Login with username, password and session length
0 Members and 1 Guest are viewing this topic.
oh. begitu ya... mungkin saya salah, tapi begini menurut bro tesla perjalanan hidup buddha gautama selama 45 tahun terakhir itu bagaimana? apakah badan jasmani beliau tidak dan tanpa ditunjang makanan? tanpa pakaian? tanpa tempat bernaung (baca : bangunan)? tanpa obat2an?
badan tsb tentu aja butuh makanan, pakaian, tempat tinggal, obat, dll.tapi badan tsb kan bukan sammasambuddha, right?
setuju.namun saya yakin anda juga tau dengan baik bahwa bahkan seorang sammasambuddha juga menggunakan badan jasmani untuk beraktivitas. setelah parinibbana lain cerita.begitu bukan?
jujur ini teka teki dalam agama Buddha. saya sendiri ga tau jawabannya.udah jelas, arahat itu sudah tidak ada apa2 lagi yg perlu mereka lakukan di dunia ini, sering disebut di byk sutta. saya setuju sekali dgn ini, mereka sudah bebas dari belenggu dunia ini. nah kok masih hidup? kenapa tidak biarkan mati saja tubuhnya? saya ga tau (jujur) apa yg mendorong arahat melakukan aktivitas di dunia.
Pergilah, para Bhikkhu, demi kesejahteraan dan kebahagiaan banyak makhluk, atas dasar welas asih kepada dunia, demi kebaikan, kesejahteraan, dan kebahagiaan para dewa dan manusia. Janganlah pergi berdua dalam satu jalan! Para Bhikkhu, babarkanlah Dhamma yang indah pada awalnya, indah pada pertengahannya, dan indah pada akhirnya, dalam makna maupun isinya. Serukanlah hidup suci, yang sungguh sempurna dan murni. Ada makhluk dengan sedikit debu di mata yang akan tersesat karena tidak mendengarkan Dhamma. Ada mereka yang mampu memahami Dhamma. Para Bhikkhu, Saya sendiri akan pergi ke Uruvela di Senanigama untuk membabarkan Dhamma.”
ya memang terkesan kejam, namun jika harus dihadapkan pada realita seperti ini kita mau tidak mau harus melakukan tindakan atau memilih berdiri diam menyaksikan.contoh kasus tersebut mungkin sedikit ekstrim, namun bisa disederhanakan dalam peristiwa sehari-hari. yang mana inti kejadiannya bisa mirip. ketika kita harus memilih, dalam kesulitan seperti yang sis katakan mengarah pada perlakuan kejam. nah bagaimana harus menanggapi. dan bagaimana jika ditinjau dari segi ajaran Guru Agung kita.
bila kita bicara realita memang semua yang bicara disini pernah pegang senapan dan latihan menembak?bagaimana mengokang senapan saja belum tentu bisa.wa rasa realita nya tuh senapan cuma bisa buat menggebuk tuh singa.
hmm..perlu ditekankan lagi, kondisi contoh kasus ini adalah seperti ditulis pada awal topik. tidak ada pilihan lain. hanya bisa memilih, selamatkan teman dengan satu2nya cara tembak singanya. atau biarkan teman anda mati jadi santapan singa.ditegaskan lagi,teman, tentu saja teman baik.senapan, tentu saja senapan berburu dengan kekuatan tembak yang bisa membunuh seekor gajah sekalipun.dan kita persempit lagi mengenai menembak harus tepat dikepala untuk menghentikan singa tersebut. anggap saja singa tersebut sangat kuat, sekedar melukai dengan maksud melumpuhkan daya serang adalah sia2. hanya membunuh yang dapat menghentikan singa tersebut.hua ha ha ha ....contoh kasus ini adalah 'teman' tidak diganti dengan 'mertua'