//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Thich Nhat Hahn urges parliaments, corporations, schools and families to adopt 5  (Read 17712 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline pannadevi

  • Samaneri
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.960
  • Reputasi: 103
  • Gender: Female
[spoiler]setuju bro...sory baru baca thread ini, jadi baru tahu ada postingan ini...nambahin dikit boleh? itu yg sy beri tanda bold biru, tidak hanya saddhanusari saja tp dhammanusari pun udah pemasuk arus...stream winner...tdk akan terjatuh kealam rendah...max 7 kali kelahiran.

mettacittena,

Terima kasih atas tambahannya Samaneri _/\_ di post saya di atas saya hanya menuliskan saddha-nusari untuk mengacu pada istilah "with faith". Tapi benar sekali, Dhamma-nusari pun pasti termasuk di sana, karena pengembangan kebijaksanaan akan berdampak pada meningkatnya saddha pula. Kedua kategori ini dijelaskan dalam Okkanti Samyutta tidak akan meninggal tanpa merealisasikan sotapanna-phala.  Dalam sutta ini, secara spesifik aspek Dhamma yang difokuskan oleh saddhanusari maupun dhammanusari adalah fenomena ketidakekalan (anicca).

Mettacittena,
Luis

bro Luis yg baik,
benar sekali bro, juga bisa dibaca di MN.70 Kitagirisutta ini udah ada terjemahannya by Batara Indra, di link ini http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=17773.msg290607#msg290607, itulah perlunya mempelajari dhamma dg benar, di sutta ini sang Buddha menjelaskan dengan jelas dan mendetail perlunya datang kepada Guru dan mendengar serta belajar dhamma sehingga mengerti dhamma dan mengembangkan dhamma melalui kebijaksanaan.

ini sedikit sy kutipkan :
Quote
20. “Orang jenis apakah pengikut-Dhamma? Di sini seseorang tidak menyentuh dengan tubuhnya dan berdiam dalam kebebasan-kebebasan yang damai dan tanpa-materi, melampaui bentuk-bentuk, dan noda-nodanya tidak dihancurkan melalui penglihatannya dengan kebijaksanaan, tetapi ajaran-ajaran itu yang dinyatakan oleh Sang Tathāgata diterima olehnya setelah merenungkannya secukupnya dengan kebijaksanaan. Lebih jauh lagi, ia memiliki kualitas-kualitas ini: indria keyakinan, dan indria kebijaksanaan. Orang jenis ini disebut seorang pengikut-Dhamma.  Aku mengatakan tentang bhikkhu demikian bahwa ia masih harus melakukan tugas dengan tekun. Mengapakah? Karena ketika Yang Mulia itu ... menjalani kehidupan tanpa rumah. Dengan melihat buah ketekunan bagi seorang bhikkhu demikian, Aku katakan bahwa ia masih harus melakukan tugas dengan tekun.
21. “Orang jenis apakah pengikut-keyakinan? Di sini seseorang tidak menyentuh dengan tubuhnya dan berdiam dalam kebebasan-kebebasan yang damai dan tanpa-materi, melampaui bentuk-bentuk, dan noda-nodanya tidak dihancurkan melalui penglihatannya dengan kebijaksanaan,  namun ia memiliki keyakinan yang mencukupi di dalam Sang Tathāgata dan cinta kasih kepada Sang Tathāgata. Lebih jauh lagi, ia memiliki kualitas-kualitas ini: indria keyakinan, indria kegigihan, indria perhatian, indria konsentrasi, dan indria kebijaksanaan. Orang jenis ini disebut seorang pengikut-Keyakinan. Aku mengatakan tentang bhikkhu demikian bahwa ia masih harus melakukan tugas dengan tekun. Mengapakah? Karena ketika Yang Mulia itu menggunakan tempat-tempat tinggal yang selayaknya dan bergaul dengan teman-teman baik dan memelihara indria-indria spiritual mereka, maka ia dapat, dengan menembusnya untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung di sini dan saat ini masuk dan berdiam dalam tujuan tertinggi kehidupan suci yang karenanya para anggota keluarga meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah. Dengan melihat buah ketekunan bagi seorang bhikkhu demikian, Aku katakan bahwa ia masih harus melakukan tugas dengan tekun.

22. “Para bhikkhu, Aku tidak mengatakan bahwa pengetahuan akhir dicapai seketika. Sebaliknya, pengetahuan akhir dicapai dengan latihan secara bertahap, dengan praktik secara bertahap, dengan kemajuan secara bertahap. [480]

23. “Dan bagaimanakah pengetahuan akhir itu dicapai dengan latihan secara bertahap, dengan praktik secara bertahap, dengan kemajuan secara bertahap? Di sini seseorang yang berkeyakinan [pada seorang guru] mengunjungi gurunya; ketika ia mengunjungi sang guru, ia memberi penghormatan kepadanya, ia mendengarkannya; seseorang yang mendengarkannya mendengarkan Dhamma; setelah mendengarkan Dhamma, ia menghafalkannya; ia memeriksa makna dari ajaran-ajaran yang telah ia hafalkan; ketika ia memeriksa makna ajaran-ajaran itu, ia memperoleh penerimaan melalui perenungan atas ajaran-ajaran itu; ketika ia telah memperoleh penerimaan melalui perenungan atas ajaran-ajaran itu, semangat muncul dalam dirinya; ketika semangat telah muncul, ia mengerahkan tekadnya; setelah mengerahkan tekadnya, ia menyelidiki; ia berupaya; dengan berupaya dengan kokoh; dengan tubuhnya ia mencapai  kebenaran tertinggi dan melihatnya dengan menembusnya dengan kebijaksanaan.

24. “Jika belum ada keyakinan itu,  para bhikkhu, dan jika belum ada kunjungan itu, dan jika belum ada penghormatan itu, dan jika belum mendengarkan, dan jika belum mendengarkan Dhamma, dan jika belum menghafalkan Dhamma, dan jika belum memeriksa makna, dan jika belum ada penerimaan melalui perenungan atas ajaran-ajaran, dan jika belum ada semangat itu, dan jika belum ada pengerahan tekad, dan jika belum ada penyelidikan, dan jika belum ada upaya itu. Para bhikkhu, maka kalian telah tersesat; para bhikkhu, kalian telah mempraktikkan jalan yang salah. Berapa jauhkah, para bhikkhu, orang-orang sesat ini menyimpang dari Doktrin dan Disiplin ini?

mettacittena,
« Last Edit: 19 October 2010, 10:17:05 PM by pannadevi »

Offline pannadevi

  • Samaneri
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.960
  • Reputasi: 103
  • Gender: Female

ada artikel menarik sehubungan dengan hal ini

The So-Called Lay "Sangha" in America
by Ronald Epstein (Upasaka I Guorong)
Originally published in Vajra Bodhi Sea, v. 16, ser. 38, no. 188, Jan. 1986, p. 18.
(Chinese translation published in Wan-fo Ch'eng, Sept. 1985, p. 18.)

Many of America's new Buddhists are spreading the idea that they are a "sangha" and that their lay "sangha" movement is the correct adaptation of Buddhism to the American scene. Where does this peculiar and dangerous idea come from?

Traditionally the Sangha is considered the third of the Three Jewels---Buddha, Dharma, and Sangha--which are the foundation of Buddhism. Sangha refers to the community of fully ordained monks (Bhikshus) and nuns (Bhikshunis) who de-vote their lives, full-time, to the Buddhist Path. In both Northern (Mahayana) and Southern (Theravada) Buddhism, the moral relations governing the life of the Sangha community are practically identical. They insure a lifestyle that is pure, celibate, and free from worldly desires. In both Northern and Southern Buddhism, the great teachers and enlight-ened masters have come almost exclusively from the Sangha. There have been a few enlightened Buddhist laymen and laywomen in the past, but not one of them failed to wholeheartedly support the Sangha as the foundation of the larger Buddhist community.

How can laypeople constitute a "sangha"? This is a case of a little knowledge being a dangerous thing. They hear that the Sanskrit word sangha means community and say to themselves: we are a community, so we should call ourselves "sangha."

Why do they ignore the traditional meaning of Sangha within Buddhism? Why do they try to usurp the roles of the monks and nuns without taking on their commitment, vows, and responsibilities? This is a case of an initially valid insight leading to wrong conclusions because of lack of correct information.

Most of those in the lay "sangha" movement were introduced to Buddhism through American Zen Centers that see themselves in the tradition of the Japanese Zen schools, which belong to Northern, Mahayana, Buddhism. They see that the teachers in those schools, both Japanese and American, are married and in many cases lead lives that are far from being austere and pure. It strikes them that there is no reason for them to support these so-called "priests" or "monks" whose way of life is not really superior or more laudable than their own. That makes sense. But then, instead of supporting a real Sangha, they set them-selves up as "sangha." They don't realize that their own Japanese Zen tradition was derived from Chinese Ch'an (Zen being the Japanese pronunciation) and that the lineages of Chinese Ch'an are traced back to India and ultimately to the Buddha. They don't know that all the great Japanese Zen masters strongly supported the monastic traditions as they existed in India and China as being absolutely essential to the survival of the Japanese Zen tradition. They don't realize that it was only in 1868, a little over a hundred years ago, that the Japanese government closed all Buddhist monasteries and sent all the monks and nuns back to lay life. The reason for abolishing the real Sangha in Japan was political, and no one in Japan has ever tried to justify it on religious grounds. The Sangha was simply never reestablished there.

Most of the people in the lay "sangha" movement are well-meaning, thinking that they are building a truly American Buddhism. Unfortunately, they are unaware that, throughout history, wherever the Sangha has been strong and pure, Buddhism has flourished, and wherever the Sangha is weakened and corrupt, Buddhism decays. By setting themselves up as "sangha," instead of encouraging, aiding, and supporting the real Sangha, they are not only failing to help build American Buddhism, but are directly opposing and undermining it. These well-meaning people should educate themselves about their own traditions, so that they can understand the harm they are doing, change their ways, and enter the right Path.
Ngga tepat juga kalau dikatakan monastik jepang baru menikah setelah Restorasi Meiji, kenyataannya ini telah berlangsung cukup lama dalam sekte Jodo Shinshu.

Monastics in Japan are particularly exceptional in the Buddhist tradition because the monks and nuns can marry after receiving their higher ordination. This idea is said to be introduced by Saichō, the founder of the Tendai school, who preferred ordaining monks under the Bodhisattva vows rather than the traditional Vinaya. There had long been many instances of Jōdo Shinshū priests and priestesses marrying, influenced by the sect's founder Shinran, but it was not predominant until a government Nikujiku Saitai Law (肉食妻帯) was passed during the Meiji Restoration that monks or priests of any Buddhist sect are free to seek wives.
wiki

memang aliran jepang ini yg bikin makin melenceng jauh dari ajaran yang benar. apa yg diramalkan sang Buddha bhw para bhikkhu/ni kelak hanya menggunakan pita kuning saja di lengan dan tidak mengikuti Vinaya yg asli. beberapa para Bhikkhu di srilanka pun sering juga membicarakan hal ini, sehingga mereka selalu menanyai yg "mata sipit dan berkulit kuning" dg pertanyaan anda dari jepang? jika iya, maka mereka segera akan menolak utk duduk bersama, krn mereka anggap itu umat yg pake jubah. di srilanka umat tidak boleh duduk, harus berdiri, wlu berjam2 hingga mau pingsan, tetap harus berdiri, selama ada anggota sangha yg duduk, kecuali ada tempat tersendiri yg disediakan utk umat, baru mrk akan disuruh duduk oleh anggota sangha baru mereka berani duduk, selama tdk ada "ijin" maka mrk akan berdiri terus selamanya (kasihan juga sering hati saya ga tega).

mettacittena,

saya ingin menanyakan, aliran yg mana yg anda maksudkan? sebab yg anda quote terdapat 2 aliran yaitu Zen dan Tendai.
dan bisakah anda jabarkan secara jelas dan terperinci dimanakah letak kesalahannya?

[at] Bro Wen
Buddhisme di Jepang secara umum sudah terdistorsi sedemikian jauhnya dibanding di belahan-belahan dunia lain tempat Buddhisme berkembang. Monastik di Jepang kebanyakan telah menikah dan makan daging, entah dari aliran apa saja tak terkecuali Zen. Memang tidak semuanya demikian dan mungkin masih ada beberapa yang bertahan dengan idealisme mereka. Tapi banyak yang sudah tidak lagi. Apalagi gencarnya Kriting-nisasi di Jepang terhadap umat awam, dan konon per tahun ratusan kuil (termasuk kuil-kuil Shinto) terpaksa tutup, yang memaksa para Bhiksu di Jepang untuk melakukan manuver-manuver demi mempertahankan umat dan kuil mereka. Di salah satu video yang pernah saya post kemarin, ada Bhiksu Zen yang membuka Bar dan menjadi master merangkap bartendernya.
Bahkan ada kritik dari beberapa guru Zen Jepang masa kini terhadap Zen Jepang, misalnya:
Quote
Some contemporary Japanese Zen teachers, such as Daiun Harada and Shunryu Suzuki, have criticized Japanese Zen as being a formalized system of empty rituals in which very few Zen practitioners ever actually attain realization. They assert that almost all Japanese temples have become family businesses handed down from father to son, and the Zen priest's function has largely been reduced to officiating at funerals.
Demikian yang Samaneri maksud dengan kalimat: "memang aliran jepang ini yg bikin makin melenceng jauh dari ajaran yang benar." Setidaknya demikian interpretasi saya. CMIIW.

be happy
_/\_

Bro Wen yg baik,
pertanyaan anda baru saya tanggapi sekarang krn barusan sy baca, maaf jika terlambat menanggapi krn kesibukan sy disini cukup padat. sewaktu baca pertanyaan anda ternyata sudah terjawab oleh bro Jerry dg baik, thanks ya bro Jerry udah bantu menjawab. saya akan sedikit menambahkan krn ga enak klo ga ikutan jawab, udah ditanyain kok ga jawab. ;D

bro saya itu sejujurnya kurang mengerti persisnya aliran mereka, sewaktu sy kuliah awal disini th.2006, saya blm tahu apa2, barulah setelah kemarin di DC ada ditayangkan bhikkhu hip hop, rap, lalu married, nah sy jadi keinget dg awal2 kuliah dulu ada dibahas sedikit di class ttg penyimpangan yg terjadi di Jepang, hanya sayangnya tidak disebutkan nama aliran tsb, yang pasti bukan Theravada. hingga saat ini aliran Jepang inipun sy ngga hapal namanya, musti buka threadnya lagi...hehe...

bro Jerry yg baik,
thanks udah bantu jawab, maaf sy baru baca postingan ini...GRP besok klo kuota udah memenuhi (tolong diingetin ya...asal jgn minta double  ;D ;D)

mettacittena,
« Last Edit: 19 October 2010, 10:19:43 PM by pannadevi »

Offline pannadevi

  • Samaneri
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.960
  • Reputasi: 103
  • Gender: Female
Ah.. Apa bedanya yang baru dimulai oleh TNH dengan yang udah lama ada dalam tubuh Buddhisme? Dalam Tibetan Buddhisme, aliran Nyingmapa juga ada toh Sangha berjubah putih, yang ngga ada bedanya dengan umat awam berjubah Sangha, apalagi mereka tidak menjalankan hidup selibat. Lantas, apa bedanya dengan Upasaka-Upasika yang dinamakan Sangha juga? Kemudian dalam Tibetan Buddhisme juga ada fenomena Sangha berbaju awam toh?
Kerancuan yang ada sekarang, jelas bukan hal yang baru tapi sudah cukup lama mengakar dalam Buddhisme aliran tertentu.



bro Jerry yg baik,
saya secara pribadi tidak ada masalah dg Tibetan, sewaktu awal2 dulu saya belum kuliah saya merasa banyak cocok dg Tibetan, setelah sy kuliah dan belajar dhamma, saya jadi mengerti dhamma menurut ajaran sang Buddha, sehingga saya lebih sreg dg Theravada, sedang dg Tibetan saya masih menghormati namun dhamma tetap ajaran sang Buddha versi Theravada yg lebih sy cocoki.

klo ttg sangha yang mengenakan baju umat awam, ini saya ketemu sendiri langsung disini, sewaktu sy sedang mengikuti meditasi di Bhikkhuni meditation centre, disana datang seorang Bhikkhuni dari Paris, cantik sekali, mengenakan blouse tanpa lengan dan rok bawah panjang setumit warna maroon, amat serasi sekali dg kulit bulenya, bener2 cantik, alangkah kagetnya saya sewaktu perhatikan seksama kok sama2 gundul kayak sy? lantas sy tanyain, apakah beliau seorang nun? ternyata benar, seorang bhikkhuni yg udah diupasampada dan dia menunjukkan foto sewaktu diupasampada YM.Dalai Lama dan foto gurunya seorang Bhikkhuni England klo ga salah. (***pegang kepala, pusing juga sy wkt itu***). mau sy namaskarai kok jelas2 dia pake baju umat awam, klo ga namaskara jelas2 dia senior? serba salah waktu itu.

mettacittena,
« Last Edit: 19 October 2010, 10:33:04 PM by pannadevi »

Offline pannadevi

  • Samaneri
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.960
  • Reputasi: 103
  • Gender: Female
sedikit pandangan saya mengenai yg dikatakan oleh Thich Nhat Hahn,

Ronald Epstein menjelaskan bahwa akan menjadi sebuah kesalahan fatal bila menyamakan sangha para umat dan sangha para bhikku, yg menjadikan seolah2 para umat adalah para bhikku.

This famed Zen Master said that it was possible for corporations or parliaments to cultivate happiness and compassion within. He explained that each of these institutions can be treated as Sangha, very much like the traditional community of monks and nuns.
Thich Nhat Hahn mengatakan instusi ini dapat diperlakukan sebagai sangha, hampir menyerupai komunitas tradisional bhikku atau bhikkuni.
jelas disini Thich Nhat Hahn sudah membedakan 2 jenis sangha yg sama penyebutannya namun beda pengartiannya, dimana yg 1 sangha diartikan sebagai sebuah komunitas awam/umat dan yg 1 nya lagi sangha diartikan sebagai komunitas bhikku/bhikkuni.
jika dilihat dari arti kata, sangha diartikan sebagai perkumpulan.
jika dilihat sejarah, perkumpulan Buddhism pertama diisi oleh para bhikku dan bhikkuni. sehingga kata sangha dianggap diartikan/memiliki image sebagai perkumpulan para bhikku/bhikkuni.

disini bagi saya sudah sangat jelas dimana hanya perbedaan arti dari kata sangha itu sendiri terletak pada penggunaan kata sangha itu sendiri.
bila Thich Nhat Hahn menggunakan kata "gathering", saya rasa tidak akan permasalahan seperti ini.
mungkin, Thich Nhat Hahn menggunakan kata sangha karena kata sangha "sudah milik"/memiliki image Buddhism yg berati perkumpulan.
mungkin sebagian besar menganggap, kata sangha hanya boleh digunakan dan diartikan sebagai perkumpulan para bhikku/bhikkuni.

[at] Bro Wen
Buddhisme di Jepang secara umum sudah terdistorsi sedemikian jauhnya dibanding di belahan-belahan dunia lain tempat Buddhisme berkembang. Monastik di Jepang kebanyakan telah menikah dan makan daging, entah dari aliran apa saja tak terkecuali Zen. Memang tidak semuanya demikian dan mungkin masih ada beberapa yang bertahan dengan idealisme mereka. Tapi banyak yang sudah tidak lagi. Apalagi gencarnya Kriting-nisasi di Jepang terhadap umat awam, dan konon per tahun ratusan kuil (termasuk kuil-kuil Shinto) terpaksa tutup, yang memaksa para Bhiksu di Jepang untuk melakukan manuver-manuver demi mempertahankan umat dan kuil mereka. Di salah satu video yang pernah saya post kemarin, ada Bhiksu Zen yang membuka Bar dan menjadi master merangkap bartendernya.
Bahkan ada kritik dari beberapa guru Zen Jepang masa kini terhadap Zen Jepang, misalnya:
Quote
Some contemporary Japanese Zen teachers, such as Daiun Harada and Shunryu Suzuki, have criticized Japanese Zen as being a formalized system of empty rituals in which very few Zen practitioners ever actually attain realization. They assert that almost all Japanese temples have become family businesses handed down from father to son, and the Zen priest's function has largely been reduced to officiating at funerals.
Demikian yang Samaneri maksud dengan kalimat: "memang aliran jepang ini yg bikin makin melenceng jauh dari ajaran yang benar." Setidaknya demikian interpretasi saya. CMIIW.

be happy
_/\_

terima kasih bro Jerry atas jawabannya, tapi tidak menjawab aliran mana yg dimaksud, yaitu aliran Zen di USA atau aliran Tendai(tepatnya Jodo Shinshu) atau Thich Nhat Hahn.

saya tidak akan memperdebatkan apakah telah makin melenceng jauh dari ajaran yang benar, atau tidak melenceng jauh dari ajaran yang benar.
saya hanya ingin tau aliran mana yg dimaksud telah makin melenceng jauh dari ajaran yang benar dan apa alasannya.

bro Wen yg baik,
saya sudah menjawab utk pertanyaan ini di postingan yg sebelumnya, jadi tdk sy ketik ulang lagi ya... ;D

berbahagialah anda yg menguasai bahasa inggris, sedangkan yg belum menguasai kebanyakan terjadi salah paham, mungkin termasuk sy krn sy pun kurang menguasai bahasa inggris. jadi saya pun cukup kaget ketika beliau memakai kata sangha utk lay people. apapun alasannya, umat ya tetap umat, lebih baik menggunakan kata yg lebih sesuai, krn "TIRATANA" mengambil perlindungan kepada Buddha, Dhamma dan Sangha akan jadi tidak ada maknanya perlindungan jika kata sangha bisa dipakai utk istilah apa aja toch artinya komunitas, semoga postingan sy ini tidak memancing memanaskan suasana, dan sy memilih selesai sampai disini saja daripada memanas. maaf ya bro, smg anda dpt memahami maksud sy. thanks.

mettacittena,

Offline Jerry

  • Sebelumnya xuvie
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.212
  • Reputasi: 124
  • Gender: Male
  • Suffering is optional.. Pain is inevitable..
Ah.. Apa bedanya yang baru dimulai oleh TNH dengan yang udah lama ada dalam tubuh Buddhisme? Dalam Tibetan Buddhisme, aliran Nyingmapa juga ada toh Sangha berjubah putih, yang ngga ada bedanya dengan umat awam berjubah Sangha, apalagi mereka tidak menjalankan hidup selibat. Lantas, apa bedanya dengan Upasaka-Upasika yang dinamakan Sangha juga? Kemudian dalam Tibetan Buddhisme juga ada fenomena Sangha berbaju awam toh?
Kerancuan yang ada sekarang, jelas bukan hal yang baru tapi sudah cukup lama mengakar dalam Buddhisme aliran tertentu.



bro Jerry yg baik,
saya secara pribadi tidak ada masalah dg Tibetan, sewaktu awal2 dulu saya belum kuliah saya merasa banyak cocok dg Tibetan, setelah sy kuliah dan belajar dhamma, saya jadi mengerti dhamma menurut ajaran sang Buddha, sehingga saya lebih sreg dg Theravada, sedang dg Tibetan saya masih menghormati namun dhamma tetap ajaran sang Buddha versi Theravada yg lebih sy cocoki.

klo ttg sangha yang mengenakan baju umat awam, ini saya ketemu sendiri langsung disini, sewaktu sy sedang mengikuti meditasi di Bhikkhuni meditation centre, disana datang seorang Bhikkhuni dari Paris, cantik sekali, mengenakan blouse tanpa lengan dan rok bawah panjang setumit warna maroon, amat serasi sekali dg kulit bulenya, bener2 cantik, alangkah kagetnya saya sewaktu perhatikan seksama kok sama2 gundul kayak sy? lantas sy tanyain, apakah beliau seorang nun? ternyata benar, seorang bhikkhuni yg udah diupasampada dan dia menunjukkan foto sewaktu diupasampada YM.Dalai Lama dan foto gurunya seorang Bhikkhuni England klo ga salah. (***pegang kepala, pusing juga sy wkt itu***). mau sy namaskarai kok jelas2 dia pake baju umat awam, klo ga namaskara jelas2 dia senior? serba salah waktu itu.

mettacittena,

Haha.. Kalo Sang Buddha bilangnya "kepala gundul dengan pita kuning." Ini bahkan ngga ada tanda-tanda lain yang mencirikan dia bhikshuni selain fakta berkepala botak ya? Kalo pake wig lagi, wah udah ga ketahuan tuh.. :)

Oya.. Apakah bhikshuni ini membawa tas atau ngga ya Neri?

be happy
_/\_
appamadena sampadetha

Offline adi lim

  • Sebelumnya: adiharto
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.993
  • Reputasi: 108
  • Gender: Male
  • Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta
^^^
kriteria tas banyak ! :))

 _/\_

« Last Edit: 20 October 2010, 05:58:04 AM by adi lim »
Seringlah PancaKhanda direnungkan sebagai Ini Bukan MILIKKU, Ini Bukan AKU, Ini Bukan DIRIKU, bermanfaat mengurangi keSERAKAHan, mengurangi keSOMBONGan, Semoga dapat menjauhi Pandangan SALAH.

Offline luis

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 118
  • Reputasi: 22
  • Gender: Male
bro Luis yg baik,
benar sekali bro, juga bisa dibaca di MN.70 Kitagirisutta ini udah ada terjemahannya by Batara Indra, di link ini http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=17773.msg290607#msg290607, itulah perlunya mempelajari dhamma dg benar, di sutta ini sang Buddha menjelaskan dengan jelas dan mendetail perlunya datang kepada Guru dan mendengar serta belajar dhamma sehingga mengerti dhamma dan mengembangkan dhamma melalui kebijaksanaan.

mettacittena,

Terima kasih Samaneri, lengkap sudah penjelasan mengenai saddhanusari dan dhammanusari :) semoga kita semua bisa menjadi salah satu dari kelompok ini _/\_

Mettacittena,
Luis
Do not blame nor criticise anyone, as there is no one to blame in the first place.

Offline Mokau Kaucu

  • Sebelumnya: dtgvajra
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.293
  • Reputasi: 81
Setujukah pembaca DC, jika kita bicara dalam forum DC, "Sangha" adalah kumpulan/organisasi para bhikkhu , bukan kumpulan upasaka/upasika, bukan pula kumpulan umat awam yang berlatih vipassana.

Diluar DC, dipersilahkan mengikuti mazhab/sekte masing masing mengartikan "Sangha" itu apa.
~Life is suffering, why should we make it more?~

Offline adi lim

  • Sebelumnya: adiharto
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.993
  • Reputasi: 108
  • Gender: Male
  • Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta
Setujukah pembaca DC, jika kita bicara dalam forum DC, "Sangha" adalah kumpulan/organisasi para bhikkhu , bukan kumpulan upasaka/upasika, bukan pula kumpulan umat awam yang berlatih vipassana.

Diluar DC, dipersilahkan mengikuti mazhab/sekte masing masing mengartikan "Sangha" itu apa.


Tidak ada paksaan
di forum DC cuma membahas supaya jelas, selanjutnya masing2 individu 'menterjemahkannya' 'sesuai selera'.  ^:)^


 _/\_
Seringlah PancaKhanda direnungkan sebagai Ini Bukan MILIKKU, Ini Bukan AKU, Ini Bukan DIRIKU, bermanfaat mengurangi keSERAKAHan, mengurangi keSOMBONGan, Semoga dapat menjauhi Pandangan SALAH.

Offline pannadevi

  • Samaneri
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.960
  • Reputasi: 103
  • Gender: Female
Ah.. Apa bedanya yang baru dimulai oleh TNH dengan yang udah lama ada dalam tubuh Buddhisme? Dalam Tibetan Buddhisme, aliran Nyingmapa juga ada toh Sangha berjubah putih, yang ngga ada bedanya dengan umat awam berjubah Sangha, apalagi mereka tidak menjalankan hidup selibat. Lantas, apa bedanya dengan Upasaka-Upasika yang dinamakan Sangha juga? Kemudian dalam Tibetan Buddhisme juga ada fenomena Sangha berbaju awam toh?
Kerancuan yang ada sekarang, jelas bukan hal yang baru tapi sudah cukup lama mengakar dalam Buddhisme aliran tertentu.



bro Jerry yg baik,
saya secara pribadi tidak ada masalah dg Tibetan, sewaktu awal2 dulu saya belum kuliah saya merasa banyak cocok dg Tibetan, setelah sy kuliah dan belajar dhamma, saya jadi mengerti dhamma menurut ajaran sang Buddha, sehingga saya lebih sreg dg Theravada, sedang dg Tibetan saya masih menghormati namun dhamma tetap ajaran sang Buddha versi Theravada yg lebih sy cocoki.

klo ttg sangha yang mengenakan baju umat awam, ini saya ketemu sendiri langsung disini, sewaktu sy sedang mengikuti meditasi di Bhikkhuni meditation centre, disana datang seorang Bhikkhuni dari Paris, cantik sekali, mengenakan blouse tanpa lengan dan rok bawah panjang setumit warna maroon, amat serasi sekali dg kulit bulenya, bener2 cantik, alangkah kagetnya saya sewaktu perhatikan seksama kok sama2 gundul kayak sy? lantas sy tanyain, apakah beliau seorang nun? ternyata benar, seorang bhikkhuni yg udah diupasampada dan dia menunjukkan foto sewaktu diupasampada YM.Dalai Lama dan foto gurunya seorang Bhikkhuni England klo ga salah. (***pegang kepala, pusing juga sy wkt itu***). mau sy namaskarai kok jelas2 dia pake baju umat awam, klo ga namaskara jelas2 dia senior? serba salah waktu itu.

mettacittena,

Haha.. Kalo Sang Buddha bilangnya "kepala gundul dengan pita kuning." Ini bahkan ngga ada tanda-tanda lain yang mencirikan dia bhikshuni selain fakta berkepala botak ya? Kalo pake wig lagi, wah udah ga ketahuan tuh.. :)

Oya.. Apakah bhikshuni ini membawa tas atau ngga ya Neri?

be happy
_/\_

bro Jerry yg baik,
memang anda benar, secara sekilas orang tidak akan berpikir dia bhikkhuni dari tradisi Tibetan, krn udah mulai numbuh rambutnya tp msh dikategorikan gundul alias amat pendek mgk 1cm, bagi orang awam yg beragama non-Buddhist secara sekilas akan menyangka cewek bule yg keren yg tomboy ga mau ribet ama rambut. tapi bagi kami maka akan mengenali kita sama2 kaum "gundul" sy beri tanda kutip karena memang kita sama2 gundul tapi dia sulit dikenali. sewaktu sy tanya apa alasan TIDAK menggunakan jubah? jawaban beliau krn akan mengganggu perjalanan jauh beliau dan sudah merupakan tradisi dari "tradisi aliran" mereka utk bepergian jauh tdk menggunakan jubah. hingga sy pulang sore hari sy masih belum melihat beliau menggunakan jubah.

pertanyaan tentang tas, secara jujur sy melihat beliau membawa Travelling bag, mungkin tas sangha ada di dlm travelling bag, sy kurang tahu. tapi sy rasa tidak masalah apalagi beliau dari tradisi yg berbeda.

smg menjawab pertanyaan anda ya bro Jerry...jangan nanya yg lain2 yg nakal ya...spt tanya apa dia bawa terompeng kerang? (***pertanyaan jangan bersifat memojokkan tradisi aliran lain ya....peace...***)

mettacittena,

Offline pannadevi

  • Samaneri
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.960
  • Reputasi: 103
  • Gender: Female

Offline pannadevi

  • Samaneri
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.960
  • Reputasi: 103
  • Gender: Female
bro Luis yg baik,
benar sekali bro, juga bisa dibaca di MN.70 Kitagirisutta ini udah ada terjemahannya by Batara Indra, di link ini http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=17773.msg290607#msg290607, itulah perlunya mempelajari dhamma dg benar, di sutta ini sang Buddha menjelaskan dengan jelas dan mendetail perlunya datang kepada Guru dan mendengar serta belajar dhamma sehingga mengerti dhamma dan mengembangkan dhamma melalui kebijaksanaan.

mettacittena,

Terima kasih Samaneri, lengkap sudah penjelasan mengenai saddhanusari dan dhammanusari :) semoga kita semua bisa menjadi salah satu dari kelompok ini _/\_

Mettacittena,
Luis

You are most welcome bro Luis...
semoga harapan kita semua yg disini sama ....at least saddhanusari or dhammanusari....

mettacittena,

Offline pannadevi

  • Samaneri
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.960
  • Reputasi: 103
  • Gender: Female
Setujukah pembaca DC, jika kita bicara dalam forum DC, "Sangha" adalah kumpulan/organisasi para bhikkhu , bukan kumpulan upasaka/upasika, bukan pula kumpulan umat awam yang berlatih vipassana.

Diluar DC, dipersilahkan mengikuti mazhab/sekte masing masing mengartikan "Sangha" itu apa.


Tidak ada paksaan
di forum DC cuma membahas supaya jelas, selanjutnya masing2 individu 'menterjemahkannya' 'sesuai selera'.  ^:)^


 _/\_

Dhamma bukan PAKSAAN, silahkan memilih, sang Buddha saja tidak pernah memaksa kok, kita hanya memberi penjelasan sesuai TIPITAKA, agar tidak MENYIMPANG.

Smg bro dtgvajra bisa lebih lapang dada dan bijaksana untuk tidak memaksakan pandangannya. yang penting kita sendiri dulu lah agar jangan menyimpang dari ajaran Sang Buddha...(***peace bro...***)

mettacittena,

Offline Jerry

  • Sebelumnya xuvie
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.212
  • Reputasi: 124
  • Gender: Male
  • Suffering is optional.. Pain is inevitable..
^^^
kriteria tas banyak ! :))

 _/\_


Ya.. Tas merek LV juga masih "TAS" koq.. ^-^

appamadena sampadetha

Offline Jerry

  • Sebelumnya xuvie
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.212
  • Reputasi: 124
  • Gender: Male
  • Suffering is optional.. Pain is inevitable..
bro Jerry yg baik,
memang anda benar, secara sekilas orang tidak akan berpikir dia bhikkhuni dari tradisi Tibetan, krn udah mulai numbuh rambutnya tp msh dikategorikan gundul alias amat pendek mgk 1cm, bagi orang awam yg beragama non-Buddhist secara sekilas akan menyangka cewek bule yg keren yg tomboy ga mau ribet ama rambut. tapi bagi kami maka akan mengenali kita sama2 kaum "gundul" sy beri tanda kutip karena memang kita sama2 gundul tapi dia sulit dikenali. sewaktu sy tanya apa alasan TIDAK menggunakan jubah? jawaban beliau krn akan mengganggu perjalanan jauh beliau dan sudah merupakan tradisi dari "tradisi aliran" mereka utk bepergian jauh tdk menggunakan jubah. hingga sy pulang sore hari sy masih belum melihat beliau menggunakan jubah.

pertanyaan tentang tas, secara jujur sy melihat beliau membawa Travelling bag, mungkin tas sangha ada di dlm travelling bag, sy kurang tahu. tapi sy rasa tidak masalah apalagi beliau dari tradisi yg berbeda.

smg menjawab pertanyaan anda ya bro Jerry...jangan nanya yg lain2 yg nakal ya...spt tanya apa dia bawa terompeng kerang? (***pertanyaan jangan bersifat memojokkan tradisi aliran lain ya....peace...***)

mettacittena,

_/\_ Neri,

Tapi bukannya Dalai Lama kalau bepergian ngga memakai baju biasa, tapi tetap berjubah? Koq dibilang tradisi aliran? Apakah bhikshuni tersebut dari aliran Gelugpa atau bukan ya?

Wah jangan mengantisipasi gitu dong Neri.. Emang ga ada niat untuk nanya gitu sih.. ;D

be happy
_/\_
appamadena sampadetha

 

anything