dari yang saya baca, kasus ini lebih kepada depresi sebagai penyebab tragedi, bukan sunat.
bagi yang percaya, silakan saja bersunat ria...
Saya juga melihatnya demikian.
Agama Buddha itu agama humanis serta logis, bukan agama etnik dan mistis.
Humanis: Lebih menyoroti sisi kemanusiaan dan pencegahan/penanggulangan agar tidak terjadi lagi.
Logis: Tidak mempersoalkan sesuatu yang bukan ranah kapasitasnya (bahas pro dan kontra sunat tidak bisa hanya dinilai dari satu kasus belaka).
Kebetulan di keluarga kami juga ada yang pernah mau sunat dan kami sempat membicarakan ini secara cukup obyektif dan ilmiah. Kami cukup tahu dari sisi kesehatan maupun psikis yang dialami oleh pasien sebelum dan sesudahnya, bahkan termasuk cara/metode yang dilakukan (tradisional atau laser).
Namun jika hanya dari kasus pembunuhan berlatar belakang depresi, lalu malah yang disoroti adalah sunatnya (bukan elemen substansial dalam kasus), rasanya kok terlalu dipaksakan.
Boleh-boleh saja kita tidak sepaham dengan kebudayaan atau tradisi tertentu, tapi kita harus mengkaji secara obyektif, bukan hanya dari desas-desus dan kecenderungan penilaian pribadi belaka.
Lebih-lebih jika ada yang mengolok-olok konsep agama lain, sepertinya cukup layak dipertanyakan kedewasaannya secara spiritual (Buddhis atau bukan?).
Semoga dapat direnungkan.