatu yang bersifat logis" atau bukan hanya kesimpulan-kesimpulan yang dibangun oleh logika deduktif.

il.   ilmiah adalah sesuatu yang bukan logis

il.1.   ilmiah adalah yang tidak menggunakan kaidah-kaidah logika
il.2.   yang tidak menggunakan kaidah-kaidah logika adalah sesuatu yang bukan logis

il.1.   ilmiah adalah yang tidak menggunakan kaidah-kaidah logika
il.1.1.   ilmiah adalah yang menggunakan metoda ilmiah
il.1.2.   yang menggunakan metoda ilmiah adalah yang tidak menggunakan kaidah-kaidah logika

mungkin sebagian orang membantah il.1. kenapa? Karena menganggap bahwa dalam suatu penelitian ilmiah ilmuwan menggunakan kaidah-kaidah logika untuk membentuk hipotesa. Hal tersebut benar. Akan tetapi, hipotesa itu sendiri belumlah disebut ilmiah. Hipotesa merupakan praduga ilmiah. Bila praduga tersebut terbukti benar, maka barulah disebut ilmiah. Selama hipotesa tersebut masih berstatus praduga, berarti masih dinamakan logika dan bukan ilmiah.

Bagaimana bila suatu pernyataan ilmiah sesuai dengan suatu pernyataan logika? Bukankah itu berarti sesuatu yang ilmiah itu logis juga? Bila dipandang dari sisi ini, ya memang benar bahwa sesuatu yang ilmiah itu logis juga. Tetapi, apabila kita memandang dari sudut seni berkomunikasi, kita harus membedakan mana pernyataan-pernyataan ilmiah dan mana pernyataan-pernyataan logika. Sebab, apabila keduanya dicampur atau dianggap satu, bisa menimbulkan kekacauan dan tidak efektifnya suatu komunikasi/diskusi.

Misalnya, jika si A memberikan suatu pernyataan ilmiah kepada si B. lalu si B mempertanyakan Argumentasi Deduktif nya. Maka tentu hal tersebut bisa menimbulkan kebingungan, karena suatu pernyataan ilmiah bisa merupakan pernyataan non argumen. Seperti si A menyatakan  "tinggi tubuh saya adalah 167 CM". Adalah tidak relevan bila si B bertanya, "apa argumentasinya?" karena untuk pembuktian kebenaran kalimat si A tersebut, tidak diperlukan argumentasi, atau lebih sulit dibuktikan dengan argumentasi logic dan justru lebih mudah dibuktikan dengan praktik pengukuran secara langsung." sebaliknya, pernyataan-pernyataan logika, harus dibuktikan dengan argumentasi logis, bukan dengan eksperimen atau pembukian ilmiah. Dengan menempatkan masing-masing pernyataan pada bidangnya masing-masing akan membantu mewujudkan suatu komunikasi/diskusi yang efektif.

14
kenapa kita ingin menyampaikan pemikiran-pemikiran kita melalui media forum diskusi online, dan kita ingin agar orang lain menanggapi pemikiran kita?

Di satu kesempatan, saya ingin merasa sangat membutuhkan tanggapan orang lain sebagai informasi. Misalnya, karena saya sedang menghadapi problem psikologi atau persoalan error programing, akhirnya saya mencoba bertanya di forum diskusi online dengan harapan ada seseorang yang bisa memberi pencerahan.

Diwaktu lain, saya ingin menyampaikan pemikiran-pemikiran saya karena ingin mengetahui tanggapan orang lain tentang pemikiran-pemikiran tersebut. Misalnya, saya punya suatu pandangan tentang Agama yang benar dan ingin mengetahui bagaimana pendapat orang lain tentang pandangan saya tersebut. Setuju, kurang setuju, tidak setuju, bagus, kurang bagus, jelek, menentang atau bagaimana?

Tetapi kadang-kadang saya tidak sekedar ingin mengetahui pendapat orang, tetapi berharap orang lain menerima pemikiran-pemikiran saya. Jika saya berkata bahwa A adala B, maka saya ingin orang lain juga berpikir A adalah B. tetapi, menjadi hal yang terasa aneh dan mengejutkan, karena saya menemukan cukup banyak orang yang tidak sepemikiran dengan saya. Hal ini menimbulkan penolakan dari pikiran saya. Saya berpikir, "seharusnya mereka sependapat dengaku". Jika saya melihat bulan, dan menyebut bahwa itu bulan, sangat sulit dipercaya apabila masih saja ada orang yang menyangkal bahwa itu bulan.

Saya telah melihat bahwa langit itu warnanya biru. Seharusnya, kupikir, semua orang juga berpendapat bahwa langit itu berwarna biru. Tetapi dalam forum diskusi online, sangat mengejutkan bahwa saya menemukan banyak orang yang dapat membantah bahwa langit itu biru. Semisal mereka berkata "langit tidak biru, itu Cuma kesalahan pandangan mata kita aja". Atau kata mereka "langit itu hitam di dalam hari". Selalu ada jalan bagi orang lain untuk menunjukan bahwa "mereka tidak sependapat denganku".

saya curiga, banyak perselisihan para cendikian bisa hanya kesalah fahaman masalah bahasa saja. sejak lama saya menelaah persoalan itu dan mencoba mencari jalan keluarnya. hingga, atas dasar pengetahuan saya, yang saya tekuni selama bertahun-tahun, saya telah berhasil merumuskan teknik diskusi "Gaya Piramida Logika". saya sudah pernah mencobanya, jika ini benar-benar diterapkan, diskusi efektif dan berujung pada "titik temu". satu hal yang disayangkan, untuk bisa mengikuti diskusi gaya piramida logika ini yang merupakan cara diskusi sistematika, diperlukan "kekuatan berpikir" dan "kemampuan mengingat yang cukup baik".  memang tidak mudah, tapi kalo orang mau belajar, saya pikir semua orang bisa menerapkannya. saya bertekad untuk mensosialisasikan teknik diskusi gaya piramida logika ini ke semua lapisan masyarakat, terutama kepada para pelajar. ini semua untuk mengindari perselisihan dan debat kusir yang tidak berarti yang terjadi pada para cendikiawan.

Di forum umat Budha, saya menemukan artikel terkait persoalan ini :

Quote
Tak percaya? Percayalah! Cara ini terbukti manjur digunakan untuk mencari pembenaran terhadap ayat-ayat kitab suci yang tidak baik sehingga semua kitab suci menjadi baik dengan tafsir yang bertujuan mencari pembenaran ini. Kata kuncinya: jangan mengartikan secara harfiah...
Dengan penafsiran kata-kata yang buruk atau tak masuk akal akan bisa dicari PEMBENARANnya, dan sebaliknya.
Misalnya: bila ada kata-kata,

"membunuh pencuri adalah baik". Tafsirnya: bukankah bila dibunuh maka pencuri itu akan berhenti mencuri dan tak akan menambah karma buruk? kita membantu dia sehingga tak lagi berbuat karma buruk.
"mencuri adalah baik" Tafsirnya: Bukankah kalau sesuatu harus hilang maka ia akan tetap hilang? kita hanya merupakan jalan sehingga hal itu terwujud, jadi yang salah adalah karmanya sendiri.
"Meminum minuman keras adalah baik" Tafsirnya: bukankah minum minuman keras baik bila hal itu dilakukan untuk kesehatan? Sebagai obat?
"Berbohong terhadap orang tertentu dibenarkan" Tafsirnya: bukankah ada orang-orang tertentu yang tak siap menerima kebenaran? bagaimana bila diberitahukan yang benar ia marah-marah? Bukankah dengan berbohong maka kita mencegah ia marah-marah (karma buruk)? Oleh karena itu maka kita berbuat baik karena berhasil mencegah ia berbuat karma buruk kan?

Dan berjuta tafsir yang bisa kita ciptakan sendiri untuk berbagai pembenaran.
Selamat bertafsir-ria bagi yang menyukai.
Bagaimana dengan kita sebagai pengikut Sang Buddha Gotama? Sebagai pengikut Sang Buddha sebaiknya kita tidak menafsirkan, tapi menggunakan apa yang tertulis di Tipitaka sebagai "bare truth" (kebenaran apa adanya) tanpa ditafsir atau dicari pembenarannya.

http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,12991.msg210721.html#msg210721


membunuh pencuri berarti membuat seseorang tidak mencuri lagi
setiap membuat seseorang tidak mencuri lagi adalah suatu hal yang baik
jadi, membunuh pencuri berarti hal yang baik.

Logika tersebut benar. Tetapi, orang mengetahui bahwa seseorang yang kedapatan mencuri tak seharusnya dibunuh. Kalau begitu, apakah logika yang benar bisa bertentangan dengan kebenaran? Jawabnya adala "ya". Logika yang mana yang bisa bertentangan dengan kebenaran? Yaitu logika yang pengujian kebenarannya belum selesai.

Di dalam logika itu terdapat level-level. Jika seluru levelnya diuji dengan benar, maka logika tidak akan bersebrangan dengan kebenaran. Dalam contoh di atas, logika tersebut benar, tetapi kebenaran tersebut terletak pada level pertama. Sedangkan pengujian logika harus diteruskan ke level-level selanjutnya. Sampai level berapa? Sampai level "tiada keraguan terhadap kebenarannya".

Sayang sekali, 99,9% manusia zaman sekarang tidak ada yang bisa berpikir logic terstruktur. Saya memperhatikan di forum-forum online, orang-orang hanya bermain logika pada level pertama. Itulah yang akhirnya menimbulkan debat kusir.

Oleh karena itu, saya ingin menawarkan cara diskusi / debat logic terstrukture. Diskusi dengan cara ini akan efektif dan berakhir pada kejelasan konsep serta nilai benar salahnya. Adapun ide diskusi logic terstrukture tersebut adalah sebagai berikut :

semua harus berfokus pada pembuktian kebenaran satu pernyataan saja. Misal Logika Piramida Pertama:

A adalah C <=== ini dapat ditandai dengan angka 1 sebagai level 1.

secara logika, setiap pernyataan memiliki argumentasi. Dan argumentasi yang benar dari pernyataan tersebut adalah :

A itu B. dan  <=== ini dapat ditandai dengan 1.1 (level2)
setiap B adalah C <=== ini dpat ditandai dengan 1.2 (level2)


sampai disini, kita dapat memeriksa, apakah kebenaran telah jelas, apakah nilai benar salahnya pernyataan pertama telah dimufakati atau belum. Jika belum, maka pastilah di dalam salah satu argumentasinya ada yang tidak dimufakatinya. Misalnya argumentasi yang pertama "A adalag B". Jika ini diragukan kebenarannya, berarti argumentasi ini dikonversi menjadi kesimpulan, dan kita masuk pada logika level 1.1.1 (level3) bila premis yang satunya diragukan kebenaranya, maka kita juga dapat masuk pada logika level 1.1. 2. kemudian, bila di dalam argumentasi 1.1.1 terdapat hal yang diragukan kebenarannya, maka kita dpat masuk pada logika 1.1.1.1 (level4) dan dibatasi hingga level 8. jik telah sampai pada level 8 masih saja kebenaran suatu persoalan itu belum jelas, maka harus dibuat piramida logika yang ke-2. nanti ada level 2.1 (level2) hingga 2.1.1.1.1.1.1.256 (level8)

seandainya itu terlau berat, terutama bagi para pemula dalam bidang logika, maka levelnya dapat kita turunkan setengah hinnga pada level n.1.1.16. (level 4). Dan ini, saya kira, merupakan level yang tidak terlalu sulit untuk pemula. Cobalah kawan! Ada yang mau mencoba diskusi "gaya piramida logika" ini? Dijamin, nikmat! coba yuk!

15
Teknologi Informasi / Problem Koneksi VB6 ke Database.mdb
« on: 26 June 2010, 12:04:51 PM »
Pusing banget nih, lagi nyoba keneksi VB6 ke database, tapi gagal terus. Ada yang bisa ngasih pencarahan enggak?

Permasalahannya sebagai berikut :

Saya membuat sebuah form, tampak seperti berikut :



Kode nya sebagai berikut :


Code: [Select]
Private Sub Form_Load()
Call BukaDatabase
End Sub

Private Sub Text1_LostFocus()
SQL = "SELECT*FROM TBURAIAN " _
& " WHERE SUBJUDUL=`" & Text1.Text & "`" _
& " ORDER BY SUBJUDUL"
Set Rs_Data = New ADODB.Recordset
If Rs_Data.BOF Then
MsgBox "Data tidak ada"
Else
Text2.Text = Rs_Data.Fields("URAIAN")
End If
End Sub


Tapi ketika dijalankan, selalu muncul pesan error sebagai berikut :




Seharusnya text2 berisi teks, ketika saya mengetikan kata “cinta” pada text1, seperti berikut :




Saya berhasil membuat program tersebut pada VBA, tapi gagal dengan VB6, dan sudah memeriksa berbagai kemungkinan penyebab error yang saya ketahui, tapi masih belum diketahui penyebab errornya. 

Koneksi Database lancar :



Dan saya juga mencoba menambahkan script berikut :

Code: [Select]
Rs_Data.Open SQL, KoneksiDb, adOpenDynamic, adLockBatchOptimistic


Tapi muncul pesan error lainnya :



Jadi, help me, please!

Pages: [1] 2 3