Terima kasih atas apresiasinya' saya secara kebetulan suka mengoleksi cerita inspirasi saja
Perumpamaan yang ke 101 kali tadi adalah untuk menggambarkan bahwa sebenarnya hidup ini adalah Proses perjuangan, sering kita patah arang atau putus asa ditengah jalan, hanya karena ingin cepat mendapatkan kesuksesan, padahal kesuksesan ada dan bersama kita disetiap proses perjuangan yang kita lalui, catatan : kesuksesan ini jangan selalu diidentikkan dengan kekayaan, kadang berhasil menyelesaikan suatu masalah juga dianggap sebagai sukses. Dan memang tidak gampang. Bahkan ajahn Chah dikatakan sebagai bhikkhu yang “berhasil” karena banyaknya “sampah-sampah” dalam hidupnya yang berhasil dijadikan pupuk.
Saya tidak tahu bagaimana menggambarkan kekuatan mental/pribadi yang baik, dan memang kenyataan kita semua mempunyai masalah yang berbeda, mungkin berat untuk saya tetapi untuk anda ringan atau sebaliknya. Dan mengenai ringan dan beratnya suatu masalah adalah relative. Setiap masalah yang sama mungkin berbeda dalam menanggapinya atau cara pandang. Semuanya dikembalikan kepada bathin masing-masing pribadi dan menghadapi dan menyelesaikan.
Itu sebabnya mengapa Buddha Dhamma begitu indah, dalam Sepuluh dasar perbuatan baik ( PUNNAKIRIYAVATTHU 10 ) dimana berdana ( danamaya ) merupakan urutan pertama. Perbuatan dengan berdana selain memberikan tabungan karma baik, tetapi tentu yang paling PENTING adalah kita belajar MELEPAS kepemilikan AKU. Dengan berdana ( MELEPAS) secara rutin, maka sifat-sifat egois, melekat dan serakah dapat dikurangi ( mengikis keserakahan ). Dengan berkurangnya sifat-sifat buruk tersebut, hidup kita akan menjadi lebih bahagia, tenang dan dapat menikmati segala yang kita peroleh dengan baik dan benar.
Saya coba posting ulang satu artikel inspirasi yang berkaitan dengan hal ini
SEPATU SI BAPAK TUA Seorang bapak tua pada suatu hari hendak bepergian naik bus kota. Saat menginjakkan kakinya ke tangga, salah satu sepatunya terlepas dan jatuh ke jalan. Sayang, pintu tertutup dan bus segera berlari cepat. Bus ini hanya akan berhenti di halte berikutnya yang jaraknya cukup jauh sehingga ia tak dapat memungut sepatu yang terlepas tadi. Melihat kenyataan itu, si bapak tua itu dengan tenang melepas sepatunya yang sebelah dan melemparkannya ke luar jendela.
Seorang pemuda yang duduk dalam bus tercengang, dan bertanya pada si bapak tua, ''Mengapa bapak melemparkan sepatu bapak yang sebelah juga?'' Bapak tua itu menjawab dengan tenang, ''Supaya siapa pun yang menemukan sepatuku bisa memanfaatkannya.''
Bapak tua dalam cerita di atas adalah contoh orang yang bebas dan merdeka. Ia telah berhasil melepaskan kemelekatannya ( keterikatan ) pada benda. Ia berbeda dengan kebanyakan orang yang mempertahankan sesuatu semata-mata karena ingin memilikinya, atau karena tidak ingin orang lain memilikinya.
Sikap mempertahankan sesuatu -- termasuk mempertahankan apa yang sudah tak bermanfaat lagi -- adalah akar dari ketamakan. Penyebab tamak adalah kecintaan yang berlebihan pada harta benda. Kecintaan ini melahirkan kemelekatan ( keterikatan ). Kalau Anda sudah melekat ( terikat ) dengan sesuatu, Anda akan mengidentifikasikan diri Anda dengan sesuatu itu. Anda bahkan dapat menyamakan kebahagiaan Anda dengan memiliki benda tersebut. Kalau demikian, Anda pasti sulit memberikan apapun yang Anda miliki karena hal itu bisa berarti kehilangan sebagian kebahagiaan Anda.
Kalau kita pikirkan lebih dalam lagi ketamakan sebenarnya berasal dari pikiran dan paradigma kita yang salah terhadap harta benda. Kita sering menganggap harta kita sebagai milik kita. Pikiran ini salah. Harta kita bukanlah milik kita. Karena semua yang berkondisi adalah tidak kekal. Pertanggungjawaban kita adalah HANYA sejauh mana kita bisa menjaga dan memanfaatkannya.
Paradigma yang terakhir ini akan membuat kita menyikapi masalah secara berbeda. Kalau biasanya Anda merasa terganggu begitu ada orang yang membutuhkan bantuan, sekarang Anda justru merasa bersyukur. Kenapa? Karena Anda melihat hal itu sebagai kesempatan untuk BERBAGI atau MEMBERI ( BERDANA), sehingga kebahagiaan SAAT INI dapat dicapai dalam KEKINIAN.
Cara berpikir seperti ini akan melahirkan hidup yang bahagia dan penuh berkat bagi kita dan lingkungan sekitar. Hidup seperti ini adalah hidup yang senantiasa bertambah dan tak pernah berkurang. Semua orang akan merasa menang, tak ada yang akan kalah. Alam semesta ( hukum kamma ) sebenarnya bekerja dengan konsep ini, semua unsur-unsurnya bersinergi, menghasilkan kemenangan bagi semua pihak.
Tapi, bukankah dalam proses memberi dan menerima ada pihak yang akan bertambah sementara pihak yang lain menjadi berkurang? Kalau Anda berpendapat demikian berarti Anda sudah teracuni konsep Zero Sum Game yang mengatakan kalau ada yang bertambah pasti ada yang berkurang, kalau ada yang untung pasti ada yang rugi, kalau ada yang menang pasti ada yang kalah. Padahal esensi hidup yang sebenarnya adalah menang-menang. Kalau kita memberi kepada orang lain ( berdana ), milik kita sendiri pun akan bertambah ( perasaan dan timbunan karma baik ).
Bagaimana menjelaskan fenomena ini? Ambillah contoh kasus bapak tua tadi. Kalau ia tetap menahan sepatunya maka tak ada pihak yang dapat memanfaatkan sepatu tersebut. Kondisi ini adalah kalah-kalah (loose-loose). Sebaliknya dengan melemparkannya, sepatu ini akan bermanfaat bagi orang lain. Lalu apakah si bapak tua benar-benar kehilangan? Tidak. Ia memperoleh kenikmatan batin karena dapat memberikan manfaat bagi orang lain. Betul, secara fisik ia kehilangan tetapi ia mendapatkan gantinya secara spiritual.
Perasaan inilah yang selalu akan Anda dapatkan ketika Anda membantu orang lain secara tulus: misalnya berdana kepada vihara dan sangha, menolong teman yang kesulitan dalam dukungan materi, memberikan uang pada pengemis di jalan, berdana mencetak buku Dhamma dan sebagainya.
Memang kita kehilangan secara fisik tapi kita mendapatkan ganti yang jauh lebih besar secara spiritual.
Sebagai penutup, ijinkanlah saya menuliskan seuntai puisi dari seorang bijak:
"Engkau tidak pernah memiliki sesuatu,
Engkau hanya memegangnya sebentar,
Kalau engkau tak dapat melepaskannya,
Engkau akan terbelenggu olehnya.
Apa saja hartamu,
Harta itu harus kau pegang dengan tanganmu seperti engkau menggenggam air.
Genggamlah erat-erat dan harta itu lepas.
Akulah itu sebagai milikmu dan engkau mencemarkannya.
Lepaskanlah, dan semua itu menjadi milikmu selama-lamanya''.
Kesimpulan :
Saya tidak berani untuk menilai permasalahan siapa yang lebih berat atau ringan KARENA INI ADALAH SANGAT RELATIF BAGI SETIAP ORANG. Tetapi saya hanya berani mengatakan bahwa siapa yang paling cepat MELEPAS atau siapa yang paling cepat PUAS, maka dialah yang paling cepat menyelesaikan masalahnya. Dan ini yang kita dapatkan dalam praktek Dhamma dalam kehidupan sehari-hari. Itulah sebabnya bathin setiap orang adalah berbeda dalam menghadapi masalah, tergantung seberapa sering ia belajar dan latihan MELEPAS ( BERDANA ) baik materi maupun non materi.