Anguttara Nikaya, Sattaka Sutta, VII, 144
143. Tujuh Belenggu Seksualitas
Suatu ketika brahmana Janussoni menghampiri Yang Terberkahi, bertegur sapa dan berkata kepada Beliau: “Apakah Guru Gotama juga menyatakan menjalani kehidupan suci selibat?”8
“Brahmana, seandainya saja orang yang berbicara dengan benar harus mengatakan tentang seseorang, ‘Dia menjalani kehidupan suci yang murni, sempurna, dan selibat, tak-patah, tak-terkoyak, tak-robek, tak-kotor, tak-cacat’, maka tentang akulah orang itu berbicara. Akulah yang menjalani kehidupan suci yang murni, sempurna, dan selibat, tak-patah, tak-terkoyak, tak-robek, tak-kotor, tak-cacat.”
“Tetapi, Guru Gotama, apakah yang merupakan pelanggaran, perobekan, noda dan cacat dari kehidupan suci selibat?”
“Di sini, brahmana, seorang petapa atau brahmana menyatakan selibat secara sempurna, dan dia sesungguhnya tidak berhubungan seksual dengan wanita. Tetapi dia membiarkan dirinya diminyaki, dipijat, dimandikan dan diusap oleh wanita; dia menyukainya, merindukannya, dan mendapatkan kepuasan di dalamnya. Ini merupakan pelanggaran, perobekan, noda dan cacat dari kehidupan suci selibat. Dia disebut orang yang menjalani kehidupan selibat yang tidak murni, orang yang dikotori oleh belenggu seksualitas. Dia tidak terbebas dari kelahiran, usia tua dan kematian, tidak juga terbebas dari kepedihan, ratap tangis, kesengsaraan, kesedihan dan keputus asaan; dia tidak terbebas dari penderitaan, demikian kunyatakan.
“Selanjutnya, brahmana, ada petapa atau brahmana yang menyatakan selibat secara sempurna, dan dia sesungguhnya tidak berhubungan seksual dengan wanita, dan dia tidak membiarkan dirinya diminyaki, dipijat, dimandikan dan diusap oleh wanita. Tetapi dia bergurau dengan wanita, bermain bersama mereka dan menghibur diri bersama mereka; dia menyukainya, merindukannya, dan mendapatkan kepuasan di dalamnya. Ini juga merupakan pelanggaran, perobekan, noda dan cacat dari kehidupan suci selibat … dia tidak terbebas dari penderitaan, demikian kunyatakan.
“Selanjutnya, brahmana, ada petapa atau brahmana yang menyatakan selibat secara sempurna … dan dia tidak bergurau dengan wanita, bermain bersama mereka dan menghibur diri bersama mereka. Tetapi dia memandangi wanita dan bertatap mata dengan mereka; dia menyukainya, merindukannya, dan mendapatkan kepuasan di dalamnya. Ini juga merupakan pelanggaran, perobekan, noda dan cacat dari kehidupan suci selibat … dia tidak terbebas dari penderitaan, demikian kunyatakan.
“Selanjutnya, brahmana, ada petapa atau brahmana yang menyatakan selibat secara sempurna … dan dia tidak memandangi wanita dan bertatap mata dengan mereka. Tetapi dia mendengarkan suara wanita di balik dinding atau melalui pagar sementara wanita-wanita itu tertawa, berbicara, menyanyi atau menangis; dia menyukainya, merindukannya, dan mendapatkan kepuasan di dalamnya. Ini juga merupakan pelanggaran, perobekan, noda dan cacat dari kehidupan suci selibat … dia tidak terbebas dari penderitaan, demikian kunyatakan.
“Selanjutnya, brahmana, ada petapa atau brahmana yang menyatakan selibat secara sempurna… dan dia tidak mendengarkan suara wanita di balik dinding … sementara mereka menangis. Tetapi dia mengingat gelak tawa dan percakapan serta bermain dengan para wanita di masa lalu; dia menyukainya, merindukannya, dan mendapatkan kepuasan di dalamnya. Ini juga merupakan pelanggaran, perobekan, noda dan cacat dari kehidupan suci selibat … dia tidak terbebas dari penderitaan, demikian kunyatakan.
“Selanjutnya, brahmana, ada petapa atau brahmana yang menyatakan selibat secara sempurna … dan dia tidak mengingat gelak tawa dan percakapan serta bermain dengan para wanita di masa lalu. Tetapi dia memandangi perumah tangga atau putra seorang perumah tangga yang bersenang-senang karena memiliki dan dilengkapi dengan lima tali kesenangan indera; dia menyukainya, merindukannya, dan mendapatkan kepuasan di dalamnya. Ini juga merupakan pelanggaran, perobekan, noda dan cacat dari kehidupan suci selibat … dia tidak terbebas dari penderitaan, demikian kunyatakan.
“Selanjutnya, brahmana, ada petapa atau brahmana yang menyatakan selibat secara sempurna … dan dia tidak memandangi perumah tangga atau putra perumah tangga yang bersenang-senang karena memiliki dan dilengkapi dengan lima tali kesenangan indera. Tetapi dia menjalani kehidupan suci dengan aspirasi terlahir lagi di salah satu alam dewa, dengan berpikir, ‘Lewat peraturan ini atau tekad ini atau kerasnya latihan atau kehidupan suci ini saya akan menjadi dewa yang besar atau dewa yang lebih rendah’; dia menyukainya, merindukannya, dan mendapatkan kepuasan di dalamnya. Ini juga merupakan pelanggaran, perobekan, noda dan cacat dari kehidupan suci selibat. Dia disebut orang yang menjalani kehidupan selibat yang tidak murni, orang yang dikotori oleh belenggu seksualitas. Dia tidak terbebas dari kelahiran, usia tua dan kematian, tidak juga terbebas dari kepedihan, ratap tangis, kesengsaraan, kesedihan dan keputus asaan; dia tidak terbebas dari penderitaan, demikian kunyatakan.
“Brahmana, selama kulihat bahwa satu atau lebih dari tujuh belenggu seksualitas ini belum ditinggalkan di dalam diriku, selama itu pula aku tidak menyatakan bahwa aku telah terjaga pada pencerahan sempurna yang tiada bandingnya di dunia ini dengan para dewa, Mara dan Brahmanya, di dalam generasi ini dengan para petapa dan brahmananya, para dewa dan manusianya. Tetapi ketika kulihat tidak satu pun dari tujuh belengu seksualitas ini yang belum dilenyapkan di dalam diriku, maka kunyatakan bahwa aku telah terjaga pada pencerahan sempurna yang tiada bandingnya di dunia ini dengan … dewa dan manusianya.
“Pengetahuan dan pandangan ini muncul di dalam diriku: ‘Tak tergoyahkan pembebasan pikiranku; ini adalah kelahiranku yang terakhir; kini tidak ada lagi dumadi selanjutnya.”‘
Ketika hal ini dikatakan, brahmana Janussoni berkata kepada Yang Terberkahi: “Luar biasa, Guru Gotama! … Biarlah Guru Gotama menerima saya sebagai pengikut awam yang telah pergi berlindung sejak hari ini sampai akhir hayat.”
(VII, 144)